Anda di halaman 1dari 9

SEJARAH AWAL MASUKNYA ISLAM DI TANAH GAYO

1. Explanasi, Literature dan sejarah

Provinsi Aceh merupakan salah satu peradaban Islam tertua di Indonesia.

Kisah-kisah mengenai kebesaran Perlak, Samudra Pasai dan Aceh Darussalam ketika

membicarakan hampir selalu disinggung perkembangan Islam awal di Nusantara.

Yang perlu berdirinya diperhatikan, wilayah-wilayah tempat kerajaan-kerajaan itu

umumnya terletak di pesisir. Hingga hari ini, masyarakat belum banyak mengetahui

tentang bagaimana geliat perkembangan Islam dipedalaman Aceh. Melalui

historisitas Kerajaan Linge agaknya informasi yang masih gelap ini dapat terkuak.

Di Aceh Tengah, tepatnya di dataran tinggi Gayo, terdapat sisa-sisa

peninggalan kerajaan besar yang pernah berjaya di masanya. Munculnya kerajaan di

wilayah pedalaman Aceh ini dilatar belakangi oleh serangan terus-menerus dari

Sriwijaya yang menerpa Pantai Timur Aceh. Kerajaan Perlak yang berkedudukan di

sana mengalami kerugian besar atas serangan ini. Sebagian dari keluarga kerajaan

memutuskan untuk menuju ke wilayah pegunungan yang kini dikenal bernama Aceh

Tengah. Mereka inilah yang pertama kali mendirikan kerajaan Linge.

Versi lain menyebutkan bahwa munculnya Kerajaan Linge bersandar pada

legenda seorang pemuda bernama Adi Genali. Adi Genali merupakan anak seorang

nelayan yang berjodoh dengan putri Raja Rumbernama Putri Terus Mata. Mereka

membangun pemerintahan di suatu pulau bernama Buntul Linge. Rum, dalam

beberapa literatur klasik, kerap diasosiasikan dengan kesultanan Turki Usmani. Ini

1
membuka kemungkinan adanya interpretasi bahwa Kerajaan Linge masih mempunyai

hubungan dengan Turki Usmani.

Kerajaan Linge merupakan kerajaan besar yang berdiri akibat bertemunya

penduduk lokal dengan kaum pendatang. Genali atau Pangeran Genali berdiam

diwilayah Aceh Tengah, kemudian menikah dengan Putri Mata dari kerajaan Rum.

Kerajaan tempat asal sang putri, sekarang ini terletak di wilayah Turki. Dengan kata

lain, di masa lalu, sudah ada pertalian manusia antar benua yang menyebabkan

munculnya suatu pemukiman campuran yang sifatnya endemik, yakni merupakan

hasil leburan dari dua puak (suku) manusia. Corak keislaman masyarakat linge masih

berupa pencampuran ajaran islam dengan rancang bangun ritual lokal.

Prof. Dr. M. Dien Madjid meneliti tentang sejarah linge ini dengan metode

lisan. Metode ini merupakan serangkaian wawancara mendalam kepada narasumber

mengenai susatu topik sejarah.

2. Gagasan Masuknya Islam di Tanoh Gayo

a. Islam Masuk Dari Pesisir Ke Pedalaman

Aceh pra Islam telah menjadi salah satu tujuan dagang dunia. Di sebutkan

bahwa dimasa silam, yakni ratusan tahun sebelum masehi, telah ada hubungan

dagang antara Mesir dengan Aceh. Salah satu barang dagangan penting yang didapat

di Aceh adalah kapur barus, yang sejak lama menjadi kelengkapan bahan untuk

pembalseman para raja-raja Mesir, atau yang lebih dikenal dengan mumifikasi. Saat

itu, aceh dikenal pula dengan nama Pulau Perca.

2
Para pedagang dari Tanah Arab maupun India menampilkan diri dengan wajah

rupawan ditambah dengan kemulyaan hasil perdagangannya. Mereka adalah

pelanggan yang menguntungkan dan berhubungan akrab dengan penduduk lokal.

Lama- kelamaan penduduk Aceh semakin mengenal mereka, dan telah terbiasa

berhubungan dengan orang-orang Arab maupun India ini. setelah diawali dengan

suatu keakraban, maka perlahan ajaran Islam mulai diperkenalkan oleh para

pedagang Arab. Tanpa adanya paksaan, beberapa penduduk Aceh mulai

meninggalkan kepercayaan lama,yakni Hindu-Budha maupun penyembahan

terhadap alam (dinamisme) atau roh nenek moyang (animisme) kedalam agama yang

mengajarkaan penyembahan pada dzat yang Esa yakni Allah dan menjalankan

risalah-Nya melalui ajaran rasul-Nya, Muhammad SAW.

Perlak menjadi salah satu bandar dagang yang ramai di masa silam. Sebelum

kedatangan Islam, kerajaan ini telah menjadi salah satu kekuatan politik penting di

pesisir Aceh. Kerajaan ini hidup dari hasil perdagangan lokal maupun internasional.

Pada abad 8 M, datang serombongan armada dagang dari Tanah Arab yang

belakangan dinamakan armada Nakhoda Khalifah. Rombongan ini rupanya bukan

hanya terdiri dari para pedagang, melaikan juga para ulama dan bangsawan.

Kelompok kedua dan ketiga menumpangi kapal-kapal tersebut didorong oleh dakwah

Islam dan pencarian suaka politik, karena di tanah asal mereka sedang terjadi konflik

horizontal yang mengakibatkan mereka harus mencari tempat pengungsian yang

lebih aman.

Raja perlak memberikan jaminan keamanan dan tempat hidup yang layak

kepada para pedagang yang dating. Salah seorang pendatang yang Bernama Sayyid
3
Zainal Abidin kemudian di nikahkan dengan putri raja dengan syarat putri berpindah

keyakinan ke agama islam, anak dari pasangan ini kemudian menjadi raja islam

pertama kerajaan perlak sekaligus raja islam pertama di aceh.

Masuknya orang Islam di pentas pemerintahan, ikut membidangi sejumlah

kebijakan baru yang tidak ditemukan di masa sebelumnya, salah satunya adalah

pendirian lembaga pendidikan. Di masa Perlak, terdapat suatu lembaga pendidikan

Islam terkenal yang menjadi sentra dakwah dan pengajaran Islam bagi masyarakat

Aceh yang bernama Zawiyah Cot Kala. Lembaga pendidikan ini didirikan sekitar abad

10 M, dan menjadi satu-satunya tempat belajar Islam yang dimanfaatkan orang Aceh

untuk menambah pengetahuan agamanya. Dalam catatan lain disebutkan bahwa

zawiyah ini adalah lembaga pendidikan Islam pertama di Asia Tenggara.

Perkembangan masyarakat Islam yang massif di pesisir membawa dampak

pada fenomena serupa di pedalaman. Bandar Perlak menjadi corong bagi tersiarmya

Islam di wilayah dataran tinggi Tanah Gayo. Sejak masa yang belum diketahui,

kemungkinan semasa dengan Kerajaan Perlak, sudah ada beberapa orang yang

mendatangi Tanah Gayo dan memperkenalkan Islam ke penduduk lokal.

Kemungkinan ini masih bersifat dugaan, karena belum ditemukan bukti-bukti terkait

kedatangan Islam yang setidaknya berumur sezaman dengan Perlak (yakni abad 9 M)

atau yang mendekatinya. Kedatangan orang dari pesisir ke pedalaman Gayo biasanya

akan melewati jalur sungai. seperti Sungai Peusangan dan Jambo Aye. Sungai-sungai

tersebut menjadi jalur yang digunakan sejak masa yang lama. Koneksi yang terjalin

antara daerah pesisir dan pedalaman umumnya dipertalikan oleh kepentingan

berdagang.
4
Pandangan lain menyebutkan bahwa perkembangan Islam di Tanah Gayo

melewati tiga fase yakni:

1. Periode pertama tentang masuknya islam ke Gayo, berlangsung sekita abad 10 -

11 M.

Berdasarkan catatan Marco Polo, dinyatakan bahwa kedatangan Islam ke

Gayo jauh sebelum 1292, atau sekitar abad ke 10 - 12 M. Hipotesa ini bukan

didasarkan pada pelarian orang pesisir ke pedalaman, melainkan karena adanya

koneksi politis antara Kerajaan Perlak dengan Kerajaan Linge. Selain itu, dari

keterangan Marco Polo menunjukkan bahwa pada 1292, besar kemungkinan

kerajaan Linge telah menjadi kerajaan Islam. Anggapan ini bersandarkan pada

beberapa alasan. Pertama, Marco Polo sendiri mencatat bahwa rakyat asli daerah ini

memanggil rajanya Ghayo ghayo (Raja Gunung yang Suci). Pengertian suci di Sini

adalah orang yang takwa dan memungkinkannya menggapai derajat setingkat wvali

atau kekasih Tuhan. Alasan lain, jika dikatakan 1292 sebagai acuan waktu pertama

masuknya Islam ke Gayo, adalah sangat mustahil, sebab tidak mungkin secepat itu

telah berdiri kerajaan Islam.

2. Periode kedua, tentang proses akulturasi ajaran islam dengan ajaran nenek

moyang masyarakat gayo (awal abad 11 M – akhir abad 12 M)

Periode kedua, ditandai dengan masih lekatnya pengamalan ajaran Islam

dengan berbagai produk kepercayaan tradisi leluhur masyarakat Gayo. Percampuran

kedua sistem kepercayaan tersebut masih sangat kental terasa. Dalam periode ini.

meskipun sudah menyatakan keislamannya, tetapi praktek ritual tradisional masih

tetap digunakan. Diera ini pula, sebagian


5 masyarakat Gayo belum bisa melepaskan
diri dari pemulyaan berlebih-lebihan dianggap keramat terhadap benda-benda yang

seperti batu-batu besar, mata air, sungai, dan kuburan. Ajaran yang dianggap

menyimpang dari ketentuan agama juga pekat menyelimuti berbagai Sistem

pengobatan tradisional, seperti penggunaan tangkal dan jimat. Pengaruh ajaran

Islam hanya terlihat pada kulit luarnya saja. Bahkan, pada periode kedua ini, disinyalir

banyak orang Gayo yang belum memeluk Islam.

3. Periode ketiga, berdirinya kerajaan linge (awal abad 12 M – akhir abad 14 M)

Menurut beberapa referensi, baik terkait versi tentang asal-usul nama Gayo,

ataupun tentang Linge, menunjukkan bahwa Kerajaan Linge sudah ada jauh sebelum

masuknya Islam ke Aceh. Ditinjau dari situasi dan kondisi geografisnya, awalnya,

kerajaan ini merupakan kerajaan tradisional yang dikategorikan sebagai kerajaan

agraris . Pasca terhubungnya kawat diplomatik dengan Kerajaan Perlak, saat itu pula

sekitar tahun 1292, Kerajaan Linge berubah menjadi kerajaan Islam.

Pada periode ini kemungkinan besar orang Gayo secara keseluruhan telah

menyatakan diri sebagai Muslim. Sistem pendidikan Islam tradisional seperti joyah

juga mulai menegang peranan penting, Kesadaran beragama masyarakat sudah mulai

meningkat, ajaran kepercayaan nenek moyang yang berseberangan dengan Islam

sudah mulai ditinggalkan. Dalam periode inilah sepertinya ajaran Islam telah berurat

akar dalam sistem adat istiadat Gayo. Nafas keislaman sudah mulai terasa dalam

beragam upacara adat. Islam sudah dijadikan landasan dalam pelaksanaan hukum

adat. Hal inilah yang kemudian melahirkan sebuah ungkapan Gayo yang dikenal

istilah “hukum urum edet lagu jet urum sipet." Artinya, hukum dengan adat seperti

zat dengan sifat Allah di mana keduanya tidak bisa dipisahkan.


6
Hukum yang dimaksud di atas adalah segala peraturan tertulis yang

bersumber langsung dari al Quran dan Sunnah. Sedangkan edet adalah hukum yang

tidak tertulis, tetapi tetap berdasarkan al-Qurat menjelang akhir periode dan hadis.

Selanjutnya, akhir periode kedua ini ditandai dengan munculnya perseteruan antara

hukum adat dengan hukum Islam itu sendiri.

b. Genali dan Adi Genali

Genali merupakan tokoh yang memperkenalkan agama Tauhid, yang

termasuk dalam ajaran Islam. la berasal dari Rum atau Turki. Ketika ia datang ke Aceh

Tengah, Aceh masih diliputi air, yang terlihat hanyalah dua pulau, yakni Serule dan

Buntul Linge. Belakangan ada yang berdatangan dan menetap di kediaman Genali

hingga membentuk Suatu perkampungan. Mereka semua beragama Tauhid, sudah

mengenai Tuhan yang esa, namun belum menjalankan syariat Islam.

Genali memiliki nama asli yakni Galem. Ia merupakan penghuni pertama

Buntul Linge. Suatu Ketika ada rombongan pelaut yang mendengar sayup-sayup

suara tidak terdengar dari pulau yang didiami Genali. Setelah dilihat sepintas, mereka

tidak melihat seorang pun di pulau itu, kecuali hanya suaranya saja. Oleh sebab itulah

orang itu dinamakan Genali, yang dalam Bahasa Gayo berarti "mencari", Tidak lama

berselang, Genali menikah dengan seorang perempuan bernama Jurjam yang disebut

juga Putri Kaca atau juga Terus Mata. Tempat yang didiami Genali perlahan-lahan

semakin ramai oleh pendatang dan sejak itu ia mendirikan kerajaan Linge.

Selain menjalankan roda pemerintahan, Genali juga menampilkan diri sebagai

penyebar ajaran lslam. Perlu diketahui, ajaran Islamn yang diperkenalkan ke

penduduk bukan dengan model masa kini,


7 yakni penekanan pada aspek ibadah ritual
(syariat), melaikan iarahkan para pengenalan Tauhid, yakni bertuhan dengan suatu

dzat tunggal. Genali belum memperkenalkan umat yang dipimpinnya untuk salat,

puasa, zakat, atau pergi haji, melainkan hanya dengan ketetapan hati bahwa

sesungguhnya mereka mempunyai Tuhan yang satu dan wajib diagungkan. Ajaran

inilah yang dikenal dengan ajaran Tauhid.

Terdapat perdebatan yang cukup serius Ketika membicarakan sosok Genali

dan Adi Genali. Disebutkan bahwa Genali atau Bujang Genali berbeda dengan Adi

Genali. Keduanya saja sudah masih mempunyai kekerabatan, hanya berselang

beberapa generasi. Genali yang dimaksud dikenal riwayatnya saat Buntul Linge

adalah sosok yang pertama kali dikenal sebagai asal Kerajaan Linge. Sedangkan Adi

Genali, merupakan penyebar agama lslam Yang juga berasal dari Rum (Turki) yang

mempunyai tugas menetapkan dan menjaga ajaran Islam di Aceh Tengah agar jangan

sampai hilang. Sultan Turki mengutus Adi Genali untuk membendung pengaruh

kekuatan Hindu-Budha di pedalaman Aceh.

Jika Genali mengajarkan penduduk Gayo agama Tauhid maka Adi Genali

memperkaya pengajaran Islam di Gayo dengan materi yang condong ke arah syariat.

Secara bertahap, ia mengajarkan penduduk Gayo untuk dapat mendirikan salat,

membiasakan diri berpuasa di bulan ramadhan, serta berbagai bentuk ibadah wajib

dan sunnah lainnya.

c. Bentuk Ajaran Islam Awal

Ajaran Islam Gayo menitik beratkan pada pengenalan akan zat Tuhan. Saat

itu, kemungkinan besar belum ada pengajaran beragam ritual ibadah Islam,

sebagaimana yang ditemukan sekarang ini,


8 Semuanya masih sederhana, namun tidak
berarti pemahaman orang Gayo akan realitas kosmologisnya masih rendah atau tidak

mendalam.

Jika berkunjung ke Buntu Linge, maka peziarah akan mendapati batu nisan

Genali yang berpahatkan aksara Arab bertuliskan la ilaha illallah yang artinya tidak

ada Tuhan yang patut disembah kecuali Allah. tidak adanya kata

Muhamaddarrasulullah, yang artinya Nabi Muhammad utusan Allah, sebagaimana

yang lazim ditemukan atau dijumpai dalam perkataan serupa pada lazimnya. Ini

membuktikan bahwa Genali hanya mengajarkan orang Gayo mengenal Allah, dan

belum sampai pada pengungkapan ajaran-ajaran berupa ritual peribadatan

sebagaimana yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam hadis-hadisnya.

Anda mungkin juga menyukai