Anda di halaman 1dari 4

Rancangan Undang-Undang Kefarmasian

Zahra Budiasih_2248201070_Kelompok7

I. PENDAHULUAN

RUU Kefarmasian adalah suatu landasan yang mengatur tentang pendidikan,


profesi apoteker, serta payung hukum yang mendasari praktik kefarmasian. Selain
itu, RUU Kefarmasian merupakan penjabaran serta jawaban dari hal hal yang
melatarbelakangi di bentuknya RUU serta regulasi yang berhubungan dengan RUU
Kefarmasian. Urgensi RUU Kefarmasian sangat penting untuk memberikan
landasan yang kuat serta payung hukum untuk dunia kefarmasian serta ada banyak
hal yang perlu diatur dalam RUU tersebut. Maraknya masalah tentang kefarmasian
disebabkan karena tidak adanya Undang – Undang yang mengatur tentang hal
tersebut sehingga terjadi ketidak teraturan dalam pelaksanaannya.

Komisi IX Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) berencana menyusun Rancangan


Undang-Undang tentang Praktik Kefarmasian. Meski belum menjadi prioritas yang
akan dibahas pada 2017 ini, RUU Praktik Kefarmasian telah ditetapkan masuk ke
dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) long list 2015 – 2019.Namun pada
kenyataannya, semua adalah rencana yang tidak memiliki titik akhir tanpa
penyelesaian yang pasti.

II. PEMBAHASAN

Pada perancangan undang- undang dengan tercapainya kepastian hukum, subjek


hukum akan memperoleh akibat hukum yang dikehendaki dalam suatu peristiwa
hukum tertentu dan terhindar dari tindakan sewenang‐wenang, dengan kata lain
suatu kepastian hukum akan memberikan perlindungan hukum kepada subjek
hukum. Kemudian, tercapainya kepastian hukum juga akan memberikan keadilan
dan ketertiban bagi subjek hukum. Sehingga, apabila Peraturan Menteri Kesehatan
No. 284/MENKES/PER/III/2007 tentang Apotek Rakyat tidak memberikan
kepastian hukum bagi apoteker dalam menjalankan tugas keprofesiannya atas
pekerjaan kefarmasian, maka Peraturan Menteri Kesehatan No.
284/MENKES/PER/III/2007 tidak dapat memberikan perlindungan hukum,
keadilan dan ketertiban bagi subjek hukum, yang dalam hal ini adalah masyarakat,
baik masyarakat umum maupun masyarakat. Serta ada dampak positif dan negatif
dari disahkannya RUU Kefarmasian. Dampak positifnya adalah memberikan
kejelasan ranah kerja apoteker, meningkatnya eksistensi ranah keprofesian farmasi,
dan adanya payung hukum. RUU Kefarmasian ini sangat penting dan diharapkan
bisa terwujud menjadi Undang Undang secara resmi. Seperti yang kita ketahui
bahwa bidang farmasi ini sangat luas sehingga tanpa UU Kefarmasian pelaksanaan
tugas sebagai farmasis dan apoteker belum maksimal, dan akan sangat
memberatkan apoteker apabila melakukan kesalahan karena belum adanya
pedoman yang kuat dan baku yang dapat melindungi profesi apoteker. Sejauh ini,
sudah banyak ditemukan kasus tentang penyalahgunaan produk obat seperti
skincare, dari hasil pengamatan di lapangan banyak konsumen yang terjerumus
menggunakan produk yang tidak berlisensi Depkes dan BPOM.

Hal yang banyak dipertanyakan sampai sekarang adalah kenapa masih ada saja
oknum yang berani untuk menjual produk ilegal yang sangat merugikan konsumen.
Contoh kasus nyata yang bisa kita lihat dari kabar berita yang dilansir dari
DetikNews atas tuduhan kasus penggelapan obat psikotropika oleh apoteker,
padahal ia hanya membawa barang bukti narkotika dan psikotropika dengan tujuan
untuk melaporkan tindakan yang tidak sesuai. Sebelum banyak kasus serupa yang
terjadi, ini bisa menjadi ancaman jika RUU Kefarmasian tidak segera disahkan.
Pada saat ini pergerakan RUU Kefarmasian diibaratkan masih jalan ditempat, hal
ini disebabkan prioritas pembahasan anggota dpr yang berubah, yang dimana
awalnya membahas ruu kefarmasian, menjadi membahas tentang ruu pengawasan
obat dan makanan, memang dapat kita lihat perubahan hal tersebut bukanlah hal
yang salah, mengingat keterkaitan yang masih berhubungan dengan lingkup kerja
kefarmasian. Lalu adanya UU No. 36 tahun 2014 yang mengatur tentang tenaga
kesehatan menegaskan perlu adanya suatu peraturan yang jelas untuk praktik
kefarmasian.

III. KESIMPULAN DAN SARAN

Berkaca dari fakta diatas, kita dapat simpulkan bahwa RUU Kefarmasian ini harus
segera disahkan supaya tenaga kefarmasian dan apoteker memiliki payung hukum
yang jelas dan masyarakat mendapatkan pelayanan kefarmasian yang lebih optimal.
Walaupun perjalanan sangat rumit, proses untuk memperjuangkan RUU
Kefarmasian ini tidak boleh berhenti begitu saja. Sehingga sangat dibutuhkan
kekompakan seluruh elemen farmasi dan apoteker di indonesia. Kita sebagai
mahasiswa farmasi selain mengawal isu ini juga harus lebih memperkenalkan
eksistensi tenaga kefarmasian dan apoteker kepada masyarakat umum sehingga
dapat meningkatkan citra apoteker pada masyarakat yang bisa mengembalikan
kepercayaan mereka terhadap eksistensi profesi apoteker. Kami berharap, para
elemen farmasi bisa mendukung RUU Kefarmasian ini hingga resmi disahkan.
Semakin cepat disahkannya RUU Kefarmasian tersebut, maka permasalahan
farmasi di Indonesia akan semakin cepat teratasi. Perjalanan yang kami lewati
cukup panjang dan kami tidak ingin terbuang sia-sia tanpa mendapatkan kepastian.
Daftar Pustaka

Andi, Nugraha. 2015. Analisis Putusan Nomor 334/Pid. Sus/2015/PN. Dps tentang

pengedaran kosmetika yang tidak mesmiliki izin edar dan tidak memiliki keahlian

dalam praktik kefarmasian ditinjau menurut perundang-undangan/Andi Nugraha.

Bem farmasi uad 2019. ” RUU KEFARMASIAN” di akses pada 6 april 2019, dari

http://bem.ffarmasi.uad.ac.id/ruu-kefarmasian/

Gatra.com. 2021.“MFI serahkah Draf RUU Farmasi dan Apoteker ke Baleg DPR”

https://www.gatra.com/detail/news/523925/politik/mfi-serahkan-draf-ruu-farmasi-dan

-apoteker-ke-baleg-dpr Diakses pada 18 Oktober 2021.

Anda mungkin juga menyukai