Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PRAKTIKUM

ILMU PENYAKIT VIRAL DAN VIROLOGI VETERINER

Acara IV: PCR DAN ELISA

Disusun oleh :

Nama : Audrey Tabitha Gracia

NIM : 18/423969/KH/09594

Kelompok : 4

Asisten : Jasmine Rizal Saphire

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN

UNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA

2020
I. Tujuan Praktikum

1. Mengetahui prinsip kerja PCR


2. Mengetahui komponen yang dibutuhkan dalam PCR
3. Mengetahui interpretasi PCR pada elektroforesis
4. Mengetahui prinsip kerja ELISA
5. Mengetahui jenis-jenis ELISA dan kegunaannya

II. Hasil Praktikum


No. Gambar Keterangan+ fungsi
1. Satu sdkkat elektroforesis DNA, terdiri dari:
1. Power supply: sumber listrik
2. Gel agarose dengan control positif dan
sampel di dalamnya
3. Tangki elektroforesis: tempat
mengalirkan listrik dan menaruh medium
elektroforesis

DNA akan bergerak dari elekroda


bermuatan negatif atau anion ke elektroda
bermuatan positif atau kation
2. • K+ (control positif): The La Sota live
ND vaccine
• K- (control negatif): Nuclease Free
Water
• Sumuran 1: marker yaitu GeneRuler
100bp DNA Ladder, untuk
memperkirakan ukuran base pair
Gambar 1. Hasil Amplifikasi Genom
• Sumuran 2,3,4,5: sampel NDV dari
NDV (Shanmuganathan dkk., 2017)
organ trachea, pulmo, lien hewan yang
akan diuji
• Sumuran 2,3,4, dan 5 menunjukkan
terdapat band pada 565 base fragmen
gen F dari NDV. Hasil ini dam ajika
dibandingkan dengan K+ artinya hasil
pengujian positif.
(Shanmuganathan dkk., 2017)
3. - Pelat yang digunakan untuk uji
ELISA disebut ELISA plate atau
cawan ELISA. Pelat ini terbuat dari
bahan polystyrene.
- Pada dasar pelat, terdapat substrat
pengikat antigen antibodi di
permukaannya yang memiliki
molekul-molekul yang bermuatan
positif.
4. Alat tersebut merupakan Microtiter Plate
Reader. Alat ini digunakan untuk membaca
absorbansi dari warna yang dihasilkan di
sumur ELISA plate, kemudian data dikirim
ke computer.
III. Pembahasan
Jawab pertanyaan dibawah ini dalam bentuk narasi ilmiah yang didukung
dengan sumber pustaka seperti jurnal, text book, dll.
A. Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR adalah suatu teknik sintesis dan amplifikasi DNA secara in vitro yang
melibatkan beberapa tahap yang berulang (siklus) serta terjadi duplikasi jumlah target
DNA untai ganda pada setiap siklusnya (Yustinadewi, dkk., 2018). Menurut Leboffe &
Pierce (2011) PCR merupakan metode yang relatif sederhana dalam mengamplifikasi
(menggandakan/copying) molekul DNA, bahkan yang jumlahnya sedikit. PCR dapat
digunakan untuk berbagai kepentingan misalnya penelitian, diagnostik, dan forensik.
Prinsip dasar PCR yaitu, DNA beruntai ganda yang akan diamplifikasi, lalu
dipisahkan untainya dengan panas (denaturasi) kemudian direplikasi menggunakan
nukleotida bebas, dua primer yang dibuat secara komersial, dan polimerase. Primer
dipilih untuk melengkapi opposite strands dari molekul DNA, dengan menempel dan
mengapit area yang akan direplikasi (anneling). Enzim DNA Polymerase kemudian
bisa melalukan replikasi (extension) dengan memasangkan nukleotida bebas ke basa
komplementer di templatenya dan membuat salinan yang diinginkan. (Leboffe &
Pierce, 2011)
Secara umum PCR akan melakukan amplifikasi pada target yang diperoleh dari
rangkaian siklus yang repetitif. Proses PCR terjadi pada suhu tertentu disebut Thermal
Cycle. Prosesnya yaitu pre denaturasi 95°C selama 7 menit, kemudian denaturasai
95°C selama 45 detik, annealing 47 °C —53 °C (gradient) selama 45 detik, dan yang
terakhir yaitu Extensi 72 °C selama 45 detik ulangi sebanyak 35 siklus (Yuenieni,
2019)
Komponen- komponen yang diperlukan pada proses PCR adalah template
DNA; sepasang primer, yaitu suatu oligonukleotida pendek yang mempunyai urutan
nukleotida yang komplementer dengan urutan nukleotida DNA template. Primer
berfungsi sebagai pembatas fragmen DNA target yang akan diamplifikasi sekaligus
menyediakan gugus hidroksi (-OH) pada ujung 3’ yang diperlukan untuk proses
eksistensi DNA; dNTPs (Deoxynucleotide trifosfat); buffer PCR; magnesium klorida
(MgCl2) dan enzim polimerase DNA untuk replikasi DNA (Yustinadewi, dkk., 2018)
Elektroforesis biasanya digunakan pada biologi molekuler dan merupakan
langkah setelah sampel dilakukan PCR. Pada praktikum acara IV dilakukan
elektroforesis menggunakan gel agarose yang memiliki diagram pori beragam mulai
dari 100 hingga 300 nm yang tergantung pada konsentrasi dari gel. Menurut Sudjadi
(2008) prinsip elektroforesis DNA yaitu, molekul yang terlarut dalam medan listrik
akan bergerak atau migrasi dengan kecepatan yang ditentukan oleh ratio muatan massa.
Elektroforesis melalui gel agarose atau poliakrilamid merupakan metode standar dalam
pemisahan, identifikasi, dan pemurnian fragmen DNA. Menurut Yuenieni (2019), gel
agarose sebagai penghalang migrasi DNA dibuat dengan cara:
1) 2 gram agarose ditimbang
2) Ditambahkan 100ml TBE 0,5 X
3) Dikocok, lalu dipanaskan menggunakan microwave selama 2 menit sampai
larutan terlihat jernih
4) Larutan ditunggu hingga mencapai suhu 50°C-60°C
5) Ditambahkan 2 uL florosafe lalu dicampurkan
6) Larutan kemudian dituang ke dalam cetakan gel yang sudah terpasang
7) Agarose gel ditunggu hingga mengeras, kurang lebih 30 menit

Gambar tersebut merupakan hasil RT-PCR dielektroforesis pada gel agarose 1.5%
diwarnai dengan ethidium bromida. M merupakan marker, sumuran 1 diisi dengan
kontrol positif. Dari hasil tersebut, jika dibandingkan dengan marker maka dapat
diinterpretasikan bahwa terdapat pita-pita DNA yang diisolasi dari sampel 1-5 dan
gen yang diamplifikasi berada pada ukuran 600 bp. Menurut Nugroho & Rahayu
(2018), elektroforesis DNA digunakan untuk memisahkan sampel DNA
berdasarkan ukuran (berat molekul) dan struktur fisik molekul. Semakin besar
ukuran molekul suatu DNA, semakin lambat migrasinya sepanjang agarosa dalam
proses elektroforesis. Karena berada pada 600bp, maka molekul DNA tersebut
berukuran kecil.
B. Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Laboratorium Mikrobiologi FKH UGM mendapat sampel 12 darah ayam yang
terduga ND, isolasi virus dan uji serologi disertai identifikasi molekuler menjadi
metode gold standard dalam identifikasi Virus ND. Uji serologis dilakukan untuk
mendeteksi antibodi terhadap Virus ND. Setelah melalukan preparasi, laboran
kemudian menyiapkan seperangkat ELISA kit yang diperlukan. Pada microplate
ELISA untuk 12 sampel tersebut terjadi perubahan warna karena sampel mengandung
antibody terhadap Virus ND. Laboran kemudian menuliskan laporan dan melaporkan
pada pihak yang terkait.
Secara umum, prinsip ELISA yaitu dengan mengandalkan antibodi kedua yang
berikatan dengan enzim, sebagai indikator reaksi antigen-antibodi. Uji ini digunakan
untuk mendeteksi antigen dalam sampel atau antibodi dalam sampel. (Leboffe & Pierce,
2011)
Laboran tersebut dapat mendeteksi antibody terhadap ND pada serum dengan uji
indirect ELISA. Prisip uji tersebut yaitu jika terdapat antibodi pada serum, antibody
akan bereaksi dengan lapisan antigen di sumur. Jika tidak ada, tidak ada reaksi yang
terjadi. Setelah serum ditambahkan, kemudian ditambahkan antiobodi kedua yaitu
imunoglobin antihuman antibody yang terkait dengan enzim. Saat ditambahkan ke
dalam sumur, ia mengikat antibodi dalam sampel, jika ada. Antibodi tidak terikat
dengan enzim kemudian dicuci untuk mencegah hasil positif palsu. Perubahan warna
akan terjadi, disebabkan oleh penambahan substrat enzim dan menunjukkan hasil tes
positif, dimana terdapat antibody dalam serum. (Leboffe & Pierce, 2011)
Menurut Hosseini, dkk. (2018) Terdapat 5 jenis ELISA yang biasanya digunakan,
dan memiliki tujuan berbeda-beda, antaralain direct, indirect, sandwich, double
sandwich, dan competitive.
1. Direct ELISA
Uji ini digunakan untuk mendeteksi dan mengukur
konsentrasi antigen dengan 2 tahap yaitu yang pertama
ikatan analit ke permukaan padat sumuran, dan
kemudian ditambahkan dengan antibody primer yang
sudah terhubung dengan enzim tertentu. Substrat dan
Stopping agent kemudian ditambahkan ke sumur dan
menghasilkan perubahan warna (Hosseini, dkk., 2018)
Gambar 1. Direct ELISA
Contoh Kit: Ingezim Gluten Hidrolizado
(Hosseini,dkk., 2018)
(Weiser, dkk., 2014)
2. Indirect ELISA
Uji ini digunakan untuk mendeteksi antigen dengan
tahapan yang mirip dengan direct ELISA. Namun
terdapat tambahan yaitu antibody primer di dalam
sumuran, dan digunakan antibody sekunder yang telah
berikatan dengan enzim tertentu. Substrat dan stopping
agent kemudian ditambahkan ke sumur dan
menghasilkan perubahan warna (Hosseini, dkk., 2018)
Gambar 2. Indirect ELISA Contoh Kit: Gluten Tox Sticks (Weiser, dkk., 2014).
(Hosseini,dkk., 2018)

3. Sandwich ELISA
Uji ini digunakan untuk deteksi antigen. Pengujian
sandwich, seperti namanya, "membungkus" analit
(antigen) di antara antibodi primer dan sekunder dari
kedua sisi. Antibody sekunder yang telah berikatan
dengan enzim tertentu akan mengikat substrat
menghasilkan perubahan warna bersama stopping agent
yang ditambahkan ke sumur (Hosseini, dkk., 2018)
Gambar 3. Sandwich ELISA Contoh Kit: GlutenTox ELISA Sandwich dan
(Hosseini,dkk., 2018) DAI Gliadin/Gluten ELISA (Weiser, dkk., 2014).
4. Double Sandwich ELISA
Uji ini dapat dilakukan untuk mendeteksi antigen maupun
antibody pada sampel, dan merupakan ELISA paling
spesifik, karena menjebak analit
di antara dua antibodi, yang diproduksi di dalam tubuh host
yang berbeda. Oleh karena itu, antibodi ini tidak mampu
mengikat satu sama lain dan pengikatan non-spesifik
diminimalkan. (Hosseini, dkk., 2018)
Contoh Kit: double-sandwich ELISA (Beijing Wantai)
(Qin, dkk., 2020)

Gambar 4. Double Sandwich ELISA

(Hosseini,dkk., 2018)

5. Competitive ELISA
Uji ini dapat dilakukan untuk mengetahui konsentrasi
antigen pada sampel. Dalam uji ini dua set eksperimen
dilakukan secara parallel. Percobaan pertama mengikuti
protokol indirect ELISA, sedangkan paralelnya digunakan
antibodi primer, yang sudah digabungkan dengan antigen
melalui inkubasi sebelumnya. Antibody yang telah berikatan
dengan antigen akan bersaing dengan antibody yang tidak
berikatan dengan antigen dalam memperebutkan antigen
yang terdapat dalam sumuran (Hosseini, dkk., 2018)
Contoh Kit: Gluten-Tec ELISA dan Ridascreen
Gambar 5. Competitive ELISA Gliadin competitive (Weiser, dkk., 2014).
(Hosseini,dkk., 2018)
IV. Kesimpulan (menjawab tujuan)
1. Prinsip kerja PCR yaitu menggandakan/copying molekul DNA untuk berbagai
kepentingan misalnya penelitian, diagnostik, dan forensic. Tahap dilakukan dengan
perubahan suhu disebut Thermal cycle terdiri dari pre-denaturasi, denaturasi,
anneling, dan extensi
2. Komponen yang dibutuhkan dalam PCR antara lain template DNA; sepasang primer;
dNTPs (Deoxynucleotide trifosfat); buffer PCR; magnesium klorida (MgCl2) dan
enzim polimerase DNA
3. Pada elektroforesis DNA, hasil PCR akan terlihat sebagai pita-pita DNA yang
dibandingkan ukurannya dengan Marker, lalu untuk mengetahui keberadaan gen
target, dicocokkan dengan control positif dan control negatif.
4. Prinsip kerja ELISA yaitu dengan mengandalkan antibodi kedua yang berikatan
dengan enzim, sebagai indikator reaksi antigen-antibodi. Kemudian, substrat akan
ditambahkan, sehingga berikatan dengan enzim dan menghasilkan perubahan warna.
Uji ini digunakan untuk mendeteksi antigen dalam sampel atau antibodi dalam sampel
5. Jenis jenis ELISA yaitu direct ELISA untuk deteksi antigen, indirect ELISA untuk
deteksi antibodi, sandwich ELISA untuk deteksi antigen, double sandwich ELISA
untuk deteksi antigen maupun antibodi, dan competitive ELISA untuk deteksi antigen

V. Daftar Pustaka
Hosseini, S., Vazquez-Villegas, P., Rito-Palomares, M., Sergio, O., Martinez-Chapa. 2018.
Enzyme-linked Immunosorbent Assay (ELISA) From A to Z. Singapore: Springer

Leboffe, M. J., dan Pierce, B. E. 2011. A Photographic Atlas for The Microbiology Laboratory.
Englewood: Marton Publishing

Nugroho, E. D., dan Rahayu, A. 2018. Pengantar Bioteknologi (Teori dan Aplikasi). Jakarta:
Deepublish

Qin, Y., Sha, R., Feng, Y., Huang, Y. 2020.Comparison of double antigen sandwich and
indirect enzyme- linked immunosorbent assay for the diagnosis of hepatitis C virus
antibodies. Journal of Clinical Laboratory Analysis vol. 34 (11): 1-6

Shanmuganathan, L., Anggoro, D. & Wibowo, M. H., 2017. Newcastle Disease Virus
Detection from Chicken Organ Samples Using Reverse Transcriptase Polymerase
Chain Reaction. Jurnal Sain Veteriner, 35(1), pp. 127-135.
Weiser, H., Koehler, P. & Konitzer, K., 2014. Celiac Disease and Gluten: Multidisciplinary
Challenges and Opportunities. San Diego: Elsevier.

Yustinadewi, P.D., Yustiantara P. S., Narayani, I. 2018. Teknik Perancangan Primer untuk
Sekuen Gen MDR-1 Varian 1199 Pada Sampel Buffy Coat Pasien Anak dengan LLA.
Jurnal Metamorfosa V(1): 105-111

Yuenieni. 2019. Langkah-langkah Optimasi PCR. Indonesian Journal of Laboratory vol. 1(3):
51-56

Anda mungkin juga menyukai