Anda di halaman 1dari 14

TEKNOLOGI ASISTIF SEBAGAI MEDIA PEMBELAJARAN

BAHASA INDONESIA SISWA BERKEBUTUHAN KHUSUS

Muhammad Afnani Alifian


Universitas Negeri Malang
muhammad.afnani.2202118@students.um.ac.id

Azizatuz Zahro'
Universitas Negeri Malang
azizatuz.zahro.fs@um.ac.id

Didin Widyartono
Universitas Negeri Malang
didin.fs@um.ac.id

Abstrak
Teknologi asistif merupakan piranti khusus yang berupa seperangkat teknologi dengan
mengacu pada kebutuhan individu siswa. Teknologi ini dapat digunakan guru bahasa
Indonesia sebagai penyedia akses untuk siswa di kelas inklusif. Penerapan teknologi asistif
diharapkan bermanfaat meningkatkan kemampuan siswa pada pembelajaran bahasa
Indonesia. Teknologi asistif dapat membantu siswa berkebutuhan khusus agar berperan
secara aktif dalam pembelajaran ketika menerima materi, proses pembelajaran maupun
evaluasi. Berdasarkan hasil studi pustaka didapatkan gambaran tentang penerapan
teknologi asistif dalam pembelajaran bahasa Indonesia untuk siswa berkebutuhan khusus
akan efektif jika dilakukan melalui proses yang sistematis. Mulai dari persiapan, model,
kerangka kerja, penerapan, dan evaluasi. Teknologi asistif memberikan aksesibilitas siswa
sehingga bisa lebih mudah saat memperoleh pembelajaran bahasa Indonesia. Selain itu,
teknologi asistif dapat membantu siswa berkebutuhan khusus agar dapat bekerja secara
mandiri, meningkatkan motivasi belajar, dan merasa memiliki hak sama dengan siswa
normal.

Kata Kunci: Teknologi asistif; bahasa Indonesia; siswa berkebutuhan khusus

PENDAHULUAN
Pembelajaran bahasa Indonesia di dominasi teks, mulai dari teks berita, teks sastra,
teks persuasif, maupun teks jenis lain. Pembelajaran bahasa Indonesia menjadi hak yang
harus diperoleh seluruh siswa, siswa dengan kondisi berkebutuhan khusus maupun siswa
normal pada umumnya. Kondisi kelas yang secara bersamaan berisi siswa normal dan siswa
dengan kebutuhan khusus disebut dengan kelas inklusi.
Pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa di kelas inklusi tentu berbeda dengan
pembelajaran kelas non pendidikan inklusi. Kelas inklusi artinya memadukan anak normal
dengan anak dengan kebutuhan khusus. Saat ini kelas inklusi telah masif diterapkan.

1 | Jurnal Hasta Wiyata Vol.6, No.2 Juli 2022


Penerapan kelas inklusi mengacu pada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional atau
Permendiknas Pasal 1 tepatnya pada Nomor 70, 2009 yang berisi tentang sistem
penyelenggaraan pendidikan. Pada pasal tersebut dijelaskan bahwa semua siswa dengan
kelainan, bakat istimewa, maupun potensi kecerdasan mengikuti pembelajaran di
lingkungan pendidikan bersamaan dengan siswa pada umumnya. Permendiknas tersebut
sudah diterapkan sejak tahun 2009 hingga saat ini, siswa dengan kebutuhan khusus berhak
mendapat pembelajaran setara ketika berada di lingkup pendidikan atau di dalam kelas.
Anak berkebutuhan khusus memiliki beragam jenis, menurut Peraturan Pemerintah
(PP) pada pasal 4 tahun 2014 nomor 157 bahwa siswa berkebutuhan khusus terdiri dari tuna
wicara, tuna laras, tuna rungu, tuna daksa, tuna netra, tuna grahita, lamban belajar, kesulitan
dalam belajar, autis, mengalami gangguan secara motorik, korban yang terjerat dalam
penyelewengan narkoba, dan memiliki kelainan. Sementara itu, menurut (Jalil et al., 2021)
siswa berkebutuhan khusus mengacu pada siswa yang memiliki gangguan penglihatan,
ketidakmampuan pendengaran, gangguan bicara, ketidakmampuan fisik atau disabilitas.
Siswa dengan kebutuhan khusus (with special needs) biasanya mengalami kesulitan
dalam berbagai proses pendidikan, bisa dari segi fisik, mental, sosial, maupun dari segi
emosional (Ratih et al., 2021) . Teknologi asistif menjadi piranti alat yang dirancang untuk
mempermudah seseorang pada situasi tertentu sehingga dapat memudahkan
penggunaannya. Teknologi asistif diterapkan dengan berpedoman pada instrumen, sistem
dan layanan yang sesuai pada berbagai kondisi kebutuhan khusus, sehingga dapat
membentuk suatu alat yang adaptif serta bermanfaat untuk meningkatkan keterbatasan
(Borg et al., 2011; WHO & UNICEF, 2022). Lancioni et al., (2012) menuliskan jika asistif
mengarah pada sejumlah layanan dan perangkat yang digunakan pada seseorang dengan
kebutuhan khusus. Selain itu, teknologi ini berkaitan dengan pendidikan dan rehabilitasi
khusus untuk mempermudah seseorang dengan kebutuhan khusus dengan lebih melakukan
aktivitas harian dan memiliki kualitas hidup yang akan lebih baik.
Teknologi asistif memuat terma cakupan luas, tidak terbatas pada satu alat bantu
saja. Dilansir dari WHO & UNICEF (2022) produk dari teknologi asistif meliputi berbagai
piranti yang dapat mempermudah penyandang kebutuhan khusus. Diantarinya, papan
pemberitahuan, buku dengan audio, buku dalam bentuk daring, papan, board game, kartu
yang berguna untuk melakukan komunikasi, serta alat lain yang serupa lain. Pada intinya
teknologi ini digunakan dalam rangka membantu penyandang kebutuhan khusus sehingga
lebih mudah dalam berkegiatan sehari-hari dan taraf hidupnya lebih baik. Perangka bantu
yang berpotensi besar membantu siswa berkebutuhan khusus dalam pembelajaran bahasa
Indonesia. Sehingga, dengan piranti tersebut diharapkan siswa mampu melakukan
pembelajaran secara baik dan lebih adaptif dalam menjalani kehidupan sehari hari.
Kajian pustaka ini dilakukan untuk membuat konsepsi teknologi asistif yang dapat
diimplementasikan untuk pembelajaran bahasa Indonesia siswa berkebutuhan khusus . Ada
sejumlah penelitian terdahulu yang relevan, diantaranya penelitian dari Suwahyo et al.,
(2022) berjudul Pemanfaatan Teknologi Asistif dalam Pendidikan Inklusif, penelitian
tersebut merupakan kajian literatur yang menghasilkan bahwa teknologi bantu atau asistif
sebagai perangkat dan layanan untuk mendukung siswa berkebutuhan khusus dalam
mengimbangi hambatan yang terjadi. Selanjutnya telaah yang dilakukan oleh Damayanto
et al., (2021) yang menghasilkan kesimpulan teknologi asistif belum maksimal diterapkan
pada sebagian besar sekolah, selain itu teknologi asistif yang digunakan masuk pada jenis
yang rendah sehingga kurang efektif.
Selain itu ada telaah dari Rosita et al., (2020) berjudul Teknologi Asistif Dalam
Pendidikan Inklusif, jenis penelitian studi pustaka yang menghasilkan temuan bahwa
teknologi asistif ketika diterapkan pada pendidikan inklusif memiliki fokus pada
pemakaian teknologi sebagai kiat berlatih siswa dan membantu siswa dalam pembelajaran.

2 | Jurnal Hasta Wiyata Vol.6, No.2 Juli 2022


Ada juga telaah dari Dapa (2022) kajian pustaka yang menghasilkan temuan bahwa
teknologi asistif sudah digunakan di bangku perkuliahan, namun untuk menunjang
efektivitas penggunaannya harus disertai pendampingan dan pembimbing secara berkala.
Penelitian tersebut berangkat dari permasalahan yang sama yaitu untuk memberi
perhatian khusus pada siswa yang memiliki keterbatasan. Namun, penelitian ini berbeda
dari segi materi yang disajikan. Jika penelitian sebelumnya melakukan pengkajian pustaka
pada sekolah inklusi secara umum, penelitian ini lebih spesifik pada pembelajaran bahasa
Indonesia secara umum. Penelitian ini berangkat dari dua permasalahan utama, 1)
Pemilihan teknologi asistif untuk pembelajaran bahasa Indonesia pada siswa berkebutuhan
khusus. 2) Menakar efektivitas penggunaan teknologi asistif pada pembelajaran Indonesia
bagi siswa dengan kebutuhan khusus.
Permasalahan akan diuraikan dengan kajian literatur baik dari buku induk (babon),
jurnal hasil penelitian, jurnal pemikiran, maupun artikel prosiding. Kemudian akan
diperoleh tiga hal: Pertama, definisi dan orientasi siswa dengan hambatan khusus di
sekolah pendidikan inklusif. Kedua, konsep implementasi teknologi asistif. Ketiga,
menakar efektivitas teknologi asistif untuk diterapkan pada pengajaran bahasa Indonesia.
Dari uraian tersebut, ada dua tujuan dilakukan kajian pustaka ini. Pertama, tujuan secara
teoritis agak membantu pengkaji untuk menambah wawasan tentang pembelajaran bahasa
Indonesia bagi siswa dengan kebutuhan khusus. Selain itu, berguna untuk penelitian
selanjutnya yang hendak melakukan telaah serupa. Kedua, manfaat secara praktis berguna
bagi guru untuk mengupayakan teknologi asistif yang tepat bagi siswa berkebutuhan dalam
pembelajaran bahasa Indonesia. Selain itu, siswa dengan kebutuhan khusus akan
mengalami kesetaraan, kenyamanan, dan keefektifan dalam mempelajari bahasa Indonesia
di kelas inklusi.

PEMBAHASAN
Pada pembahasan ini akan diuraikan telaah konseptual mengenai tiga terma pertama
tentang siswa yang dikategorisasikan siswa berkebutuhan khusus belajar, efektivitas
penggunaan teknologi asistif, dan terakhir konsep implementasi teknologi asistif dalam
pembelajaran bahasa Indonesia. Secara lebih rinci akan dijelaskan pada sub bab berikut ini.

Siswa Berkebutuhan Khusus


Siswa yang memiliki kebutuhan khusus cenderung berbeda daripada siswa normal.
Namun dalam kelas inklusif siswa dengan kebutuhan khusus disamaratakan dengan siswa normal.
Kurikulum di sekolah inklusi memerlukan beberapa modifikasi berdasarkan kebutuhan belajar
anak, salah satunya dengan penggunaan piranti teknologi di sekolah (Suardi et al., 2019).
Diahwati & Hanurawan (2016) menerangkan bahwa siswa dengan kebutuhan siswa adalah anak
yang mengalami suatu kesulitan tertentu apabila disandingkan dengan siswa sebaya yang normal.
Siwa berkebutuhan khusus merupakan seorang individu dengan hambatan dalam pembelajaran
yang disebabkan oleh faktor internal dan eksternal (Alnahdi, 2014).
Ada dua kategori siswa berkebutuhan khusus berdasarkan faktor penyebabnya. Pertama,
anak yang memiliki kebutuhan khusus karena kelainan permanen pada anak baik dari internal
atau fisik pada anak. Kedua, anak berkebutuhan khusus yang bersifat sementara kecacatan dari
faktor eksternal maupun yang diakibatkan oleh situasi lingkungan (Maryanti et al., 2021). Anak
yang berkebutuhan khusus secara permanen disebabkan faktor internal misalnya tuna rungu, tuna
wicara, tuna netra, dan yang lainnya. Siswa berkebutuhan khusus jenis ini lebih mudah untuk
diidentifikasi. Pada kasus siswa berkebutuhan khusus yang mudah dikenali pemberian layanan
maupun bantuan dapat dilakukan lebih mudah.
Namun banyak jenis siswa yang cukup sukar dikenali misalnya siswa dengan hambatan
sosial, belajar, maupun gangguan emosional (Lieung et al., 2021). Selain itu, siswa berkebutuhan

3 | Jurnal Hasta Wiyata Vol.6, No.2 Juli 2022


akibat faktor eksternal yang disebabkan lingkungan biasanya terjadi pada anak dengan kondisi
keluarga yang mengalami ketidakstabilan baik dari segi ekonomi, hubungan, maupun kehidupan
sehari-hari cukup sulit diidentifikasi. Namun, siswa dengan kebutuhan khusus tidak selalu masuk
pada golongan anak yang memiliki ketidakmampuan (Lieung et al., 2021). Ada jenis siswa yang
justru menunjukkan sebaliknya, salah satunya siswa dengan kecerdasan istimewa dan memiliki
bakat, mereka juga termasuk sebagai siswa dengan kategori memiliki kebutuhan khusus.
(Hermansyah et al., 2020) menjelaskan jika definisi siswa berkebutuhan khusus ini memiliki
cakupan luas. Anak-anak yang terlambat atau sukar dilakukan identifikasi ini yang sering kali
belajar di sekolah dengan pendidikan inklusi. Ketika mereka bersekolah pada pendidikan inklusi,
tentu guru harus mempunyai langkah persiapan maupun bekal diri. Guru juga harus siap akan
pemahaman materi maupun pemahaman hambatan dari masing-masing siswa sehingga dapat
memberi pelayanan yang sesuai (Komariyah et al., 2017).
Di Indonesia, sistem pendidikan telah mengalami pergeseran paradigma dari kedokteran
perspektif menuju perspektif sosial (Maryanti et al., 2021). Awalnya, pendidikan khusus anak-
anak dalam hal keterbatasan yang disebut juga sebagai SLB atau Sekolah Luar Biasa. Seiring
berubahnya paradigma ke perspektif sosial, para pendidik memandang anak dalam hal potensi
optimal siswa. Pergeseran paradigma dalam memandang pendidikan luar biasa telah membawa
perubahan pada sistem pendidikan khusus di Indonesia. Pemerintah Indonesia memberi
kesempatan yang sama pada semua siswa baik normal maupun dengan kebutuhan khusus untuk
memperoleh pendidikan jenjang sekolah (Ratih et al., 2021). Indonesia sebagai negara yang
menjunjung tinggi toleransi telah menerapkan pendidikan dengan kesamaan hak antara
siswa normal dan siswa berkebutuhan khusus. (Zahro et al., 2022) menjelaskan bahwa
pendidikan untuk semua orang perlu ditanamkan dalam pikiran semua orang. Setiap siswa
berhak mendapatkan pendidikan, salah satunya tentang pendidikan bahasa Indonesia yang
dirancang dengan adanya sistem pendidikan inklusi.
Penyelenggaraan pendidikan inklusif perlu disesuaikan dengan masing-masing kebutuhan
siswa (Herviani et al., 2019). Namun hal tersebut tidak menjadi pembeda secara substantif antara
siswa pada umumnya dengan yang memiliki kebutuhan khusus. Siswa dengan kebutuhan khusus
baik dari segi mental, fisik perilaku terlebih dari segi sosial harus dapat mengikuti pembelajaran
seperti halnya anak normal. Siswa dengan hambatan di sekolah dasar inklusif hendaknya
memperoleh pantauan dari guru, meski pada dasarnya tidak dibedakan hal itu agar pembelajaran
dapat berjalan sebagaimana mestinya. Konsep ini sejalan dengan pendapat dari Lamport et al,
(2012) yang menerangkan jika sekolah inklusi diartikan sebagai satu kesatuan sistem yang
memberi syaratkan siswa berkebutuhan khusus memperoleh pelayanan dari sekolah bersama
dengan teman sebaya di kelas biasa. Kesimpulan dari pendapat tersebut sekolah inklusi adalah
lembaga pendidikan yang terdiri dari siswa normal dan siswa kebutuhan khusus dengan ruang
lingkup sama tanpa ada perbedaan lingkungan, interaksi sosial, terlebih penerapan kurikulum.
Khabibah (2017) menjelaskan tentang cara ideal dalam penanganan masalah anak dengan
khusus khusus. Diantarnya melalui pengulangan konten materi, proses bimbingan secara intensif
yang bersifat privat, pemilihan waktu yang tepat ketika menyampaikan materi. Selain itu bisa juga
dengan membangun pemahaman dasar mengenai konsep. Cara lain dengan alat peraga dan alat
tunjuk yang mengandung efek visual. Visual lebih efektif daripada pembelajaran dengan ujaran
verbal saja, karena penyampaian definisi visual lebih sederhana. Terakhir dengan memahami gaya
belajar siswa, identifikasi dilakukan oleh guru mengacu pada kecenderungan siswa baik kinestesis,
audio, visual, maupun audio visual. Beberapa cara tersebut akan membantu guru dalam
menerapkan metode pembelajaran dan strategi pembelajaran tepat untuk siswa berkebutuhan
khusus.
Dari pemaparan konsep di atas, teknologi asistif akan efektif dengan beberapa ketentuan.
Misalnya dengan menyesuaikan pada lingkungan siswa dan kecenderungan individu siswa. Selain
itu penerapan teknologi asistif bisa efektif dengan bantuan dari pihak yang berada di luar sekolah

4 | Jurnal Hasta Wiyata Vol.6, No.2 Juli 2022


dan memiliki ikatan emosional dengan anak dalam hal ini adalah orang tua. Melalui teknologi
asistif yang dirancang oleh guru, siswa berkebutuhan khusus ketika berada di institusi dengan
konsep inklusif akan menyerap pelajaran dengan lebih mudah. Hal tersebut akan terwujud dengan
catatan, guru perlu memiliki cara khusus mulai dari menyiapkan teknologi yang tepat, pengamatan
pada siswa, pemilihan metode, hingga pemilihan strategi. Terkait konsep penerapan akan
diuraikan pada pembahasan berikut.

Konsep Implementasi Teknologi Asistif dalam Pembelajaran Bahasa Indonesia


Implementasi teknologi asistif dalam pembelajaran tidak dapat dilepaskan proses substansi
pembelajaran secara umum. Proses pembelajaran merupakan satu kesatuan kegiatan yang terjadi
di dalam kelas melibatkan guru maupun siswa. Proses pembelajaran secara umum menurut
(Masters, 2018) melibatkan tiga hal. 1) Standar kompetensi yang diterapkan agar mengetahui
kemampuan siswa, 2) Pemilihan metode yang tepat, 3) Pemantauan dan evaluasi pada tingkat
kemajuan yang sudah dicapai oleh siswa. Siswa yang memiliki kebutuhan khusus harus
diperlakukan dengan cara yang sama. Apalagi sekolah yang telah menerapkan kelas inklusi tiga
hal tersebut menjadi keharusan. Menurut Suwahyo et al, (2022) teknologi asistif dapat diterapkan
pada tiga area ketika proses pembelajaran, utamanya pada proses pengambilan keputusan seputar
pendekatan pembelajaran dan pengajaran.
Pembelajaran dalam konteks ini sudah dibatasi pada pembelajaran bahasa Indonesia yang
dominasi berisi materi teks. Pembelajaran Bahasa Indonesia meliputi empat keterampilan untuk
dikuasai yaitu keterampilan membaca, lalu berbicara, kemudian menulis, dan terakhir
keterampilan menyimak (Yulianto & Nugraheni, 2021). Menulis akan berguna bagi siswa dalam
mengasah kemampuan menelaah teks bacaan. Menulis akan berguna bagi siswa untuk merefleksi
hasil telaah bahasa dari sebuah teks. Menyimak membantu siswa dalam menelaah suatu ujaran
bahasa Indonesia yang berbasis teks. Sementara kemampuan berbicara untuk menyampaikan
pembacaan kembali dari teks bahasa Indonesia yang sudah diperoleh. Pada proses pembelajaran
teks bahasa Indonesia opsi yang dapat diterapkan oleh guru melalui buku teks mata pelajaran
bahasa Indonesia dari masing-masing sekolah, yang saat ini banyak dikenal dengan modul bahasa
Indonesia. Buku tersebut akan berguna untuk menstimulus siswa membaca teks, selain itu
membantu siswa dalam kemampuan membaca, menulis, berbicara, dan menyimak (Gustarie et al.,
2019; Widiatmoko et al., 2020).
Buku ajar yang ada di sekolah pada kurikulum saat ini disebut juga sebagai modul,
yang menjadi sumber belajar baik untuk guru maupun siswa. Modul merupakan bahan ajar
yang telah tersusun dengan pengaturan khusus, kemudian disajikan secara sistematis, rinci,
dan terpadu (Suwahyo et al., 2022). Namun berlandaskan buku modul saja belum cukup,
karena buku hanya pelengkap untuk pembelajaran bahasa Indonesia bagi siswa yang
mengalami hambatan. Selain itu, modul terkadang tidak sesuai dengan kebutuhan perangkat
materi yang akan diajarkan oleh guru. Fathia & Yerizon (2022) bahkan berpendapat bahwa
modul pembelajaran sekolah belum memiliki kesesuaian dengan rencana pembelajaran secara
umum. Modul yang ada belum melingkupi kompetensi dasar, standar kompetensi, indikator
capaian, terlebih belum sampai pada tahap sadar adanya kebutuhan pada siswa khusus.
Alasan modul yang kurang lengkap tersebut sehingga dibutuhkan piranti khusus
dalam menangani siswa dengan kebutuhan tertentu. Salah satu hal upaya dengan penerapan
teknologi asistif dengan beragam bentuknya. Berikut dipaparkan beberapa opsi teknologi
asistif yang dipandang peneliti cukup efektif diterapkan pada pembelajaran bahasa Indonesia.
Teknologi asistif berikut ini sudah teruji oleh penelitian sebelumnya pada mata pelajaran lain
yang diperuntukkan bagi siswa lamban belajar. Misalnya teknologi asistif yang berbasis audio
visual, menurut (Achadah & Yahya, 2020) media berbasis audio visual efektif diterapkan dalam
pembelajaran karena akan meningkatkan motivasi siswa sehingga lebih bersemangat saat belajar.
Selain itu, alat berbasis audio visual akan mempermudah siswa dengan kebutuhan khusus lebih

5 | Jurnal Hasta Wiyata Vol.6, No.2 Juli 2022


mudah ingat materi yang disampaikan oleh guru. Teknologi asistif berbentuk perangkat audio
visual dapat diterapkan misalnya pada pembelajaran teks berita. Teks berita yang menekankan
pada penguasaan menulis dan berbicara akan mudah diajarkan pada siswa berkebutuhan khusus.
Selain teknologi asistif berbentuk audio visual, penggunaan alat bantu seperti tablet dalam
pembelajaran akan efektif membantu siswa yang lamban belajar. Menurut Hassan & Mahmud
(2018) teknologi dari tablet merupakan sarana pembelajaran interaktif yang mampu
memanfaatkan perhatian anak siswa berkebutuhan khusus untuk berpartisipasi belajar. Fitur tablet
adalah desain intuitif yang membuat pengguna merasa nyaman untuk menggunakan perangkat.
Fitur multitasking yang berupa suara, animasi, teks dan warna telah meningkatkan keterlibatan
perhatian anak lamban belajar. Audio, grafik, dan kemampuan menyentuh dan menggesek layar
saat menyelesaikan kegiatan pembelajaran menunjukkan kesenangan dan kegembiraan bagi anak
lamban belajar. Penelitian dari Chmiliar & Anton (2015) membuktikan bahwa anak lamban
belajar mengalami peningkatan perhatian, mencipta percaya diri dan menikmati sesi belajar
mereka. Penggunaan teknologi tablet merupakan alat yang relatif canggih untuk pembelajaran
anak lamban belajar. Akibatnya, teknologi memiliki merangsang pembelajaran baru kepada anak
lamban belajar untuk bereksplorasi dan mendapatkan inspirasi untuk meningkatkan pembelajaran.
Keterlibatan teknologi tablet relatif membantu dan memfasilitasi anak lamban belajar untuk lebih
percaya diri sedang belajar. Hal ini mendorong anak lamban belajar untuk membangun rasa
percaya diri terhadap kemampuan dirinya sendiri dalam belajar.
Ada juga aplikasi bernama graphic organizer (GO) yang menurut Knight et al, (2013)
akan efektif diterapkan dalam membantu siswa dengan kesulitan saat hendak menuangkan ide
atau gagasan. GO merupakan seperangkat alat yang berupa gambar acak untuk diurutkan siswa
dengan kebutuhan khusus. GO diterapkan menyesuaikan pada materi pelajaran yang akan
diajarkan oleh guru. Teknologi asistif ini menurut Schenning et al, (2013)akan membantu siswa
dalam mengorganisir ide dengan gerakan tangan. Ide yang terorganisir tersebut dapat membantu
siswa dalam menulis, membaca ataupun saat berbicara.
Cara lain untuk penerapan teknologi asistif pada pembelajaran bahasa Indonesia
dengan media yang mempermudah terjalin interaksi antara siswa dengan guru, maupun antara
siswa dengan sebaya. Teknologi ini efektif untuk mengurangi hambatan belajar siswa dengan
kebutuhan khusus tertentu. Misalnya media yang menggunakan gambar grafis menurut Sri et
al, (2013) alat tersebut efektif sebagai teknologi bantu karena mendukung kelancaran
komunikasi di kelas. Gambar akan menstimulus siswa agar berimajinasi, sehingga mereka
terdorong untuk menuliskan teks bahasa Indonesia. Media yang juga efektif sebagai teknologi
asistif dalam pembelajaran siswa berkebutuhan khusus adalah wordwall. Media ini dapat
membantu siswa agar semakin termotivasi untuk belajar. Motivasi dan evaluasi hasil
pembelajaran bahasa Indonesia akan meningkat melalui wordwall. Wordwall masuk pada
kategori teknologi asistif karena menyediakan game berupa kuis interaktif yang kaya animasi
(Brameswari et al., 2022). Melalui piranti aplikasi ini guru akan mengetahui tingkat
kemampuan individu siswa karena terdapat papan peringkat yang dapat dilihat. Menurut
(Septiarini et al., 2022) media pembelajaran berbentuk game akan memberi dampak positif
sebagai teknologi asistif karena efektif dalam menumbuhkan kepercayaan diri siswa. Siswa
yang memakai wordwall dinilai akan semakin termotivasi belajar dan memiliki lebih banyak
karena sajian animasinya yang menarik.
Pemaparan beberapa contoh tersebut dapat ditarik satu benang merah bahwa teknologi
asistif ini penting diterapkan dalam kelas inklusif yang terdapat siswa berkebutuhan khusus.
Namun yang harus menjadi catatan penting terkait teknologi asistif tidak bersifat kaku, artinya bisa
dimodifikasi atau ditambah dengan teknologi lain yang tersedia dan berpotensi memudahkan
siswa dan guru. (Prameswari et al., 2021) menjelaskan jika tujuan dari penggunaan teknologi
bagi guru bahasa Indonesia untuk membuat rancangan aplikasi yang fleksibel, sesuai
keinginan guru, dan sesuai kebutuhan di dalam kelas. Tidak kalah pentingnya, guru harus

6 | Jurnal Hasta Wiyata Vol.6, No.2 Juli 2022


mampu memberi pembelajaran yang dapat meningkatkan rasa percaya diri dari seorang siswa
(Surya et al., 2017). Rasa percaya diri bisa ditumbuhkembangkan melalui faktor yang ada di
lingkungan sekolah, seperti guru yang cekatan dalam melihat perbedaan di kelas sekaligus
menghargainya, terjalinnya ikatan positif antara siswa sebaya maupun siswa dengan guru, serta
adanya kesempatan pada seluruh siswa akan aktif partisipatif ketika berada di kelas inklusif.
Teknologi asistif dapat menangani hambatan siswa berkebutuhan khusus yang kurang
memiliki rasa percaya diri, terlebih dalam kelas inklusi. Suwahyo et al, (2022) menegaskan jika
penerapan teknologi asitif dapat menciptakan kondisi yang baik di sekolah inklusi, iklim baik
dibutuhkan dalam penunjang pembelajaran. Penerapan teknologi asistif tidak hanya
memperhatikan siswa yang dengan kebutuhan khusus, kondisi seperti itu akan menciptakan
kesenjangan. Menurut pemaparan dari (Cascales-Martínez et al., 2017) saat seluruh siswa di
kelas mampu secara bersama menggunakan teknologi yang sama maka tercipta konteks
normal pada kelas tersebut. Iklim yang baik dalam kelas inklusif akan tercipta jika teknologi
tersedia untuk seluruh siswa. Artinya siswa dengan kebutuhan khusus belajar tidak dipandang
berbeda saat memakai suatu perangkat teknologi tertentu, sehingga mereka merasa tidak
dibedakan dengan siswa yang lain.
Cara yang efektif diwujudkan guru misalnya dengan mengkontekstualisasikan
pembelajaran bahasa Indonesia berbasis teks pada kondisi siswa sehari-hari. Konteks
pembelajaran dengan cara tersebut akan membantu siswa mengurangi hambatan yang
mungkin saja dihadapi saat proses pembelajaran. Informasi tersebut akan membantu siswa
dalam proses penentuan kekuatan dalam dirinya sendiri yang dapat diandalkan ataupun
penentuan gaya belajar yang nyaman (Chambers, 2019).
Teknologi asistif dapat menjadi alat yang bermanfaat dan mendukung bagi siswa
berkebutuhan khusus. Guru akan dan siswa akan terbantu dengan piranti asistif dan
menimbulkan pengalaman belajar yang tak terlupakan (De Freitas et al., 2022). Efektivitas
penerapan teknologi asistif didukung dengan piranti yang disesuaikan guru pada masing-
masing kebutuhan dari siswa. Dari pemaparan tersebut teknologi asistif dapat
diimplementasikan pada pembelajaran bahasa Indonesia di kelas inklusif. Namun penerapan
teknologi asistif tidak dapat berdiri sendiri, harus ada dukungan dari pemerintah yang
memiliki regulasi, dukungan teman sebaya, orang tua dan lingkungan.

Menakar Efektivitas Teknologi Asistif


Menakar efektivitas teknologi asistif dapat dilihat dengan proses pemilihan. Teknologi
asistif dikatakan efektif apabila mampu berdampak pada siswa. Teknologi asistif dapat membantu
siswa berkebutuhan khusus untuk mempelajari bahasa Indonesia yang berbasis teks dengan
beberapa kriteria tertentu. Misalnya yang disesuaikan dengan kebutuhan dari tujuan pembelajaran,
metode yang digunakan, maupun perhatian pada masing-masing individu. Sebelum itu, guru
dalam menerapkan harus berdasarkan pertimbangan untuk memilih teknologi asistif. Aktor yang
terlibat pada proses pemilihan perangkat teknologi asistif hendaknya memiliki bekal pengetahuan
yang cukup, baik pengetahuan piranti perangkat terlebih pengetahuan rinci kebutuhan dari
individu (Wong, 2018). Individu yang dimaksudkan adalah siswa yang dalam satu kelas akan
mempelajari bahasa Indonesia. Selain itu menurut Ravneberg, B Söderström (2017) untuk
memilih teknologi asistif harus mempertimbangkan sejumlah hal berikut ini.
Pertama, ketersediaan anggaran yang dalam hal ini terhitung sebagai biaya untuk
memperoleh teknologi. Teknologi asistif perlu mengukur ketersediaan anggaran agar dapat
digunakan oleh siswa dengan berbagai jenjang ekonomi. Pembuatan teknologi asistif perlu
disesuaikan dengan biaya keluar sehingga saat digunakan tidak memakan biaya tinggi. Kedua,
ruang lingkup pengaplikasian yang dibutuhkan siswa (pengguna) dan guru (fasilitator). Siswa
harus dipastikan mendapat ruang yang benar-benar dibutuhkan ketika guru menentukan atau
membuat teknologi asistif. Guru perlu mengamati secara rigid siswa yang memiliki keterlambatan

7 | Jurnal Hasta Wiyata Vol.6, No.2 Juli 2022


belajar beserta masalah yang dialaminya.
Ketiga, lingkungan tempat yang akan digunakan untuk menerapkan teknologi asistif.
Lingkungan ini menjadi perhatian dari guru karena akan berpengaruh pada keberhasilan
penerapan teknologi asistif. Lingkungan seperti orang tua, teman sebaya, harus dipastikan
mendukung keberadaan teknologi asistif. Keempat, kapasitas untuk memodifikasi atau
personalitas teknologi asistif. Teknologi asistif hendaknya dibuat dengan mengacu pada sumber
daya di sekolah atau tempat akan diterapkannya teknologi asistif. Hal itu berkaitan dengan proses
modifikasi dan perakitan teknologi asistif agar mudah dijangkau dengan ketersediaan sumber daya
manusia yang ada. Kelima, sikap dan bentuk kepedulian pemangku kepentingan pada penerapan
teknologi asistif. Guru hendaknya memastikan dukungan dari pemangku kepentingan pada proses
pembuatan, pengaplikasian, maupun proses evaluasi (jika ada) dari teknologi asistif. Dukungan
dari segi finansial, dan moral sangat diperlukan dalam pengembangan teknologi asistif.
Sementara itu menurut pendapat dari Fitri et al, (2019) ada sejumlah tahapan penyiapan
perangkat pembelajaran untuk siswa berkebutuhan khusus agar efektif saat diterapkan. 1)
menetapkan mata pelajaran dan jenis keterampilan yang akan digabungkan. 2) Pemilihan secara
lebih spesifik pada materi dalam pembelajaran, standar kompetensi, indikator, dan kompetensi
dasar. 3) Penentuan terhadap sub dari keterampilan. Adapun keterampilan yang harus dikuasai
guru diantaranya keterampilan mengorganisir kelas, keterampilan untuk merencanakan,
keterampilan sosial, dan keterampilan dalam berpikir. Setiap sub dari keterampilan tersebut akan
berguna saat mengajarkan suatu materi pada siswa berkebutuhan khusus.
Dari pendapat tersebut jika dimasukkan pada ranah pembelajaran bahasa Indonesia, maka
harus disesuaikan teknologi asistif yang hendak digunakan. Penyesuaian dengan mengacu pada
ketersediaan anggaran, ruang lingkup, lingkungan, kapasitas, preferensi dan sikap. Pertimbangan
tersebut maka keberhasilan teknologi asistif untuk mempelajari bahasa Indonesia pada siswa
dengan kebutuhan khusus akan semakin baik. Pendapat tersebut sejalin dengan pandangan dari
Rosita et al., (2020) bahwa teknologi asistif dianggap berhasil jika telah memenuhi beberapa hal
berikut ini.
Pertama, lingkungan dengan aktor yang menjadi pengguna (siswa) sudah saling
bersesuaian. Perangkat teknologi asistif harus bersesuaian dengan kebutuhan pengguna, baik
dari segi budaya, adat istiadat setempat, kebutuhan emosional, fisik dari segi pengguna.
Selain itu, perlu sesuai dengan standar lokasi lingkungan pengguna. (Ahmed, 2018)
menuliskan teknologi asistif ini harus berguna dari pada berbagai situasi kondisi, serta
menjamin keamanan pengguna. Lebih lanjut, teknologi asisitif mestinya dapat diandalkan dalam
jangka yang tahan lama dan adaptif dengan lingkungan fisik pengguna.
Kedua, teknologi asistif harusnya murah dan mudah dijangkau pengguna. Rentang
harga dari perangkat ini dapat dibantu dengan bentuk kepedulian dari Lembaga Swadaya
Masyarakat dan pemerintah setempat. Jika lembaga tersebut memberikan dukungan dari segi
ketersediaan dan pembelian teknologi asistif maka lebih mudah dijangkau siswa. Lebih
baiknya lagi jika pemerintah setempat memberi subsidi atau bahkan menggratiskan.
Selanjutnya mudah dijangkau baik dari segi pembuatan, perakitan, produksi, dan
pemeliharaan. Hal itu berguna saat perangkat mengalami kerusakan atau tidak berfungsi agar
mampu dilakukan perbaikan dari bahan yang mudah dijangkau, dan memiliki ketersediaan
masif dengan teknis perawat dari sumber daya manusia yang juga mudah.
Ketiga, mudah saat digunakan. Perangkat teknologi asistif harus mudah untuk
dipahami pengguna dengan meminimalisir segi teknologi, maupun kemudahan berpindah dari
suatu tempat ke lain tempat (portabel), serta pengoperasian tanpa keterampilan kompleks atau
pelatihan yang sukar. Kemudahan sebaiknya mengacu pada kemampuan masing-masing
siswa. Keempat, teknologi asistif sebaiknya tidak dibuat oleh satu institusi saja. Perlu adanya
dukungan bersifat kolaboratif dari berbagai pihak, dukungan baik dari segi penerapan, suplai
teknologi, sumber daya, maupun untuk perkembangan inovasi lebih lanjut.

8 | Jurnal Hasta Wiyata Vol.6, No.2 Juli 2022


Sementara itu, pemilihan teknologi asistif perlu memperhatikan model dan kerangka kerja
sehingga bisa berjalan secara efektif (Suwahyo et al., 2022). Model dari teknologi asistif ini
bergantung pada kebutuhan di lapangan dan pengalaman yang dimiliki oleh seorang guru. Model
untuk menentukan teknologi asistif adalah kerangka yang disebut dengan SETT akronim dari
Student, Environment, Task, Tool. Model yang dapat bermanfaat untuk guru ketika pemilihan
perangkat. Model ini bertujuan sebagai penjelas faktor pribadi dan lingkungan. Kedua faktor
tersebut menjadi pertimbangan penting perangkat teknologi asistif yang akan diterapkan (Zabala,
2020). Lingkungan diantaranya terkait dengan budaya, kebijakan, undang-undang, maupun pihak
lain yang memiliki kepentingan pada teknologi asistif. Sementara itu, faktor pribadi berhubungan
dengan sumber daya manusia, meliputi siswa, keluarga, dan guru. Harus diperhatikan kesiapan
finansial dan kompetensi dari masing-masing individu. Model SETT dengan mengacu pada
kedua faktor tersebut diharapkan mampu menghubungkan antara guru dengan siswa dengan
konteks pembelajaran, sehingga siswa yang memiliki hambatan dapat lebih lancar, memiliki
semangat, dan berpreferensi.
Harapan utama dari pembelajaran bahasa Indonesia siswa mampu menulis, membaca,
menyimak, dan mendengar suatu teks. Media yang dapat dijadikan teknologi asistif misalnya
media yang basis visual, audio, audio visual, maupun infografis interaktif. Opsi tersebut efektif
untuk pembelajaran yang berhubungan dengan keterampilan bahasa menulis, dan berbicara.
Menurut Prasetyoningsih et al., (2021) media berbasis audio visual dan infografis merupakan
teknologi asistif yang relevan diterapkan pada pembelajaran bahasa, terutama yang berhubungan
dengan dunia jurnalistik. Setelah proses pemilihan, untuk menakar efektivitas penggunaan suatu
perangkat teknologi asistif maka perlu dilakukan penilaian. Suwahyo et al, (2022) menjelaskan
jika penilaian terhadap fungsi dari perangkat juga perlu jadi bahan perhitungan untuk memilih
suatu teknologi asistif. Penilaian pada fungsi perangkat ini berpengaruh pada predisposisi dari
pengguna untuk teknologi. Melalui penilaian ini semua informasi yang didapat siswa
memunculkan kemungkinan potensi yang dipunyai teknologi asistif menghasilkan hal terbaik bagi
siswa yang menjadi pengguna teknologi asistif.
Selain model, teknologi asistif dalam proses pemilihan harus menyiapkan kerangka kerja.
Kerangka kerja MPT atau yang disebut dengan The Matching Person and Technology merupakan
salah satu opsi yang dapat diterapkan. Scherer (2019) menerangkan bahwa model MPT adalah
model yang tolak ukurannya mengacu pada pengguna. Model ini berguna untuk menguji
perspektif dari sisi pengguna teknologi asistif pada manfaat, tujuan, deskripsi psikososial, dan
kekuatan teknologi. Artinya teknologi asistif yang baik digunakan oleh seorang siswa perlu
mempertimbangkan dari sisi lingkungan, preferensi, kebutuhan, fungsi, komponen, dan pengguna
itu sendiri. Jika hal itu tidak bersesuai dari segi kualitas maupun sudut pandang pengguna, maka
teknologi asistif tidak akan berguna dengan optimal.
Penerapan teknologi asistif sebaiknya disesuaikan dengan kondisi pembelajaran
dengan catatan guru harus menyamakan antara anak normal dan berkebutuhan khusus
(Mayangsari et al., 2020). Pada dasarnya teknologi asitif tidak jauh berbeda dengan media
pembelajaran lain. Dalam penerapannya butuh dukungan pedagogi yang terukur melalui
pelatihan pada guru (González, 2018). Pelatihan tersebut dibutuhkan sebagai langkah
memastikan teknologi asistif digunakan secara baik dan tepat. Mengacu pada Peraturan
Pemerintah (PP), tahun 2020 tepatnya pada nomor 13 yang menyatakan bawah siswa
berkebutuhan khusus memiliki beberapa akomodasi sebagai bahan pertimbangan untuk
menyesuaikan dengan kebutuhannya. Akomodasi tersebut meliputi akuisisi maupun
peminjaman teknologi dari pelayanan pendidikan yang akan menerapkan dan pembelian
teknologi asistif. Akomodasi ini sangat penting sebagai kepastian bahwa siswa berkebutuhan
khusus mendapat teknologi yang sesuai dan mereka mendapat dukungan dari pihak
pemangku kepentingan.
Selain MPT, kerangka kerja yang disebut UDL atau universal design for learning

9 | Jurnal Hasta Wiyata Vol.6, No.2 Juli 2022


(UDL) dapat mencukup penerapan teknologi dalam memenuhi kebutuhan siswa dari berbagai
kategori kebutuhan khusus (Capp, 2017). Penerapan dengan kerangka UDL ini akan
memperhatikan secara detail kebutuhan dari setiap siswa. Setiap siswa dipastikan untuk
menguasai teknologi asistif yang akan diterapkan oleh guru. Ada tiga komponen utama yang
dicanangkan dalam kerangka penerapan UDL diantaranya yaitu cara untuk menciptakan
keterlibatan, kemudian melakukan interpretasi, dan ekspresi maupun tindakan. Siswa
terlibat aktif karena merasa terlibat langsung dengan teknologi asistif, mereka dengan mudah
melakukan interpretasi terhadap pembelajaran yang telah dicanangkan guru, sehingga akan
timbul ekspresi dan tindak dari siswa yang memiliki hambatan. Menurut Edyburn (2021)
keberhasilan dari UDL ini pada kemampuan guru untuk mengamati secara detail antara siswa
pada umumnya dan siswa dengan hambatan khusus. Guru melakukan pengamatan yang pada
akhirnya kelas inklusif memberikan kesempatan sama pada dua kategori siswa tersebut. Dari
pemaparan tersebut timbul tiga acuan dalam kerangka kerja UDL yaitu proses terciptanya
pelibatan siswa, representasi guru, dan upaya guru untuk membuat siswa bertindak dan
ekspresif dalam pembelajaran (Capp, 2017).
Rencana pembelajaran dengan kerangka kerja UDL akan membantu guru memastikan
seluruh siswa terlibat pada ketika proses pembelajaran dengan hak dan kesempatan yang
sama (Alnahdi, 2014). Pedoman UDL akan efektif membantu guru dalam pertimbangan
elemen saat akan merancang konsep pembelajaran dengan teknologi asistif. Guru memang
perlu pertimbangan pada kebutuhan siswa secara sosial, akademik, serta teknologi yang
memungkinkan dapat membantu tercapainya tujuan pembelajaran (Hall et al., 2015).
Tujuan dari pembelajaran bahasa Indonesia sudah jelas tertuang dalam satu
kurikulum, sehingga dalam konsep ini yang perlu menjadi perhatian utama adalah aspek
sosial dan kemungkinan teknologi. Selain itu, perencanaan pembelajaran dengan mengacu
pada kebutuhan siswa akan mengoptimalisasi motivasi siswa. Penerapan teknologi asistif
disesuaikan dengan model dan kerangka kerja. Model yang dapat diterapkan adalah SETT,
sementara kerangka kerja yang efektif diterapkan MPT maupun UDL. Melalui perencanaan,
penerapan, dan pertimbangan tersebut siswa diharapkan berperan aktif partisipatif dalam
pembelajaran dengan bantuan teknologi asistif. Teknologi asistif akan membantu siswa untuk
mengakses pengetahuan secara utuh (Berlach & Chambers, 2011). Teknologi asistif tidak
terbatas pada satu teknologi saja, tetapi bergantung pada kebutuhan guru yang disesuaikan
pada kemauan siswa berkebutuhan khusus belajar agar mendapat kesempatan yang sama
dengan siswa normal saat berada di dalam kelas.

SIMPULAN
Studi pustaka tersebut memunculkan kesimpulan bahwa teknologi asistif dapat
diimplementasikan dalam pembelajaran bahasa Indonesia di sekolah inklusif dengan
beberapa catatan penting yang harus diperhatikan. Ada beberapa poin perhatian yang perlu
ditekankan terkait temuan studi pustaka ini. Pertama, siswa dengan kebutuhan khusus masuk
pada kategori berkebutuhan khusus karena memiliki masalah internal yang kompleks dari
pada siswa normal. Siswa jenis ini cenderung kurang memiliki motivasi belajar, lambat
dalam menangkap pelajaran, dan terhambat dalam proses komunikasi yang lancar.
Kedua, penerapan teknologi asistif akan efektif diterapkan dengan memperhatikan
beberapa hal yaitu ketersediaan anggaran, lingkungan yang mendukung, kemudahan saat
digunakan, ketersediaan sumber daya manusia yang memadai, dan pemerintah yang suportif.
Ketiga, teknologi asistif diimplementasikan dalam pembelajaran teks bahasa Indonesia di
kelas inklusif dengan mengacu pada standar kompetensi di sekolah, metode yang diterapkan,
pemantauan, dan perlunya melakukan evaluasi.
Teknologi asistif terbukti dapat diterapkan pada sejumlah mata pelajaran lain di
sekolah, sehingga peneliti menyimpulkan teknologi ini efektif diterapkan dalam pembelajaran

10 | Jurnal Hasta Wiyata Vol.6, No.2 Juli 2022


bahasa Indonesia. Rekomendasi dari hasil telaah pustaka ini agar guru mata pelajaran bahasa
Indonesia di kelas inklusi menerapkan teknologi asistif. Penerapan disesuaikan dengan
kebutuhan masing-masing siswa. Selain itu, adanya telaah pustaka ini diharapkan muncul
tindak lanjut menjadi penelitian kuantitatif, atau pengembangan yang mengimplementasikan
temuan pustaka.

DAFTAR PUSTAKA
Achadah, A., & Yahya, M. (2020). Media Audio Visual Dalam Pembelajaran PAI Siswa
Tunagrahita Sedang di SMALB Malang. Al Murabbi, 5(1), 1–8.
https://doi.org/10.35891/amb.v5i1.1854
Ahmed, A. (2018). Perceptions Of Using Assistive Technology for Students With Disabilities
in The Classroom. International Journal of Special Education, 33(1), 129–139.
Alnahdi, G. (2014). Assistive Technology in Special Education and the Universal. The
Turkish Online Journal of Educational Technology, 13(2), 18–23.
Berlach, R. G., & Chambers, D. J. (2011). Interpreting Inclusivity: An Endeavour of Great
Proportions. International Journal of Inclusive Education, 15(5), 529–539.
https://doi.org/10.1080/13603110903159300
Borg, J., Lindström, A., & Larsson, S. (2011). Assistive Echnology in Developing Countries:
A Review From The Perspective Of The Convention On The Rights of Persons With
Disabilities. Prosthetics and Orthotics International, 35(1), 20–29.
https://doi.org/10.1177/0309364610389351
Brameswari, C., Iskarna, T., & Titaley, M. A. N. (2022). The Effects of Colonialism toward
the Timorese as depicted in Nesi’s Orang-Orang Oetimu. Journal of Language and
Literature, 22(1), 163–178. https://doi.org/10.24071/joll.v22i1.3831
Capp, M. J. (2017). The Effectiveness of Universal Design For Learning: A Meta-Analysis of
Literature Between 2013 and 2016. International Journal of Inclusive Education, 21(8),
791–807. https://doi.org/10.1080/13603116.2017.1325074
Cascales-Martínez, A., Martínez-Segura, M. J., Pérez-López, D., & Contero, M. (2017).
Using an Augmented Reality Enhanced Tabletop System to Promote Learning of
Mathematics: A Case Study with Students with Special Educational Needs. Eurasia
Journal of Mathematics, Science and Technology Education, 13(2), 355–380.
https://doi.org/10.12973/eurasia.2017.00621a
Chambers, D. (2019). Assistive Technology To Enhance Inclusive Education. Oxford
Research Encyclopedia of Education.
Chmiliar, L., & Anton, C. (2015). Building on What We Know: The iPad as an Assistive
Technology Tool for Post- Secondary Students with Disabilities. Journal on Technology
and Persons with Disabilities Santiago, J. (Eds), 45–57.
Damayanto, A., Ishartiwi, I., Handoyo, R. R., & Purwandari, E. (2021). Kondisi Pemenuhan
Teknologi Asistif Bagi Anak Berkesulitan Belajar Spesifik (ABBS) di Sekolah. Jurnal
Ortopedagogia, 7(1), 62. https://doi.org/10.17977/um031v7i12021p62-67
Dapa, N. A. (2022). Teknologi Asistif Bagi Pembelajaran Online Mahasiswa Berkebutuhan
Khusus Aldjon Nixon Dapa. Jurnal Ilmiah Wahana Pendidikan, 8(12), 599–605.
De Freitas, M. P., Piai, V. A., Farias, R. H., Fernandes, A. M. R., de Moraes Rossetto, A. G.,
& Leithardt, V. R. Q. (2022). Artificial Intelligence of Things Applied to Assistive
Technology: A Systematic Literature Review. Sensors, 22(21), 8531.
https://doi.org/10.3390/s22218531
Diahwati, R., & Hanurawan, F. (2016). Keterampilan Sosial Siswa Berkebutuhan Khusus Di
Sekolah Dasar Inklusi. Jurnal Pendidikan:Teori,Penelitian,Dan Pengembangan, 1,
1612–1620.
Edyburn, D. L. (2021). Universal Usability and Universal Design for Learning. Intervention

11 | Jurnal Hasta Wiyata Vol.6, No.2 Juli 2022


in School and Clinic, 56(5), 310–315. https://doi.org/10.1177/1053451220963082
Fathia, N., & Yerizon, Y. (2022). Pengembangan Perangkat Pembelajaran Pbl Pada Google
Classroom Untuk Meningkatkan Kemampuan Spasial Matematika Kelas Viii. JEMS:
Jurnal Edukasi Matematika Dan Sains, 10(1), 56–69.
https://doi.org/10.25273/jems.v10i1.11872
Fitri, R. M., F, T. S., & Rifa, A. (2019). Thematic Learning Strategy of Teacher to Slow
Learners in Inclusive Elementary School. Journal Educational Management, 8(1), 124–
130. https://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/eduman/article/view/31100
González, B. P. (2018). Disruptive Classroom Technologies: A Framework for Innovation in
Education. Contextos: Estudios de Humanidades y Ciencias Sociales, 41(12), 12–21.
Gustarie, C., Hidayat, A., & Suherman, F. (2019). Pengaruh Penggunaan Bahan Ajar Modul
terhadap Ketuntasan Belajar Siswa pada Mata Pelajaran Ekonomi. JP2EA: Jurnal
Pendidikan Dan Pembelajaran Ekonomi Akuntansi, 5(1), 21–29.
https://jurnal.fkip.unla.ac.id/index.php/jp2ea/article/view/320?
articlesBySameAuthorPage=2
Hall, T. E., Cohen, N., Vue, G., & Ganley, P. (2015). Addressing Learning Disabilities With
UDL and Technology: Strategic Reader. Learning Disability Quarterly, 38(2), 72–83.
https://doi.org/10.1177/0731948714544375
Hassan, A., & Mahmud, M. (2018). Learning Motivation For Slow Learners With Tablet
Technology. International Journal for Studies on Children, Women, Elderly And
Disabled, 5(Oct), 201–210.
Hermansyah, A. K., Hasanah, N., & Rahayu, D. P. (2020). Learning From Presentation Bagi
Mahasiswa Berkebutuhan Khusus Tuna Grahita Jurusan Pendidikan Guru Sekolah
Dasar. Jurnal Didika: Wahana Ilmiah Pendidikan Dasar, 6(1), 40–50.
https://doi.org/10.29408/didika.v6i1.1875
Herviani, V. K., Istiana, I., Sasongko, T. B., & Ramadhan, L. F. (2019). Evaluasi Peserta
Didik Sekolah Penyelenggara Pendidikan Inklusif Di Kota Bontang. JPI (Jurnal
Pendidikan Inklusi), 1(2), 146. https://doi.org/10.26740/inklusi.v1n2.p146-153
Jalil, A., Tohara, T., Shuhidan, S. M., Diana, F., Bahry, S., & Norazmi Bin Nordin, M.
(2021). Exploring Digital Literacy Strategies for Students with Special Educational
Needs in the Digital Age. Turkish Journal of Computer and Mathematics Education,
12(9), 3345–3358.
Khabibah, N. (2017). Penanganan Instruksional Bagi Anak Lambat Belajar ( Slow Learner )
Abstract : Didaktita, 19, 26–32.
Knight, V. F., Spooner, F., Browder, D. M., Smith, B. R., & Wood, C. L. (2013). Using
Systematic Instruction and Graphic Organizers To Teach Science Concepts To Students
With Autism Spectrum Disorders and Intellectual Disability. Focus on Autism and
Other Developmental Disabilities, 28(2), 115–126.
https://doi.org/10.1177/1088357612475301
Komariyah, S. N., Bagarkorowati, R., & Lianty, L. (2017). Pemahaman Guru Terhadap
Peserta Didik Berkebutuhan Khusus Di Sekolah Dasar Inklusif Wilayah Kepulauan
Seribu. PARAMETER: Jurnal Pendidikan Universitas Negeri Jakarta, 29(2), 216–222.
https://doi.org/10.21009/parameter.292.09
Lamport, M. A., Graves, L., & Ward, A. (2012). Special Needs Students in Inclusive
Classrooms : for Learners with Emotional and Behavioral Disabilities. European
Journal of Business and Social Sciences, 1(5), 54–69.
Lancioni, G., Sigafoos, J., O’Reilly, M., & Singh, N. (2012). Assistive Technology:
Interventions for Individuals With Severe/Profound and Multiple Disabilities. Springer
Science & Business Media.
Lieung, K. W., Rahayu, D. P., & Hermansyah, A. K. (2021). Analisis Pemahaman Guru

12 | Jurnal Hasta Wiyata Vol.6, No.2 Juli 2022


Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. Musamus Journal of Primary Education, 4(1),
69–76. https://doi.org/10.35724/musjpe.v4i1.3910
Maryanti, R., Nandiyanto, A. B. D., Hufad, A., & Sunardi, S. (2021). Science Education for
Students with Special Needs in Indonesia: From Definition, Systematic Review,
Education System, to Curriculum. Indonesian Journal of Community and Special Needs
Education, 1(1), 1–8. https://doi.org/10.17509/ijcsne.v1i1.32653
Masters, G. (2018). Evidence To Identify Starting Points For Teaching And Learning.
Research Conference 2018 Proceedings, 1, 1–2.
Mayangsari, I., Salsabila, U. H., Tari, Zulaikha, I. R., & Dewi, A. F. (2020). Pendidikan
Teknologi di Sekolah Inklusi. Jurnal Pendidikan, Sosial Dan Kebudayaan, 7, 278–285.
https://doi.org/10.32505/tarbawi.v8i2.2195
Prameswari, A., Roekhan, R., & Widyartono, D. (2021). E-Modul Puisi Berbasis Aplikasi
Desia untuk Siswa Kelas X SMA. Jurnal Pendidikan: Teori, Penelitian, Dan
Pengembangan, 6(9), 1454. https://doi.org/10.17977/jptpp.v6i9.15013
Prasetyoningsih, L. S. A., Widowati, D. R., Ambarwati, A., Alifian, M. A., & Maslila, L.
(2021). Inovasi Pembelajaran dan Teknologi Bantu (Teknologi Asistif) Manual Book
Praktik Jurnalistik untuk Mahasiswa Berkebutuhan Khusus Dan Khalayak. Literasi
Nusantara.
Ratih, R. D., Damastuti, E., & Ananda, P. A. (2021). Identification of Children with Special
Needs in Inclusive Schools. Journal of ICSAR ISSN, 5(2), 15–20.
Ravneberg, B Söderström, S. (2017). Disability, Society and Assistive Technology.
Routledge.
Rosita, T., Rochyadi, E., & Sunardi. (2020). Teknologi Asistif Dalam Pendidikan Inklusif.
Journal of Elementary Education, 3(6), 301–307.
Schenning, H., Knight, V., & Spooner, F. (2013). Effects of structured inquiry and graphic
organizers on social studies comprehension by students with autism spectrum disorders.
Research in Autism Spectrum Disorders, 7(4), 526–540.
https://doi.org/10.1016/j.rasd.2012.12.007
Scherer, M. J. (2019). Assistive Technology Selection to Outcome Assessment: The Benefit
Of Having A Service Delivery Protocol. Disability and Rehabilitation: Assistive
Technology, 14(8), 762–763. https://doi.org/10.1080/17483107.2019.1664649
Septiarini, N. S., Amalita, A., Mitami, & Isnania, P. D. (2022). Analisis Kesulitan Belajar
Siswa Berkebutuhan Khusus Slow Learner Di Sekolah Dasar Negeri Cipete 4. AISys,
2(November 2022), 646–660.
Sri, M., Nengah, M., & Gede, A. (2013). Penggunaan Media Gambar untuk Meningkatkan
Kemampuan Menulis Teks Berita Siswa Kelas VIII SMPN 4 Soromadi Kabupaten Bima
NTB. E-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 1(2), 1–15.
https://ejournal-pasca.undiksha.ac.id/index.php/jurnal_bahasa/article/view/741
Suardi, I. P., Ramadhan, S., & Asri, Y. (2019). Pemerolehan Bahasa Pertama pada Anak Usia
Dini. Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 3(1), 265.
https://doi.org/10.31004/obsesi.v3i1.160
Surya, E., Putri, F. A., & Mukhtar. (2017). Improving Mathematical Problem-Solving Ability
and Self-Confidence Of High School Students Through Contextual Learning Model.
Journal on Mathematics Education, 8(1), 85–94.
https://doi.org/10.22342/jme.8.1.3324.85-94
Suwahyo, B. W., Setyosari, P., & Praherdiono, H. (2022). Pemanfaatan Teknologi Asistif
dalam Pendidikan Inklusif. Edcomtech: Jurnal Kajian Teknologi Pendidikan, 7(1), 51–
63. https://doi.org/10.17977/um039v7i12022p051pISSN:2548-9879%0Ahttp://
journal2.um.ac.id/index.php/edcomtech
WHO, & UNICEF. (2022). Global Report on Assistive Technology.

13 | Jurnal Hasta Wiyata Vol.6, No.2 Juli 2022


Widiatmoko, D. A., Widyaningsih, N., & Arwansyah, Y. B. (2020). Media Pembelajaran
Menulis Teks Berita. Tabasa: Jurnal Bahasa, Sastra, Dan Pengajarannya, 1(1), 72.
Wong, M. E. (2018). Guiding Teachers Of Students With Visual Impairments To Make
Assistive Technology Decisions: Preliminary Experience Using The Wisconsin
Assistive Technology Initiative. Support for Learning, 33(4), 429–439.
Yulianto, D., & Nugraheni, A. S. (2021). Efektivitas Pembelajaran Daring Dalam
Pembelajaran Bahasa Indonesia. Decode: Jurnal Pendidikan Teknologi Informasi, 1(1),
33–42. https://doi.org/10.51454/decode.v1i1.5
Zabala, J. S. (2020). The SETT Framework: A Model for Selection and Use of Assistive
Technology Tools and More. In Assistive Technology to Support Inclusive Education.
Emerald Publishing Limited. Emerald Publishing Limited.
https://doi.org/https://doi.org/10.1108/S1479-363620200000014005
Zahro, A., Eliyanah, E., Pratiwi, Y., Hastuti, W. D., Hassan, H., & Nurjannah, A. A. (2022).
The Development of Tolerance-Promoting Children’s Stories as Instructional Media in
Elementary School. Proceedings of the 2nd World Conference on Gender Studies
(WCGS 2021), 649(Wcgs 2021), 104–110. https://doi.org/10.2991/assehr.k.220304.015

14 | Jurnal Hasta Wiyata Vol.6, No.2 Juli 2022

Anda mungkin juga menyukai