Penyusun
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
DAFTAR ISI..............................................................................................................................3
BAB I.........................................................................................................................................4
PENDAHULUAN.....................................................................................................................4
A. Latar Belakang...............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................4
C. Tujuan Masalah..............................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................................5
A. Penunjukkan Utsman bin Affan sebagai Khalifah.........................................................5
B. Kebijakan-kebijakan Utsman bin Affan........................................................................6
C. Tuduhan nepotisme terhadap Utsman bin Affan...........................................................9
D. Wafatnya Utsman bin Affan.........................................................................................10
BAB III.....................................................................................................................................13
PENUTUP................................................................................................................................13
A. Kesimpulan...................................................................................................................13
B. Saran.............................................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................14
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sosok Utsman bin Affan, merupakan salah satu shahabat Nabi Muhammad SAW. dan
dikenal sebagai khalifah Rasulullah (Khulafaur rasyidin) yang ketiga. Pada masa Rasulullah
masih hidup, Utsman terpilih sebagai salah satu sekretaris Rasulullah sekaligus masuk dalam
Tim penulis wahyu yang turun dan pada masa kekhalifahannya Al Quran dibukukan secara
tertib. Utsman juga merupakan salah satu shahabat yang mendapatkan jaminan Nabi
Muhammad sebagai ahlul jannah. Kekerabatan Utsman dengan Muhammad Rasulullah
bertemu pada urutan silsilah ‘Abdu Manaf. Rasulullah sendiri berasal dari Bani Hasyim
sedangkan Utsman dari kalangan Bani Ummayah. Antara Bani Hasyim dan Bani Ummayah
sejak jauh sebelum masa kenabian Muhammad, dikenal sebagai dua suku yang saling
bermusuhan dan terlibat dalam persaingan sengit dalam setiap aspek kehidupan.
Maka tidak heran jika proses masuk Islamnya Utsman bin Affan dianggap merupakan hal
yang luar biasa, populis, dan sekaligus heroik. Hal ini mengingat kebanyakan kaum Bani
Ummayah, pada masa masuk Islamnya Utsman, bersikap memusuhi Nabi dan agama Islam.
Oleh karena itu tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui bagaimana Utsman
bin Affan menjadi Khalifah, serta kebijakan-kebijakan khalifah Utsman bin Affan.
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana proses Penunjukan Utsman bin Affan sebagai khaifah?
2. Apa saja Kebijakan-kebijakan Khalifah Utsman bin Affan?
3. Bagaimana tuduhan nopotisme terhadap Utsman bin Affan?
4. Kapan Utsman bin Affan wafat?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui proses pengangkatan khalifah umar bin khattab
2. Untuk mengetahui kebijakan-kebijakan khalifah umar bin khattab
3. Untuk mengetahui tuduhan nepotisme terhadap Utsman bin Affan
4. Untuk mengetahui wafatnya Utsman biin Affan
4
BAB II
PEMBAHASAN
1
Ath-Thabaqat al-Kubra, 3/ 365, Tarikh ath-Thabari 4/193.
5
kategoris terhadap tuntutannya, Ali berkata sambil menuduh,” kamu tidak berhak menghalangi
dalam merebut hak saya terhadap jabatan ini”.2
Selanjutnya Abdurrahman bin Auf memanggil Usman bin Affan tampil kedepan dan
mengajukan pertanyaan yang sama seperti yang diajukan kepada Ali bin Abi Talib. Dengan
tegas Usman bin Affan menjawab : “ya saya akan melakukannya!” seketika itu juga
Abdurrahman bin Auf menengadahkan tangannya sambil berdoa, Ya Allah, dengar dan
saksikanlah, beban beratku telah aku pindahkan kepada Usman bin Affan. Iapun menyalami
Usman bin Affan sebagai tanda baiat kepadanya.
Tangan kanan yang pertama menjabat tangan kanan Usman untuk membai’at adalah
tangan Ali bin Abi Thalib, baru kemudian diikuti oleh seluruh kaum muslimin. Demikianlah
Usman memikul beban-beban khalifah yang dipikulnya ketika ia hampir mencapai usia 70
tahun.3 atau sekitar bulan Muharram tahun 24 H ketika itu sahabat Umar ra. berusia 68
menurut hitungan masehi atau 70 menurut hitungan hijriyyah.4
2
Wahyuddin G, Kepemimpinan Khalifah Usman Bin Affan. h. 134
3
Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan (Cet. V; Bogor: Pustaka litera Antarnusa, 2007), h. 244
245
4
Mufrodi, Ali. Islam di Kawasan Kebudayaan Arab. Jakarta : Logos,1997.
6
membuat Romawi dan Persia mati akal.5
Rupanya pihak Arab dalam menghadapi situasi ini serba bingung dan tidak menentu.
Mereka meminta pendapat dan bantuan Amirul mukminin di Madinah. Para pemuka di
Madinah sependapat, begitu juga kaum muslimin di Mesir, bahwa orang yang akan
menghadapi situasi yang begitu penting itu hanya Amr bin Ash. Namanya saja sudah dapat
menggetarkan hati pihak Romawi. Kebijakannya memang sudah mendapat tempat dalam hati
rakyat Mesir dan mendapat dukungan.
Pasukan Romawi sedang menjelajah seluruh Mesir Hilir tanpa menemui perlawanan.
Kendati begitu mereka tidak membiarkan orang-orang Mesir hidup damai. Kebalikannya,
segala yang ada pada mereka dirampas paksa dan mereka diperlakukan dengan penghinaan
yang sangat keji. Pada itu Amr bin Ash sedang mengatur pasukan dan persiapan perangnya di
Babilon. Setelah diketahui bahwa pasukan Romawi sudah mendekati Naqyus ia keluar dan
sudah siap hendak menghadang mereka. Ia memimpin pasukan 15.000 orang dengan
kepercayaan bahwa jika mereka tak dapat mengalahkan pasukan Romawi mereka akan
terpukul mundur kembali ke Semenanjung Arab dengan membawa malu yang tercoreng di
kening karena lari.
Tercatat dalam sejarah bahwa Amr bin Ash menang dan mampu membebaskan Mesir,
dengan begitu Amr telah membebaskan kembali Iskandariah, dan selesailah sudah pengusiran
pasukan Romawi dari mesir untuk kedua kalinya. Antara kedatangan mereka ke Iskandariah
sampai kaburnya mereka dari kota itu, sekali ini hanya selang beberapa bulan. Dalam waktu
yang begitu singkat Amr telah mampu mencapai tujuannya. Dengan kembalinya muslimin
dan pemerintahannya itu, sekali lagi rakyat Mesir merasa lega. Sekarang mereka merasa
senang dan tentram sekali setelah sebelum itu mereka melihat pihak Romawi menjarah harta
mereka. Sebaliknya sekarang, yang mereka lihat justru pasukan Muslimin mengembalikan
harta mereka yang dirampas itu kepada mereka, setelah berhasil merampas kembali harta itu
dari pasukan Romawi.6
Daerah front Timur, Usman dapat kembali menguasai wilayah Kabul, Gaznah, balk,
dan Turkistan bagian timur, selanjutnya sebagian wilayah Hurasan seperti Naisabur, Tus dan
Marw, didaerah Utara Muawiyah bin Abi sufyan, gubernur Syria menaklukkan Asia kecil
sampai Emmrebut Pualu Cyprus. Wilayah front Barat Abdullah bin Sa’ad, Gubernur Mesir
menerobos ke Tripoli dan menaklukkan sebahagian Afrika utara kota cartago terpaksa
membayar upeti kepada khalifah umat islam di Madinah7.
5
Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan. h. 69.
6
Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan. h. 75
7
Wahyuddin G, Kepemimpinan Khalifah Usman Bin Affan. h. 127
7
Sebagai catatan bahwa perluasan wilayah pemerintahan Islam bukan atas dasar
menganiaya, merampas, memperbudak tetapi karena rasa kemanusian yang ingin
membebaskan rakyat dari segala bentuk kezhaliman.
9
bisa
dilihat pada Abu A’la Al Maududi. Khilafah dan Kerajaan. Terj. Al Baqir. Mizan, Bandung, 1984. hal. 120
130. Juga Philip K. Hitti. History of The Arabs.Serambi, Jakarta, 2014. hal. 44
11
Soekama Karya. Op.cit. hal. 254
kekuasaannya melalui personal yang telah jelas dikenal baik karakteristiknya.12 Kemudian
juga karena adanya keluhan dari rakyat tentang perilaku wali-wali negeri sebelumnya. Hal ini
mengingat wilayah kekhilafahan pada masa Utsman semakin meluas. Demikian
juga tanggungjawab dakwah dimasing-masing wilayah tersebut.
Dalam Manajemen, mengangkat pegawai berdasarkan kekerabatan bukan hal yang
salah. Kemungkinan pengenalan karakteristik anggota keluarga jelas lebih baik dibandingkan
melalui seleksi dari luar keluarga. Jika hal tersebut menyangkut kinerja dan harapan
ketercapaian tujuan dimasa mendatang jelas pemilihan bawahan dari pihak keluarga tidak
bertentangan dengan sebuah aturan apa pun. Artinya secara mendasar nepotisme sendiri
bukan merupakan sebuah dosa. Namun demikian kata “nepotisme” dewasa ini telah
mengalami perubahan makna yang substansial menjadi bermuatan negatif. Bukan hanya bagi
Indonesia, namun bagi sejumlah negara “pendekatan kekeluargaan” tersebut telah menempati
urutan teratas bagi kategorisasi “dosa-dosa politis” dari sebuah rezim kekuasaan.
Oleh karena itu maka penjelasan bahwa pemilihan anggota keluarga dan sanak saudara
untuk menempati struktur kepemimpinan dalam kasus khalifah Utsman dengan rasionalisasi
pengenalan karakteristik, jelas kurang relevan diterapkan pada masa ini, walaupun bukan
berarti tidak benar. Maka salah satu jalan yang harus dilakukan guna membedah isu seputar
nepotisme ini adalah melalui cross check sejarah terhadap masing-masing anggota keluarga
Utsman yang terlibat dalam kekuasaan.
Perlu diketahui, bahwa peristiwa terbunuhnya Utsman merupakan akibat dari tuduhan
yang menyebutnya berlaku nepotis. Para sejarawan mengemukakan sebab-sebabnya sebagai
berikut. Pertama, menyalahgunakan uang negara yang diberikan kepada keluarga. Kedua,
pengangkatan para kepala daerah dari keluarga Utsman. Seperti tidak wajar jika Utsman yang
disalahkan dalam hal pengangkatan Muawiyah sebagai Amir Syam. Alasannya ia diangkat
oleh Umar bin Khathab yang menjadi Khalifah sebelum Utsman.13
11
Mesir yang Baru) dan membunuh Utsman bin Affan yang sedang membaca al-Qur‟an.
______________________
14
HR.Ibnu Abi Syaibah dalam Al-Mushannaf 15/203, Ibnu Sa’ad dalam Ath-Thabaqaat 3/71 dan
sanadnya hasan
Dalam riwayat lain, disebutkan yang membunuh adalah Aswadan bin Hamrab dari Tujib,
Mesir. Riwayat lain menyebutkan pembunuhnya adalah al Ghafiki dan Sudan bin Hamran.
Beliau wafat pada bulan haji tahun 35 H dalam usia 82 tahun setelah menjabat sebagai
Khalifah selama 12 tahun.
Sungguh tragedi pembunuhan terhadap khalifah usman bin affan merupakan sebab
terjadinya banyak fitnah. Tragedi tersebut merupakan awal munculnya fitnah ditengah umat
ini, hingga berubahlah hati-hati manusia, nampak kedustaan dimana-mana, mulainya
penyimpangan dari Islam baik dalam aqidah, dan syariat. Sungguh pembunuhan terhadap
Utsman merupakan sebab utama terjadinya banyak fitnah dan karenanya umat ini terpecah
belah hingga hari ini.15 Dari Abu Utsman An-Nahdhi bahwasanya Abu Musa al-Asy’ari ra.
berkata :“Seandainya pembunuhan terhadap Utsman itu benar maka umat ini akan memeras
susu, akan tetapi hal itu adalah kesesatan, oleh karena itu umat Islam memeras darah”. 16 Ibnu
Asaakir meriwayatkan dengan sanad kepada Samurah bin Jundub Radhiyallahu ‘anhu, beliau
berkata : “Sesungguhnya Islam dahulu dalam benteng yang kokoh, akan tetapi mereka
melubangi benteng Islam tersebut dengan pembunuhan terhadap Utsman. Mereka
menggoreskan goresan dan tidak dapat menutupnya kembali sampai hari kiamat. Dan
penduduk Madinah dahulu memiliki kekhalifahan, tapi mereka mengeluarkannya, dan tidak
akan mungkin kembali lagi kepada mereka.17
12
______________________
15
Muhammad Amahzun, Tahqiq Mawaqifish shahabah fil fitnah ( Dar as – Salam, 2010 M) 1/483
16
Muhammad Amahzun, Tahqiq Mawaqifish shahabah fil fitnah, juz 2, h. 31.
17
Muhammad Amahzun, Tahqiq Mawaqifish shahabah fil fitnah, h., 32.
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa proses pengangkatan Usman bin Affan
sebagai Khalifah ketiga dengan jalur formatur atau majelis syura yang dibentuk Umar bin
Khattab diakhir-akhir kehidupannya, peserta majelis itu adalah enam orang sahabat ra., yang
kemudian satu demi satu mengundurkan diri sehingga tersisa Ali bin Abi Thalib dan Usman
bin Affan, setelah mengajukan beberapa pertanyaan dan komitmen kepada Usman bin Affan,
akhirnya Ali bin Abi Thalib membai’at Usman bin Affan sebagai Khalifah disusul seluruh
sahabat yang lainnya. Hal ini terjadi pada bulan Muharram tahun 24 H.
Pelaksanaan kepemerintahan khalifah Usman bin Affan menuai hasil yang sangat banyak
diantaranya perluasan wilayah dengan menguasai Kabul, Gaznah, balk, dan Turkistan bagian
timur, selanjutnya sebagian wilayah Hurasan, Asia kecil ke Tripoli dan Afrika Utara, dan
paling utama adalah pengumpulan al Quran dalam bentuk mushaf yang masih terjaga sampai
saat ini.
Semua tuduhan-tuduhan keji yang ditujukan kepada ‘Utsman dengan mengatasnamakan
sahabat adalah tuduhan yang tidak jelas asal- usulnya. Maka kejadian tragis yang menimpa
‘Utsman adalah murni dari kezaliman yang dilakukan oleh para pembunuhnya dan tidak ada
sedikitpun disebabkan kesalahan yang dilakukan oleh ‘Utsman. Maka kesimpulan yang
selama ini dipercaya, bahwa ‘Utsman terbunuh karena kesalahannya sendiri yang rakus dan
nepotis, merupakan kesimpulan yang keliru.
B. Saran
Tentunya terhadap penulis sudah menyadari jika dalam penyusunan makalah di atas masih
banyak kesalahan serta jauh dari kata sempurna. Adapun nantinya penulis akan segera
melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan pedoman dari beberapa
sumber dan kritik yang bisa membangun dari para pembaca.
14
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Husain Haekal, Usman bin Affan (Cet. V; Bogor: Pustaka litera Antarnusa,
2007), h. 244-245
Abdul Halim al-‘Afifi, Mausu’ah Alf Huduts Islami.., h. 86-87. Lihat pula Muhammad Sa’id
Ramadhanal-Buthy, Sirah Nabawiyah Analisis…. h. 491
15
16