Anda di halaman 1dari 21

KONSEP BELAJAR DAN FAKTOR-FAKTOR YANG BERPENGARUH

Makalah
Disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah Psikologi Belajar

Dosen Pengampu :
Hairul Fuadi, M.A

Oleh :

FIKI NURSANTI
NIM.22208401011060
KHORIDATUL LUTFIA
NIM.22208401011063

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM


FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAMA ISLAM (IAI) AL QOLAM
GONDANGLEGI MALANG
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul Konsep Belajar Dan Faktor-Faktor
Yang Berpengaruh tepat pada waktunya. Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah
untuk memenuhi tugas pada Mata Kuliah Psikologi Belajar.

Saya mengucapkan terimakasih kepada bapak Hairul Fuadi, M.A selaku Dosen Mata


Kuliah Psikologi Belajar yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah
pengetahuan dan wawasan dalam bidang yang kami pelajari saat ini. Kami juga mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang berpartisipasi dalam pembuatan dan penyusunan makalah
ini.

Sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga, begitu pula dalam karya ilmiah
ini penyusun masih memiliki banyak kekurangan dan kenegatifan. Kritik yang membangun
sangat dibutuhkan penyusun untuk menyempurnakan makalah selanjutnya.

Malang, 05 april 2023

Kelompok 05
DAFTAR ISI

BAB I.............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN.........................................................................................................................3
A. LATAR BELAKANG.........................................................................................................3
B. RUMUSAN MASALAH....................................................................................................4
C. TUJUAN.............................................................................................................................4
BAB II............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN...........................................................................................................................5
A. Pengertian Belajar...............................................................................................................5
B. Konsep Belajar....................................................................................................................5
C. Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Belajar.........................................................................5
BAB III..........................................................................................................................................7
PENUTUP.....................................................................................................................................7
A. KESIMPULAN...................................................................................................................7
B. SARAN...............................................................................................................................8
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................9
BAB I

PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG

Kegiatan belajar merupakan suatu proses perubahan sebagai akibat dari adanya
hubungan dengan lingkungan. Belajar memiliki posisi yang sangat penting di setiap
usaha pendidikan, sehingga apabila tidak terdapat proses belajar maka proses
pendidikanpun tidak dapat berjalan lancar. Baik buruknya kualitas perkembangan
manusia adalah hasil nyata dari aktivitas belajar, tentunya dengan belajar juga dapat
menentukan tingkat kemajuan dan derajat seorang.
Dalam pendidikan formal belajar adalah suatu aktivitas utama yang dapat menentukan
keberhasilan tujuan pendidikan. Dengan demikian, belajar harus direncanakan dengan
mempertimbangkan berbagai aspek yang mempengaruhi keberhasilan dalam mencapai
tujuan pendidikan.
Belajar adalah salah satu topik penting di dunia psikologi pendidikan, akan tetapi konsep
belajar masih cukup sulit untuk didefinisikan. Secara umum, belajar adalah kegiatan
untuk memperoleh pengetahuan, komprehensi, atau penguasaan atas sesuatu melalui
proses belajar atau eksperimen. Tren psikologi saat ini mendefinisikan belajar sebagai
adanya proses perubahan perilaku yang dapat diamati atau diobservasi.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Pengertian Belajar?
2. Bagaimana Konsep belajar?
3. Apa saja faktor-faktor yang berpengaruh?

C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui pengertianBelajar.
2. Untuk mengetahuikonsep belajar.
3. untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh.
BAB II

PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BELAJAR

1. Definisi Belajar
Belajar merupakan suatu proses atau upaya yang dilakukan oleh setiap individu untuk
mendapatkan perubahan tingkah laku, baik dalam bentuk pengetahuan, keterampilan,
juga sikap dan nilai positif sebagai suatu pengalaman dari berbagai materi yang telah
dipelajari. Selain itu, definisi belajar juga dapat diartikan sebagai segala aktivitas psikis
yang kemudian dilakukan oleh setiap individu, sehingga tingkah lakunya berbeda antara
sebelum dan sesudah belajar.
Perubahan tingkah laku ini dapat terjadi karena adanya pengalaman baru, memiliki
kepandaian atau ilmu setelah belajar, serta aktivitas berlatih. Arti belajar sendiri adalah
suatu proses perubahan kepribadian seseorang dimana perubahaan ini terjadi dalam
bentuk peningkatan kualitas perilaku, seperti diantaranya pada peningkatan
pengetahuan, keterampilan, daya pikir, pemahaman, sikap, serta dalam berbagai
kemampuan lainnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), belajar adalah berusaha memperoleh
kepandaian atau ilmu. Selain itu, menurut KBBI juga belajar adalah berubah tingkah
laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman.
2. Pengertian Belajar menurut Para ahli
a) Alan Pritchard
Pritchard (2009) berpendapat bahwa belajar adalah sebuah proses perubahan perilaku
sebagai hasil dari percobaan atau pengalaman. Output yang dihasilkan adalah
memperoleh sebuah ilmu atau pengetahuan baru. Tujuan belajar dapat bermacam-
macam, bisa jadi agar menambah ilmu, pengetahuan, atau keterampilan melalui proses
belajar dengan mengikuti instruksi-instruksi tertentu. Hasil akhir dari proses belajar
yaitu perilaku yang berubah, terbentuk, dan terkontrol.
b) Dale H. Schunk
Schunk (2012) mengatakan bahwa belajar adalah proses memodifikasi dan
mengumpulkan pengetahuan, keterampilan, strategi, kepercayaan, sikap dan perilaku.
Yaitu pengetahuan dan keterampilan dalam bentuk kognitif, linguistik, sosial, dan lain
sebagainya. Menurut Schunk (2012), belajar dipengaruhi oleh sejumlah faktor dan
prinsip yang diterapkan pada konteks pendidikan.
c) R. Hergenhahn & Matthew. H. Olson
Hergenhahn dan Olson (2001) menyatakan bahwa belajar adalah adanya perubahan pada
perilaku yang dapat diamati sebagai hasil dari prosesnya. Perubahan perilaku ini relatif
permanen dan terjadi secara seketika setelah proses belajar berlangsung. Pengalaman
atau praktik belajar harus memiliki unsur penguatan atau reinforcement. Dengan
demikian, siswa dan orang-orang yang belajar akan selalu termotivasi.
d) Neil J. Salkind
Salkind (2008) menuturkan bahwa secara sederhana, belajar adalah perubahan perilaku
bersifat permanen yang bukan hasil dari efek pertumbuhan atau pendewasaan. Dengan
catatan, tidak ada batasan rentang perilaku yang dapat dipertimbangkan atau konteks di
mana perilaku tersebut terjadi. Mulai dari mengendarai mobil, mengoperasikan mesin,
keterampilan sekolah seperti menulis dan menghitung, semua adalah hasil perilaku dari
proses belajar.
e) Peter Jarvis
Jarvis (2003) menyebutkan bahwa belajar adalah penambahan atau pengurangan
terhadap perubahan perilaku yang permanen sebagai hasil dari sebuah pengalaman. Poin
pentingnya adalah, belajar tidak hanya dilihat sebagai proses fisiologis yang terjadi
begitu saja. Melainkan, belajar berkaitan dengan banyak faktor di dunia dan dipengaruhi
olehnya. Hal-hal seperti dimensi sosial juga turut berperan dalam memahami mekanisme
proses belajar manusia.
f) Robert E. Slavin
Slavin (2012) berpendapat bahwa belajar adalah perubahan perilaku pada individu yang
disebabkan oleh sebuah pengalaman. Perubahan yang disebabkan oleh pertumbuhan
seperti penambahan tinggi dan berat badan tidak dianggap sebagai proses belajar.
Termasuk juga perubahan-perubahan yang pasti terjadi secara refleks sejak lahir.
Manusia melalui banyak sekali proses belajar sejak mereka lahir ke dunia.
g) S. Gazzaniga, T. F. Heatherton, & D. F. Halpern
Gazzaniga, Heatherton, dan Halpern (2010) mengatakan bahwa belajar adalah
perubahan perilaku sebagai hasil dari pengalaman. Proses belajar mulai terjadi ketika
makhluk hidup mendapatkan sebuah manfaat dari suatu pengalaman dan melakukan
adaptasi pada kehidupannya. Bagi makhluk hidup, belajar adalah proses yang sangat
krusial. Untuk bertahan hidup, mereka harus belajar untuk mencari makanan, tempat
tinggal yang aman, dan menjauhkan diri dari bahaya.
Konsep belajar adalah hal sentral yang memengaruhi seluruh aspek kehidupan manusia.
Mulai dari kemampuan mendasar seperti berjalan, berbicara, hingga perilaku yang lebih
kompleks seperti menerbangkan pesawat dan melakukan tindakan operasi. Perilaku-
perilaku tersebut adalah hasil dari proses belajar yang mana melingkupi banyak aspek
dalam kehidupan sehari-hari.
B. KONSEP BELAJAR
1. Pengertian konsep belajar
Konsep dasar belajar adalah kegiatan yang menggunakan unsur fundamental pada setiap
jenis dan jenjang pendidikannya. Berhasil atau tidaknya pendidikan peserta didik
tergantung dari proses belajar dan teori psikologi perkembangan saat berada pada
lingkungan sekolah atau di lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, konsep dasar belajar
sangat dibutuhkan oleh pengajar.
Terdapat beberapa metode dan konsep belajar yang dikategorisasikan berdasarkan teori
Neuro-Linguistic Programming (NLP) (Pritchard, 2009). Teori NLP ini berfokus pada
bagaimana kita berkomunikasi dan bagaimana hal tersebut dapat memengaruhi proses
belajar. Setelah bertahun-tahun melakukan berbagai macam penelitian dan observasi
terkait bagaimana seseorang berkomunikasi, berikut adalah 3 metode belajar secara
umum:
1. Visual Learners
Orang yang menggunakan metode belajar visual, lebih cenderung untuk belajar melalui
apa yang mereka lihat. Mereka memiliki daya ingat visual yang baik dan lebih menyukai
informasi yang disajikan secara visual. Seperti dalam bentuk diagram, grafik, peta,
poster, dan presentasi misalnya. Ketika sedang menggambarkan dan mengingat
peristiwa atau objek, orang dengan tipe visual sering menggunakan gerakan tangan
untuk mempermudah. Lalu, ketika memikirkan atau mengingat informasi, mereka
memiliki kecenderungan untuk (gerakan mata) melihat ke atas.
2. Auditory Learners
Metode belajar auditori diasosiasikan dengan aktivitas mendengarkan. Orang-orang
dengan metode belajar auditori memiliki daya ingat pendengaran yang baik. Oleh karena
itu, mereka dapat dengan mudah menerima informasi dari kegiatan diskusi, ceramah,
wawancara, serta mendengar cerita dan video. Saat belajar, tipe ini menyukai sesuatu
yang berurutan, pengulangan, serta ringkasan. Saat mengingat sesuatu, cenderung
memiringkan kepala dan menggunakan gerakan mata yang sejajar.
3. Kinesthetic Learners
Berbeda dengan dua metode sebelumnya, orang dengan tipe belajar kinestetik cenderung
belajar dengan melakukan sebuah aktivitas. Mereka pandai mengingat peristiwa dan
mengasosiasikan perasaan serta pengalaman fisik dengan ingatan. Karakteristik lainnya
adalah mereka menikmati aktivitas fisik, kunjungan lapangan, memanipulasi objek, dan
pengalaman praktikal lainnya. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka adalah orang-orang
yang merasa sulit untuk diam dan tenang dalam kegiatan pembelajaran di kelas.
2. Konsep Belajar Berdasarkan MBTI
The Myers-Briggs Type Indicator (MBTI) adalah sebuah teori yang dapat membagi
kepribadian seseorang menjadi beberapa tipe. Selain digunakan sebagai prediktor
kepribadian, MBTI juga bermanfaat bagi guru untuk mengetahui metode belajar para
siswa (Pritchard, 2009). Teori ini mengklasifikasikan tipe belajar individu berdasarkan
tipe psikologis yang diciptakan oleh Carl Jung. Berikut adalah berbagai macam metode
belajar berdasarkan konsep belajar MBTI:
1. Extrovert Learners
Siswa dengan metode belajar ekstrovert cenderung menyukai aktivitas berbicara untuk
memahami informasi dan ide baru. Selain itu, mereka juga menyukai pekerjaan yang
bersifat kelompok dan melihat contoh bagaimana orang lain melakukan sebuah
pekerjaan. Prinsip dari tipe ini adalah: coba sesuatu terlebih dahulu dan pikirkan
hasilnya nanti. Kelebihan dari metode ini adalah siswa dapat memiliki kerja sama yang
baik dengan teman-temannya. Ketika menemui sebuah kesulitan, mereka dapat dengan
mudah membicarakan ide-idenya dengan orang lain.
2. Introvert Learners
Berkebalikan dengan ekstrovert, siswa dengan metode belajar introvert lebih suka
belajar sendiri dan memikirkan informasi secara pribadi. Lalu, mereka juga menyukai
aktivitas mengamati, menulis, dan membaca. Prinsip belajarnya adalah pikirkan sesuatu
dengan matang terlebih dahulu, lalu coba di kemudian hari. Kelebihan metode ini adalah
introvert dapat belajar dengan baik di tempat dan situasi yang tenang agar dapat
merefleksikan dirinya. Terkadang, siswa dengan metode introvert mengaitkan hubungan
antara tugas sekolah dengan hobi dan kesenangannya.
3. Sensing Learners
Sensing learners atau metode belajar sensing (merasa), memiliki karakteristik
pembelajar yang menyukai tujuan yang jelas dan berhati-hati serta memperhatikan
detail. Ciri-ciri lainnya adalah mengambil satu langkah pada satu waktu dan memiliki
ingatan yang baik terhadap fakta. Sisi kelebihannya ada pada siswa yang dapat meminta
guru secara langsung untuk menjelaskan apa yang diharapkan dari proses pembelajaran.
Secara praktis, mereka suka menggunakan komputer, menonton film, sekaligus melihat,
mendengar, dan menyentuh apa yang sedang mereka pelajari.
4. Intuitive Learners
Intuitif adalah metode belajar yang dicirikan dengan siswa yang suka membaca dan
mendengarkan, dan menyelesaikan masalah yang membutuhkan imajinasi. Siswa-siswa
dengan metode belajar intuitif lebih tertarik pada ide-ide besar daripada detail yang
kecil. Contohnya memulai proyek baru daripada menyelesaikan yang sudah ada.
Kekuatan yang ditawarkan adalah pembelajar intuitif dapat menemukan cara untuk
menjadi imajinatif dan kreatif di sekolah. Atau dengan kata lain, lebih suka mengikuti
insting mereka sebelum mengerjakan tugas.

5. Thinking Learners
Pembelajar dengan metode berpikir ingin diperlakukan secara adil, ingin merasakan
prestasi dan keterampilan dan memiliki guru yang terorganisir. Untuk menyelesaikan
masalah, mereka menggunakan pikiran yang jernih, jelas, dan logis. Sisi kelebihannya
adalah pertama, mampu memasukkan informasi dalam urutan yang logis dan masuk
akal. Kedua, mampu menyelesaikan pekerjaan dalam waktu yang terbatas. Ketiga,
merasa sukses ketika mampu fokus pada apa yang mereka ketahui lalu membuat koneksi
ke informasi baru.
6. Feeling Learners
Feeling learners atau metode belajar dengan fokus pada perasaan, memiliki ciri ingin
memiliki hubungan yang bersahabat dengan guru. Ciri selanjutnya yaitu belajar dengan
membantu orang lain, bergaul dengan orang lain dan menyukai bekerja kelompok.
Lantas, kekuatannya adalah, siswa dengan tipe ini dapat memaksimalkan potensi
belajarnya ketika belajar bersama dengan seorang teman. Karena siswa tersebut
berpeluang untuk memilih topik yang mereka pedulikan serta mampu membantu orang
lain.
7. Judging Learners
Judging learners adalah metode belajar yang dicirikan dengan suka memiliki rencana
dan menaatinya, bekerja dengan mantap, dan tertib. Selanjutnya, peserta didik dengan
tipe ini suka menyelesaikan proyek, belajar dengan serius, dan tahu persis apa yang
mereka harapkan. Poin kekuatannya adalah siswa dapat mencapai performa belajar
terbaiknya ketika mereka memiliki tujuan jangka pendek. Juga ketika mereka mampu
mencari tahu dari perspektif guru apa yang mereka harapkan.
8. Perceiving Learners
Perceiving learners adalah metode belajar yang bersifat mempersepsi, yaitu siswa
merasa terbuka untuk menerima pengalaman baru saat belajar. Siswa dengan metode ini
suka membuat pilihan, fleksibel, belajar dengan performa baik ketika prosesnya
menyenangkan, dan ingin menemukan informasi baru. Kekuatannya adalah pelajar dapat
menemukan cara-cara baru untuk belajar dan menghasilkan minat untuk mencari ide-ide
baru. Dalam mengerjakan tugas, mereka lebih suka pada tugas yang fleksibel tanpa
tenggat waktu yang pasti.
3. Konsep Belajar Berdasarkan Korb's Learning Style Model
Metode belajar selanjutnya akan berpedoman pada Kolb’s Learning Style Model. Model
dan konsep belajar Kolb mengklasifikasikan individu menjadi dua dimensi berdasarkan
beberapa preferensi (Pritchard, 2009). 1. Bagaimana siswa menerima informasi, dan 2.
Bagaimana siswa menginternalisasi informasi. Berikut ini adalah empat metode belajar
umum yang terbentuk berdasarkan dua dimensi yang telah disebutkan sebelumnya,
yaitu:
1. Diverger (Konkret dan Reflektif)
Pertama adalah diverger, pembelajar sering menggunakan pertanyaan ‘mengapa?’ saat
belajar. Lalu, mereka merespons dengan baik penjelasan tentang materi yang dijelaskan,
terutama yang berkaitan dengan pengalaman dan minat mereka. Peserta didik diverger
yang konkret dan reflektif lebih suka belajar dengan teknik observasi, brainstorming,
dan mengumpulkan informasi. Dalam dua kata, mereka imajinatif dan sensitif.
2. Assimilator (Abstrak dan Reflektif)
Kedua adalah assimilator, pembelajar sering menggunakan pertanyaan ‘apa?’ saat
belajar. Kemudian, merespons dengan baik informasi yang disajikan secara logis dan
terorganisir. Siswa yang bersangkutan akan mendapatkan manfaat jika diberi waktu
untuk refleksi. Dan juga, siswa tipe assimilator lebih suka belajar dengan meletakkan
informasi dalam urutan logis yang ringkas.
3. Converger (Abstrak dan Aktif)
Ketiga adalah converger, pembelajar sering menggunakan pertanyaan ‘bagaimana?’ saat
belajar. Setelah itu, merespons dengan baik ketika memiliki kesempatan untuk bekerja
secara aktif dalam menyelesaikan sebuah tugas. Umumnya, siswa belajar melalui praktik
coba-coba, yang sesekali memungkinkan mereka untuk gagal. Converger dicirikan
dengan siswa yang suka belajar dengan cara memecahkan masalah, melakukan tugas
teknis, dan pandai menemukan kegunaan praktis sebuah ide.
4. Accommodator (Konkret dan Aktif)
Keempat adalah accommodator, pembelajar sering menggunakan pertanyaan
‘bagaimana jika?’ saat belajar. Selanjutnya, siswa akan merespons dengan baik ketika
menerapkan materi baru dalam menyelesaikan masalah. Pelajar dengan tipe
accommodator berorientasi pada orang dan lebih mengandalkan perasaan dari pada
logika.
5. Teori Belajar Dan Pembelajaran
Secara pragmatis, teori belajar merupakan prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling
berhubungan dan merupakan penjelasan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan
dengan peristiwa belajar. Terjadinya interaksi antara mengajar dengan belajar, sebenarnya
berada pada suatu kondisi yang unik, sebab secara sengaja atau tidak, masing-masing pihak
berada dalam suasana belajar. Jadi pendidik walaupun dikatakan sebagai pengajar, sebenarnya
secara tidak langsung juga melakukan belajar. 1 Untuk dapat menghasilkan proses pembelajaran
yang efektif sebagaimana yang
diharapkan, maka pendidik perlu memahami teori-teori belajar yang dapat menjadi
landasan pelaksanaan pembelajaran. Terdapat 3 terori belajar dan pembelajaran,
antara lain:
a. Teori Behaviorisme
Behaviorisme dari kata behave yang berarti berperilaku dan isme berarti aliran. Behavorisme
merupakan pendekatan dalam psikologi yang didasarkan atas proposisi (gagasan awal) bahwa
perilaku dapat dipelajari dan dijelaskan secara ilmiah. Dalam melakukan penelitian, behavioris
tidak mempelajari keadaan mental. Jadi, karakteristik esensial dari pendekatan behaviorisme
terhadap belajar adalah pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan untuk
memprediksi perilaku seseorang, bukan pikiran, perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam
diri orang tersebut. Fokus behaviorisme adalah respons terhadap berbagai tipe stimulus.2
b. Teori Kognitivisme
Definisi “Cognitive” berasal dari kata “Cognition” yang mempunyai persamaan dengan
“knowing” yang berarti mengetahui. Dalam arti yang luas kognition/kognisi ialah perolahan
penataan, penggunaan pengetahuan Teori belajar kognitivisme lebih mementingkan proses
belajar dari pada hasil belajar itu sendiri.
c. Teori Kontruktivisme
Kontruksi berarti bersifat membangun, dalam konteks filsafat pendidikan dapat diartikan
Konstruktivisme adalah suatu upaya membangun tata susunan hidup yang berbudaya modern.
Konstruktivisme merupakan landasan berfikir (filosofi) pembelajaran konstektual yaitu bahwa
pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui
konteks yang terbatas dan tidak sekonyong-konyong.Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta-
fakta, konsep, atau kaidah yang siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus mengkontruksi
pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata.
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea
dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam
mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam
semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih
lama semua konsep.

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI


1
Muhammad Siri Dangnga and Andi Abdul Muis, Teori Belajar Dan Pembelajaran Inovatif, Si Buku
Makassar, vol. 2, 2015.
2
Baharuddin Baharuddin and Esa Nur Wahyuni, Teori Belajar Dan Pembelajaran, 2008,
http://repository.uin-malang.ac.id/6124/.
Layaknya aktivitas lainnya, proses dan konsep belajar pun dapat dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Menurut Schunk (2012), terdapat faktor-faktor beresiko yang dapat memengaruhi proses
belajar siswa yaitu sakit, kelelahan fisik, hingga konsumsi narkoba dan alkohol. Sebenarnya,
faktor-faktor tersebut hanya sementara dan tidak bertahan selamanya. Karena ketika
penyebabnya dihapus, perilaku siswa akan kembali ke keadaan semula.
Selanjutnya, tatanan ruang kelas dan sistem pembelajaran juga berpengaruh penting dalam
proses belajar (Schunk, 2012). Ruang kelas yang kondusif, tenang, nyaman dan bersih, dapat
meningkatkan motivasi belajar siswa. Di sisi lain, ruang kelas yang bising, jendela yang tidak
berfungsi dengan baik, cahaya dan suhu yang tidak tepat, dapat menurunkan motivasi belajar.
Oleh karena itu, penting untuk menciptakan setting kegiatan belajar mengajar yang nyaman dan
menyenangkan. Secara umum factor-faktor yag mempengaruhi proses hasil belajar dibedakan
atas dua kategori, yaitu factor internal dan factor eksternal. kedua factor tersebut saling
memengaruhi dalam proses individu sehingga menentukan kualitas hasil belajar.
A. factor internal
Factor internal adalah factor-faktor yang berasal dari dalam diri individu dan dapat
memengaruhi hasil belajar individu. Factor-faktor internal ini meliputi factor fisiologis
dan factor psikologiss.
1. Factor fisiologis
Factor-faktor fisiologis adalah factor-factor yang berhubungan dengan kondisi fisik
individu. Factor-factor ini dibedakan menjadi dua macam.
Pertama, keadaan tonus jasmani. Keadaan tonus jasmani pada umumnya sangat
memengaruhi aktivitas belajar seseorang . kondisi fisik yang sehat dan bugar akan
memberikan pengaruh positif terhadap kegiatan belajar individu. Sebaliknya, kondisi
fisik yang lemah atau sakit akan menghambat tercapainya hasil belajar yang maksimal.
Oleh karena itu keadaan tonus jasmani sangat memengaruhi proses belajar , maka perlu
ada usaha untuk menjaga kesehatan jasmani.
Cara untuk menjaga kesehatan jasmani antara lain adalah :
a. menjaga pola makan yang sehat dengan memerhatikan nutrisi yang masuk
kedalam tubuh, karena kekurangan gizi atau nutrisi akan mengakibatkan tubuh
cepat lelah, lesu , dan mengantuk, sehingga tidak ada gairah untuk belajar,

b. rajin berolah raga agar tubuh selalu bugar dan sehat; Tidak hanya di sekolah,
tempat dan ruang belajar di rumah juga perlu dipersiapkan dengan baik. Adanya
meja dan kursi belajar yang sesuai, sirkulasi udara yang baik, dan tersedianya
fasilitas pendukung lainnya dapat meningkatkan motivasi belajar siswa. Dengan
demikian, peserta didik dapat memperoleh kesempatan yang lebih tinggi untuk
menggapai prestasi. c. istirahat yang cukup dan sehat.
Kedua, keadaan fungsi jasmani/fisiologis. Selama proses belajar berlangsung, peran
fungsi fisiologis pada tubuh manusia sangat memengaruhi hasil belajar, terutama panca
indra. Panca indra yang berfunsi dengan baik akan mempermudah aktivitas belajar
dengan baik pula . dalam proses belajar , merupakan pintu masuk bagi segala informasi
yang diterima dan ditangkap oleh manusia. Sehinga manusia dapat menangkap dunia
luar. Panca indra yang memiliki peran besar dalam aktivitas belajar adalah mata dan
telinga. Oleh lkarena itu, baik guru maupun siswwa perlu menjaga panca indra dengan
baik, baik secara preventif maupun secara yang bersifat kuratif. Dengan menyediakan
sarana belajar yang memenuhi persyaratan, memeriksakan kesehatan fungsi mata dan
telinga secara periodic, mengonsumsi makanan yang bergizi , dan lain sebagainya.

2. Factor psikologis
Factor –faktor psikologis adalah keadaan psikologis seseorang yang dapat memengaruhi
proses belajar. Beberapa factor psikologis yang utama memngaruhi proses belajar adalah
kecerdasan siswa, motifasi , minat, sikap dan bakat.

– kecerdasan /intelegensia siswa


Pada umumnya kecerdasan diartikan sebagai kemempuan psikofisik dalam
mereaksikan rangsaganan atau menyesuaikan diri dengan lingkungan melalui cara yang
tepat. Dengan dmikian, kecerdasan bukan hanya berkaitan dengan kualitas otak saja,
tetapi juga organ-organ tubuh lainnya. Namun bila dikaitkan dengan kecerdasan,
tentunya otak merupakan organ yang penting dibandingkan organ yang lain, karena
fungsi otak itu sebagai organ pengendali tertinggi (executive control) dari hamper
seluruh aktivitas manusia.
Kecerdasan merupakan factor psikologis yang paling penting dalam proses belajar
siswa, karena itu menentukan kualitas belajar siswa. Semakin tinggi iteligensi seorang
individu, semakin besar peluang individu tersebut meraih sukses dalam belajar.
Sebaliknya, semakin rendah tingkat intelegensi individu, semakin sulit individu itu
mencapai kesuksesan belajar. Oleh karena itu, perlu bimbingan belajar dari orang lain,
seperti guru, orang tua, dan lain sebagainya. Sebagai factor psikologis yang penting
dalam mencapai kesuksesan belajar, maka pengetahuan dan pemahaman tentang
kecerdasan perlu dimiliki oleh setiap calon guru professional, sehingga mereka dapat
memahami tingakat kecerdasannya.
Para ahli membagi tingkatan IQ bermacam-macam, salah satunya adalah penggolongan
tingkat IQ berdasarkan tes Stanford-Biner yang telah direvisi oleh Terman dan Merill
sebagai berikut (Fudyartanto 2002).
diketahui ada 7 penggolongan tingkat kecerdasan manusia, yaitu:
A. Kelompok kecerdasan amat superior (very superior) merentang antara IQ 140—IQ
169;
B. Kelompok kecerdasan superior merenytang anatara IQ 120—IQ 139;
C. Kelompok rata-rata tinggi (high average) menrentang anatara IQ 110—IQ 119;
D. Kelompok rata-rata (average) merentang antara IQ 90—IQ 109;
E. Kelompok rata-rata rendah (low average) merentang antara IQ 80—IQ 89;
F. Kelompok batas lemah mental (borderline defective) berada pada IQ 70—IQ 79;
G. Kelompok kecerdasan lemah mental (mentally defective) berada pada IQ 20—IQ 69,
yang termasuk dalam kecerdasan tingkat ini antara lain debil, imbisil, idiot.
Pemahaman tentang tingkat kecerdasan individu dapat diperoleh oleh orang tua dan guru
atau pihak-pihak yang berkepentingan melalui konsultasi dengan psikolog atau psikiater.
Sehingga dapat diketahui anak didik berada pada tingkat kecerdasan yang mana, amat
superior, superior, rata-rata, atau mungkin malah lemah mental. Informasi tentang taraf
kecerdasan seseorang merupakan hal yang sangat berharga untuk memprediksi
kamampuan belajar seseorang. Pemahaman terhadap tingkat kecerdasan peserta didik
akan membantu megarahkan dan merencanakan bantuan yang akan diberikan kepada
siswa.
- Motivasi
Motivasi adalah salah satu factor yang memengaruhi keefektifan kegiatan belajar
siswa. Motivasilah yang mendorong siswa ingin melakukan kegiatan belajar. Para ahli
psikologi mendefinisikan motivasi sebagai proses di dalam diri individu yang aktif,
mendorong, memberikan arah, dan menjaga perilaku setiap saat (Slavin, 1994). Motivasi
juga diartikan sebagai pengaruh kebutuhan-kebutuhan dan keinginan terhadap intensitas
dan arah perilaku seseorang.
Dari sudut sumbernya motivasi dibagi menjadi dua, yaitu motivasi intrinsic dan motivasi
ekstrinsik. Motaivasi intrinsic adalah semua factor yang berasal dari dalam diri individu
dan memberikan dorongan untuk melakukan sesuatu. Seperti seorang siswa yang gemar
membaca, maka ia tidak perlu disuruh-suruh untuk membaca, karena membaca tidak
hanya menjadi aktifitas kesenangannya, tapi bisa jadi juga telah mejadi kebutuhannya.
Dalam proses belajar, motivasi intrinsic memiliki pengaruh yang efektif, karena
motivasi intrinsic relaatif lebih lama dan tidak tergantung pada motivasi dari
luar(ekstrinsik).Menurut Arden N. Frandsen (Hayinah, 1992), yang termasuk dalam
motivasi intrinsic untuk belajar anatara lain adalah:
a. Dorongan ingin tahu dan ingin menyelisiki dunia yang lebih luas;
b. Adanya sifat positif dan kreatif yang ada pada manusia dan keinginan untuk
maju;
c. Adanaya keinginan untuk mencapai prestasi sehingga mendapat dukungan dari
orang-orang penting, misalkan orang tua, saudara, guru, atau teman-teman, dan lain
sebaginya.
d. Adanya kebutuhan untuk menguasai ilmu atau pengetahuan yang berguna bagi
dirinya, dan lain-lain.
Motivasi ekstrinsik adalah factor yang dating dari luar diri individu tetapi memberi
pengaruh terhadap kemauan untauk belajar. Seperti pujian, peraturan, tata tertib, teladan
guru, orangtua, dan lain sebagainya. Kurangnya respons dari lingkungan secara positif
akan memengaruhi semangat belajar seseorang menjadi lemah.
- Minat
Secara sederhana,minat (interest) kecenderungan dan kegairahan yang tinggi atau
keinginan yang besar terhadap sesuatu. Menurut Reber (Syah, 2003) minat bukanlah
istilah yang popular dalam psikologi disebabkan ketergantungannya terhadap berbagai
factor internal lainnya, seperti pemusatan perhatian, keingintahuan, moativasi, dan
kebutuhan. Namun lepas dari kepopulerannya, minat sama halnya dengan kecerdasan
dan motivasi, karena memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar, ia akan tidak
bersemangat atau bahkan tidak mau belajar. Oleh karena itu, dalam konteks belajar di
kelas, seorang guru atau pendidik lainnya perlu membangkitkan minat siswa agar
tertarik terhadap materi pelajaran yang akan dihadapainya atau dipelajaranya.
Untuk membagkitkan minat belajar tersebut, banyak cara yang bisa digunakan.
Anatara lain, pertama, dengan mebuat materi yang akan dipelajarai semenarik mingkin
dan tidak membosankan, baik dari bentuk buku materi, desai pembelajaran yang
membebaskan siswa mengeksplor apa yang dipelajari, melibatkan seluruh domain
belajar siswa (kognitif, afektif, psikomotorik) sehingga siswa menjadi aktif, maupun
performansi guru yang menarik saat mengajar. Kedua, pemilihan jurusan atau bidang
studi. Dalam hal ini, alangkah baiknya jika jurusan atau bidang studi dipilih sendiri oleh
siswa sesuai dengan minatnya.
- Sikap
Dalam proses belajar, sikap individu dapat memengaruhi keberhasilan proses
belajarnya. Sikap adalah gejala internal yang mendimensi afektif berupa kecenderungan
untuk mereaksi atau merespons dangan cara yang relative tetap terhadap obyek, orang,
peristiwa dan sebaginya, baik secara positif maupun negative (Syah, 2003).Sikap siswa
dalam belajar dapat dipengaruhi oleh perasaan senang atau tidak senang pada performan
guru, pelajaran, atau lingkungan sekitarnya. Dan untuk mengantisipasi munculnya sikap
yang negative dalam belajar, guru sebaiknya berusaha untuk menjadi guru yang
professional dan bertanggungjawab terhadap profesi yang dipilihnya. Dengan
profesionalitas,seorang guru akanberusaha memberikan yang terbaik bagi siswanya;
berusaha mengambangkan kepribadian sebagai seorang guru yang empatik, sabar, dan
tulus kepada muridnya; berusaha untuk menyajikan pelajaranyang diampunya dengan
baik dan menarik sehingga membuat siswa dapat mengikuti pelajaran dengan senang
dan tidak menjemukan; meyakinkan siswa bahwa bidang studi yang dipelajara
bermanfaat bagi diri siswa.
- Bakat
Faktor psikologis lain yang memengaruhi proses belajar adalah bakat. Secara
umum, bakat (aptitude) didefinisikan sebagai kemampuan potensial yang dimiliki
seseorang untuk mencapai keberhasilan pada masa yang akan dating (Syah, 2003).
Berkaitan dengan belajar, Slavin (1994) mendefinisikan bakat sebagai kemampuan
umum yang dimilki seorang siswa untauk belajar. Dengan demikian, bakat adalah
kemampuan seseorang menjadi salah satu komponen yang diperlukan dalam proses
belajar seseorang. Apabila bakat seseorang sesuai dengan bidang yang sedang
dipelajarinya, maka bakat itu akan mendukung proses belajarnya sehingga kemungkinan
besar ia akan berhasil.Pada dasarnya setiap orang mempunyai bakat atau potensi untuk
mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuannya masingmasing. Karena itu,
bakat juga diartikan sebagai kemampuan dasar individu untuk melakukan tugas tertentu
tanpa tergantung upaya pendidikan dan latihan. Individu yang telah mempunyai bakat
tertentu, akan lebih mudah menyerap informasi yang berhubungan dengan bakat yang
dimilkinya. Misalnya, siswa yang berbakat dibidang bahasa akan lebih mudah
mempelajari bahasabahasa yang lain selain bahasanya sendiri. Karena belajar jug
dipengaruhi oleh potensi yang dimilki setiap individu,maka para pendidik, orangtua, dan
guru perlu memerhatikan dan memahami bakat yang dimilki oleh anaknya atau peserta
didiknya, anatara lain dengan mendukung,ikut mengembangkan, dan tidak memaksa
anak untuk memilih jurusan yang tidak sesuai dengan bakatnya.
B. Factor-faktor eksogen/eksternal
Selain karakteristik siswa atau factor-faktor endogen, factor-faktor eksternal juga dapat
memengaruhi proses belajar siswa.dalam hal ini, Syah (2003) menjelaskan bahwa
faktaor-faktor eksternal yang memengaruhi balajar dapat digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu factor lingkungan social dan factor lingkungan nonsosial.
1) Lingkungan social
a. Lingkungan social sekolah.
seperti guru, administrasi, dan teman-teman sekelas dapat memengaruhi proses
belajar seorang siswa. Hubungan harmonis antra ketiganya dapat menjadi motivasi
bagi siswa untuk belajar lebih baikdisekolah. Perilaku yang simpatik dan dapat
menjadi teladan seorang guru atau administrasi dapat menjadi pendorong bagi
siswa untuk belajar.
b. Lingkungan social massyarakat.
Kondisi lingkungan masyarakat tempat tinggal siswa akan memengaruhi belajar
siswa. Lingkungan siswa yang kumuh, banyak pengangguran dan anak terlantar
juga dapat memengaruhi aktivitas belajarsiswa, paling tidak siswa kesulitan ketika
memerlukan teman belajar, diskusi, atau meminjam alat-alat belajar yang kebetulan
belum dimilkinya.
c. Lingkungan social keluarga.
Lingkungan ini sangat memengaruhi kegiatan belajar. Ketegangan keluarga,
sifat-sifat orangtua, demografi keluarga (letak rumah), pengelolaankeluarga,
semuannya dapat memberi dampak terhadap aktivitas belajar siswa. Hubungan
anatara anggota keluarga, orangtua, anak, kakak, atau adik yang harmonis akan
membantu siswa melakukan aktivitas belajar dengan baik.
2) Lingkungan non social.
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan nonsosial adalah;
a. Lingkungan alamiah,
seperti kondisi udara yang segar, tidak panas dan tidak dingin, sinar yang tidak
terlalu silau/kuat, atau tidak terlalu lemah/gelap, suasana yang sejuk dan tenang.
Lingkungan alamiah tersebut mmerupakan factor-faktor yang dapat
memengaruhi aktivitas belajar siswa. Sebaliknya, bila kondisi lingkungan alam
tidak mendukung, proses belajar siswa akan terlambat.
b. Factor instrumental,
yaitu perangkat belajar yang dapat digolongkan dua macam. Pertama, hardware,
seperti gedung sekolah, alat-alat belajar,fasilitas belajar, lapangan olah raga dan
lain sebagainya. Kedua, software, seperti kurikulum sekolah, peraturan-
peraturan sekolah, buku panduan, silabi dan lain sebagainya.
c. Factor materi pelajaran (yang diajarkan ke siswa).
Factor ini hendaknya disesuaikan dengan usia perkembangan siswa begitu juga
denganmetode mengajar guru, disesuaikan dengan kondisi perkembangan
siswa. Karena itu, agar guru dapat memberikan kontribusi yang postif terhadap
aktivitas belajr siswa, maka guru harus menguasai materi pelajaran dan
berbagai metode mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan kondisi siswa.
BAB III

PENUTUP
A. KESIMPULAN

Dari uraian diatas daapt disimpulkan bahawa : Belajar adalah sebuah kegiatan untuk mencapai
kepandaian atau ilmu. Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku manusia berdasarkan
pengalaman dan latihan, dari belum tahu menjadi tahu, dari pengalaman yang sedikit kemudian
bertambah. Belajar merupakan proses manusia untuk mencapai berbagai macam kompetensi,
keterampilan, dan sikap.
Teori- teori belajar dalam pembelajaran merupakan sebuah sistem yang dapat diuji kebenaranya
oleh siapa pun dan terbuka untuk dikaji ulang dalam perspektif yang sama, dan mungkin dapat
digantikan dengan sebuah sistem baru, yang sudah mengalami kajian dan penelitian lain.
Sedangkan belajar merupakan proses perubahan tingkah laku manusia berdasarkan pengalaman
dan latihan, dari belum tahu menjadi tahu, dari pengalaman yang sedikit kemudian bertambah.
Terdapat 3 teori belajar dan Pembelajaran yaitu:
1. Teori Belajar Kognitivisme .
Teori ini Menurut teori ini, ilmu pengetahuan dibangun dalam diri seorang anak melalui proses
interaksi yang berkesinambungan dengan lingkungan. Proses ini tidak berjalan terputus-putus,
tetapi melalui proses yang mengalir, sambungmenyambung, dan menyeluruh. Teori kognitif ini
muncul dipengaruhi oleh psikologi gestalt. Asumsi yang mendasari teori ini adalah, bahwa
setiap anak telah mempunyai pengalaman dan pengetahuan di dalam dirinya. Pengalaman dan
pengetahuan ini tertata dalam bentuk struktur kognitif. Proses belajar akan berjalan dengan baik
bila materi pelajaran yang baru beradaptasi (bersinambung) secara “klop” dengan struktur
kognitif yang sudah dimiliki oleh anak
2. Teori Belajar Behaviorisme Behaviorisme.
Menurut Teori ini belajar adalah pemahaman terhadap kejadian-kejadian di lingkungan untuk
memprediksi perilaku seseorang, bukan pikiran, perasaan, ataupun kejadian internal lain dalam
diri orang tersebut. Fokus behaviorisme adalah respons terhadap berbagai tipe stimulus.
3. Teori Belajar Kontruktivisme .
Dengan teori konstruktivisme siswa dapat berfikir untuk menyelesaikan masalah, mencari idea
dan membuat keputusan. Siswa akan lebih paham karena mereka terlibat langsung dalam
mebina pengetahuan baru, mereka akan lebih pahamdan mampu mengapliklasikannya dalam
semua situasi. Selian itu siswa terlibat secara langsung dengan aktif, mereka akan ingat lebih
lama semua konsep.
B. SARAN
Demikian Kami menyadari dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu kami mengharapkan kritik dan saran bagi para pembaca untuk
pembuatan makalah yang lebih baik lagi.
DAFTAR PUSTAKA

http://psikologi.uma.ac.id/
https://tambahpinter.com/konsep-belajar/3
http://repository.uin-malang.ac.id/6124/

3
Jarvis, P., Holford, J. & Griffin, C. (2003). The Theory & Practice of Learning 2nd Edition. London and Sterling:
Kogan Page.
Pritchard, A. (2009). Ways of Learning: Learning Theories and Learning Styles in the Classroom 2nd Edition. New
York: Routledge.
Salkind, N. J. (2008). Encyclopedia of Educational Psychology. California: SAGE Publications.
Schunk, D. H. (2012). Learning Theories an Educational Perspective 6th Edition. Boston: Pearson Education.
Slavin, R. E. (2012). Educational Psychology Theory and Practice. New Jersey: Pearson.
Hergenhahn B. R. & Olson, M. H. (2001). An Introduction to Theories of Learning, 6th Edition. New Jersey:
Prentice Hall.
Gazzaniga, M. S., Heatherton, T. F., & Halpern, D. F. (2010). Psychological Science 3rd Edition. New York: W. W.
Norton.

Anda mungkin juga menyukai