2.1 Pengertian
Kartu Plastik adalah kartu yang diterbitkan oleh bank atau perusahaan tertentu yang
dapat digunakan sebagai alat pembayaran atas transaksi barang atau jasa, menjamin keabsahan
cek yang dikeluarkan, dan untuk melakukan penarikan uang tunai. (Siamat, 2005: 633)
Kartu kredit juga merupakan Kartu Plastik yang diterbitkan oleh suatu institusi yang
memungkinkan pemegang kartu untuk memperoleh kredit atas transaksi yang dilakukannya dan
pembayarannya dapat dilakukan secara angsuran dengan membayar sejumlah bunga (finance
change) atau sekaligus pada waktu yang telah ditentukan.(Ibrahim, 2004:11)
Penggunaan istilah kartu kredit sebenarnya menimbulkan kerancuan karena istilah
tersebut sering dimaksudkan pula untuk jenis-jenis kartu lainnya yang tidak selalu berkaitan
dengan fungsi kartu kredit. Oleh karena itu, istilah yang tepat digunakan adalah Kartu Plastik
(Plastic Card). Dalam pembahasan bab ini, istilah kartu kredit diartikan pula sebagai Kartu
Plastik. Perkembangan bisnis kartu kredit sejak diperkenalkannya dapat dikatakan sangat pesat.
Perkembangan tersebut sesungguhnya disebabkan oleh beberapa faktor yang ditawarkan, antara
lain keamanan, kenyamanan, kemudahan, dan faktor lainnya yang cukup penting, yaitu adanya
unsur prestise bagi pemegangnya. Namun, unsur tersebut perlahan-lahan menjadi semakin pudar
sejalan dengan makin memasyarakatnya penggunaan Kartu Plastik dalam transaksi jual beli.
2.2 Perkembangan Kartu Plastik
Jauh sebelum digunakannya Kartu Plastik sebagai alat pembayaran dalam melakukan
transaksi jual beli yang kita kenal selama ini, Edward Bellamy seorang pengacara Amerika yang
beralih profesi menjadi wartawan, menulis sebuah buku pada tahun 1887 yang diterbitkan
setahun kemudian dengan judul Looking Backward dan kemudian menjadi salah satu buku
terlaris pada masanya. Dalam buku tersebut Bellamy mengambil set cerita di Boston, Amerika
Serikat untuk tahun 2000. Dalam salah satu dialognya disebutkan bahwa pada tahun 2000
(seratus tiga belas setelah penulisan buku tersebut), uang sebagai alat pembayaran akan tergeser
dengan kartu kredit dimana pemegangnya dapat memenuhi seluruh kebutuhannya dengan
menggunakan kartu tersebut. (Siamat, 2005: 633)
Prediksi Bellamy di atas, ternyata tidak perlu menunggu waktu selama itu untuk
membuktikan kebenarannya karena pada tahun 1950-an atau 63 tahun kemudian penggunaan
kartu kredit telah dimulai dan terjadi secara kebetulan di suatu restoran di New York, Amerika
Serikat. Seorang pengusaha yang cukup terkenal mengundang mitra bisnisnya untuk makan
bersama sambil melakukan negosiasi. Begitu selesai acara makan malam dan siap-siap untuk
pulang, pengusaha tersebut sangat terkejut karena baru menyadari kalau ia tidak membawa
dompet sama sekali. Dengan perasaan yang teramat malu, pengusaha tadi memberikan kartu
identitasnya kepada restoran tersebut sebagai jaminan untuk kemudian dapat ditagih di kantornya
pada esok harinya. (Siamat, 2005 : 633-634)
Kejadian tidak terduga yang dialami pengusaha tersebut yang bernama Frank McNamara
mengilhaminya untuk menciptakan suatu mekanisme pembayaran dengan menggunakan
instrumen kartu. Metode pembayaran transaksi dengan menggunakan kartu tersebut jauh lebih
aman dan praktis dibandingkan dengan membawa dan menggunakan uang tunai. Kartu Plastik
pertama yang dikeluarkan dan dirintis oleh pengusaha yang bersangkutan, dikenal dan digunakan
sampai saat ini adalah Diners Club. Penggunaan Kartu Plastik untuk pembayaran sebagai
pengganti uang tunai sejak saat itu semakin banyak. Pada awal-awal diperkenalkannya, Kartu
Plastik ini pemakainya terbatas pada kalangan tertentu. Namun beberapa dekade kemudian,
industri Kartu Plastik mengalami perkembangan pesat mengikuti keberhasilan Diners Club.
Kartu Plastik terutama memasuki akhir 1970-an, telah merambah hampir ke seluruh bagian
dunia, termasuk Indonesia. Kartu Plastik yang paling umum digunakan oleh masyarakat dan
berlaku Internasional saat ini terdiri atas berbagai merek antara lain yang sangat popular adalah
Visa dan Master Card, yang masing-masing dikeluarkan oleh perusahaan kartu kredit Visa
Internasional dan Mastercard Internasional.(Siamat, 2005 : 634)
2.8 Pendanaan
Masalah pendanaan bagi kelanjutan usaha perusahaan kartu kredit merupakan
pertimbangan yang cukup krusial, lebih-lebih untuk masa-masa puncak, misalnya menjelang dan
setelah periode hari raya. Karena umumnya perusahaan kartu kredit membayar merchantnya
relative cepat, maka likuiditas perusahaan kartu kredit akan terpenuhi. Sehubungan dengan itu,
perlu dilakukan perhitungan mengenai total kebutuhan dana untuk membiayai puncak
permintaan pada saat tertentu, dengan mempertimbangkan margin yang cukup aman terhadap
maksimum puncak pembelian dan maksimum permintaan kredit. (Siamat, 2005 : 640)
Berdasarkan pengalaman-pengalaman pada tahun-tahun sebelumnya, pada dasarnya
dapat diperkirakan rata-rata permintaan kredit pada waktu puncak. Kemudian jumlah kebutuhan
dana untuk memenuhi permintaan kredit dapat dinegoisasikan dengan banknya berdasarkan
pembiayaan yang dilakukan oleh perusahaan kartu dari sumber dana jangka panjang, misalnya
modal dan cadangan. Selanjutnya, selisih antara permintaan kredit pada masa-masa puncak
dengan pada masa rata-rata dapat dibiayai dengan pinjaman jangka menengah dari bank, yang
biasanya berupa fasilitas credit line yang diberikan bank. Namun umumnya, banyak perusahaan
kartu sangat tergantung dari perusahaan induknya untuk mendapatkan pendanaan.
Untuk menjaga keseimbangan keuangan akibat dari pendanaan, perusahaan kartu kredit
harus memperhatikan gearing ratio-nya, yaitu hubungan antara modal perusahaan sendiri dengan
total kewajibannya. Posisi gearing ratio bagi perusahaan kartu kredit yang umum dipertahankan,
khususnya bagi perusahaan kartu kredit yang bukan anggota grup perusahaan besar, berkisar
antara 5:1 atau 15:1. Artinya total pinjaman adalah 5 kali atau 15 kali dari modal sendirinya.
Semakin tinggi gearing ratio semakin besar kemungkinaan perusahaan mengalami kesulitan
keuangan.