Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH KEPERIBADIAN

DOSEN PEMBIMBING

Yeni Handayani,S.E.,M.Pd.S.E.,M.Pd

Disusun Oleh

Riki Sulaeman (202215500017)

Sri Eni Rawati (202215500034)

Hamdi (202215500041)

Faishal Huzam Abdurrahman (202215500174)

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

JAKARTA

2023

Jl. Raya Tengah No.80.RT.6/RW.1, Gedong. Kec. Ps. Rebo, Kota Jakarta Timur,

Daerah khusus Ibukota Jakarta 13760


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR..................................................................................................................ii

BAB I............................................................................................................................................1

A. Latar Belakang .......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah...................................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................1

BAB II...........................................................................................................................................2

1. Definisi Keperibadian..............................................................................................................2

2. Unsur – Unsur Keperibadian.....................................................................................................3

3. Materi Dari Unsur – Unsur Keperibadian................................................................................9

4. Aneka Warna Keperibadian......................................................................................................10

BAB II...........................................................................................................................................16

Kesimpulan...................................................................................................................................16

Saran..............................................................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................................................17

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat, dan karunia-Nya kepada penulis. Shalawat serta salam semoga tercurah

kepada Nabi Muhammad SAW. Tak lupa juga penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang terlibat dalam pembuatan makalah ini, sehingga penulis bisa membuat makalah ini tepat

pada waktunya. Harapan penulis adalah dengan adanya makalah ini dapat membantu

masyarakat, khususnya bagi para mahasiswa dan mahasiswa program studi yang berkaitan

dengan sejarah untuk lebih memahami serta memberikan pengetahuan tentang Keperibadian,

yang berkaitan dengan mata kuliah Pengantar Antropologi. Penulis menyadari bahwa makalah

ini jauh dari kata sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan. Agar penulis dapat memperbaiki bentuk maupun isi makalah ini sehingga ke depannya

dapat lebih baik.

Jakarta,17 Maret 2023

Penulis

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan yang memiliki dua hubungan yang saling
berkesinambungan. Pertama hubungan seperti vertikal kepada Tuhannya serta hubungan
horizontal kepada makhluk sesama ciptaannya.
Kehidupan manusia melekat dengan unsur kehidupan lingkungannya. Faktor eksternal
lingkungan sedikit banyak memberi dampak kehidupan manusia di dunia sedangkan
Faktor internal sangat berpengaruh untuk kehidupan seseorang tersebut. Salah satu
komponen yang berada dalam internal manusia adalah kepribadian.
Istilah “keperibadian” mempunyai pengertian sebagai ciri-ciri watak seseorang
individu yang konsisten, yang memberikan dirinya suatu identitas menjadi individu yang
khusus. Kalau dalam bahasa sehari-hari kita anggap bahwa seorang tertentu mempunyai
beberapa ciri watak yang ditunjukkan secara lahir,konsisten, dan konsekuen dalam
tingkah lakunya kelihatan bahwa individu tersebut mendapati identitas khusus yang
berbeda dari individu-individu lainnya. Sehingga konsep keperibadian telah menjadi
konsep yang meluas sehingga menjadi konstruksi yang dirancang mencakup keseluruhan.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Definisi Keperibadian ?
2. Apa saja Unsur – Unsur Keperibadian ?
3. Bagaimana Materi Dari Unsur – Unsur keperibadian ?
4. Seperti apa Aneka Warna Keperibadian ?

C. Tujuan Penulisan

1. Memahami Definisi Keperibadian


2. Menjelaskan Unsur – Unsur Keperibadian
3. Memaparkan Materi Dari Unsur – Unsur keperibadian
4. Menjabarkan Aneka Warna Keperibadian

1
BAB II
PEMBAHASAN

1.DEFINISI KEPERIBADIAN

Para ahli dan biologi yang mempelajari dan membuat pelukisan mengenai
sistem organisme dari suatu species atau jenis hewan biasanya sekaligus mempelajari
perilakunya. Deskripsi mengenai pola-pola perilaku hewan-hewan tersebut (yaitu
perilaku mencari makanan, menghindari ancaman bahaya, menyerang musuh,
beristirahat, mencari pasangannya disaat-saat birahi, kawin, mencari tempat
melahirkan, memelihara dan melindungi anaknya, dan sebagainya), biasanya berlaku
bagi semua species yang menjadi obyek perhatiannya.

Berbeda dengan organisme hewan, organisme manusia dipelajari oleh para


biologi, anatomi, fisiologi, patologi sampai kepada hal-hal yang sekecil-kecilnya,
tetapi mereka belum banyak mengetahui tentang pola-pola tingkahlakunya. Pola-pola
tingkah laku bagi semua jenis Homo Sapienes hampi tidak ada, bahkan bagi semua
individu yang tergolong satu ras pun (misalnya ras mongoloid, ras kaukasoid, ras
negroid, atau ras australoid), tidak ada satu sistem pola tingkah laku yang seragam.
Sebabnya ialah karna tingkah laku Homo Sapienes tidak hanya ditentukan oleh sistem
organik biologinya saja, melainkan juga sangat dipengaruhi dan ditentukan oleh akal
dan jiwanya, sehingga variasi pola tingkah laku Homo Sapienes sangat besar
diversitasnya dan unik bagi manusia. Karna itu para ahli antropologi, sosiologi, dan
psikologi yang mempelajari pola tingkah laku manusia tidak lagi bicara tentang pola
tingkah laku saja, melainkan mengenai pola tindakan manusia. Dengan “pola tingkah
laku” dimaksud tingkah laku dalam arti yang sangat khusus yang ditentukan oleh
nalurinya, dorongan-dorongan dan refleksnya (jadi tingkah laku yang membabibuta
karna tidak dipengaruhi dan ditentukan oleh akal dan jiwanya). Susunan unsur-unsur
akal dan jiwa yang menentukan tingkah laku atau tindakan seorang individu (yang
berada pada setiap individu) disebut “kepribadian”.

Definisi mengenai kepribadian itu tidak banyak berbeda dengan arti yang
melekat pada konsep itu dalam bahasa sehari-hari. Dalam bahasa populer istilah
“kepribadian” juga berarti “ciri-ciri watak yang konsisten”, sehingga seorang individu

1
memiliki suatu identitas yang khas. Kalau dalam bahasa sehari-hari kita mengatakan
bahwa seorang memiliki kepribadian, yang dimaksudkan ialah bahwa individu
tersebut memiliki beberapa ciri watak yang diperlihatkan secara konsisten dan
konsekuen, yang menyebabkan bahwa ia memiliki identitas yang berbeda dari
individu-individu lainnya.

Konsep kepribadian yang lebih tajam tetapi seragam agaknya belum ada
karena konsep tersebut sangat luas dan merupakan suatu konstruksi yang sukar di
rumuskan dalam satu definisi yang tajam tetapi mencakup seluruhnya. Oleh karena itu
bagi kita yang belajar antropologi, kiranya cukup apabila untuk sementara kita
gunakan saja definisi yang masih “kasar” tersebut diatas, dan penggunaan definisi-
definisi yang lebih tajam untuk keperluan analisa yang lebih mendalam sebaiknya kita
serahkan kepada para ahli psikologi saja.

2. UNSUR-UNSUR KEPRIBADIAN

Pengetahuan. Unsur-unsur yang mengisi akal dan alam jiwa orang yang sadar,
terkandung didalam otaknya secara sadar dalam alam sekitar manusia terdapat
berbagai hal yang diterimanya melalui pancaindranya serta melalui alat penerima
yang lain, misalnya getaran eter (cahaya dan warna), getaran akustik (suara), bau,
rasa, sentuhan, tekanan mekanikal (berat-ringan), tekanan termikal (panas-dingin) dan
lain-lain, yang masuk kedalam berbagai sel dibagian-bagian tertentu dari otaknya.
Disana berbagi macam proses fisik, fisiologi, dan psikologi yang terjadi, sehingga
getaran-getaran dan tekanan-tekanan tadi diolah menjadi suatu susunan yang
dipancarkan (diproyeksikan) oleh individu yang bersangkutan menjadi suatu
gambaran tentang lingkungan sekitarnya. Dalam ilmu antropologi, seluruh proses akal
manusia yang sadar itu tersebut “persepsi”.

Penggambaran tentang lingkungan itu berbeda dengan misalnya sebuah


gambar foto yang secara lengkap memuat semua unsur dari lingkungan yang terkena
cahaya sehingga tertangkap oleh film melalui lensa kamera. Penggambaran oleh akal
manusia hanya mengandung bagian-bagian khusus yang mendapat perhatian dari akal

1
si individu, sehingga merupakan suatu gambaran yang terfokus pada bagian-
bagian khusus tadi. Apabila individu tadi menutup matanya, maka dalam
kesadarannya terbayang penggambaran yang berfokus dan alam lingkungan yang baru
dilihat sebelumnya.

Penggambaran tentang lingkungan dengan fokus pada bagian-bagian yang


paling menarik perhatiannya sering kali diolah oleh suatu proses dalam akalnya yang
menghubungkannya dengan berbagai penggambaran lain yang sejenis yang
sebelumnya pernah diterima dan diproyeksikan oleh akalnya, dan kemudian mucul
kembali sebagai kenangan. Dengan demikian ia memperoleh suatu penggambaran
baru dan pengertian yang lebih luas mengenai keadaan lingkunangnya. Penggambaran
baru dengan pengertian baru itu dalam psikologi disebut “apersepsi”.

Ada kalanya suatu persepsi yang diproyeskikan kembali menjadi suatu


penggambran berfokus tentang lingkungan yang mengandung bagian-bagian yang
menyebabkan bahwa karna ia tertarik kepada bagian-bagian tertentu, individu itu akan
memusatkan akalnya secara lebih intensif terhadap bagian-bagian yang khusus.
Penggambaran yang terfokus secara lebih intensif yang terjadi karena pemusatan
secara lebih intensif itu, dalam psikologi disebut “pengamatan”.

Seorang dapat juga menggabungkan dan membanding-bandingkan bagian-


bagian dari suatu penggambaran dengan bagian-bagian dari berbagai penggambaran
lain yang sejenis secara konsisten berdasarkan asas-asas tertentu. Dengan proses akal
itu ia memiliki kemampuan untuk membentuk suatu penggambaran baru yang
abstrak, yang dalam kenyatan tidak mirip dengan salah satu dari sekian macam bahan
konkret dari penggambaran yang baru itu. Dengan demikian manusia dapat membuat
suatu penggambaran tentang tempat-tempat tertentu dimuka bumi (bahkan juga diluar
bumi), padahal ia belum pernah melihat atau mempersepsikan tempat-tempat tadi.
Penggambaran abstrak tadi dalam ilamu-ilmu sosial disebut “konsep”.

Cara pengamatan seperti itu menyebabkan bahwa penggambaran tentang


lingkungan mungkin ada yang ditambah-tambah atau dibesar-besarkan, tetapi ada
pula yang dikurangi atau diperkecil ada bagian-bagian tertentu. Adapula yamg
digabung-gabungkan dengan penggambaran-penggambaran lain sehingga menjadi
penggambaran yang baru sama sekali, yang secara nyata sebenarnya tidak akan

1
pernah ada. Penggambaran yang baru sering kali tidak realistik itu dalam psikologi
disebut “fantasti’.

Kemampuan akal manusia untuk membentuk konsep dan untuk berfantasi


tentu sangat penting baginya, karna tanpa kemampuan membentuk konsep dan fantasi
yang bermanfaat dan memiliki keindahan (berarti kemampuan akal kreatif), manusia
tidak akan dapat mengembangkan cita-cita dan gagasan-gagasan ideal, dan karena itu
manusia tidak akan mungkin mengembangkan ilmu pengetahuan dan mengkreasikan
karya-karya kesenian.

Seluruh penggambaran, apersepsi, pengamatan, konsep, dan fantasi


merupakan unsur-unsur pengetahuan yang secara sadar di miliki seorang individu.
Sebaiknya, banyak pengetahuan atau bagian-bagian dari seluruh pengetahuan yang
berhasil dihimpun seseorang selama hayatnya, dapat hilang dari akalnya yang sadar
(atau dalam kesadarannya) yang disebabkan oleh berbagai sebab, yang banyak
dipelajari ilmu psikologi. Walaupun demikian perlu diperhatikan bahwa unsur-unsur
pengetahuan tadi sebenarnya tidak hilang lenyap begitu saja, tetapi hanya terdesak ke
bagian jiwanya yang dalam ilmu psikologi disebut “alam bahwa sadar”.

Dalam alam bawah sadar itu berbagai pengetahuan larut dan terpecah-pecah
menjadi bagian-bagian yang acapkali tercampuraduk tidak teratur. Proses itu terjadi
karna akal sadar individu yang bersangkutan tidak lagi menyusun dan menatanya
dengan rapih, walaupun bagian-bagian tertentu dari pengetahuan tadi ada kalanya
muncul ke alam sadarnya. Setiap orang tentu pernah tiba-tiba teringat akan suatu hal,
baik dalam keadaan utuh atau sepotong-sepotong, atau bahkan tercampur dengan
berbagai pengetahuan atau pengalaman lain yang telah dilupakannya.

Pengetahuan seseorang karena berbagai sebab juga dapat terdesak atau dengan
sengaja dibuat terdesak oleh individu yang bersangkutan, ke dalam bagian dari
jiwanya yang lebih dalam, yaitu bagian yang dalam ilmu psikologi disebut “alam tak-
sadar”. Dalam alam tak-sadar itu pengetahun larut dan terpecah-pecah ke dalam

bagian-bagian yang tercampuraduk. Bagian-bagian dari pengetahuan yang


tercampura aduk itu ada kalanya muncul kembali, pada saat-saat akal yang mengatur
alam kesadaran berada dalam keadaan relax atau tak berfungsi.

1
Proses-proses psikologi yang terjadi dalam alam bawah sadar dan alam tak-
sadar tadi, yang banyak dipelajari oleh bagian dari psikologi yang dikembangkan oleh
S. Freud, yaitu ilmu psikoanalisa, tidak akan perhatikan lebih lanjut dalam buku ini.
Untuk mendapat pengertiam mengenai asas-asas kehidupan masyarakat dan
kebudayaan manusia, untuk sementara kita hanya akan memperhatikan bagian
kesadaran dari alam jiwa manusia saja.

Perasaan. Selain pengetahuan, alam kesadaran manusia juga mengandung


berbagai macam “perasaan”. Kalau pada suatu hari yang luar biasa panasnya kita
melihat papan iklan bergambar minuman Coca-Cola yang tampak sejuk dan nikmat,
maka persepsi itu menyebabkan bahwa kita membayangkan gelas Coca-Cola yang
dingin, dan penggambaran itu dihubungkan oleh akal kita dengan penggambaran lain
yang muncul kembali sebagai kenangan dalam kesadaran kita, menjadi suatu
apersepsi tentang diri sendiri yang sedang menikmati Coca-Cola dingin, manis, dan
menyegarkan pada saat hari sangat panas, yang menyebabkan air liur keluar dengan
sendirinya. Aprepsesi orang yang menggambarkan dirinya sendiri tengah menikmati
Coca-Cola dingin itu menimbulkan suatu “perasaan” yang positif dalam kesadarannya
(yaitu perasaan nikmat), sampai-sampai air liurnya itu benar-benar keluar.

Sebaiknya, kita dapat juga menggambarkan seorang individu yang melihat


suatu hal yang buruk atau mendengar suara yang tidak menyenangkan, mencium bau
busuk, dan sebagainya. Persepsi-persepsi seperti itu dapat menimbulkan dalam
kesadarannya perasaan negatif, karena ia terkenang bagaimana ia menjadi muak
setelah mencium ikan yang busuk di masa lampau. Apresepsi itu mungkin dapat
menyebabkan menjadi benar-benar muak pada waktu ia mencium bau ikan busuk lagi.

Dalam kedua contoh di atas kita jumpai suatu konsep baru, yaitu “perasaan”,
yang disamping segala macam pengetahuan agaknya juga mengisi alam kesadaran
manusia setiap saat dalam hidupnya. Apabila kita perhatikan kedua contoh di atas
dengan seksama, “perasaan” adalah suatu keadaan dalam kesadaran manusia yang
karna pengetahuannya dinilai sebagai keadaan yang positif atau negatif.

Suatu perasaan yang selalu bersifat subyektif karena adanya unsur penilaian
tadi, biasanya menimbulakan “kehendak” dalam kesadaran seorang individu.
Kehendak itu mungkin positif (individu yang bersangkutan ingin mendapatkan hal
yang dirasakannya memberi kenikmatan) atau mungkin juga negatif (individu yang

1
bersangkutan ingin menghindari hal yang dirasakannya membawa perasaan tidak
nikmat).

Individu dalam contoh di atas, yang pada suatu hari yang terik merasakan
kenikmatan karena dalam khayalannya ia menggambarkan dirinya sendiri tengah
minum Coca-Cola dingin, menjadi tumbuh keinginannya untuk benar benar minum
Coca-Cola dingin. Maka seandainya ia dalam keadaan yang memungkinkannya
memenuhi keinginannya itu (karena ia berada dekat warung penjual minuman,
misalnya), bisa jadi ia akan sungguh-sungguh segera melaksanakan niatnya untuk
membeli segelas Coca-Cola.

Suatu kehendak juga dapat menjadi sangat keras, yaitu apabila hal yang
dikehendaki itu tidak mudah diperoleh. Individu yang menginginkan Coca-Cola
dingin tadi mungkin malah akan bertambah besar keinginannya untuk memperoleh
minuman itu apabila di antara berbagai jenis minuman sejenis, justru, Coca-Cola
tidak tersedia.

Keinginan yang makin menggebu-gebu untuk memperoleh minuman Coca-


Cola dingin, yang menyebabkan individu yang bersangkutan menjadi bernafsu karena
penasaran , membuat bahwa ia tidak peduli akan harganya yang mungkin lebih mahal
dari pada semestinya asalkan benda itu dapat diperolehnya. Perasaannya terhadap
Coca-Cola yang sangat dinginnya itu menyebabkan bawa udara disekitarnya terasa
seakan lebih panas, sehingga peluhnya pun makin banyak, dan hatinya seakan
berdebar-debar. Perasaan seperti itu biasanya disebut “emosi”.

Dorongan naluri. Kesadaran manusia menurut para ahli psikologi juga


mengandung berbagai perasaan lain yang tidak ditimbulkan karena dipengaruhi oleh
pengetahuannya, tetapi karena memang sudah terkandung di dalam organismenya,
khusunya dalam gennya, sebagai naluri. Kemauan yang sudah merupakan naluri
disebut “dorongan”.

Walaupun di antara para ahli psikologi ada perbedaan paham mengenai jenis
dan jumlah dorongan naluri yang terkandung dalam naluri manusia, mereka semua
sependapat bahwa ada sedikitnya tujuh macam dorongan naluri, yaitu:

1
1. Dorongan untuk mempertahankan hidup. Dorongan ini memang merupakan suatu
kekuatan biologis yang ada pada setiap makhluk di dunia untuk dapat bertahan h
2. Dorongan seks. Dorongan ini telah banyak menarik perhatian para ahli antropologi,
dan mengenai hal ini telah dikembangkan berbagai teori. Dorongan biologis yang
mendorong manusia untuk membentuk keturunan bagi kelanjutan keberadaannya di
dunia ini muncul pada setiap individu yang normal yang tidak dipengaruhi oleh
pengetahuan apapun.
3. Dorongan untuk berupaya mencari makan. Dorongan ini tidak perlu dipelajari, dan
sejak baru dilahirkan pun manusia telah menampakannya dengan mencari puting susu
ibunya atau botol susunya, tanpa perlu diajari.
4. Dorongan untuk bergaul atau berinteraksi dengan sesama manusia, yang memang
merupakan landasan biologi dari kehidupan masyarakat manusia sebagai makhluk
kolektif.
5. Dorongan untuk meniru tingkah laku sesamanya. Dorongan ini merupakan asal-mula
dari adanya beragam kebudayaan manusia, yang menyebabkan bahwa manusia
mengembangkan adat. Adat, sebaiknya, memaksa perbuatan yang seragam (konform)
dengan manusia-manusia di sekelilingnya.
6. Dorongan untuk berbakti. Dorongan ini mungkin ada karena manusia adalah makhluk
kolektif. Agar manusia dapat hidup serasi bersama manusia lain diperlukan suatu
landasan biologi untuk mengembangkan altruisme,simpati, cinta, dan sebagainya.
Dorongan seperti itu kemudian lebih lanjut membentuk kekuatan-kekuatan yang oleh
perasaanya dianggap berada diluar akalnya sehingga timbul religi.
7. Dorongan untuk keindahan (keindahan bentuk, warna, suara, dan gerak). Dorongan
ini seringkali sudah tampak dimiliki bayi yang sudah mulai tertarik pada bentuk-
bentuk, warna-warna, dan suara-suara, irama, dan gerak-gerak, dan merupakan dari
unsur kesenian.

3. MATERI DARI UNSUR-UNSUR KEPRIBADIAN

1
Seperti telah diuraikan di atas, kepribadian seorang individu terbentuk oleh
pengetahuan yang dimilikinya (yaitu khususnya persepsi, penggambaran, apresepsi,
pengamatan, konsep, serta fantasi mengenal berbagai macam hal yang ada dalam
lingkungannya), maupun oleh berbagai perasaan, emosi, kehendak, dan keinginan
yang ditujukan kepada berbagai macam hal dalam lingkungannya tersebut.

Ahli etnopsikologi, A.F.C Wallace, pernah membuat suatu kerangka yang


membuat seluruh materi yang menjadi obyek dan sasaran unsur-unsur kepribadian
manusia secara sistematik. Dalam kerangka itu ada tiga hal yang pada tahap pertama
merupakan isi kepribadian yang pokok, yaitu:

1. Beragam kebutuhan organik diri sendiri, beragam kebutuhan dan dorongan psikologi
diri sendiri, dan beragam kebutuhan serta dorongan organik maupun psikologi sesama
manusia selain diri sendiri, sedang kebutuhan-kebutuhan tadi dapat dipenuhi atau
tidak dipenuhi individu yang bersangkutan. sehingga memuaskan dan bernilai positif
baginya, atau tidak memuaskan dan bernilai negatif.
2. Beragam hal yang bersangkutan dengan kesadaran individe akan identitas diri sendiri
(identitas "aku"), baik aspek fisik maupun aspek psikologinya, dan segala hal yang
menyangkut kesadaran individu mengenai beragam kategori manusia, binatang,
tumbuh-tumbuhan, benda, zat, kekuatan, atau gela. alam, baik yang nyata maupun
yang gaib yang terdaput di alam sekelilingnya.
3. Berbagai macam cara untuk memenuhi, memperkuat, berhubungan, mendapatkan,
atau menggunakan beragam kebutuhan dari hal-hal tersebut di atas, sehingga tercapai
keadaan yang memuaskan dalam kesadaran individu yang bersangkutan. Pelaksanaan
dari berbagai macam cara itu terwujud dalam kegiatan orang sehari-hari.

4. ANEKA WARNA KEPRIBADIAN

1
Aneka ragam kepribadian individu. Berbagai isi dan sasaran dari pengetahuan,
perasaan, kehendak, dan keinginan kepribadian, serta perbedaan kualitas hubungan
antara berbagai unsur kepribadian dalam kesadaran individu, menyebabkan adanya
beragam struktur kepribadian pada setiap manusia yang hidup di muka bumi ini,
sehingga setiap individu memiliki kepribadian yang unik. Mempelajari materi dari
setiap unsur kepribadian (baik pengetahuan maupun perasaan, sasaran dari kehendak,
keinginan, dan emosi) adalah tugas psikologi, yang mempelajari sebab dari tingkah
laku berpola, yakni habit (kebiasaan) atau berbagai macam materi yang menyebabkan
timbulnya kepribadian, seta segala macam tingkah laku berpola dari individu yang
bersangkutan.

Antropologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya, yaitu sosiologi, ekonomi, ilmu


politik, dan lain-lain, tidak mempelajari individu, tetapi mempelajari semua
pengetahuan, gagasan, dan konsep yang secara umum hidup dalam masyarakat;
artinya, pengetahuan, gagasan, dan konsep yang dianut sebagian besar warga sesuatu
masyarakat yang umumnya disebut "adat-istiadar". Ilmu-ilmu itu juga mempelajari
tingkah laku umum (yang sudah menjadi pola dari sebagian besar warga masyarakat,
dan berdasarkan adat-istiadat). Seluruh kompleks tingkah laku umum berwujud pola-
pola tindakan yang saling berkaitan itu disebut sistem sosial.

Karena materi yang merupakan isi dari pengetahuan dan perasaan seorang
individu berbeda dengan individu lain, dan karena sifat serta intensitas kaitan antara
beragam bentuk pengetahuan dan perasaan tadi juga saling berbeda, maka setiap
manusia sebenarnya memiliki kepribadian yang khas. Walaupun demikian, hal itu
tidak berarti bahwa di dunia ini terdapat 3 miliar kepribadian (karena jumlah
penduduk bumi sekitar itu). Jumlah itu dapat diringkas menjadi berbagai tipe dan sub-
tipe, yang walaupun masih banyak juga, jumlahnya tidak sampai berjuta-juta.
Membuat tipo-logi dari beragam kepribadian manusia merupakan tugas psiko-logi.

Karena materi yang merupakan isi dari pengetahuan dan perasaan seorang
individu berbeda dengan individu lain, dan karena sifat serta intensitas kaitan antara
beragam bentuk pengetahuan dan perasaan tadi juga saling berbeda, maka setiap

manusia sebenarnya memiliki kepribadian yang khas. Walaupun demikian, hal


itu tidak berarti bahwa di dunia ini terdapat 3 miliar kepribadian (karena jumlah

1
penduduk bumi sekitar itu). Jumlah itu dapat diringkas menjadi berbagai tipe dan sub-
tipe, yang walaupun masih banyak juga, jumlahnya tidak sampai berjuta-juta.
Membuat tipo-logi dari beragam kepribadian manusia merupakan tugas psiko-logi.

Kepribadian. Sejak abad ke-19 hingga tahun 1930-an, para pengarang


etnografi seringkali mencantumkan suatu pelukisan tentang watak atau kepribadian
umum dari para warga suatu kebudayaan di dalam karangan etnografi mereka.
Pelukisan itu biasanya berdasarkan kesan-kesan yang mereka peroleh dari
pengalaman bergaul dengan para individu warga kebudayaan yang sedang diteliti.
Apabila data dan bahan tentang kebudayaan Bali yang diteliti, maka dalam pergaulan
mereka dengan orang Bali mungkin didapat pengalaman-pengalaman yang
menyenangkan, gehingga dalam membuat pelukisan mengenai kepribadian orang Bali
mereka biasanya juga menyebutkan bahwa orang Bali ramah, serta, jujur, gembira,
dan sebagainya. Sebaliknya, apabila mereka mempunyai pengalaman yang tidak
menyenangkan, maka hal itu seringkali tercermin pula dalam buku etnografi yang
mereka tulis mengenai orang Bali, yaitu misalnya bahwa orang Bali bersifat ketus,
tidak setia, penipu, tidak bermoral, dan sebagainya. Ketika metodologi penelilian di
lapangan dalam antropologi berkembang dan dipertajam dalam abad ke-20 ini,
metode-metode pelukisan kepribadian umum yang lebih eksak mulai digunakan.
Bersama dengan pakar psikologi A. Kardiner, R. Linton dalam tahun 1930-an
mengembangkan metode yang eksak untuk mengukur kepribadian umum, yang
diterapkan dalam suatu penelitian terhadap penduduk Kepulauan Marquesas, yaitu
gugusan kepulauar di bagian timur Polynesia, dan suku bangsa Tanala, penduduk
Pulau Madagaskar. Bahan etnografinya dikumpulkan oleh Linton, dan Kardiner
menerapkan metode-metode psikologi dan menganalisa data psikologinya. Hasil
penelitian itu adalah buku berjudul The Individual And His Society (1938).

Dalam proyek itu konsep kepribadian umum makin dipertajam sehingga


tercipta konsep basic personality structure, atau "kepribadian dasar", yaitu semua
unsur kepribadian yang dimiliki sebagian besar warga suatu masyarakat. Kepribadian
dasar itu ada karena semua individu warga masyarakat mengalami pengaruh
lingkungan kebudayaan yang sama selama pertumbuhan mereka. Metodologi untuk
mengumpulkan data mengenai kepribadian bangsa dilakukan dengan mengumpulkan

1
sampel dari warga masyarakat yang menjadi obyek penelitian, yang kemudian
diteliti kepribadiannya dengan berbagai tes psikologi. Dari hasil tes-tes itu kemudian
diperoleh sejumlah ciri watak yang secara statistik dimiliki sebagian besar individu
dalam sampel.

Selain ciri-ciri watak umum tadi, seorang individu tentu juga memiliki ciri-ciri
wataknya sendiri, sementara ada individu-individu dalam sampel yang tidak memiliki
unsur-unsur kepribadian umum, Namun persentase dari individu-individu semacam
ini dalam sampel sangat kecilPendekatan dalam penelitian kepribadian dari suatu
kebudayaan juga dilaksanakan dengan metode lain yang didasarkan. pada pendirian
bahwa benih-benih dari ciri-ciri dan unsur watak secrang individu dewasa sebenarnya
sudah tertanam di dalam dirt seseorang sejak dini. Pembentukan Watak dalam jiwa
individu banyak dipengaruhi pengalamannya di masa kanak-kanakya, elik. la diasuh
orang-orang di sekilarnya, yakni ibu, ayah, kakal. kakaknya, maupun orang -orang
lain yang umumnya sering berada dekat pada keluarganya. Watak juga sangat
ditentukan oleh berbagai tingkah laku yang dibiasakan orang sejak ia kecil, misalnya
cara makan, cara menjaga kebersihan, didiplin, bermain dan bergaul denagn anak-
anak lain, dan sebagainya. Karna pola pengasuhan anak dalam tiap kebudayaan
mengikuti adat dan norma-norma yang telah ditetapkan, maka pada individu-individu
dewasa akan tampak beberapa unsur watak yang seragam.

Berdasarkan konsepsi psikologi tersebut para ahli antropolog) perpendirian


bahwa dengan mempelajari adat-istiadial pengasuran anak yang khas itu mereka akan
dapat mengetahul adanya berbagai unsur kepribadian pada sebagian besar warga yang
merupakan akibat dari pengalaman-pengalaman mereka sejak masa anak-anak.

Metode penelitian kepribadian umum dengan cara mempelajari adat-istiadat


pengasuhan anak terutama dikembangkan oleh Margaret Mead, yang dilakukannya di
antara berbagai suku bangsa di Melanesia (khususnya Papua Niugini) dan di Bali.
Dari penelitian-penelitiannya itu la menghasilkan buku Growing Up In New Guines
(1930) dan Children And Ritual In Bali (1955). Bersama dengan G.Bateson ia menulis
Balinese Character: A Photographic Analysis (1942).

Penelitian mengenai etos kebudayaan dan kepribadian bangsa yang pertama-


tama dilakukan oleh tokoh antropologi R. Benedict,

1
R. Linton, dan M. Mead itu kemudian ditiru dan berkembang lebih lanjut
sehingga menjadi bagian khusus dalam antropologi yang dinamakan personality and
culture, atau kepribadian dan kebudayaan.

Kepribadian Dan Kebudayaan Barat, Serta Kepribadian Dan Kebudayaan


Timur. Dalam banyak tulisan tentang kebudayaan, sering dibahas soal perbedaan
antara kepribadian manusia yang berasal dari kebudayaan Barat dan kepribadian
manusia yang berasal dari kebudayaan Timur. Konsep "kebudayaan Barat" dan
"kebudayaan timur" mula-mula dicetuskan pada pertengahan abad ke-19, ketika
beberapa negara Eropa Barat berhasil menguasal daerah-daerah yang luas ke muka
bumi dengan sistem kolonialnya. Ratusan bangsa yang mereka kuasai dengan cara itu
memiliki kebudayaan-kebudayaan yang masih tergolong asli dan tradisional. Karena
kebudayaan-kebudayaan itu sebagian besar berada di sebelah timur (dari EropaBarat),
maka secara keseluruhan mereka sebut "kebudayaan Timur”.

Di universitas-universitas besar di Eropa Barat pernah berkembang suatu


bidang ilmu pengetahuan yang disebut "kajian-kajian Oriental", yang secara rinci
terdiri dari berbagai bidang ilmu yang khusus, yaitu Peradaban Islam, Sejarah dan
Kesusastraan islam, Filsafat Islam dan Bahasa Arab, Peradaban Hindu dan Budha,
bahasa Sanskerta dan Pali. Kajian mengenai Peradaban Cina, yang dapat dianggap
sebagai peradaban yang khas dan canggih dan tak pernah sempat dijajah oleh suatu
negara Eropa Barat mana pun, biasanya tidak termasuk dalam kajian Oriental ini,
tetapi disebut Sinologi.

Kebudayaan-kebudayaan Afrika baru mulai dikaji pada akhir abad ke-19 dan
awal abad ke-20 oleh para ilmuwan Eropa, dan kemudian juga oleh para ilmuwan
Amerika Serikat, sementara kajian mengenai bangsa-bangsa penduduk kepulauan di
Lautan Pasifik, yaitu Melanesia, Mikronesia, dan Polynesia, baru mulai dilakukan
para ahli antropologi Amerika setelah Perang Dunia II.

Semua ahli Eropa Barat umumnya mempelajari kebudayaan-kebudayaan dari


suku-suku bangsa yang ada di wilayah jajahanmereka masing-masing. Kebudayaan
bangsa-bangsa jajahan yang semua bersifat tradisional itu kemudian mengalami
pembaruan dengan tibanya unsur-unsur kebudayaan dari Eropa Barat melalui sistem
pendidikan sekolah Eropa Barat. Di samping itu warga bangsa-bangsa jajahan yang
dididik dalam sekolah-sekolah Eropa Barat itu dijadikan pegawai rendahan dan

1
menengah dalam sistem administrasi yang dikembangkan oleh bangsa-bangsa
kolonial itu yang mengikuti model administrasi negara asal mereka.

Hampir semua bangsa yang dijajah adalah bangsa-bangsa petani, peternak,


nelayan, atau peramu yang kebudayaannya dilandasi nilai-nilai budaya tradisional.
Sejak kurang lebih satu abad bangsa-bangsa yang lalu muncul golongan elit pada
bagian-bagian tertentu dari bangsa-bangsa yang terjajah itu, yaitu golongar-golongan

yang telah Amerika. Pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing, itu makin lama
merasuk dan terintegrasi ke dalam kebudayaan tradisional tadi. Pengaruh kebudayaan
Eropa Barat dan Amerika (misalinga Untuk bangsa Filipina) yang merasuk ke dalam
ratusan kebudayaan suku bangsa yang terjajah itu merupakan statu proses yang
sebaiknya kita sebut “modernisasi”.

Kepribadian Dan Kebudayaan Barat, Serta Kepribadian Dan Kebudayaan


Timur Di Indonesia. Di Indonesia, di tahun 1930- an, ketika kebudayaan Eropa Barat
(khususnya kebudayaan Belanda, Perancis, Inggris, dan Jerman) mempengaruhi
kebudayaan Indonesia sedemikian mendalamnya, konsep yang diajarkan kepada para
siswa sekolah lanjutan tersebut sering mampu mengubah kebudayaan tradisional
Indonesia hingga ke akar-akarnya.

Proses tersebut sebenarnya telah berlangsung sejak masa peralihan abad ke-18
dan abad ke-19, jadi sudah lebih dari dua abad. Waktu itu juga terjadi beberapa
peristiwa perubahan yang sangat mendasar bagi masyarakat Indonesia, yaitu awal dari
proses emansipasi sosial wanita yang dirintis oleh R.A. Kartini (1879-1904), dan
mulai adanya dokter-dokter wanita lulusan School Ter Opleiding Voor Inlandsche
Artsen (Stovia) di Jakarta, dan Nederlandsch-Indische Arsten School (NIAS) di
Surabaya.

Sesudah itu konsep "kebudayaan Barat" diperluas dan mencakup pula


kebudayaan Amerika, yang oleh orang Indonesia terutama dikenal melalui hasil
industriSampai sekarang konsep "kebudayaan Barat" dalam arti itu masih tetap hidup
di Indonesia, baik di antara kaum lanjut usia, orang dewasa, dan bahkan di antara para
remaja hingga anak-anak. Dalam kalangan kaum terpelajar dan ilmuwan pun konsep
"kebudayaan Barat" dengan makna terurai di atas tetap digunakan, bukan hanya
dalam pembicaraan santai, tetapi juga dalam tulisan-tulisan ilmiah. Demikian juga
konsep lawannya, yaitu "kebudayaan Timur".

1
Sebenranya, dengan logika yang wajar istilah “kebudayaan Barat” dan
“kebudayaan Timur” membingungkan, dan menjadi sumber salah paham yang hingga
kini ada dalam cara berpikir orang indonesia, yaitu bahwa kebudayaan orang Eropa
dan Amerika itu adalah kebudayaan yang secara materi dan teknologi maju dan perlu
kita tiru, sedang "kebudayaan Timur" adalah kebudayaan kita yang harus kita
pertahankan karena sifatnya yang indah, halus, spiritual, luhur, dan beradab. Kita
tentu juga dapat menerima logika bahwa kemajuan dalam materi dan teknologi tidak
hanya datang dari Eropa Barat, tetapi juga dari Amerika, misalnya, yang secara
geografis berada di timur negara kita. Karena itu konsep "kebudayaan Barat" tak
dapat kita terapkan kepada kebudayaan Amerika. Karena itu kebudayaan Amerika
sebetulnya bagi kita adalah "kebudayaan Timur" sementara Rebudayaan orang
Australia dan Selandia Baru adalah "kebudayaan Selatan".

Dengan kemajuan yang dicapai oleh bangsa Jepang, Korea, Cina, dan bahkan
Singapura, orang Indonesia sekarang tidak hanya memandang kebudayaan Eropa
Barat dan Amerika sebagai kebudayaan-kebudayaan yang patut ditiru. Apakah
kebudayaan-kebudayan negara-negara itu harus kita sebut "kebudayaan Utara"?

Agar pikiran kita tidak terperangkap dalam dikotomi konsep-konsep


"kebudayaan Barat" dan "kebudayaan Timur", dan lain-lainnya yang membingungkan
itu, istilah-istilah yang sebenarnya telah mulai mendarahdaging itu sebaiknya kita
hindari dan agar kita menggunakan istilah-istilah geografis yang konkret, misalnya
kebudayaan Cina, kebudayaan Korea, kebudayaan Jepang, kebudayaan Amerika,
kebudayaan Eropa Barat, kebudayaan Asia Barat, kebudayaan Maghrib (Afrika
Utara), dan lain-lain.

Apabila kita perlu bicara tentang pengaruh kebudayaan yang berasal dari luar
Indonesia, secara keseluruhan dapat digunakan konsep "kebudayaan mancanegara"
atau "kebudayaan asing".

1
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Penulis berpendapat bahwa pola-pola tingkah laku manusia diartikan dalam istilah
definisi keperibadian yang dijelaskan bahwa individu memiliki beberapa ciri watak yang
diperlihatkan secara konsisten dan konsekuen, menyebabkan bahwa ia memiliki identitas
yang berbeda dari individu lain sehingga unsur-unsur keperibadian meliputi persepsi,
apersepsi, pengamatan, konsep, fantasti, alam bahwa sadar, perasadiri, perasaan, emosi serta
dorongan naluri, menjadikan para peneliti membuat seluruh materi menjadi obyek dan
sasaran unsur-unsur kepribadian manusia yang dapat melahirkan aneka warna keperibadian
lewat adanya pengaruh beragam bentuk pengetahuan dan perasaan yang berbeda beda yang
jumlahnya itu diringkas menjadi berbagai tipe dan sub-tipe setiap dekadenya.

Saran

Disarankan para pembaca dapat memahami pola-pola tingkah laku manusia lewat
pembelajaran perihal keperibadian dalam materi antropologi yang telah dikualifikasikan
setiap unsur – unsur keperibadian, materi keperibadian & aneka waran keperibadian sehingga
dapat memahami unsur – unsur manusia.

15
DAFTAR PUSTAKA

Koentjaraningrat. (2003). PENGANTAR ANTROPOLOGI - jilid 1. Jakarta: PT RINEKA CIPTA.


Tanoto, Fakhri Putra dkk, (2018). Antropologi Kepribadian. Diakses pada tanggal 17 Maret 2023, dari
https://www.academia.edu/40558397/Antropologi_Kepribadian

17

Anda mungkin juga menyukai