Anda di halaman 1dari 7

Mochamad Irwan Syah

CERPEN ANAK TENTANG

Tugas Akhir Mata Kuliah Bahasa & Sastra Anak

Dosen Pengampu : Dr. Hilmiati, M.Pd


Berjalan menyusuri jalanan saat dimana orang lain melakukan aktivitas

mereka dan juga anak seusiaku tentunya mereka bergegas ke sekolah. Tidak

sepertiku yang hanya melihat megahnya gedung sekolah tanpa pernah

merasakan nyamannya duduk di bangku sekolah menerima pelajaran untuk

mengenal dunia. Atau memang sudah menjadi takdir untuk kami orang

pinggiran selalu tersisih terutama anak-anak bangsa seperti kami yang tidak

layak mengenyam pendidikan. Yang aku lakukan hanya mengumpulkan

rupiah demi rupiah untuk aku bawa pulang. Entah mengapa aku tak pernah

lelah menanyakan mengapa ibu tak menyekolahkanku seperti anak-anak

yang lain meski jawaban yang ibu berikan tetap saja tak pernah berubah.

“Bu, apa memang anak-anak sepertiku tidak berhak bersekolah?” Tanyaku.

“Kita itu tak butuh sekolah yang penting kamu itu bisa cari uang.” Jawab Ibu.

1
Aku pernah mendengar di radio “Bahwa anak-anak bangsa harus menerima

pendidikan yang layak karena kelak merekalah yang membangun bangsa ini.”

Tapi anak-anak seusiaku banyak yang tak menerima pendidikan yang layak

bagi mereka bisa makan sehari-hari saja sudah cukup.

“Ayo ngapain ngelamun aja.” Ujar Temanku.

“Mau kemana?” Jawabku.

“Ya mulunglah emang kalau melamun bisa dapat uang.” Sahutnya.

“Iya.”

Angga adalah temanku sama sepertiku yang tak pernah mengenal bangku

sekolah di pikirannya hanya uang saja. Baginya tidak perlu pendidikan tinggi

atau keahlian khusus untuk memulung hanya butuh karung besar untuk

menampung barang-barang bekas.

2
“Angga apa kamu pernah berpikir kalau kita bisa bersekolah.” Tanyaku.

“Apa sekolah, mimpi kamu.” Jawab Angga.

Walaupun dia berkata seperti itu sebenarnya Angga punya mimpi yang besar

untuk bersekolah namun karena keadaan dia harus mengubur mimpinya. Dan

dia pernah berkata kalau sekolah itu hanya untuk orang-orang kaya saja.

Jalanan begitu ramai seorang laki-laki terlihat begitu terburu-buru dengan

penampilan sangat rapi dia berusaha menerobos keramaian namun tanpa

sengaja dompetnya terjatuh dari saku celana, dan aku tepat berada di

belakangnya tanpa pikir panjang aku langsung mengambil dompet itu dan

langsung mengembalikannya.

3
. “Pak ini dompetnya jatuh.” Ujarku.

“Oh ya.” Jawabnya yang langsung pergi dengan terburu-buru.

“Siapa itu Wan?” Tanya Angga.

“Tadi dompet bapak itu terjatuh.” Jawabku.

“Kenapa gak kamu ambil aja kan lumayan.” Sahut Aslan.

“Hmmm dasar.”

Tidak lama berselang saat aku dan Angga melepas dahaga di salah satu

pedagang kaki lima aku kembali melihat bapak yang tadi dompetnya terjatuh,

dari kejauhan dia seakan menuju ke arah tempat aku dan Angga.

“Kamu tadi yang mengembalikan dompet saya kan?” Tanya bapak itu.

“Iya pak.” Jawabku.

“Maaf ya tadi saya belum mengucapkan terima kasih karena terburu-buru.”

Ujarnya.

“Iya pak tidak apa-apa.” Sahutku.

4
Cukup lama kami berbincang namun ada satu pertanyaan yang membuatku
Cukup lama kami berbincang namun ada satu pertanyaan yang membuatku sedikit
sedikit merasa sedih
merasa sedih dan sejenak
dan sejenak aku
aku terdiam. terdiam.
Yang Yang
sebelumnya sebelumnya
pertanyaan itu tidak pertanyaan
pernah ditanyakan oleh seorang yang berpenampilan rapi dengan tutur bahasa
yang santun.
tersebut itu tidak pernah ditanyakan oleh seorang yang berpenampilan rapi

dengan tutur bahasa yang santun.

“Apa kalian berdua ingin bersekolah seperti anak lainnya.” Tanya bapak itu.

“Mungkin tidak ada anak yang tak ingin bersekolah Pak termasuk kami berdua

dan teman-teman kami lainnya tapi bagi kami duduk di bangku sekolah dan

menerima pendidikan yang layak itu hanya sebatas mimpi.” jawabku.

5
“Tak ada yang tidak mungkin” kata yang diucapkan Bapak itu dan kata-kata

yang membuat diriku sedikit tidak percaya bahwa dia menerima kami anak-

anak di perumahan kumuh untuk bersekolah dengan layak yang tidak harus

memikirkan biaya apapun di sebuah yayasan yang didirikannya.

Aku dan Angga seakan membisu merasa tidak percaya, yang dulu bersekolah

adalah mimpi sekarang menjadi kenyataan.

Anda mungkin juga menyukai