HUKUM ISLAM
Disusun Oleh :
Kelompok 4
Annisa Nurul Saputri (4203230026)
Dina Anggriani (4201230001)
Melyana Harahap (4201230008)
Muhammad Asro Yusro (4203230009)
Rahman Hakim Anugrah (4202530012)
Reza Muhtadin (4202530004)
Kelas : PSM 2020
Mata Kuliah : Pendidikan Agama Islam
PRODI MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2022
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kita panjatkan kepada Allah SWT, karena atas rahmat-Nya
sehingga penyusun dapat menyelesaikan tugas Critical Book Report dari
kelompok 4 yang berjudul “Hukum Islam”.Adapun tugas ini dibuat untuk
memenuhi salahsatutugaswajibpada mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Penyusun juga berterimakasih kepada Ibu Nikmah Dalimunthe,S.Ag.,M.H. yang
sudah memberikan bimbingan dan saran dalam terwujudnya makalah ini.
Tugas ini telah kami susun dengan sebaik mungkin dan mendapatkan
bantuan dari berbagai pihak maupun sumber sehingga dapat memperlancar dalam
pembuatan tugas CBR ini, Untuk itu kami mengucapkan banyak terimakasih
kepada dosen pengampu yang telah memberikan materi, serta kepada orang tua
dan semua pihak yang telah mendukung dalam pengerjaan makalah ini sehingga
tugas ini dapat diselesaikan dengan tepat waktu.
Kelompok IV
i
DAFTAR ISI
BAB I : PENDAHULUAN
BAB IV : PENUTUP
LAMPIRAN ................................................................................................ 18
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
kali membuat pemikiran umat muslim yang cenderung kepada perbedaan. Untuk
itulah diperlukannya sumber hukum islam sebagai solusinya.
Dari latar belakang diatas adapun rumusan masalah yang dibahas adalah :
1.3 Tujuan
2
BAB II
RINGKASAN ISI BUKU
Kata hukum berasal dari bahasa Arab yang secara etimologi berarti
memutuskan, menetapkan dan menyelesaikan. Sebagaimana firman Allah dalam
Q.S. Al-Nisa’ ayat 105 :
Artinya :
3
menjadipenentang (orang yang tidak bersalah) karena (membela) orang yang
berkianat”.
Kata Litahkuma dalam ayat ini mengandung makna hukm yang berarti
memutuskan perkara atau mengadili. Pengertian kata hukum memiliki rumusan
yang sangat luas. Meskipun demikian secara sederhana dapat dikatakan bahwa
hukum itu adalah “Seperangkat peraturan tentang tingkah laku manusia yang
ditetapkan dandiakui oleh suatu Negara atau kelompok masyarakat” (Amir
Syarifuddin I, 1997). Jadi Hukum sangat erat kaitanya dengan keberadaan sebuah
masyarakat, bahkan dalam kehidupan masyarakat dengan tingkat pola kehidupan
yang lebih tinggi peran hukum sangat sentral.Sebaliknya dalam pola kehidupan
masyarakat dengan peradaban lebih rendah, peran hukum juga lebih rendah.
1. Hukum taklifi
(2) Sunat, yaitu tuntutan yang mengandung suruhan tetapi tidak mesti dikerjakan,
hanya berupa anjuran untuk mengerjakannya. Orang yang melaksanakan
mendapatkan ganjaran (pahala) karena kepatuhannya.tetapi bila ditinggalkannya
4
tidak mendapat ancaman dosa seperti firman Allah SWT dalam QS. Al-Baqarah:
282:
(3) Haram, yaitu tuntutan yang mengandung larangan yang mesti dijauhi. Bila
seseorang meninggalkannya berarti dia telah patuh kepada yang melarang, karena
itu dia mendapat ganjaran pahala. Orang melanggar larangan tersebut berarti dia
telah mengingkari tuntutanAllah, karena itu ia mendapat ancaman (dosa) seperti
firman Allah SWT dalam QS. Al-Isra': 23:
Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kamu jangan menyembah selain Dia
dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan "ah"
dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya
perkataan yang baik.
(4) Makruh, yaitu tuntutan yang mengandung larangan tetapi tidak mestidijauhi.
Artinya orang yang meninggalkan larangan berarti telah mematuhi yang
melarangnya, karena itu ia berhak mendapat ganjaran pahala. Tetapi karena
larangan tersebut tidak bersifat mesti, maka orang yang melanggarnya tidak dapat
5
disebut menyalahi yang melarang, dan tidak berhak mendapat ancaman dosa
seperti sabda Nabi SAW (terjemahnya):"Dari Ibnu Umar, semoga Allah
meridhainya. Rasulullah SAW bersabda, perbuatan halal yang paling dibenci
Allah adalah Thalak (HR. Abu Daud, Ibn Majah dan dishahihkan Hakim)". (Al-
Shan'ani, hal: 168)
(5) Mubah, yaitu titah Allah SWT untuk memilih antara mengerjakanatau
meninggalkan, dalam hal ini tidak ada tuntutan baik mengerjakan
ataumeninggalkan. Bila seorang mengerjakan dia tidak diberi ganjaran dan tidak
pula ancaman atas perbuatannya itu.Dia juga tidak dilarang berbuat, karena itu
bila dia melakukan perbuatan itu dia tidak diancam dan tidak diberi ganjaran
seperti firman Allah SWT dalam QS. Al Baqarah: 229:
"Talak (yang dapat dirujuk) itu dua kali, setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara
yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik...".
2. Hukum Wadh'i
(1) Sabab, yaitu titah yang menetapkan bahwa sesuatu itu dijadikan sebab bagi
wajib dikerjakannya suatu pekerjaan, seperti firman Allah SWT dalam suratAl-
Isra':78:
6
Misalnya, seorang muslim yang sudah bersiap-siap untuk mengerjakan
shalat zuhur, ia sudah berwudhu dan berbusana lengkap untuk shalat, belum boleh
mengerjakannya sebelum matahari tergelincir di hari itu Tergelincirnya matahari
menjadi sebab bagi wajibnya melaksanakan shalat zuhur pada hari itu. Keterkaitan
antara hukum wadh'i dan hukum taklifi dalam hal ini adalah bahwa hukum wadh'i
merupakan petunjuk untuk melaksanakan hukum taklifi.Itulah yang dimaksud
dengan sabab dalam pembicaran hukum wadh'i.
(2) Syarath, yaitu titah yang menerangkan bahwa sesuatu itu dijadikan syarat bagi
sesuatu seperti sabda Nabi SAW yang artinya:
Shalat tidak dapat dilaksanakan tanpa wudhu, tetapi seseorang yang dalam
keadaan berwudhu tidak otomatis harus mengerjakan shalat karena berwudhu itu
merupakan salah satu syarat sahnya sholat.Jadi suatu hukum taklifi tidak dapat
dilaksanakan sebelum memenuhi syarat syarat yang telah ditentukan syara.Oleh
sebab itu berwudhu (suci) merupakan syarath sahnya shalat.
"…Apabila datang haid kamu tinggalkanlah sholat, dan apabila telah berhenti,
maka mandilah dan sholatlah" (HR Bukhari)
(4) Shah, yaitu suatu hukum yang sesuai dengan tuntutan syara’ Maksudnya
hukum itu dikerjakan jika ada penyebab, memenuhi syarat Ayarat dan tidak ada
7
sebab penghalang untuk melaksanakannya.Misalnya, mengerjakan shalat zuhur
setelah tergelincir matahari sabab (sabah), telah berwudhu (syarath), dan tidak
ada penghalang (mani’) seperti haid, nifas dan sebagainya, maka hukumnya
adalah sah
(5)Bathil, yaitu terlepasnya hukum syara' dari ketentuan yang ditetapkan dan
tidak ada akibat hukum yang ditimbulkannya, seperti batalnya jual beli dengan
memperjualbelikan minuman keras, karena minuman keras itu tidak bernilai harta
dalam ketentuan hukum syara' Dalam bahasa Indonesia disebut batal. Suatu
ibadah dianggap batal apabila tidak memenuhi rukun dan syarat atau terdapat
sesuatu yang membatalkannya.
8
mengabaikan salah satu dari padanya, Misalnya dalam hal berpakaian, Al-Qur’an
menyebutkan dalam surat Al-A’raf ayat 31 :
9
kurban dan akikah Ibadah-ibadah seperti ini disebut juga dengan ibadah dalam arti
khusus (ibadah khash).
E. Aplikasi Syari’ah
10
sifatnya adalah al-kalam al-nafsi (kalam yang ada pada diri Allah) yang tidak
mempunyai huruf dan suara. Kalam Allah seperti itulah yang dimaksud hakikat
hukum syara‟. Kita hanya bisa mengetahui kalam nafsi itu melalui kalam lafdzi,
yaitu kalam yang mempunyai huruf dan suara yang terbentuk dalam ayat-ayat al-
Qur’an. Ayat al-Qur’an merupakan dalil (petunjuk) kepada kalam nafsi Allah.
Dari segi ini, ayat-ayat al-Qur’an populer dikenal sebagai dalil-dalil hukum yang
dikandung oleh kalam nafsi Allah.
Kalam Allah adalah hukum baik langsung, seperti ayat-ayat hukum dalam
al-Qur’an, atau secara tidak langsung, seperti haditshadits hukum dalam sunnah
Rasulullah yang mengatur amal perbuatan manusia. Hadits hukum dianggap
sebagai kalam Allah secara tidak langsung karena apa yang diucapkan Rasulullah
di bidang tasyri’ tidak lain adalah petunjuk dari Allah juga.
11
Penggunaan istilah hukum kepada teks ayat ahkam dan hadits ahkam dapat
dilihat ketika membicarakan dalil-dalil hukum, seperti pembicaraan tentang al-
Qur‟an dan Sunnah. Sedangkan pemakaian istilah hukum kepada sifat perbuatan
mukalaf dapat dilihat ketika membicarakan pembagian hukum takhlifi dan
wadh‟i.
Secara garis besar para ulama Ushul Fiqh membagi hukum kepada dua
macam, yaitu hukum taklifi dan hukum wadh’i. Hukum taklifi menurut ahli Ushul
Fiqh adalah:
12
taklifi menjelaskan bahwa shalat wajib dilaksanakan umat Islam, dan hukum
wadh’i menjelaskan bahwa waktu matahari tergelincir di tengan hari menjadi
sebab tanda bagi wajibnya seseorang menunaikan shalat zuhur.
1) Ijab (mewajibkan), yaitu ayat atau hadits dalam bentuk perintah yang
mengharuskan untuk melakukan suatu perbuatan. Misalnya ayat yang
memerintahkan untuk melakukan shalat dan menunaikan zakat.
2) Nadb (anjuran untuk melakukan), yaitu ayat atau hadits yang menganjurkan
untuk melakukan suatu perbuatan
3) Tahrim (melarang), yaitu ayat atau hadits yang melarang secara pasti untuk
meninggalkan suatu perbuatan.
4) Karahah, yaitu ayat atau hadits yang menganjurkan untuk meninggalkan suatu
perbuatan.
5) Ibahah, yaitu ayat atau hadits yang member pilihan seseorang untuk melakukan
atau meninggalkan suatu perbuatan.
13
Dari sisi ini hukum taklifi, seperti dikemukakan Abdul Wahhab Khallaf, terbagi
kepada lima macam, yaitu: a) wajib; b) mandub; c) haram; d) makruh; dan e)
mubah. Dasar pembagian tersebut adalah bahwa ketentuan Allah dan RasulNya
yang berupa perintah terhadap suatu perbuatan maka perbuatan itu hukumnya
wajib, ketentuan yang berupa anjuran untuk melakukan menimbulkan hukum
mandub, suatu larangan menimbulkan haram, anjuran untuk meninggalkan
perbuatan menimbulkan hukum makruh, ketentuan yang memberi kebebasan
untuk melakukan dan tidak melakukan menimbulkan hukum mubah.
2) Syarat, Menurut bahasa kata syarat berarti “sesuatu yang menghendaki adanya
sesuatu yang lain” atau “sebagai tanda”.Misalnya wudhu adalah sebagai syarat
bagi sahnya shalat dalam arti adanya shalat tergantung kepada adanya wudhu,
namun pelaksanaan wudhu itu sendiri bukan merupakan bagian dari pelaksanaan
shalat. Sementara kehadiran dua orang saksi menjadi syarat bagi sahnya akad
nikah, namun kedua orang saksi itu merupakan bagian dari akad nikah. Yang
disebut terakhir ini adalah rukun. Disinilah perbedaan antara syarat dan rukun.
14
BAB III
PEMBAHASAN
Pada Bab ini dijelaskan mengenai penjelasan isi buku serta kelebihan dan
kekurangan buku dimana dapat dipaparkan sebagai berikut :
3.1 Kelebihan
3.2 Kekurangan
Selain dari kelebihan kedua buku tersebut, tentu terdapat pula kekurangan
dalam kedua buku tersebut, diantaranya yakni; Dari buku utama tidak
memberikan soal latihan dan rangkuman pada setiap pokok bahasan materi,
dimana soal latihan akan memudahkan pembaca untuk mengingat kembali materi
yang telah diberikan, juga akan mendapatkan manfaat, melatih kita dalam
mendisiplinkan diri yaitu dengan mengerjakan tugas yang ditawarkan oleh buku.
Kemudian buku pembanding memiliki kekurangan pada bagian covernya, sebab
pada buku tersebut design cobver terlalu ramai kemudian bagian bawah yang
kosong membuat cover buku tersebut kurang menarik. Selain itu pada buku utama
terdapat kutipan ayat yang tidak sinkron dengan surah yang dilampirkan yaitu
pada bagian hukum takhlifi wajib halaman 54.
15
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari materi diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa hukum islam secara
etimologi adalah memutuskan, menetapkan dan menyelesaikan. Yang mana yang
di maksud menetapkan disini adalah menetapkan hukum sesuai ketentuan yang
telah ditentukan oleh Allah SWT.Syariat telah menetapkan pemenuhan, kemajuan,
dan perlindungan tiap kebutuhan serta menegaskan ketentuan-ketentuan yang
berkaitan dengannya sebagai ketentuan yang esensial. Hukum islam terbagi
menjadi 2 yang pertama hukum taklifi yaitu Wajib, Sunat, Haram, Makruh, dan
Mubah,yang kedua hukum Wadh'I yaitu, Sabab, Syarath, dan Mani'.
4.2 Saran
16
DAFTAR PUSTAKA
17
LAMPIRAN
18
Gambar 4. Daftar Isi Buku Pembanding
Ushul Fiqh 1 Dr. Bisharuddin
19