b) Candida sp
b) Warna koloninya putih, dengan
diameter kecil sampai sedang.
Permukaan koloninya rata seperti kapas
(cottony atau fluffy) dan tipe koloninya
rata dan lembut.
PEMBAHASAN
Semua jamur merupakan organisme eukariotik, dan tiap sel jamur memiliki setidaknya
satu nukleus dan membrane nukleus, retikulum endoplasma, mitokondria, dan apparatus
sekretorik. Kebanyakan jamur merupakan aerob obligat atau fakultatif. Jamur bersifat
kemotropis, menyekresi enzim yang mendegradasi beragam substrat organik menjadi nutrien-
nutrien mampu-larut yang kemudian diserap secara pasif atau dibawa ke dalam sel dengan
transpor aktif. Infeksi j amur disebut mikosis. Mikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang
jamur. Telah ditemukan sekitar 80.000 spesies jamur, tetapi kurang dari 400 spesies yang
bermakna daiam ilmu kedokteran, dan kurang dari 50 spesies menyebabkan lebih dari 90%
infeksi jamur pada manusia dan hewan lain. Kebanyakan jamur patogen bersifat eksogenik,
habitat alaminya adalah air, tanah dan debris organik. Mikosis dengan insidens tertinggi
kandidiasis dan dermatofitosis disebabkan oleh jamur yang merupakan bagian dari flora
mikroba normal atau sudah sangat beradaptasi untuk bertahan dalam pejamu manusia. Demi
kemudahan, mikosis dapat dikelompokkan sebagai superfisial, kutaneus, sistemik, dan
oportunistik. (1) Superfisial, antara lain pitiriasis versikolor yang agen jamur penyebab
penyakit tersebut adalah Malassezia sp., Tinea nigra yang agen jamur penyebab penyakit
tersebut adalah Hortoea werneckii. (2) Kutan, antara lain dermatofitosis yang agen jamur
penyebab penyakit tersebut adalah Mictosporum sp., Trichophyton sp., dan Epidermaphyton
floccosum, serta kandiddiasis kulit, mukosa atau kuku dimana agen jamur penyebab penyakit
tersebut adalah Candida albicans dan Candida sp. yang lain. (3) Subkutan, salah satunya
adalah sporotrikosis dimana agen jamur penyebab penyakit tersebut adalah Sporothrix
schenckii. (4) Endemis, salah satunya adalah blasmomikosis dimana agen jamur penyebab
penyakit tersebut adalah Blastomyces dermatitidis. (5) Oportunistik, salah satunya adalah
kandidiasis sistemik dimana agen jamur penyebab penyakit tersebut adalah Candida albicans
dan Candida sp. yang lain. Jamur bertumbuh dalam dua bentuk dasar, yaitu ragi (Sel jamur
uniseluler berbentuk sferis hingga ellipsoid yang biasanya bereproduksi melalui pertunasan)
dan kapang (bentuk pertumbuhan atau koloni hifa atau miselium). Pertumbuhan dalam bentuk
ragi, kebanyakan ragi bereproduksi dengan pertunasan. Beberapa spesiel menghasilkan tunas
yang secara khas tidak melepaskan diri dan menjadi memanjang, proses ini menghasilkan
rantai sel ragi yang panjang dan disebut pseudohifa. Koloni ragi biasanya bertekstur lembut,
opak, berukuran 1-3 mm, dan berawarna krem. Sedangkan pertumbuhan dalam bentuk kapang
terjadi melalui terbentuknya koloni-koloni filamentosa multiseluler. Koloni ini terdiri atas
tubulus-tubulus silinder yang bercabang disebut hifa, diameternya bervariasi dari 2 µm hingga
10 µm. Massa hifa yang saling bertaut dan bertambah banyak selama pertumbuhan aktif
disebut sebagai miselium. Dalam kondisi pertumbuhan yang distandardisasi di dalam
laboratorium, kapang menghasilkan koloni dengan ciri khas, seperti laju pertumbuhan,
tekstur, dan pigmentasi. Beberapa spesies jamur bersifat dimorfik dan mampu bertumbuh
sebagai ragi maupun kapang, bergantung pada kondisi lingkungannya. Selain pertumbuhan
vegetatifnya sebagai ragi atau kapang, jamur dapat menghasilkan spora untuk meningkatkan
ketahanan hidupnya. Spora dapat disebar dengan cepat, lebih resisten terhadap kondisi yang
buruk, dan dapat bertumbuh jika kondisi pertumbuhan mendukung. Spora dapat dihasilkan
dari reproduksi aseksual maupun seksual-masing-masing disebut fase anamorfik dan
teleomorfik. Spora aseksual merupakan progeni mitotik (yaitu mitospora) dan identic secara
genetik. Jamur yang penting dalam dunia medis membentuk dua jenis spora aseksual utama,
yaitu konidia, dan pada sporangiospora.1 Sifat permukaan jamur ada beberapa macam, antara
lain (1) Seperti kapas (cottony atau fluffy) misalnya padagolonan Mucoraceae, (2) Seperti
beludru (velvety), misalnya T.Schoenleini, (3) Seperti kapur (Chalky), misalnya Nacordia, (4)
Seperti powder (powdery), misalnya Microsporum, (5) Seperti lilin (waxy), misalnya
Microsporum. Warna koloni pada jamur dapat bermacam-macam, yaitu T. mentagrophytes
yang berwarna putih sampai kehitaman, T. ubrum yang berwarna putih, merah atau jingga, M.
canis yang berwarna orange, Aspergillus niger yang berwarna hitam. Jamur dan ragi hanyalah
gaya pertumbuhan jamur yang berbeda yang cocok untuk menempati habitat yang berbeda
dan diproduksi oleh polaritas pertumbuhan sel yang berbeda. Banyak spesies yang disebut
jamur dimorfik dapat mengadopsi bentuk ragi hifa atau uniseluler sesuai dengan keadaan
lingkungan. Misalnya, patogen manusia dan hewan tertentu yang penting ada sebagai bentuk
ragi yang dimobilisasi dalam cairan tubuh, tetapi dapat membentuk hifa atau pseudohyphae
untuk invasi jaringan. Penyakit jamur dibagi menjadi tiga jenis. Yang pertama infeksi jamur
atau mikosis yang dapat berawal dari pertumbuhan berlebihan flora normal (umumnya ragi
atau dermatofita), dari inhalasi spora Jamur (sering dari lingkungan yang berdebu), atau dari
implantasi traumatik spora ke dalam jaringan. Infeksi Jamur terutama parah pada pasien
dengan gengguan kekebalan, sering menyebar melalui aliran darah (fungemia). Kedua
dikarenakan Toksin Jamur dapat terjadi Mikotoksikosis dan Misetismus. Mikotoksikosis
adalah keracunan akibat ingesti toksin Jamur yang terbentuk dalam makanan, terutama
karsinogen aflatoksin dalam kacang tanah. Misetismus adalah penyakit yang ditimbulkan
akibat ingesti jamur beracun. Ketiga invasi jamur dapat mengakibatkan reaksi alergi. Alergi
terhadap Jamur berperan dalam aspergilosis bronkopulmonaris dan farmer’s lung. Sick
building syndrome terjadi akibat inhalasi spora dan toksin Jamur, yang memperparah alergi. 2
Dermatofitosis atau tinea mendominasi sekitar 20% -25% dari seluruh populasi dunia.
Dermatofita adalah jamur berserabut yang secara alami hidup di bahan keratin yang
ditemukan di tanah. Dermatofitosis atau tinea terutama disebabkan oleh dermatofita.
Dermatofitosis atau tinea dapat ditemukan pada kulit berbagai bagian tubuh manusia yang
membuatnya mengambil berbagai nama berdasarkan daerah yang terinfeksi seperti tinea pedis
pada kaki, tinea unguium pada kuku, tinea capitis pada kulit kepala, tinea kruris pada
selangkangan, dan tinea corporis di tubuh. Dermatofita adalah kelompok khusus jamur
keratin yang memiliki kemampuan hidup di atas bahan kaya keratin yang terdapat di dalam
tanah atau jaringan manusia atau hewan seperti kulit, rambut, dan kuku. Dermatofit
mengandung tiga genera, yaitu Trichophyton spp., Microsporum spp., Dan Epidermophyton
spp. Mereka juga dapat dibagi menjadi tiga kelompok berdasarkan sumber infeksi. Yang
pertama bersifat antropofilik ketika infeksi ditularkan dari manusia ke manusia lain melalui
kontak langsung, seperti pada Microsporum langeronii yang ditemukan menyebabkan tinea
corporis pada kebanyakan anak di sekolah dasar negeri Antananarivo (Madagaskar) dan
Trichophyton interdigitale adalah agen penyebab tinea faciei. Zoophilic adalah kelompok
dermatofita lain ketika jamur ditularkan dari hewan, domestik atau liar, ke manusia atau
hewan lain seperti Microsporum canis dan Trichophyton mentagrophytes yang biasanya
menginfeksi anjing dan kucing di Italia. Kelompok ketiga dari dermatofita adalah geofilik
yang ditemukan di tanah yang hidup pada bahan keratin sebagai saprofit dan dapat ditularkan
ke manusia setelah kontak dengan tanah yang terkontaminasi seperti dengan Microsporum
gypseum. Infeksi oleh dermatofita jenis antropofilik biasanya dikenali bersifat kronik dengan
inflamasi rendah sedangkan inflamasi tinggi bila penyakit disebabkan oleh zoophilic atau
geophilic. Lesi tinea dapat disebabkan oleh satu spesies dermatofita atau oleh banyak spesies
dalam beberapa kasus. Selain itu, satu spesies dermatofita dapat menyebabkan berbagai jenis
tinea. 3 Infeksi dermatofik pada manusia, tinea pedis (athlete’s foot) memanglah yang paling
sering diderita kebanyakan orang. Diestimastikan penyakit ini di derita oleh sekitar 15%
populasi dunia kapan saja. Tinea pedis adalah infeksi jamur superficial pada pergelangan
kaki, telapak kaki, punggung kaki dan sela-sela jari kaki. Penyebab tersering adalah
Epidermophyton floccosum, T. rubrum, T. mentagrophytes dan Candida albicans yang
ditularkan secara kontak langsung atau tidak langsung. Tinea cruris, infeksi ini kebanyakan di
derita oleh laki-laki dan dapat disebabkan karena perpindahan dermatofita dari kaki menuju
daerah paha saat memakai pakaian. Tinea paling sering disebabkan oleh Trichophyton
rubrum, walaupun juga bisa disebabkan oleh Trichophyton mentagrophytes and
Epidermophyton floccosum. Terutama infeksi jamur Candida albicans juga sering
menyebabkan tinea cruris. C. albicans pada umumnya tidak diklasifikasikan sebagai
penyebab pada penyakit dermatofik, dan lebih banyak diketahui sebagai infeksi oral,
tenggorokan, ruam pada popok bayi dan infeksi pada vulva serta vagina. Namun, pada
lingkungan tropis lembab, Candida albicans dapat menyebabkan infeksi jamur pada kulit,
dengan gejala yang identik dengan dermafitosis. Tinea korporis merupakan penyakit kulit
yang disebabkan oleh jamur superfisial golongan dermatofita, yang menyerang daerah kulit
tak berambut pada wajah, badan, lengan, dan tungkai. Penyebab tersering adalah
Epidermophyton floccosum, T. rubrum dan T. mentagrophytes. Penyakit ini menyerang semua
umur tetapi lebih sering menyerang orang dewasa. Tinea unguium (Onkomikosis) adalah
kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur dermatofita. Penyebab tersering adalah T.
rubrum dan T. mentagrophytes. Penyakit ini dapat ditularkan secara langsung maupun tidak
langsung. Pada umumnya tinea unguium berlangsung kronik dan sukar penyembuhannya. 4,5
Diagnosis laboratorium untuk menegakkan penyakit yang disebabkan oleh jamur antara lain
(1) Pemeriksaan mikroskopik secara langsung, (2) Kultur organisme, (3) DNA probe test, (4)
Tes serologik. Pemeriksaan mikroskopis secara langsung menggunakan spesimen klinik
seperti sputum, bahan biopsi paru, kerokan kulit tergantung dari penemuan karakteristik dari
spora aseksual, hifa, atau ragi pada mikroskop cahaya. Spesimen diuji dengan KOH 10%
untuk melarutkan komponen jaringan, meninggalkan intak alkali resisten fungi atau diwarnai
dengan pewarna fungal khusus. Fungi juga sering dikultur pada agar sabouraud yang
memfasilitasi penampilan dari jamur yang bertumbuh secara lambat dengan menghambat
pertumbuhan bakteri pada spesimen tersebut. Hasilnya, tampak miselium dan spora aseksual
untuk mengidentifikasi organisme tersebut. Pemeriksaan yang melibatkan DNA bisa
mengidentifikasi koloni yang tumbuh dalam kultur pada fase awal dari pertumbuhan bisa
dilakukan pemeriksaan berdasarkan deteksi visual dari koloni tersebut. Hasilnya, diagnosis
dapat ditegakkan dengan cepat. Saat ini DNA probe test hanya tersedia untuk jamur
Coccidioides, Histoplasma, Blastomyces, dan Cryptococcus.6 Tatalaksana pada penyakit yang
disebabkan oleh infeksi jamur pada kulit, beberapa pilihan terapeutik yang efektif untuk
menangani infeksi dermatopik dengan regimen pengobatan tergantung pada regio pada tubuh
yang terkena dan tingkat keparahan infeksi tersebut. Beberapa terapi yang paling umum yaitu,
anti jamur golongan azole yaitu Clotrimazole, Miconazole, Ketokonazole. Kebanyakan
golongan obat ini merupakan obat-obatan topikal yang digunakan sebagai obat monorerapi
untuk menangani infeksi Candida sp. (oral, vulvovaginal dan kulit) serta dapat
dikombinasikan dengan glukokortikoid seperti betametason dalam pembuatan krim untuk
mengobati tinea pedis, tinea cruris, dan tinea korporis. Untuk infeksi dengan tingkat
keparahan yang lebih lanjut, dapat menggunakan obat-obatan oral seperti flucobazole,
griseofulvin, dan itraconazole dan pada umumnya obat-obatan ini efektif.4
DAFTAR PUSTAKA
1. Jawetz E, Melnick JL, Adelberg EA. Medical Microbiology. 27th ed. New York:
McGraw Hill Education Lange, 2017
4. Cock, I. E., and S. F. Van Vuuren. A Review of The Traditional Use of Southern
African Medicinal Plants for the Treatment of Fungal Skin Infections. Journal of
Ethnopharmacology, 2020; 251: 1-21.
5. Merry Tiyas, Rochman Basuki, Kanti Ratnaningrum. Buku Ajar: Sistim Integumen.
Edisi Pertama. Semarang: Unimus Press, 2017.
LEMBAR PENGESAHAN