Anda di halaman 1dari 20

Laporan

Kebutuhan Udara Dalam Ruangan


Pada Ruang Sidang Kesehatan Lingkungan
Dosen Pembimbing : Junaidi : SKM, M.Si

Disusun Oleh : Kelompok I (Satu)


Anggota : 1. Alya Azhari (P07133220002)
2. Andra Rizki Ananda (P07133220003)
3. Cul Ulfa Khairiyah (P07133220010)
4. Fauzan Rizqan (P07133220014)
5. Fera Dwi Lestari (P07133220015)
6. Nailis Sufa (P07133220022)
7. Natary Rachmi N.U (P07133220023)
8. Puteri Balqis (P07133220027)
9. Putri Novia Sari (P07133220029)
10. Raihan Shabira (P07133220031)
11. Sifa Dira Salsabila (P07133220035)
12. Sulisma Dahlan (P07133220036)
13. Tasya Farisah Dina (P07133220037)
PROGRAM STUDI DIPLOMA IV SANITASI LINGKUNGAN
FAKULTAS KESEHATAN LINGKUNGAN
POLTEKKES KEMENKES ACEH
TAHUN AJARAN
2023
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah SWT. yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan Laporan praktikum tentang “Kebutuhan
Udara Dalam Ruangan Pada Ruang Sidang Kesehatan Lingkungan”. Tidak lupa juga
kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah turut memberikan kontribusi
dalam penyusunan laporan praktikum ini.

Tentunya, tidak akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai
pihak. Sebagai penulis, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam laporan praktikum ini. Oleh karena itu,
kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki laporan praktikum ini.

Tujuan di susunnya laporan praktikum ini agar memenuhi tugas pada mata kuliah
Penyehatan Udara – B, semoga laporan makalah ini dapat menambah wawasan kita mengenai
Kebutuhan Udara Dalam Ruangan Pada Ruang Sidang

Aceh Besar, 28 Mei 2023


Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................................................2
DAFTAR ISI........................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................................................4
A. Latar Belakang........................................................................................................................4
B. Tujuan Praktikum...................................................................................................................7
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................................9
Landasan Teori................................................................................................................................9
BAB III METODELOGI..................................................................................................................10
A. Waktu dan Tempat................................................................................................................10
B. Alat dan Bahan......................................................................................................................10
C. Prosedur Kerja......................................................................................................................10
BAB IV...............................................................................................................................................11
PEMBAHASAN.................................................................................................................................11
A. Data Praktikum.....................................................................................................................11
B. Perhitungan............................................................................................................................12
C. Pembahasan...........................................................................................................................14
BAB V.................................................................................................................................................17
PENUTUP..........................................................................................................................................17
A. Kesimpulan............................................................................................................................17
B. Saran.......................................................................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................18
LAMPIRAN.......................................................................................................................................19

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Udara sebagai salah satu komponen kehidupan merupakan kebutuhan yang
paling utama dalam kelangsungan hidup manusia. Untuk memenuhi hal tersebut maka
diperlukan pemeliharan untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu (kualitas)
udara agar dapat memberikan kontribusi bagi mahluk hidup dalam hal kesehatan
(Wulandari, 2014, hlm 2). Udara terdiri dari udara di luar ruangan (outdoor air) dan
udara di dalam ruangan (indoor air). Kualitas udara di dalam ruangan merupakan
pencerminan dari kondisi parameter udara yang ada di dalam ruangan tersebut.
Kualitas udara di dalam ruangan juga dapat diartikan sebagai kondisi udara di dalam
ruangan yang mengacu pada kenyamanan dan kesehatan penghuninya (Yau, dkk.
2012, hlm 111). Kualitas udara di dalam ruangan sangat mempengaruhi kesehatan
manusia, hal ini dapat terjadi karena frekuensi manusia menghabiskan waktu 90%
paling banyak di dalam ruangan dibandingkan di luar ruangan (Lu, dkk. 2016, hlm
187; Norhidayah, dkk. 2013, hlm 94).
Kualitas udara di dalam ruangan yang buruk dapat menyebabkan terjadinya
Sick Building Syndrome (SBS) atau sindrom bangunan sakit (Sun, dkk. 2015, hlm
552). Istilah SBS digunakan untuk menggambarkan masalah kesehatan yang
disebabkan oleh kualitas udara di dalam ruangan (Bornehag, dkk. 2005, hlm 275).
Gejala dari SBS dapat terjadi secara langsung yaitu: iritasi mata, iritasi hidung dan
tenggorokan, sakit kepala, mual, flu, pneumonia, dan penyakit virus lainnya. Selain
itu secara tidak langsung dampaknya terjadi setelah beberapa tahun kemudian
yaitu:penyakit paru-paru, jantung, kanker, bahkan kematian (EPA, 2008, hlm 366;
Roser & Ritchie, 2019).
Penelitian dari US Environmental Protection Agency (EPA) membuktikan
bahwa pencemaran udara di dalam rumah 2-5 kali lebih besar daripada di luar rumah
(EPA, 2008, hlm 366). Hal ini sejalan dengan laporan World Health Organization
(WHO) pada tahun 2016 terdapat 3,8 juta orang meninggal dikarenakan buruknya
kualitas udara di dalam ruangan. Jumlah kematian tersebutpaling tinggi terdapat di
wilayah Asia Tenggara sebesar 1,5 juta kematian sedangkan wilayah Pasifik Barat
sebesar 1,2 juta, Afrika 739.000, MediteraniaTimur 212.000, Amerika 82.000, dan
Eropa 52.000 kematian (WHO, 2018, hlm 1). Indonesia sebagai salah satu Negara
Asia Tenggara memiliki angka kematian sebesar 36,5% akibat kualitas udara di dalam
ruangan yang buruk (Global Health Data, 2017). Angka kematian tersebut di
dominasi dengan penyakit ISPA (Infeksi Saluran Pernafasan Atas) atau yang lebih
dikenal dengan pneumonia (Fahimah, dkk. 2014, hlm 26). Penyakit pneumonia
tersebut pada umumnya menyerang anak-anak bawah lima tahun (balita). Hal tersebut
sejalan dengan penelitian Padmonobo, dkk. (2013, hlm 195) yang menunjukkan
bahwa balita yang terjangkit penyakit pneumonia memiliki kecederungan lebih
banyak tinggal di rumah dengan kondisi kualitas udara yang buruk.
Kualitas udara yang buruk di dalam ruangan menjadi faktor predisposisi
terjadinya gejala penyakit bahkan kematian, sehingga membutuhkan standar baku
mutu terkait hal tersebut. Standar baku mutu mengenai kualitas udara di dalam
ruangan yaitu meliputi tingkat senyawa kimia dan biologi di dalam ruangan antara
lain suhu, kelembaban, dan faktor-faktor lain (Takigawa, dkk. 2009, hlm 5223). Salah
satu contoh, berdasarkan penelitian membuktikan bahwa kualitas udara yang baik di
dalam ruangan memiliki presentase kelembaban sekitar 40-60%. Apabilapresentase
kelembaban lebih tinggi dari standar tersebut maka akan memicu pertumbuhan jamur
yang bersifat allergen (Citraswari, dkk. 2015, hlm 160). Kemudian, suhu yang terlalu
tinggi ataupun rendah di dalam ruangan mengakibatkan kondisi yang tidak nyaman
dan dapat mempengaruhi kesehatan.
Selain dengan memperhatikan standar baku kualitas udara di dalam ruangan,
hasil penelitian lain juga menyatakan bahwa kualitas udara di dalam ruangan yang
baik dapat dicapai dan dipertahankan dengan memperhatikan sistem ventilasi
ruangan, desain, bentuk ruangan, manajemen polutan, dan kesadaran penghuni rumah
(Fitria, dkk. 2008, hlm 82). Maka berdasarkan hal tersebut penting untuk
menyediakan lingkungan yang aman, sehat, dan produktif dalam menjaga kualitas
udara di dalam ruangan. Faktanya, banyak unit rumah tinggal yang memiliki kualitas
udara di dalam ruangan yang tidak memenuhi standar tersebut. Selain ditandai dengan
tingginya angka kematian di setiap negara, juga di dukung dengan hasil temuan
mengenai kualitas di dalam ruangan terkait dengan kondisi fisik bangunan seperti
masalahventilasi udara pada rumah tinggal (Kelly & Fussell, 2019; Takaoka, dkk.
2016).
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan di unit rumah tinggal juga
membuktikan bahwa banyak unit rumah yang masih tidak memenuhi standar kualitas
udara yang baik di dalam ruangan. Lebih spesifik ditemukan pada unit rumah tinggal
bahwa suhu udara di dalam ruangan rata-rata sudah memenuhi standar, namun pada
kelembaban udara tergolong tinggi, hal ini dibuktikan dengan tingkat pertumbuhan
jamur yang tinggi, serta faktor kimia seperti Formaldehida dan VOC yang tergolong
rendah.
Berdasarkan letak geografisnya, Indonesia merupakan negara beriklim tropis
lembab, dengan karakter intensitas radiasi matahari cukup tinggi, temperatur udara
relatif tinggi, kelembaban udara dan curah hujan juga tinggi, serta keadaan langit
senantiasa berawan (Lippsmeier, 1994). Karakteristik iklim tropis lembab mempunyai
kelembaban cukup tinggi yaitu berkisar 70% - 80%di musim kemarau dan 80%-95%
padamusim hujan. Kondisi ini disebabkan pengaruh dari evaporasi air laut.
Temperatur udara cukup panas sekitar 24°C pada malam hari dan34°C pada siang
hari. Keadaan demikian selalu terjadi hampir sepanjang tahun dan berpengaruh pada
lingkungan mikro. Kenyamanan termal baik di dalam ruang maupun di luar
bangunan dibutuhkan tubuh agar dapatberaktifitas dengan baik. Szokolay (1980)
dalam ‘Manual of Tropical Housing and Building’ menyebutkankenyamanan sangat
bergantung pada variabel iklim, seperti radiasi akibat paparan matahari, suhu
udara,kelembaban udara, dan juga kecepatan angin di sekitar bangunan. Faktor lain
yang juga berperan dalam menciptakan kenyamanan manusia di dalam ruang juga
dipengaruhi faktor subjektif sepertipakaian, metabolisme tubuh akibat aktivitas dan
juga pengaruh kondisi fisik seperti usia, jenis kelamin, tingkat kegemukan dan tingkat
kesehatan. Upaya untuk menciptakan kenyaman termal sudah lama dilakukan
terutama pada daerah beriklim tropis. Salah satu cara untuk menciptakan kenyamanan
di dalam ruang adalah dengan memasukkan udara segar melalui ventilasi. Sebagai
negara tropis lembab seperti Indonesia penerapan ventilasi alami sudah dilakukan
sejak jaman dahulu, hal ini terlihat dari desain ventilasi pada rumah tradisional di
Indonesia. Desain bentuk dan ukuran ventilasi alami pada bangunan tradisional
Indonesia pada umumnya dipengaruhi pada letak dan kondisi iklim didaerah tersebut.
Hasil penelitian Sangkertadi (2006) menemukan bahwa sistem penghawaan alami
dengan ventilasi silang dan sistem cerobong (stack effect) yang diterapkan pada
bangunan tradisional Minahasa dapat bekerja cukup baik untuk menciptakan
kenyamanan termal melalui pertukaran udara. Peran ventilasi alami ini berfungsi
sebagai media pergantian udara di dalam ruangan. Memasukkan angin secara terus
menerus kedalam ruang sebagai proses pergantian udara dapat mempersejuk udara di
dalam ruang(Frick Heinz, 2008). Proses pergantian udara ini dilakukan dengancara
memasukkan udara segar dari luar ke dalam ruangan, dan sebaliknya udara di dalam
ruangan dikeluarkan melalui lubang ventilasi. Sistem ventilasi alami hingga saat ini
masih diterapkan pada bangunan di Indonesia, ventilasi alami masih tetap menjadi
pilihan dalam menciptakan kenyamanan termal. Selain keuntungan mendapatkan
udara segar melalui pertukaran udara, memanfaatkan udara luar masuk kedalam
bangunan juga menguntungkan karena tidak ada beban energi listrik yang terpakai.
Udara segar yang dirasakan penghuni didalam ruang terjadi karena adanya
proses penguapan, hembusan angin pada permukaan kulit dapat menurunkan suhu
permukaan kulit manusia.Dampak lain yang dapat dirasakan adalah sistem ini dapat
menghilangkan dan mereduksi kelebihan panas dari tubuh serta panas akibat dari
peralatan elektronik dan listrik, ventilasi alami juga berfungsi untuk menormalkan
kelembaban, bau tak sedap, munculnya polusi akibat aktivitas
penghuninya.Menciptakan sistem pertukaraan udara di dalam ruang tidak terlepas dari
kondisi angin yang mengalir melalui sistem ventilasi. Kecepatan angin merupakan
faktor utama yang menentukan berhasil atau tidaknya sistem ventilasi alami.
Kecepatan angin yang mengalir menuju ventilasi dipengaruhi oleh kondisi
lingkungannya Arah dan kecepatan angin tidak sama untuk setiap lingkungan.
Kondisi lingkungan yang semakin padat dan pola hunian yang tidak diawasi akan
menjadi penghambat aliran udara (Prianto, 2001). Selain kondisi lingkungan
padatyang dapat mempengaruhi pergerakan dan arah angin yang masuk kedalam
bangunan.Faktor lainya yang dapat mempengaruhi kenyamanan termal yaitu aktivitas
pengguna ruang

B. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum kebutuhan udara dalam ruangan pada ruang sidang kesehatan
lingkungan sebagai berikut :
1. Mengetahui kapasitas kebutuhan udara dalam ruangan pada ruang sidang
kesehatan lingkungan
2. Mengetahui aliran udara dan pergerakan suhu dalam ruangan pada ruang sidang
kesehatan lingkungan
3. Mengetahui berapa orang yang harus beraktivitas di dalam ruang sidang kesehatan
lingkungan
4. Mengtahui berapa Air Conditioner (AC) yang di butuhkan pada ruang sidang
kesehatan lingkungan
5. Mengetahui berapa PK Air Conditioner yang digunakan pada ruang sidang
kesehatan lingkungan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Landasan Teori
Menurut United State Departement of Labor, Kualitas Udara dalam Ruang
menjelaskan bagaimana udara dapat mempengaruhi kesehatan, kenyamanan, dan
kemampuan seseorang untuk bekerja. Hal ini mencangkup suhu, kelembaban,
kurangnya udara luar (ventilasi yang buruk), jamur dan bakteri, atau paparan bahan
kimia lainnya (Occupational Safety and Health 3-4).

Menurut United States Enviromental Protection Agency, Pengertian indoor air


quality adalah mengacu pada kualitas udara di dalam dan di sekitar bangunan dan
struktur, terutama yang berkaitan dengan kesehatan dan kenyamanan penghuni
bangunan. Memahami dan mengendalikan polutan umum dalam ruangan dapat
membantu mengurangi resiko masalah kesehatan dalam ruangan. Efek kesehatan dari
polusi ydara dala ruangan mungki dialami segera setelah paparan atau beberapa atau
paparan atau beberapa tahun kemudian (EPA 1-4).

Menurut National Health Medical Reserch Council, pengertian udara dalam


ruang atau indoor air quality adalah udara yang berada di dalam suatu ruang gedung
yang ditempati oleh sekelompok orang yang memiliki tingkat kesehatan yang
berbeda-beda selama minimal satu jam. Ruang Gedung yang dimaksud dalam
pengertian ini meliputi rumah, sekolah, restran, Gedung untuk umum, hotel, rumah
sakit dan perkantoran (Australia Government part 3).

Berdasarkan pada Perangkat Penilaian Greenship Rating Tools Untuk Ruang


Dalam Versi 1.0 Dengan judul “Greenship Interior Space Version 1.0” oleh Green
Building Counsil Indonesia memaparkan aspek dan prioritas dalam perancangan
sebuah ruangan. Poin berupa kredit diberikan kepada tiap aspek agar dapat
menegaskan propris dalam perancangan. Hasil dari sistem poin menyatakan bahwa
kenyamanan dan kesehatan di dalam ruang merupakan aspek yang sangat penting
dalam melakukan perancangan.

BAB III
METODELOGI

A. Waktu dan Tempat


Hari/ Tanggal : 17 Mei 2023
Pukul : 12.00 WIB s/d Selesai
Tempat : Ruang Sidang Kesehatan Lingkungan

B. Alat dan Bahan


1. Meteran
2. Pulpen
3. Buku Catatan

C. Prosedur Kerja
1. Siapkan alat dan bahan yang akan digunakan.
2. Tentukan ruang mana yang akan diukur.
3. Lakukan pengukuran dengan menggunakan meteran dari panjang ruangan, lebar
ruangan, tinggi ruangan, tinggi jendela, tinggi lantai ke jendela, tinggi jendela ke
atap, lebar jendela, panjang pintu, lebar pintu, dan tinggi pintu ke atap kemudian
dicatat hasil pengukuran.

BAB IV
PEMBAHASAN

A. Data Praktikum
Data
Ruangan

T = 3,73 m

t 1 = 31 C
t 2 = 30

Ruang
L = 7,85 m

Ventilasi 2
(hanya ada 1 jendela dengan ukuran ini)

P = 1,75
Ventilasi 1 (terdapat 3 jendela dengan ukuran ini)

P = 1,75
L = 3,32 m L = 1,34 m

Lantai

h = 1,2
h = 1,2
Berikut hasil pengukuran dan pengamatan :
1) Ruang
 Panjang ruang : 8,90 m
 Lebar ruang : 7,85 m
 Tinggi ruang : 3,73 m

2) Ventilasi 1 (3 jendela)
 Panjang ventilasi : 1,75 m
 Lebar ventilasi : 3,34 m

3) Ventilasi 2 (1 jendela)
 Panjang ventilasi : 1,75 m
 Lebar ventilasi : 1,34 m

4) Suhu ruangan
Dalam ruangan : 31°C
Luar ruangan : 30°C

B. Perhitungan

Volume Ruang = P x L x T
= 8,90 m x 7,85 m x 3,73 m
= 260,6 m3

Luas Ventilasi = Ventilasi 1 ( P x L ) + Ventilasi 2 ( P x L )


= 3 ( 1,75 m x 3,32 m ) + 1 ( 1,75 m x 1,34 m )
= 3 ( 5,81 m2 ) + 1 ( 2,345 m2 )
= 17,43 m2 + 2,345 m2
= 19,775 m2
= 19,8 m2

Diketahui : V (volume ruang) = 260,6 m3


F (luas ventilasi) = 19,8 m2
t 1 (suhu dalam ruang) = 31°C
t 2 (suhu luar ruang) = 30°C
h (jarak lantai ke ventilasi) = 1,2 m
kebutuhan udara / orang = 40 m3 / jam / orang

Penyelesaian :

𝑇 =1,2 V
F √(t1−t2)ℎ

1,2 ( 260,6 m3 )
=
19,8 m2 √(31−30)1,2 𝑚

312,72 m3
= 19,8 m2 √(1)1,2 𝑚

312,72 m3
= 19,8 m2 √1,2 m

312,72 m3
= 19,8 m2 (1,09 m)

312,72 m3
= 21,58 m
= 14,49 menit ≈ 14 menit
V
Kebutuhan Udara =
T

260,6 m3
= 14 menit
= 18,61 m3 / menit
= 18,61 m3 / menit x 60 menit
= 1.116,6 m3 / jam
Udara yang dibutuhkan

Kebutuhan Udara
Penghuni
kebutuhan udara / orang
=

1.116,6 m3 / jam
= 40 m3 / jam /
orang
= 27,91
≈ 28 orang penghuni
Jadi, dengan luas ruangan 260,6 m3 dibutuhkan udara ruang sebesar 1,116,6
m3/ jam untuk 28 orang penghuni.

C. Pembahasan
Pengamatan dan pengukuran ruangan dilakukan pada hari jum’at, 17 mei 2023.
Ruangan yang di ukur merupakan Ruang Seminar / Ruang Sidang Jurusan Kesehatan
Lingkungan Poltekkes Kemenkes Aceh. Setelah dilakukan pengamatan dan pengukuran
diperoleh data Panjang Ruang = 8,90 m, Lebar Ruang = 7,85 m, Tinggi Ruang = 3,73 m
Sedangkan untuk ventilasi sendiri diperoleh dua data yang berbeda dikarenakan ruangan
tersebut memiliki empat ventilasi (jendela) yang diantaranya berbeda ukuran, terdapat
tiga jendela dengan Panjang Ventilasi = 1,75 m dan Lebar Ventilasi = 3,34 m, sementara
satu ventilasi lainnya dengan Panjang Ventilasi = 1,75 m dan Lebar Ventilasi = 1,34 m,
Jarak Lantai ke Ventilasi = 1,2 m, Suhu dalam Ruang = 31°C, Suhu luar Ruang = 30°C.

Berdasarkan data hasil pengamatan dan pengukuran dilakukan perhitungan dengan


poin pembahasan sebagai berikut :

1. Menentukan Kebutuhan Udara Ruangan


Untuk mengetahui kebutuhan udara Ruangan Seminar / Ruang Sidang Jurusan
Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Aceh adalah dengan melakukan
pembagian menggunakan rumus (Kebutuhan Udara = ) seperti yang telah disebut
V

pada perhitungan diatas dengan perolehan hasil kebutuhan udara sebesar 1.116,6 m3 /
jam.

2. Menentukan Jumlah Penghuni Yang Layak Dalam Ruang Tersebut


Setelah memperoleh kebutuhan udara ruangan, maka selanjutnya adalah
menentukan banyaknya penghuni yang layak menghuni Ruangan Seminar / Ruang
Sidang Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Aceh dengan
Kebutuhan Udara
menggunakan rumus (Penghuni = ) seperti yang telah disebut
kebutuhan udara / orang

pada perhitungan diatas dengan perolehan jumlah penghuni sebanyak 28 orang


penghuni.
Ketentuan :
 Berdasarkan SNI 03-1733-2004, kebutuhan luas minimal rumah tinggal di
Indonesia untuk 1 orang dewasa adalah sebesar 9 m2 / jiwa.
 Berdasarkan Lampiran Permen 24 Tahun 2007 Tentang Sarana Prasarana, rasio
minimum luas ruang kelas untuk satu orang peserta didik adalah 2 m 2 / peserta
didik.

Dari ketentuan diatas dapat disimpulkan bahwa Ruangan Seminar / Ruang Sidang
Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Aceh dianggap sebagai ruang
kelas dengan kebutuhan per orang sebesar 2 m2 / peserta didik. Nah, berdasarkan data
praktikum, diperoleh luas ruangan dalam meter persegi (P x L) adalah sebesar 69,86
m2 dan perolehan jumlah penghuni yang layak adalah 28 orang penghuni. Jadi, untuk
28 orang penghuni membutuhkan ruang sebesar 56 m2 dengan ruang yang tersedia
sebesar 69,86 m2 (berarti memenuhi syarat), sementara luas ruangan yang tersedia
lebih dianggap sebagai ruang per satu orang pengajar (membutuhkan 4 m2 / pengajar)
dan untuk fasilitas / properti ruangan lainnya.

Selain itu, kebutuhan atau daya AC yang diperlukan Ruangan Seminar / Ruang
Sidang Jurusan Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Aceh juga perlu
ditentukan, yaitu dengan cara sebagai berikut :

Rumus :
Panjang (P) x Lebar (L) x 537 BTU/h(jam)
Ketentuan :
AC ½ PK = ± 5.000 BTU/h → ukuran ruangan 10m²
AC ¾ PK = ± 7.000 BTU/h → ukuran ruangan 14m²
AC 1 PK = ± 9.000 BTU/h → ukuran ruangan 18m²
AC 1½ PK = ± 12.000 BTU/h → ukuran ruangan 24m²
AC 2 PK = ± 18.000 BTU/h → ukuran ruangan 36m²
Dst.

Menentukan daya / kebutuhan AC Ruangan Seminar / Ruang Sidang Jurusan


Kesehatan Lingkungan Poltekkes Kemenkes Aceh :
PK = Panjang (P) x Lebar (L) x 537 BTU/ h(jam)
= 8,90 m x 7,85 m x 537 BTU/ h(jam)
= 37.517,5 BTU/ h(jam)
≈ 37.517 BTU/h(jam)

Jadi, untuk kebutuhan daya AC sebesar 37.517 BTU/h(jam) dan ruangan seluas 69,86 m2,
dibutuhkan AC dengan daya ± 4 PK dengan ketentuan (AC ½ PK = ± 5.000 BTU/h).
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah :
1. Kebutuhan tubuh terhadap oksigen merupakan kebutuhan yang mendasar dan mendesak.
Tanpa oksigen dalam waktu tertentu akan mengalami kerusakan dan menimbulkan
kematian. Udara sebagai salah satu komponen kehidupan yang paling utama dalam
kelangsungan hidup manusia. Untuk memenuhi hal tersebut maka diperlukan pemeliharan
untuk mempertahankan dan meningkatkan mutu (kualitas) udara agar dapat memberikan
kontribusi bagi mahluk hidup dalam hal kesehatan.
2. Dari hasil perhitungan pengukuran ruang sidang yang telah didapatkan adalah
- Volume Ruang : 260,5 m3
- Luas Ventilasi : 19,8 m3
- Waktu Pergantian Udara : 14 Menit
- Kebutuhan Udara : 1.116,6 m3 /jam
- Penghuni : 28 Orang Penghuni

Maka, dengan luas ruangan 260,6 m3 dibutuhkan udara ruang sebesar 1,116,6 m3/
jam untuk 28 orang penghuni.

3. Dari hasil perhitungan pengukuran ruang sidang dapat diketahui ukuran PK pada
Air Conditioner (AC) yaitu 37.517 BTU/h(jam)
4. Kebutuhan daya AC sebesar 37.517 BTU/h(jam) dan ruangan seluas 69,86 m2, dibutuhkan
AC dengan daya ± 4 PK dengan ketentuan (AC ½ PK = ± 5.000 BTU/h).

B. Saran
1. Pertukaran udara dari luar dan dalam ruang bagi mahasiswa perlu dimaksimalkan
dengan cara membuka ventilasi dan jendela secara berkala dan menghentikan
penggunaan AC selama beberapa waktu agar ada pertukaran dan penyegaran udara
sehingga kontaminan yang berada dalam ruang seperti partikulat dapat keluar
2. Dari segi pemeliharaan AC, diharapkan dilakukan sebulan sekali, dikarenakan meninjau
bahwa AC ini digunakan setiap harinya untuk proses pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA

http://e-journal.uajy.ac.id/6931/2/MTA102035.pdf
jiunkpe-is-s1-2019-41415042-45566-baileo-chapter2.pdf
https://www.academia.edu/26062286/
Laporan_Praktikum_Pemeriksaan_Kualitas_Udara
https://www.academia.edu/20130354/Laporan_ventilasi
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai