Anda di halaman 1dari 22

“CRITICAL BOOK REPORT”

HUKUM ISLAM

Disusun Oleh :
Kelompok 4
Annisa Nurul Saputri (4203230026)
Dina Anggriani (4201230001)
Melyana Harahap (4201230008)
Muhammad Asro Yusro (4203230009)
Rahman Hakim Anugrah (4202530012)
Reza Muhtadin (4202530004)
Kelas : PSM 2020
Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam

PRODI MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Critical Book Report dari
kelompok 4 yang berjudul “Hukum Islam”.Adapun tugas ini dibuat untuk
memenuhi salahsatutugaswajibpada mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Penyusun juga berterimakasih kepada Ibu Nikmah Dalimunthe,S.Ag.,M.H. yang
sudah memberikan bimbingan dan saran dalam terwujudnya makalah ini.

Tugas ini telah kami susun dengan sebaik mungkin dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak maupun sumber sehingga dapat memperlancar dalam
pembuatan tugas CBR ini, Untuk itu kami mengucapkan banyak terimakasih
kepada dosen pengampu yang telah memberikan materi, serta kepada orang tua
dan semua pihak yang telah mendukung dalam pengerjaan makalah ini sehingga
tugas ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan pada makalah


ini.Oleh karena itu, kami mengharapkan saran dan kritik dari pembaca guna
perbaikan kedepannya agar makalah ini lebih sempurna.Akhir kata kami ucapkan
terimakasih dan semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan
penyusun.Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Medan, 03 April 2022

Kelompok IV

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................. i

DAFTAR ISI ............................................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah ........................................................................... 2
1.3 Tujuan .............................................................................................. 2

BAB II : RINGKASAN BUKU

2.1 Identitas Buku ................................................................................. 3


2.2 Ringkasan Isi Buku Utama ............................................................. 3
2.3 Ringkasan Isi Buku Pembanding ................................................... 10

BAB III : PEMBAHASAN

3.1 Kelebihan ......................................................................................... 15

3.2 Kekurangan ...................................................................................... 15

BAB IV : PENUTUP

4.1 Kesimpulan ...................................................................................... 16


4.2 Saran ................................................................................................ 16

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 17

LAMPIRAN ................................................................................................ 18

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dengan berlakunya pembuatan tugas Critical Book Report ini dapat


meningkatkan budaya membaca Mahasiswa. Dimana mahasiwa dituntut untuk
banyak membaca supaya dapat menuangkan pemikiran yang kritis dalam
memahami dari sebuah atau dua buah buku. Maka dari itu hal ini sangat
bermanfaat untuk mahasiswa agar dapatmembandingkankekurangan dan
kelebihan dari buku tersebut. Penulisan Critical Book Report ini pada dasarnya
adalah membandingkan kedua buku pendidikan agama islam yang membahas
topic mengenai HukumSyara’.

Secara sederhana hukum adalah “seperangkat peraturan tentang tingkah


laku manusia yang diakui sekelompok masyarakat, disusun orang-orang yang
diberi wewenang oleh masyarakat ini, berlaku mengikat, untuk seluruh
anggotanya”. Bila defnisi ini dikaitkan dengan Islam atau syari’ah maka hukum
islam berarti : “Seperangkat peraturan berdasarkan wahyu Allah SWT dan
Sunnah Rasulullah SAW tentang tingkah laku manusia yang dikenai hukum
(mukallaf) yang diakui dan diyakini mengikat semua yang beragama Islam”.
Maksud kata “seperangkat peraturan” disini adalah peraturan yang dirumuskan
secara rinci dan mempunyai kekuatan yang mengikat, baik di dunia maupun di
akhirat. Hukum islam atau syariat islam adalah sistem kaidah-kaidah yang
didasarkan pada wahyu Allah SWT dan Sunnah Rasul mengenai tingkah laku
mukalaf (orang yang sudah dapat dibebani kewajiban) yang diakui dan diyakini,
yang mengikat bagi semua pemeluknya.

Keberadaan aturan atau sistem ketentuan Allah SWT untuk mengatur


hubungan manusia dengan Allah Ta’ala dan hubungan manusia dengan
sesamanya. Aturan tersebut bersumber pada seluruh ajaran islam, khususnya
Al-Qur’an dan Hadist. Hukum islam bukan hanya sebuah teori saja namun sebuah
aturan-aturan untuk ditetapkan di dalam sendi kehidupan manusia. Karena banyak
ditemui permasalahan-permasalahan, umumnya dalam bidang agama yang sering

1
kali membuat pemikiran umat muslim yang cenderung kepada perbedaan. Untuk
itulah diperlukannya sumber hukum islam sebagai solusinya.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang diatas adapun rumusan masalah yang dibahas adalah :

1. Apa Ringkasan dari kedua Buku tersebut?


2. Apa Kekurangan dan kelebihan dari kedua buku?
3. Buku Mana yang lebih Mudah Dipahami?
4. Kesimpulan apa yang dapat ditarik dari kedua buku tersebut

1.3 Tujuan

Tujuan Dilakukannya Critical Books Report ini adalah untuk mengkritisi,


membandingkan antara buku utama dan buku pembanding agar dapat mengetahui
kelebihan maupun kekurangan kedua buku ditinjau dari berbagai aspek. Critical
Books Report ini sebagai salah satu referensi ilmu yang bermanfaat untuk
menambah pengetahuan pambaca dalam mempertimbangkan dan menyimpulkan
buku mana yang lebih baik, menambah wawasan tentang bagaimana mengkritik
buku.Tujuan lainnya adalah untuk memenuhi tugas kuliah Pendidikan Agama
Islamserta Mengetahui Buku mana yang lebih baik dan lebih mudah dipahami
agar dapat dijadikan pedoman pembelajaran.

2
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU

2.1 Identitas Buku


Tabel 1. Identitas Kedua Buku

Buku I (Buku Utama) Buku II (Buku Pembanding)


Judul Buku : ISLAM KAFFAH Judul Buku : USHUL FIQH I
Pendidikan Agama Islam
UntukPerguruanTinggi
Pengarang : Tim MPK Pendidikan Pengarang : Dr. Misbahuddin,
Agama Islam UNIMED S.Ag., M.Ag
ISBN : 978-623-6927-99-1 ISBN : -
Tahun Terbit : 2022 Tahun Terbit : 2013
Penerbit : CV KencanaEmas Penerbit : Alauddin University
Sejahtera Press
Kota Terbit : Medan Kota Terbit : Makassar

2.2 Ringkasan Isi Buku Utama


A. Pengertian Syari’ah, Fiqh dan Hukum Islam

Kata hukum berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi berarti
memutuskan, menetapkan dan menyelesaikan. Sebagaimana firman Allah dalam
Q.S. Al-Nisa’ ayat 105 :

Artinya :

“Sungguh, kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur’an) kepadamu


(Muhammad) membawa kebenaran, agar engkau mengadili antara manusia
dengan apa yang telah diajarkan Allah kepadamu, dan janganlah engkau

3
menjadipenentang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang yang
berkianat”.

Kata Litahkuma dalam ayat ini mengandung makna hukm yang berarti
memutuskan perkara atau mengadili. Pengertian kata hukum memiliki rumusan
yang sangat luas. Meskipun demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa
hukum itu adalah “Seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang
ditetapkan dandiakui oleh suatu Negara atau kelompok masyarakat” (Amir
Syarifuddin I, 1997). Jadi Hukum sangat erat kaitanya dengan keberadaan sebuah
masyarakat, bahkan dalam kehidupan masyarakat dengan tingkat pola kehidupan
yang lebih tinggi peran hukum sangat sentral.Sebaliknya dalam pola kehidupan
masyarakat dengan peradaban lebih rendah, peran hukum juga lebih rendah.

B. Pembagian Hukum Islam

Berdasarkan berbagai definisi dan pandangan tentang hukum Islam seperti


yang dikemukakan diatas, ulama ushul fiqh membedakan hukum Islam menjadi
dua bentuk hukum yang terdiri atas hukum al-taklifi dan wadh’i.

1. Hukum taklifi

Hukum taklifi adalah titah Allah yang berbentuk tuntutan dan


pilihan.Dinamakan hukum taklif karena titah ini langsung mengenai perbuatan
orang yang sudah mukallaf.Menurut jumhur ulama hukum taklifi itu ada lima
macam yang disebut dengan hukum yang lima (al-ahkam al-khamsah), yaitu:

(1)Wajib, yaitu tuntutan yang mengandung suruhan yang mestidikerjakan,


sehingga orang yang mengerjakan mendapat ganjaran(pahala), dan kalau
ditinggalkan mendapat ancaman (dosa). Sepertifirman Allah dalam QS. Al-
Baqarah: 36: “Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa
sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamuagar kamu bertakwa.”

(2) Sunat, yaitu tuntutan yang mengandung suruhan tetapi tidak mesti dikerjakan,
hanya berupa anjuran untuk mengerjakannya. Orang yang melaksanakan
mendapatkan ganjaran (pahala) karena kepatuhannya.tetapi bila ditinggalkannya

4
tidak mendapat ancaman dosa seperti firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah:
282:

Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu'amalah tidak secara


tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya.Pengaruh
tuntutan terhadap perbuatan disebut juga nadb dan perbuatan yang dituntut
disebut mandub dalam istilah yang lebih popularnya ialah sunat.

(3) Haram, yaitu tuntutan yang mengandung larangan yang mesti dijauhi. Bila
seseorang meninggalkannya berarti dia telah patuh kepada yang melarang, karena
itu dia mendapat ganjaran pahala. Orang melanggar larangan tersebut berarti dia
telah mengingkari tuntutanAllah, karena itu ia mendapat ancaman (dosa) seperti
firman Allah SWT dalam QS. Al-Isra': 23:

Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"
dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya
perkataan yang baik.

(4) Makruh, yaitu tuntutan yang mengandung larangan tetapi tidak mestidijauhi.
Artinya orang yang meninggalkan larangan berarti telah mematuhi yang
melarangnya, karena itu ia berhak mendapat ganjaran pahala. Tetapi karena
larangan tersebut tidak bersifat mesti, maka orang yang melanggarnya tidak dapat

5
disebut menyalahi yang melarang, dan tidak berhak mendapat ancaman dosa
seperti sabda Nabi SAW (terjemahnya):"Dari Ibnu Umar, semoga Allah
meridhainya. Rasulullah SAW bersabda, perbuatan halal yang paling dibenci
Allah adalah Thalak (HR. Abu Daud, Ibn Majah dan dishahihkan Hakim)". (Al-
Shan'ani, hal: 168)

(5) Mubah, yaitu titah Allah SWT untuk memilih antara mengerjakanatau
meninggalkan, dalam hal ini tidak ada tuntutan baik mengerjakan
ataumeninggalkan. Bila seorang mengerjakan dia tidak diberi ganjaran dan tidak
pula ancaman atas perbuatannya itu.Dia juga tidak dilarang berbuat, karena itu
bila dia melakukan perbuatan itu dia tidak diancam dan tidak diberi ganjaran
seperti firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah: 229:

"Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara
yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik...".

2. Hukum Wadh'i

Hukum wadh'i ini merupakan prasyarat bagi terlaksananya hukum taklifi.


Ulama ushul fiqh membagi hukum wadh'i menjadi lima macam yaitu: "sabab,
syarth, mani', shah dan bathil" (Nasrun Haroen, 1995). Sedangkan menurut Al-
Amidi hukum taklifi itu ada tujuh macam yaitu: "sahab, syarth, mani', shah,
bathil. azimah dan rukhsah" (Al- Amidi. (1983).

(1) Sabab, yaitu titah yang menetapkan bahwa sesuatu itu dijadikan sebab bagi
wajib dikerjakannya suatu pekerjaan, seperti firman Allah SWT dalam suratAl-
Isra':78:

“Dirikanlah sholat sesudah matahari tergelincir….”

6
Misalnya, seorang muslim yang sudah bersiap-siap untuk mengerjakan
shalat zuhur, ia sudah berwudhu dan berbusana lengkap untuk shalat, belum boleh
mengerjakannya sebelum matahari tergelincir di hari itu Tergelincirnya matahari
menjadi sebab bagi wajibnya melaksanakan shalat zuhur pada hari itu. Keterkaitan
antara hukum wadh'i dan hukum taklifi dalam hal ini adalah bahwa hukum wadh'i
merupakan petunjuk untuk melaksanakan hukum taklifi.Itulah yang dimaksud
dengan sabab dalam pembicaran hukum wadh'i.

(2) Syarath, yaitu titah yang menerangkan bahwa sesuatu itu dijadikan syarat bagi
sesuatu seperti sabda Nabi SAW yang artinya:

“…Sesungguhnya Allah tidak menerima sholat salah seorang di antara

kamu bila dia berhadas hingga dia berwudhu." (HR. Syaikhani)

Shalat tidak dapat dilaksanakan tanpa wudhu, tetapi seseorang yang dalam
keadaan berwudhu tidak otomatis harus mengerjakan shalat karena berwudhu itu
merupakan salah satu syarat sahnya sholat.Jadi suatu hukum taklifi tidak dapat
dilaksanakan sebelum memenuhi syarat syarat yang telah ditentukan syara.Oleh
sebab itu berwudhu (suci) merupakan syarath sahnya shalat.

(3) Mani' (penghalang), yaitu sesuatu yang nyata keberadaannya menyebabkan


tidak ada hukum. Misalnya sabda Rasulullah SAW kepada Fatimah binti Abi
Hubeisy yang artinya:

"…Apabila datang haid kamu tinggalkanlah sholat, dan apabila telah berhenti,
maka mandilah dan sholatlah" (HR Bukhari)

Seorang perempuan muslimah yang sudah bersiap-siap shalat lengkap


dengan mukenah dan sajadah, namun sesaat menjelang masuknya waktu shalat ia
kedatangan darah haid, maka dengan sendirinya kewajiban shalatnya jadi gugur.
Maka kedatangan darah haid bagi seorang perempuan muslimah
disebutmani’(penghalang) dalam pembicaraan hukum wadh'i

(4) Shah, yaitu suatu hukum yang sesuai dengan tuntutan syara’ Maksudnya
hukum itu dikerjakan jika ada penyebab, memenuhi syarat Ayarat dan tidak ada

7
sebab penghalang untuk melaksanakannya.Misalnya, mengerjakan shalat zuhur
setelah tergelincir matahari sabab (sabah), telah berwudhu (syarath), dan tidak
ada penghalang (mani’) seperti haid, nifas dan sebagainya, maka hukumnya
adalah sah

(5)Bathil, yaitu terlepasnya hukum syara' dari ketentuan yang ditetapkan dan
tidak ada akibat hukum yang ditimbulkannya, seperti batalnya jual beli dengan
memperjualbelikan minuman keras, karena minuman keras itu tidak bernilai harta
dalam ketentuan hukum syara' Dalam bahasa Indonesia disebut batal. Suatu
ibadah dianggap batal apabila tidak memenuhi rukun dan syarat atau terdapat
sesuatu yang membatalkannya.

C. Tujuan dan Prinsip Syari’ah Islam

Tujuan utama syari’ah adalah membimbing umat manusia untuk


menempuh jalan yang benar menuju ridha Allah agar tercapai keselamatan dan
kebahagiaan hidup didunia dan akhirat, setiap perintah dan larangan yang terdapat
dalam syari’ah bila diperhatikan dengan akan sehat pastilah berujung pada
kebaikan diri manusia. Dalam pelaksanaannya syari’ah mempunyai lima prinsip
umum yang dikemukakan oleh Supan Kusuma Miharja (1978) antara lain :

(a) Sesuai dengan fitrah manusia


(b) Luwes dalam pelaksanaanya
(c) Tidak memberatkan
(d) Penetapan hukum secara bertahap
(e) Tujuan syari’ah adalah keadilan

Syari’ah islam mempunyai tiga watak yang tidak berubah-ubah yaitu : 1)


takammul (lengkap), 2) wasthiyyah (pertengahan/moderat) dan 3)
harakah(dinamis). Watak takammul memperlihatkan bahwa syari’ah itu dapat
melayani golongan yang tetap pada apa yang sudah ada (konsisten), dan dapat
pula melayani golongan yang menginginkan pembaharuan (Dahlan II,ed.1997).
Konsep wasthiyah menghendaki keselarasan dan keseimbangan antara segi
kebendaan dan segi kejiwaan. Keduanya sama-sama diperlihatkan tanpa

8
mengabaikan salah satu dari padanya, Misalnya dalam hal berpakaian, Al-Qur’an
menyebutkan dalam surat Al-A’raf ayat 31 :

“Hai anak adam, pakailah pakaianmu yang indah disetiap (memasuki)


mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesunggunya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”.

Syari’ah mempunyai kemampuan untuk bergerak dan berkembang.Untuk


mengiringi perkembangan itu didalam syari’ah ada konsep ijtihad. Selain watak
yang tida ini, Yusuf Al-Qardhawi (2000) menyebutkan bahwa syari’at islam itu
juga bersifat syumul dalam arti bahwa syari’at Islam meliputi semua zaman
kehidupan dan eksistensi manusia. Dengan demikian jelas bahwa syari’ah itu
mengakomodasikan semua hajat/kebutuhan hidup manusia, Mulai dari aspek yang
sekecil-kecilnya seperti tatacara wudhu dan bersuci (Q.S 5:6) sampai kepada
persoalan kenegaraan atau pemerintahan (Q.S 4:58-59) bahkan hubungan
antarbangsa (Q.S 49:13) dan hubungan antar umat beragama (Q.S 60:8-9).

D. Ruang Lingkup Syari’ah Islam

Secara garis besar ruang lingkup syari'ah meliputi aturan-aturan atau


hukum yang mengatur hubungan manusia dengan Allah, hubungan manusia
dengan manusia, dan hubungan manusia dengan alam semesta meliputi hewan,
tumbuh-tumbuhan serta lingkungan hidup. Hubunganantara manusia dan Allah
(hablumminallah) diselenggarakan melalui ibadah atau ketaatan Ibadah dapat
dibedakan dalam dua kelompok :Pertama, ibadah khusus (ibadah mahdhah) yaitu
ibadah-ibadah yang dilaksanakan sesuai dengan pola-pola yang sudah digariskan
oleh sunnah Rasulullah dan tidak boleh ditambah atau dikurangi baik tatacaranya,
waktunya, maupun rukun dan syarat-syaratnya bahkan juga tempat
melaksanakannya. Misalnya, thaharah (bersuci), shalat, zakat, puasa, naik haji,

9
kurban dan akikah Ibadah-ibadah seperti ini disebut juga dengan ibadah dalam arti
khusus (ibadah khash).

Kedua, disebut ibadah umum (ibadah ghairu mahdhah).Ibadah dalam


bentuk yang kedua ini tidak mempunyai persyaratan yang begitu ketat
sebagaimana ibadah khusus.Ruang lingkup ibadah ini cukup luas, hampir meliputi
semua aspek kehidupan serta aktivitasmanusia. Ada tiga persyaratan ibadah
ghairu mahdhah ini yaitu: (1) Perbuatan (amal) yang baik dan benar, (2)
dikerjakan dengan landasan niat yang ikhlas, dan (3) bertujuan mencari keridhaan
Allah. Karena itu, lingkup syari'ah yang lain-lainnya seperti mu'amalah,
munakahat, pelaksaan hukum mawaris (kewarisan), pelaksanaan hukum jinayat
(pidana).pelaksanaan hukum pemerintahan/kenegaraan (siyasah), jihaddsb tidak
terlepas dari unsur unsur ibadah apabila memenuhi ketiga persyaratan tersebut.

E. Aplikasi Syari’ah

Aplikasi atau pelaksanaan hukum Islam sebagaimana yang telah


disebutkan di atas selain bertujuan menunjukkan kepatuhan kepada Allah SWT
dan mencapai ridhaNya juga untuk memberikan panduan/bimbingan kepada
manusia dalammenempuh kehidupannya untuk demi terwujudnya atau terciptanya
keselamatan dunia dan kebahagiaan akhirat (QS 51:56, Q.S. 2:201). Pada
akhirnya dapat disimpulkan bahwa syari'ah itu adalah hukum-hukum yang dapat
membimbing manusia menuju terciptanya keharmonisan hubungan manusia
dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia, dan hubungan manusia dengan
lingkungannya Manakala manusiamematuhi hukum-hukum atau aturan dimaksud
akan mengantarkannya kepada keselamatan dan kebahagiaan hidup di dunia dan
akhirat.

2.3 Ringkasan Buku Pembanding

A. Pengertian Hukum Syara’

Secara etimologi kata hukum (al-hukm) berartii “mencegah” atau


“memutuskan”. Menurut terminologi Ushul Fiqh, hukum (al-hukm). Khitab Allah
yang di maksud dalam defenisi tersebut adalah Kalam Allah. Kalam Allah sebagai

10
sifatnya adalah al-kalam al-nafsi (kalam yang ada pada diri Allah) yang tidak
mempunyai huruf dan suara. Kalam Allah seperti itulah yang dimaksud hakikat
hukum syara‟. Kita hanya bisa mengetahui kalam nafsi itu melalui kalam lafdzi,
yaitu kalam yang mempunyai huruf dan suara yang terbentuk dalam ayat-ayat al-
Qur’an. Ayat al-Qur’an merupakan dalil (petunjuk) kepada kalam nafsi Allah.
Dari segi ini, ayat-ayat al-Qur’an populer dikenal sebagai dalil-dalil hukum yang
dikandung oleh kalam nafsi Allah.

Kalam Allah adalah hukum baik langsung, seperti ayat-ayat hukum dalam
al-Qur’an, atau secara tidak langsung, seperti haditshadits hukum dalam sunnah
Rasulullah yang mengatur amal perbuatan manusia. Hadits hukum dianggap
sebagai kalam Allah secara tidak langsung karena apa yang diucapkan Rasulullah
di bidang tasyri’ tidak lain adalah petunjuk dari Allah juga.

Bila dicermati defenisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ayat-ayat


atau hadits-hadits hukum dapat dikategorikan kepada beberapa macam:

a. Perintah untuk melakukan suatu perbuatan. Perbuatan mukalaf yang


diperintahkan itu sifatnya wajib.
b. Larangan melakukan suatu perbuatan. Perbuatan mukalaf yang dilarang itu
sifatnya haram.
c. Anjuran untuk melakukan suatu perbuatan, dan perbuatan yang dianjurkan
itu sifatnya mandub.
d. Anjuran untuk meninggalkan suatu perbuatan, dan perbuatan yang
dianjurkan untuk ditinggalkan itu sifatnya makruh
e. Memberi kebebasan untuk memilih antara melakukan atau tidak
melakukan, dan perbuatan yang diberi pilihan untuk dilakukan atau
ditinggalkan itu sifatnya mubah.
f. Menetapkan sesuatu sebagai sebab.
g. Menetapkan sesuatu sebagai syarat.
h. Menetapkan sesuatu sebagai mani (penghalang).
i. Menetapkan sesuatu sebagai kriteria sah dan fasad/batal.
j. Menetapkan sesuatu sebagai kriteria , azimah dan rukhsah.

11
Penggunaan istilah hukum kepada teks ayat ahkam dan hadits ahkam dapat
dilihat ketika membicarakan dalil-dalil hukum, seperti pembicaraan tentang al-
Qur‟an dan Sunnah. Sedangkan pemakaian istilah hukum kepada sifat perbuatan
mukalaf dapat dilihat ketika membicarakan pembagian hukum takhlifi dan
wadh‟i.

B. Pembagian Hukum Syara’

Secara garis besar para ulama Ushul Fiqh membagi hukum kepada dua
macam, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i. Hukum taklifi menurut ahli Ushul
Fiqh adalah:

Artinya; “Ketentuan-ketentuan Allah dan Rasul-Nya yang berhubungan


langsung dengan perbuatan mukalaf, baik dalam bentuk perintah, anjuran untuk
melakukan, larangan, anjuran untuk tidak melakukan, atau dalam bentuk
memberi kebebasan memilih untuk berbuat atau tidak berbuat.”

Sedangkan yang dimaksud dengan hukum wadh’i adalah :

Artinya; “Ketentuan-ketentuan hukum yang mengatur tentan sebab, syarat dan


mani’ (sesuatu yang menjadi penghalang kecakapan untuk melakukan taklifi)”

Dengan mengemukakan batasan dari dua macam hukum tersebut dapat


diketahui perbedaan antara keduanya. Ada dua perbedaan mendasar antara dua
macam hukum tersebut:

a. Hukum taklifi adalah hukum yang mengandung perintah, larangan, atau


memberi pilihan terhadap seorang mukalaf, sedangkan hukum wadh’i berupa
penjelasan hubungan suatu peristiwa dengan hukum taklifi. Misalnya, hukum

12
taklifi menjelaskan bahwa shalat wajib dilaksanakan umat Islam, dan hukum
wadh’i menjelaskan bahwa waktu matahari tergelincir di tengan hari menjadi
sebab tanda bagi wajibnya seseorang menunaikan shalat zuhur.

b. Hukum taklifi dalam berbagai macamnya selalu berada dalam batas


kemampuan seorang mukalaf. Sedangkan hukum wadh’i sebagaimana ada yang di
luar kemampuan manusia dan bukan merupakan aktifitas manusia. Misalnya
seperti dalam contoh di atas tadi, keadaan tergelincir matahari bukan dalam
kemampuan manusia dan bukan merupakan aktifitasnya. Hubungannya dengan
perbuatannya hanyalah karena Allah menjadikannya (tergelincir matahari) sebagai
tanda bagi masuknya waktu shalat zuhur

Hukum Taklifi Seperti dikemukakan sebelumnya, istilah hukum dalam


kajian Ushul pada asalnya adalah teks ayat atau hadits hukum. Teks ayat hukum
dan hadits hukum yang berhubungn dengan hukum taklifi terbagi kepada lima
bentuk.

1) Ijab (mewajibkan), yaitu ayat atau hadits dalam bentuk perintah yang
mengharuskan untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya ayat yang
memerintahkan untuk melakukan shalat dan menunaikan zakat.

2) Nadb (anjuran untuk melakukan), yaitu ayat atau hadits yang menganjurkan
untuk melakukan suatu perbuatan

3) Tahrim (melarang), yaitu ayat atau hadits yang melarang secara pasti untuk
meninggalkan suatu perbuatan.

4) Karahah, yaitu ayat atau hadits yang menganjurkan untuk meninggalkan suatu
perbuatan.

5) Ibahah, yaitu ayat atau hadits yang member pilihan seseorang untuk melakukan
atau meninggalkan suatu perbuatan.

Pembagian tersebut di atas adalah hukum dilihat sebagai dalil hukum.


Selanjutnya dalam membicarakan pembagian hukum taklifi ini, seperti pernah
disinggung sebelumnya, istilah hukum digunakan kepada sifat perbuatan mukalaf.

13
Dari sisi ini hukum taklifi, seperti dikemukakan Abdul Wahhab Khallaf, terbagi
kepada lima macam, yaitu: a) wajib; b) mandub; c) haram; d) makruh; dan e)
mubah. Dasar pembagian tersebut adalah bahwa ketentuan Allah dan RasulNya
yang berupa perintah terhadap suatu perbuatan maka perbuatan itu hukumnya
wajib, ketentuan yang berupa anjuran untuk melakukan menimbulkan hukum
mandub, suatu larangan menimbulkan haram, anjuran untuk meninggalkan
perbuatan menimbulkan hukum makruh, ketentuan yang memberi kebebasan
untuk melakukan dan tidak melakukan menimbulkan hukum mubah.

Seperti telah diuraikan sebelumnya, hukum wadh’i adalah ketentuan


syariat dalam bentuk menetapkan sesuatu sebagai sebab, sebagai syarat, atau
sebagai mani’. Dengan demikian hukum wadh’i terbagi kepada tiga macam, yaitu:

1) Sabab, menurut bahasa berarti “sesuatu yang bisa menyampaikan seseorang


kepada sesuatu yang lain”.Misalnya, tindakan perzinahan menjadi sebab (alasan)
bagi wajib dilaksanakan hukuman atas pelakunya, keadaan gila menjadi sebab
(alasan) bagi keharusan adanya pembimbingnya, dan tindakan perampokan
sebagai sebab bagi kewajiban mengembalikan benda yang dirampok kepada
pemiliknya

2) Syarat, Menurut bahasa kata syarat berarti “sesuatu yang menghendaki adanya
sesuatu yang lain” atau “sebagai tanda”.Misalnya wudhu adalah sebagai syarat
bagi sahnya shalat dalam arti adanya shalat tergantung kepada adanya wudhu,
namun pelaksanaan wudhu itu sendiri bukan merupakan bagian dari pelaksanaan
shalat. Sementara kehadiran dua orang saksi menjadi syarat bagi sahnya akad
nikah, namun kedua orang saksi itu merupakan bagian dari akad nikah. Yang
disebut terakhir ini adalah rukun. Disinilah perbedaan antara syarat dan rukun.

3) Mani’, Kata mani’ secara etimologi berarti “penghalang dari sesuatu”.Sebuah


akad misalnya dianggap sah bilamana telah mencukupi syarat-syaratnya dan akad
yang sah itu mempunyai akibat hukum selama tidak terdapat padanyasuatu
penghalang (mani’). Misalnya, akad perkawinan yang sah karena telah mencukupi
syarat dan rukunnya adalah sebagai sebab bagi waris mewaris.

14
BAB III
PEMBAHASAN

Pada Bab ini dijelaskan mengenai penjelasan isi buku serta kelebihan dan
kekurangan buku dimana dapat dipaparkan sebagai berikut :
3.1 Kelebihan

Terdapat beberapa kelebihan dari buku utama yaitu; pembahasan yang


terdapat pada kedua buku utama memuat hadist dan ayat Al-Quran yang jelas
sehingga dapat dengan mudah dipahami serta jelas landasan hukum yang terkait
dengan materi. Sedangkan buku kedua juga memberi penjelasan yang bagus
tentang materi yang diberikan dan juga memuat ayat Al-Quran dan hadist yang
jelas namun pada buku utama lebih detail dibandingkan buku utama, namun
secara keseluruhan kedua buku memiliki pemaparan materi yang jelas terkait
materi yang diberikan pada kedua buku. Selanjutnya Cover dari pada buku utama
lebih menarik karena menampilkan design ka’bah khas dengan warna yang baik
yaitu perpaduan latar hitam, sehingga pembaca dapat dengan mudah tertarik untuk
membaca buku utama. Kemudian buku pembanding memuat latihan soal dan
rangkuman pada setiap pokok bahasannya.

3.2 Kekurangan

Selain dari kelebihan kedua buku tersebut, tentu terdapat pula kekurangan
dalam kedua buku tersebut, diantaranya yakni; Dari buku utama tidak
memberikan soal latihan dan rangkuman pada setiap pokok bahasan materi,
dimana soal latihan akan memudahkan pembaca untuk mengingat kembali materi
yang telah diberikan, juga akan mendapatkan manfaat, melatih kita dalam
mendisiplinkan diri yaitu dengan mengerjakan tugas yang ditawarkan oleh buku.
Kemudian buku pembanding memiliki kekurangan pada bagian covernya, sebab
pada buku tersebut design cobver terlalu ramai kemudian bagian bawah yang
kosong membuat cover buku tersebut kurang menarik. Selain itu pada buku utama
terdapat kutipan ayat yang tidak sinkron dengan surah yang dilampirkan yaitu
pada bagian hukum takhlifi wajib halaman 54.

15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan

Dari materi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum islam secara
etimologi adalah memutuskan, menetapkan dan menyelesaikan. Yang mana yang
di maksud menetapkan disini adalah menetapkan hukum sesuai ketentuan yang
telah ditentukan oleh Allah SWT.Syariat telah menetapkan pemenuhan, kemajuan,
dan perlindungan tiap kebutuhan serta menegaskan ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengannya sebagai ketentuan yang esensial. Hukum islam terbagi
menjadi 2 yang pertama hukum taklifi yaitu Wajib, Sunat, Haram, Makruh, dan
Mubah,yang kedua hukum Wadh'I yaitu, Sabab, Syarath, dan Mani'.

Dari Hasil analisis yang telah dilakukan didapati bahwa terdapat


perbedaan penyajian dalam memaparkan kedalaman materi, yang diberikan
diantara buku utama dan buku pembanding setelah ditinjau kembali buku utama
lebih memaparkan materi dengan jelas sehingga lebih baik digunakan dan lebih
mudah dipelajari dibandingkan dengan buku pembanding. Namun, kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki oleh masing-masing buku ini dapat saling melengkapi.
Tetapi dapat disimpulkan bahwa buku utama lebih baik digunakan sebagai bahan
referensi namun kedua buku penjelasannya belum terlalu mendetail sehingga
perlu menggunakan buku referensi lain untuk lebih memahami materi tersebut
khususnya Hukum Islam.

4.2 Saran

Setelah melakukan kritik terhadap kedua buku, penulis menemukan beberapa


kekurangan dan kelebihan dari masing-masing buku. Oleh karena itu, penulis
menyarankan agar para pembaca terkhusus mahasiswa matematika agar lebih
bijak dalam menerima informasi yang diterima dalam sebuah buku dimana
mahasiswa tidak boleh terpatok pasa satu buku saja melainkan harus mencari dari
referensi lain sehingga ilmu yang diterima dapat lebih banyak, dan lebih mudah
memahami materi tersebut.

16
DAFTAR PUSTAKA

TIM MPK PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNIMED. 2022. ISLAM KAFFAH


Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi. Medan: CV
Kencana Emas Sejahtera

Misbahuddin. 2013. USHUL FIQH I. Makassar: Alauddin University Press

17
LAMPIRAN

Gambar 1. Cover Buku Utama Islam Gambar 2. Cover Buku Pembanding


Kaffah Karangan TIM MPK PAI Ushul Fiqh 1 Karangan Dr.
UNIMED Misbahuddin

Gambar 3. Daftar Isi Buku Utama Islam


Kaffah Karangan TIM MPK PAI UNIMED

18
Gambar 4. Daftar Isi Buku Pembanding
Ushul Fiqh 1 Dr. Bisharuddin

19

Anda mungkin juga menyukai