Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

“AKUNTABILITAS DAN QUALITY ASSURANCE DALAM PENDIDIKAN”

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah

Politik Dan Etika Pendidikan

Dosen Pengampu :

Lutfiana Wahyuni M.Sos

Disusun Oleh:

1. Insa Ansori
2. Muhammad Yahya

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH “AL MUSLIHUUN”

TLOGO KANIGORO BLITAR

2022/2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan ke Hadirat Allah swt, karena berkat limpahan
Rahmat dan Karunia-nya sehingga kami dapat menyusun makalah “AKUNTABILITAS
DAN QUALITY DALAM ASSURANCE PENDIDIKAN” dengan baik dan tepat pada
waktunya. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Politik Dan Etika
Pendidikan yang diampu oleh Lutfiana Wahyuni M.Sos selaku Dosen pembimbing.

Makalah ini dibuat dengan berbagai observasi dan beberapa bantuan dari berbagai
pihak untuk membantu menyelesaikan tantangan dan hambatan selama mengerjakan makalah
ini. Oleh karena itu, kami mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah ini.

Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan yang mendasar pada makalah ini.
Oleh karena itu kami mengundang pembaca untuk memberikan saran serta kritik yang dapat
membangun kami. Kritik konstruktif dari pembaca sangat kami harapkan untuk
penyempurnaan makalah selanjutnya Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan
manfaat bagi kita sekalian.

Blitar, 12 November 2022

Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...............................................................................................................2
BAB I.........................................................................................................................................3
PENDAHULUAN......................................................................................................................3
A. Latar Belakang...................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................4
C. Tujuan............................................................................................................................4
BAB II........................................................................................................................................5
PEMBAHASAN........................................................................................................................5
A. Pengertian Akuntabilitas....................................................................................................5
B.Pengertian Akuntabilitas Pendidikan..............................................................................6
C.Tujuan Akuntabilitas Pendidikan....................................................................................7
D. Manfaat Akuntabilitas Pendidikan.................................................................................8
E. Langkah-Langkah Akuntabilitas Pendidikan.................................................................8
F. Pengertian Quality Assurance........................................................................................9
G. Quality Assurance Pendidikan.......................................................................................9
H. Tujuan Quality Assurance Pendidikan.........................................................................11
I. Mekanisme Quality Assurance Pendidikan...................................................................11
J. Langkah-langkah Quality Assurance Pendidikan.........................................................13
BAB III.....................................................................................................................................16
PENUTUP................................................................................................................................16
A.KESIMPULAN................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................16
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Berbagai negara di dunia tidak pernah surut melakukan upaya peningkatan mutu
pendidikian. Kecenderungan internasional mengisyaratkan bahwa sistem penjaminan dan
peningkatan mutu pendidikan dibangun dari unit satuan pendidikan di mana kelompok
pendidik dan tenaga kependidikan profesional menunjukkan komitmen dan praktek-praktek
yang terbaik (akuntabilitas profesional).

Paradigma penjaminan mutu telah bergeser dari praktek quality control ke quality
assurance and development. Hasil-hasil kajian menunjukkan bahwa peningkatan mutu tidak
selalu berkaitan dengan peningkatan anggaran pendidikan dan ketersediaan guru dalam
jumlah dan kualifikasi. Peningkatan mutu terjadi dalam perwujudan budaya mutu yang
menunjukkan perubahan cara berfikir dan budaya kerja yang mengutamakan mutu.

Perhatian pemerintah (Indonesia) terhadap peningkatan mutu pendidikan nasional


direfleksikan dalam berbagai kebijakan pembangunan pendidikan yang secara sistematik
telah lama dilakukan sejak rencana pembangunan lima tahun pertama. Berbagai program
inovasi pendidikan baik yang dilaksanakan dalam bentuk kegiatan proyek maupun rutin pada
kenyataannya belum menunjukkan hasil pencapaian mutu pendidikan yang mampu
membangun daya saing bangsa.

Indikator-indikator kajian internasional maupun regional dalam banyak aspek selalu


menunjukkan bahwa daya saing Indonesia menduduki peringkat yang belum memberikan
kebanggaan sebagai bangsa. Dengan mempertimbangkan peranan strategis pendidikan dalam
investasi sumber daya manusia, diyakini bahwa penyelenggaraan pendidikan yang bermutu
akan mampu secara bertahap membangun martabat dan daya saing bangsa Indonesia. Satu
sistem penjaminan dan peningkatan mutu diperlukan untuk menghindari pelaksanaan
program-program pendidikan yang parsial, tidak berkelanjutan, serta belum kuatnya tata kerja
akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah pengertian akuntabilitas pendidikan?
2. Apakah tujuan akuntabilitas pendidikan?
3. Bagaimana langkah-langkah akuntabilitas pendidikan?
4. Apakah pengertian quality assurance?
5. Apakah tujuan quality assurance?
6. Bagaimana mekanisme quality assurance?
7. Bagaimana langkah-langkah quality assurance?

C. Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Politik
dan Etika Pendidikan, juga untuk menjelaskan mengenai konsep akuntabilitas pendidikan
serta quality assurance pendidikan
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah sebuah konsep etika yang dekat dengan administrasi publik
pemerintahan (lembaga eksekutif pemerintah, lembaga legislatif parlemen dan lembaga
yudikatif Kehakiman) yang mempunyai beberapa arti antara lain, hal ini sering digunakan
secara sinonim dengan konsep-konsep seperti yang dapat dipertanggungjawabkan
(responsibility),[1]yang dapat dipertanyakan (answerability),1 yang dapat dipersalahkan
(blameworthiness) dan yang mempunyai ketidakbebasan (liability) termasuk istilah lain yang
mempunyai keterkaitan dengan harapan dapat menerangkannya salah satu aspek dari
administrasi publik atau pemerintahan,
Dalam peran kepemimpinan, akuntabilitas dapat merupakan pengetahuan dan adanya
pertanggungjawaban tehadap tiap tindakan, produk, keputusan dan kebijakan termasuk pula
di dalamnya administrasi publik pemerintahan, dan pelaksanaan dalam lingkup peran atau
posisi kerja yang mencakup di dalam mempunyai suatu kewajiban untuk melaporkan,
menjelaskan dan dapat dipertanyakan bagi tiap-tiap konsekuensi yang sudah dihasilkan.
akuntabilitas merupakan istilah yang terkait dengan tata kelola pemerintahan
sebenarnya agak terlalu luas untuk dapat didefinisikan.akan tetapi hal ini sering dapat
digambarkan sebagai hubungan antara yang menyangkut saat sekarang ataupun masa depan,
antar individu, kelompok sebagai sebuah pertanggungjawaban kepentingan merupakan
sebuah kewajiban untuk memberitahukan, menjelaskan terhadap tiap-tiap tindakan dan
keputusannya agar dapat disetujui maupun ditolak atau dapat diberikan hukuman bilamana
diketemukan adanya penyalahgunaan kewenangan.

Akuntabilitas berasal dari bahasa Latin:accomptare (mempertanggungjawabkan)


bentuk kata dasar computare (memperhitungkan) yang juga berasal dari kata putare
1
Dykstra, Clarence A. (February 1939). "The Quest for Responsibility". American
Political
(mengadakan perhitungan).[5] Sedangkan kata itu sendiri tidak pernah digunakan dalam
bahasa Inggris secara sempit tetapi dikaitkan dengan berbagai istilah dan ungkapan seperti
keterbukaan (openness), transparansi (transparency), aksesibilitas (accessibility), dan
Berhubungan kembali dengan publik (reconnecting with the public) dengan penggunaannya
mulai abad ke-13 Norman Inggris, konsep memberikan pertanggungjawaban memiliki
[6][7]

sejarah panjang dalam pencatatan kegiatan yang berkaitan dengan pemerintahan dan sistem
pertanggungjawaban uang yang pertama kali dikembangkan di Babylon2

B.Pengertian Akuntabilitas Pendidikan


McAshan (1983) menyebutkan bahwa akuntabilitas adalah kondisi seseorang yang
dinilai oleh orang lain karena kualitas performannya dalam menyelesaikan tujuan yang
menjadi tanggungjawabnya. Sedangkan John Elliot (1981:15-16) merinci makna yang
terkandung di dalam akuntabilitas, yaitu : (1) cocok atau sesuai (fitting In) dengan peranan
yang di harapkan, (2) menjelaskan dan mempertimbangkan kepada orang lain tentang
keputusan dan tindakan yang di ambilnya, (3) performan yang cocok dan dan meminta
pertimbangan/penjelasan kepada orang lain.

Akuntabilitas membutuhkan aturan, ukuran atau kriteria, sebagai indikator


keberhasilan suatu pekerjaan atau perencanaan. Dengan demikian, maka akuntabilitas adalah
suatu keadaan performan para petugas yang mampu bekerja dan dapat memberikan hasil
kerja sesuai dengan criteria yang telah di tentukan bersama sehingga memberikan rasa puas
pihak lain yang berkepentingan. Sedangkan akuntabilitas pendidikan adalah kemampuan
sekolah mempertanggungjawabkan kepada publik segala sesuatu mengenai kinerja yang telah
dilaksanakan. Scorvis D. Anderson dalam bukunya Accountability What, Who, and Whither?

Dalam Made Pidarta (1988), menyebutkan lima bagian yang merupakan manifestasi dari
akuntabilitas, yaitu : (1) mengontrak performan. Performan di tentukan kriterianya dan
disepakati bersama. Artinya pertugas pelaksana tidak boleh menyimpang dari kriteria
tersebut.

(2) memiliki kunci pembentuk arah dalam bentuk biaya dan usaha performan yang
dikontrak/ditentukan, diharapkan tercapai tujuan secara efektif sehingga pengontrak merasa

2
Urch, Edwin J. (July 1929). "The Law Code of Hammurabi". Americna Bar Association
Journal
puas. (3) unsur pemeriksaan yang dilakukan oleh orang-orang bebas dan tidak terlibat dalam
kegiatan internal, seperti orang tua siswa, masyarakat, atau pemerintah. (4) memberikan
jaminan, dalam bidang pendidikan mutu dapat terjamin dengan menggunakan kriteria atau
ukuran tertentu. (5) pemberian insentif, diberikan sebagai penghargaan dan dapat di ukur
menurut kriteria tertentu, dengan maksud untuk meningkatkan motivasi dan sistem kompetisi
dalam meningkatkan performan.
Akuntabilitas dalam bidang pendidikan, seperti yang di katalkan oleh H.H. Mc Ashaan, yaitu
(1) program dan manajemen personalia yang mengarah kepada tujuan, (2) penekanan
manajemen yang efektif dan efisien, dan (3) pengembangan program, pengembangan
personalia, peningkatan hubungan dengan masyarakat, dan kegiatan-kegiatan manajemen.

C.Tujuan Akuntabilitas Pendidikan


Tujuan akuntabilitas pendidikan adalah agar terciptanya kepercayaan publik terhadap
sekolah. Kepercayaan publik yang tinggi akan sekolah dapat mendorong partisipasi yang
lebih tinggi pula terdapat pengelolaan manajemen sekolah. Sekolah akan dianggap sebagai
agen bahkan sumber perubahan masyarakat. Slamet (2005:6) menyatakan: Tujuan utama
akuntabilitas adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah
satu syarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggara sekolah harus
memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada publik.
Selain itu, tujuan akuntabilitas adalah menilai kinerja sekolah dan kepuasaan publik
terhadap pelayanan pendidikan yang diselenggarakan oleh sekolah, untuk mengikutsertakan
publik dalam pengawasan pelayanan pendidikan dan untuk mempertanggungjawabkan
komitmen pelayanan pendidikan kepada publik.

Rumusan tujuan akuntabilitas di atas hendak menegaskan bahwa akuntabilitas


bukanlah akhir dari sistem penyelenggaran manajemen sekolah, tetapi merupakan faktor
pendorong munculnya kepercayaan dan partisipasi yang lebih tinggi lagi. Bahkan, boleh
dikatakan bahwa akuntabilitas baru sebagai titik awal menuju keberlangsungan manajemen
sekolah yang berkinerja tinggi.
D. Manfaat Akuntabilitas Pendidikan
Akuntabilitas mampu membatasi ruang gerak terjadinya perubahan dan pengulangan,
dan revisi perencanaan. Sebagai alat kontrol, akuntabilitas memberikan kepastian pada
aspek-aspek penting perencanaan, antara lain:

1. Tujuan/performan yang ingin dicapai

2. Program atau tugas yang harus dikerjakan untuk mencapai tujuan

3. Cara atau performan pelaksanaan dalam mengerjakan tugas

4. Alat dan metode yang sudah jelas, dana yang dipakai, dan lama bekerja yang semuanya
telah tertuang dalam bentuk alternatife penyelesaikan yang sudah eksak/pasti
5. Lingkungan sekolah tempat program dilaksanakan

6. Insentif terhadap pelaksana sudah ditentukan secara pasti

E. Langkah-Langkah Akuntabilitas Pendidikan

Made Pidarta (1988) merumuskan langkah-langkah yang harus di tempuh untuk


menentukan akuntabilitas dalam melaksanakan tugas-tugas pendidikan, sebagai berikut:

1. Menentukan tujuan program yang dikerjakan, dalam perencanaan disebut misi atau tujuan
2. Program dioperasionalkan sehingga menimbulkan tujuan-tujuan yang spesifik.

3. Menggambarkan kondisi tempat bekerja.

4. Menentukan otoritas atau kewenangan petugas pendidikan.

5. Menentukan pelaksana yang akan mengerjakan program/ tugas. Ia penanggungjawab


program, menurut konsep akuntabilitas ia adalah orang yang dikontrak.
6. Membuat kriteria performan pelaksana yang dikontrak secara jelas, sebab hakekatnya
yang dikontrak adalah performan ini.
7. Menentukan pengukur yang bersifat bebas, yaitu orang-orang yang tidak terlibat
dalam pelaksanaan program tersebut.
8. Pengukuran dilakukan sesuai dengan syarat pengukuran umum yang berlaku, yaitu
secara insidental, berkala dan
9. Hasil pengukuran dilaporkan kepada orang yang berkaitan.
Makna yang dapat diambil dari pembahasan di atas adalah bagaimana penyelenggaraan
pendidikan di lingkungan persekolahan (shooling) diselenggarakan dengan sebaik-baiknya
untuk memenuhi akuntabilitas publik sebagai investasi sumberdaya manusia strategis melalui
proses “learning” yang baik.

F. Pengertian Quality Assurance


Istilah penjaminan mutu (quality assurance) pada awalnya digunakan di lingkungan
dunia bisnis barang dan jasa, dengan maksud untuk menumbuhkan budaya peduli mutu.
Jaminan mutu perlu dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan kepuasan kepada kastemer
pemakai produk. Dalam perkembangan selanjutnya, penerapan konsep jaminan mutu ini
ternyata tidak hanya terbatas di lingkungan bisnis dan industri, tetapi juga dalam bidang
pelayanan jasa pendidikan sejalan dengan munculnya gerakan akuntabilitas pendidikan.3

Dalam lingkungan sistem pendidikan, khususnya persekolahan, tuntutan akan


penjaminan mutu merupakan gejala yang wajar, karena penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu merupakan akuntabilitas publik. Setiap komponen pemangku kepentingan
pendidikan orang tua, masyarakat, dunia kerja, pemerintah) dalam peranan dan
kepentingannya masing-masing memeiliki kepentingan terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu. Mutu dalam pengertian memenuhi spesifikasi sering disebut sebagai
kesesuaian untuk tujuan atau penggunaan, atau disebut pula sebagai definisi kualitas menurut
produsen.

G. Quality Assurance Pendidikan


Peningkatan mutu pendidikan memerlukan standar mutu, dilakukan dalam satu
prosedur tata kerja yang jelas, strategi, kerjasama dan kolaborasi antar pemangku
kepentingan; dan dilakukan secara terus-menerus berkelanjutan. Kebijakan pembangunan
pendidikan pada dewasa ini menunjukkan adanya modal kuat untuk meningkatkan mutu
pendidikan nasional. Delapan Standar Nasional Pendidikan (SNP) menyediakan acuan untuk
mengkaji pencapaian pendidikan, mutu pendidikan dan bidang yang membutuhkan
peningkatan mutu pendidikan. Delapan (8) SNP yang dimaksudkan meliputi : (1) standar isi,
(2) standar proses, (3) standar kompetensi lulusan, (3) standar pendidik dan tenaga
kependidikan, (5) s.tandar sarana dan prasarana, (6) standar pengelolaan, standar

3
Sallis, Edward (1994). Total Quality Management in Education. London : Kogan Page Limited.
Suryadi, Ace (1999). Pendidikan, Investasi SDM, dan Pembangunan. Jakarta : Balai Pustaka
pembiayaan, dan (8) standar penilaian pendidikan. Penjaminan & Peningkatan Mutu
Pendidikan di Indonesia

Penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan untuk pendidikan dasar dan menengah di

Indonesia terkait dengan:

1. Pengkajian mutu pendidikan


2. Analisis dan pelaporan mutu pendidikan
3. Peningkatan mutu pendidikan
4. Penumbuhan budaya peningkatan mutu berkelanjutan
Penelitian internasional mengindikasikan bahwa para guru dan sekolah adalah pihak-
pihak yang memberikan kontribusi terbesar terhadap hasil mutu pendidikan peserta didik.
Untuk alasan di atas, cakupan Sistem Penjaminan dan Peningkatan Mutu Pendidikan perlu
diarahkan pada penjaminan dan meningkatkan mutu untuk guru, kepala sekolah, sekolah, dan
tenaga inti lainnya di sekolah serta sistem yang mendukung pekerjaan mereka. Definisi
penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan dasar dan menengah dirumuskan sebagai:
Serangkaian proses dan sistem yang terkait untuk mengumpulkan, menganalisa dan
melaporkan data mengenai kinerja dan mutu tenaga pendidik dan kependidikan, program dan
lembaga.

Proses penjaminan mutu mengidentifikasi aspek pencapaian dan prioritas peningkatan,


menyediakan data sebagai dasar perencanaan dan pengambilan keputusan serta membantu
membangun budaya peningkatan berkelanjutan. Pencapaian mutu pendidikan untuk
pendidikan dasar dan menengah dikaji berdasarkan delapan Standar Pendidikan Nasional
BSNP. Penjaminan mutu akan berkontribusi terhadap peningkatan mutu.

Delapan Standar Pendidikan Nasional (NSP) menyediakan acuan untuk mengkaji


pencapaian pendidikan, mutu pendidikan dan bidang yang membutuhkan peningkatan mutu
pendidikan. Pendidikan dasar dan menengah di Indonesia beroperasi dalam suatu konteks
manajemen dan pemerintahan yang mendelegasikan sebagian besar tanggung jawab
implementasinya kepada propinsi, kabupaten dan sekolah.

Agar dapat berjalan dengan efektif dalam konteks kebijakan dan manajemen ini, sistem
penjaminan dan peningkatan mutu pendidikan perlu menyediakan fleksibilitas yang memadai
yang akan memungkinkan kabupaten dan sekolah untuk mengkaji dan meningkatkan mutu di
wilayah prioritas yang mencerminkan faktor kontekstual lokal dan spesial.

H. Tujuan Quality Assurance Pendidikan


Keberadaan Permendiknas No.63 Tahun 2009 Pemerintah menindaklanjuti ketentuan
mengenai penjaminan mutu yang terdapat pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor 19 tahun 2005 ke dalam Permendiknas no.63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan (SPMP). Mutu pendidikan dalam SPMP adalah tingkat kecerdasan
kehidupan bangsa yang dapat diraih dari penerapan sistem pendidikan nasional. Penjaminan
mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan,
penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah daerah, pemerintah, dan
masyarakat untuk menaikkan tingkat kecerdasan kehidupan bangsa melalui pendidikan.
Tujuan penjaminan mutu pendidikan dalam permendiknas ini adalah terbangunnya SPMP
yang terdiri dari :

1. Terbangunnya budaya mutu pendidikan formal, nonformal, dan informal;


2. Pembagian tugas dan tanggung jawab yang jelas dan proporsional dalam penjaminan
mutu pendidikan formal dan non formal pada satuan atau program pendidikan,
penyelenggara satuan atau program pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota,
pemerintah provinsi, dan Pemerintah;
3. Ditetapkannya secara nasional acuan mutu dalam penjaminan mutu pendidikan formal
dan nonformal;
4. Terpetakannya secara nasional mutu pendidikan formal dan non formal yang dirinci
menurut provinsi, kabupaten atau kota, dan satuan atau program pendidikan;
5. Terbangunnya sistem informasi mutu pendidikan formal dan non formal berbasis
teknologi informasi dan komunikasi yang andal, terpadu, dan tersambung yang
menghubungkan satuan atau program pendidikan, penyelenggara satuan atau program
pendidikan, pemerintah kabupaten atau kota, pemerintah provinsi, dan Pemerintah.

I. Mekanisme Quality Assurance Pendidikan


Penjaminan mutu pendidikan dilakukan atas dasar prinsip keberlanjutan, terencana
dan sistematis, dengan kerangka waktu dan target-target capaian mutu. SPMP merupakan
sistem terbuka yang terus disempurnakan secara berkelanjutan. Penyelenggara satuan atau
program pendidikan wajib menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk terlaksananya
penjaminan mutu. Sementara itu, pemerintah pusat, pemerintah provinsi, pemerintah
kabupaten/kota wajib mensupervisi, mengawasi, dan mengevaluasi, serta dapat memberi
fasilitasi, saran, arahan, dan bimbingan kepada pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten
atau kota, dan penyelenggara satuan pendidikan sesuai kewenangannya berkaitan dengan
penjaminan mutu satuan pendidikan. Kegiatan tersebut harus dapat bekerja sama dengan :

1. mengikuti arahan dan binaan LPMP untuk pendidikan formal.


2. mengikuti arahan dan binaan P2PNFI atau BPPNFI untuk pendidikan nonformal
3. Inspektorat pemerintah untuk melakukan audit kinerja terhadap unit pelaksana teknis
daerah yang terlibat dalam penjaminan mutu pendidikan
4. memperhatikan pertimbangan dari dewan pendidikan provinsi, kabupaten atau kota.
Penyelenggara satuan atau program pendidikan menetapkan prosedur operasional
standar (POS) untuk memenuhi 8 standar yang terdapat dalam SNP. Penjaminan mutu oleh
satuan atau program pendidikan menjadi tanggung jawab satuan atau program pendidikan
dan wajib didukung oleh seluruh pemangku kepentingan satuan atau program pendidikan.
Semua satuan atau program pendidikan wajib melayani audit kinerja penjaminan mutu yang
dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten atau kota sesuai
kewenangannya.

Namun sangat disayangkan, sampai saat ini, pemerintah belum mengeluarkan


pendoman atau juknis yang jelas tentang pemaparan dari permendiknas no.63 yang telah
ditetapkan setahun yang lalu. Disamping itu, pemerintah belum mensosialisasikan
permendiknas ini secara optimal kepada seluruh stakeholder yang berkepentingan sehingga
banyak terjadi kesimpangsiuran akan persepsi dari proses implementasinya. Ditambah lagi
dengan adanya sistem otonomi daerah yang ada di negara kita yang belum dilaksanakan
secara utuh sehingga mengakibatkan terjadinya banyak tembok penghalang dalam proses
komunikasinya. Hal ini terjadi karena pemerintah pusat yang mengeluarkan permendiknas
tersebut tidak memiliki wewenang penuh dalam hal pengaturan institusi sekolah. Di era
otonomi sekarang ini, institusi sekolah sepenuhnya adalah wewenang kabupaten/kota dalam
tataran pelaksanaan. Tidak dapat dipungkiri bila pemerintah pusat tidak dapat berkoordinasi
dan bekerja sama dengan pemerintah daerah maka konsep yang telah terbangun tentang
penjaminan mutu pendidikan akan terasa sia-sia dan tidak akan dapat diimplementasikan
secara sempurna.
Untuk itu diperlukan pola hubungan kerja (networking) yang memungkinkan proses
penjaminan mutu pendidikan dapat berhubungan langsung secara fungsional dengan semua
pihak yang terlibat dalam peningkatan mutu pendidikan. Hubungan fungsi tersebut perlu
ditindak lanjuti dengan hubungan struktural jika diperlukan. Dengan pola networking yang
baik dan tepat tentunya akan terjalin komunikasi horizontal yang intensif yang dapat
memudahkan proses administrasi maupun implementasi dari sistem penjaminan mutu
pendidikan.

J. Langkah-langkah Quality Assurance Pendidikan

Bila kita lihat, pengelolaan pendidikan selama ini lebih bersifat macro-oriented,
dimana proses dan berbagai kebijakan banyak diatur oleh jajaran birokrasi di tingkat atas
dengan tidak semaksimal mungkin mengkomunikasikan serta mengsosialisasikan dengan
baik ke tataran bawah. Oleh karenanya banyak persoalan proses rancangan implementasi
yang diproyeksikan di tingkat makro (pusat) tidak terjadi atau tidak berjalan sebagaimana
mestinya di tingkat mikro (sekolah) sehingga seringkali tidak dapat terpikirkan secara utuh
dan akurat oleh birokrasi pusat. Sekolah sebagai institusi pelaksana pendidikan yang paling
utama dengan berbagai keragaman potensi peserta didik yang memerlukan layanan
pendidikan yang beragam, harus senantiasa dinamis dan kreatif dalam melaksanakan
perannya untuk mengupayakan peningkatan mutu pendidikan. Oleh karenanya, sudah
sepatutnya sekolah diberikan kepercayaan untuk mengelola institusinya sendiri sesuai dengan
kondisi realistis yang ada dan kebutuhan peserta didiknya. Untuk itu perlu adanya standar
yang diatur dan disepakati secara nasional untuk dijadikan indikator penilaian bagi
keberhasilan peningkatan mutu dari institusi tersebut.

Saat ini, pemerintah telah menetapkan standar tersebut dengan adanya 8 standar
nasional pendidikan yang menjadi pijakan utama bagi sekolah dalam memberikan pendidikan
yang bermutu bagi peserta didik. Pemerintah memiliki peranan penting dalam
mensosialisasikan konsep dasar mutu pendidikan bagi sekolah khususnya kepada masyarakat.
Selain itu pemerintah harus dapat menggalang kesadaran bahwa peningkatan mutu
pendidikan merupakan tanggung jawab semua komponen masyarakat, dengan fokus
peningkatan mutu yang berkelanjutan (terus menerus) pada tataran sekolah. Konsep
penjaminan mutu berkembang didasarkan kepada suatu keinginan dan keharusan bagi
sekolah untuk turut berpartisifasi langsung secara aktif dan dinamis dalam rangka proses
peningkatan mutu pendidikan melalui penerapan proses manajemen terpadu (TQM). Sekolah
harus mampu menterjemahkan dan menangkap esensi segala kebijakan yang berhubungan
dengan proses penjaminan mutu serta memahami bagaimana proses implementasinya yang
kemudian melalui proses perencanaan, sekolah harus dapat memformulasikannya ke dalam
kebijakan mutu melalui bentuk program - program prioritas yang harus dilaksanakan
sehingga tercipta budaya mutu. Dengan demikian sekolah secara mandiri tetapi masih dalam
kerangka acuan kebijakan nasional, memiliki tanggung jawab terhadap pengembangan dan
peningkatan mutu pendidikannya.

Jerome S.Arcaro (1995) membuat sebuah model visual tentang sekolah yang
menerapkan mutu total. Sekolah tersebut ditopang oleh lima pilar yaitu berfokus kepada
pelanggan, keterlibatan secara total akan semua komponen dan anggota sekolah yang ada
didalamnya, selalu melakukan pengukuran yang periodik akan ketercapaian mutu, semua
komponen dan yang utama kepala sekolah berkomitmen pada sebuah perubahan yang menuju
kearah peningkatan mutu dan yang terakhir melakukan penyempurnaan secara terus-menerus
Sistem jaminan mutu dalam sekolah setidaknya harus mencakup elemen seperti di bawah ini :

1. adanya pengembangan sekolah melalui sebuah perencanaan yang trategis dengan


memberikan visi jangka panjang serta mewujudkannya dengan program-program
yang sesuai dengan 8 standar pendidikan nasional
2. adanya kebijakan mutu sebagai statemen publik tentang komitmen institusi yang
mengatur ketercapaian standar yang diharapkan
3. adanya tanggung jawab manajemen yang mengatur peranan sekolah yang merujuk
kepada kebijakan yang ada berdasarkan peraturan yang berlaku.
4. adanya pengidentifikasian wilayah tanggung jawab dan wewenang dari semua unit
yang ada di sekolah berikut juga tim-tim mutu yang dibentuk dalam rangka
meningkatkan mutu sekolah
5. sekolah harus dapat memberikan informasi yang jelas melalui komunikasi yang
efektif kepada semua konsumen pendidikan tentang standar mutu yang akan diberikan
terutama dalam hal program pembelajaran
Masalah kegagalan mutu pada pendidikan biasanya terletak pada masalah manajemen.
Masalah tersebut adalah kegagalan manajemen senior (kepala sekolah) dalam hal ini
pimpinan institusi pendidikan dalam menyusun perencanaan ke depan. Perencanaan yang
sekarang ini banyak dilakukan oleh kepala sekolah bukan merupakan serangkaian langkah
untuk menerapkan mutu, tetapi desakan terhadap manajemen ada di atasnya tentang apa yang
harus dan tidak boleh dilakukan agar sekolah berjalan dengan baik. Ada lima kendala yang
sangat signifikan dalam permasalahan pencapaian mutu di sekolah menurut Deming yaitu :
kurang konstannya tujuan dalam sebuah institusi pendidikan, pola pikir jangka pendek
dengan tidak menekankan sebuah visi kedepan dengan mengembangkan kultur perbaikan,
evaluasi prestasi individu melalui penilaian atau peninjaunan kinerja tahunan dengan
mengesampingkan kinerja harian yang dia lakukan setiap harinya, rotasi kerja yang terlalu
tinggi di antara para pimpinan sekolah dan para guru serta staf sekolahnya, manajemen yang
menggunakan prinsip angka yang nampak dalam mengukur sebuah keberhasilan dan kurang
mengikutsertakan nilai kebahagiaan dan kesuksesan dari para pelanggannya. Kegagalan yang
sering terjadi dalam sekolah adalah kegagalan sistem seperti desain kurikulum yang lemah,
bangunan yang tidak memenuhi syarat, lingkungan kerja yang buruk, sistem dan prosedur
yang tidak sesuai dan pengembangan staf yang tidak memadai. Permasalah ini merupakan
kegagalan sistem yang memerlukan perubahan kebijakan dengan implikasi manajemennya
adalah hal tersebut harus dihilangkan dan sistem serta prosedurnya harus disusun, ditetapkan
dan dikembangkan kembali. Selain kegagalan sistem, sebab-sebab kegagalan yang lainnya
adalah prosedur dan aturan yang tidak diikuti dan ditaati serta adanya kegagalan komunikasi
dan kesalah-pahaman di dalam interen sekolah.
Kepala sekolah sebagai pimpinan tertinggi di sekolah harus dapat mengatasi berbagai
persoalan diatas dengan menciptakan budaya mutu di lingkungan sekolahnya. Budaya mutu
ini merupakan pondasi yang sangat mendasar dalam upaya menjalankan roda sistem
penjaminan mutu pendidikan.
BAB III
PENUTUP

A.KESIMPULAN

Akuntabilitas adalah sebuah konsep etika yang dekat dengan administrasi publik
pemerintahan (lembaga eksekutif pemerintah, lembaga legislatif parlemen dan lembaga
yudikatif Kehakiman) yang mempunyai beberapa arti antara lain, hal ini sering digunakan
secara sinonim dengan konsep-konsep seperti yang dapat dipertanggungjawabkan
(responsibility),[1]yang dapat dipertanyakan (answerability),4 yang dapat dipersalahkan
(blameworthiness) dan yang mempunyai ketidakbebasan (liability) termasuk istilah lain yang
mempunyai keterkaitan dengan harapan dapat menerangkannya salah satu aspek dari
administrasi publik atau pemerintahan,
Dalam peran kepemimpinan, akuntabilitas dapat merupakan pengetahuan dan adanya
pertanggungjawaban tehadap tiap tindakan, produk, keputusan dan kebijakan termasuk pula
di dalamnya administrasi publik pemerintahan, dan pelaksanaan dalam lingkup peran atau
posisi kerja yang mencakup di dalam mempunyai suatu kewajiban untuk melaporkan,
menjelaskan dan dapat dipertanyakan bagi tiap-tiap konsekuensi yang sudah dihasilkan.
Tujuan akuntabilitas pendidikan adalah agar terciptanya kepercayaan publik terhadap
sekolah. Kepercayaan publik yang tinggi akan sekolah dapat mendorong partisipasi yang
lebih tinggi pula terdapat pengelolaan manajemen sekolah. Sekolah akan dianggap sebagai
agen bahkan sumber perubahan masyarakat. Slamet (2005:6) menyatakan: Tujuan utama
akuntabilitas adalah untuk mendorong terciptanya akuntabilitas kinerja sekolah sebagai salah
satu syarat untuk terciptanya sekolah yang baik dan terpercaya. Penyelenggara sekolah harus
memahami bahwa mereka harus mempertanggungjawabkan hasil kerja kepada publik.
bisnis barang dan jasa, dengan maksud untuk menumbuhkan budaya peduli mutu.
Jaminan mutu perlu dilakukan oleh perusahaan untuk memberikan kepuasan kepada kastemer
pemakai produk. Dalam perkembangan selanjutnya, penerapan konsep jaminan mutu ini
ternyata tidak hanya terbatas di lingkungan bisnis dan industri, tetapi juga dalam bidang
pelayanan jasa pendidikan sejalan dengan munculnya gerakan akuntabilitas pendidikan.

4
Dykstra, Clarence A. (February 1939). "The Quest for Responsibility". American
Political
Dalam lingkungan sistem pendidikan, khususnya persekolahan, tuntutan akan
penjaminan mutu merupakan gejala yang wajar, karena penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu merupakan akuntabilitas publik. Setiap komponen pemangku kepentingan
pendidikan orang tua, masyarakat, dunia kerja, pemerintah) dalam peranan dan
kepentingannya masing-masing memeiliki kepentingan terhadap penyelenggaraan pendidikan
yang bermutu. Mutu dalam pengertian memenuhi spesifikasi sering disebut sebagai
kesesuaian untuk tujuan atau penggunaan, atau disebut pula sebagai definisi kualitas menurut
produsen.

Keberadaan Permendiknas No.63 Tahun 2009 Pemerintah menindaklanjuti ketentuan


mengenai penjaminan mutu yang terdapat pada Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
nomor 19 tahun 2005 ke dalam Permendiknas no.63 tahun 2009 tentang Sistem Penjaminan
Mutu Pendidikan (SPMP). Mutu pendidikan dalam SPMP adalah tingkat kecerdasan
kehidupan bangsa yang dapat diraih dari penerapan sistem pendidikan nasional. Penjaminan
mutu pendidikan adalah kegiatan sistemik dan terpadu oleh satuan atau program pendidikan,
DAFTAR PUSTAKA

Akuntabilitas - Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas


Akuntabilitas Pendidikan | Ruang Diskusi Untuk Semua..
elfalasy88.wordpress.com/.../akuntabilitas-pendidikan/

Anda mungkin juga menyukai