Disusun oleh:
Kelompok 5
Tutor:
Dr. dr. Bertha Jean Que, Sp.S.,M.Kes
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PATTIMURA
AMBON
2023
DAFTAR NAMA ANGGOTA KELOMPOK PENYUSUN
Anggota :
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur senantiasa kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa,
karena berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan laporan ini tepat waktu.
Laporan ini memuat hasil diskusi kami selama tutorial 1 dan tutorial 2
Problem Based Learning (PBL) pada skenario kedua Blok Reproduksi dan Tumbuh
Kembang. Laporan ini tidak mungkin dapat terselesaikan tanpa bantuan dan
dukungan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, pada kesempatan ini kami ingin
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Dr. dr. Bertha Jean Que, Sp.S.,M.Kes selaku tutor yang telah
mendampingi kami selama diskusi PBL berlangsung.
2. dr. Arlen Resnawaldi, Sp.OG selaku penanggung jawab Blok
Reproduksi dan Tumbuh Kembang.
3. Semua pihak yang telah membantu yang tidak dapat kami sebutkan satu
per satu.
Akhir kata, kami menyadari bahwa pembuatan laporan ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun sangat kami
perlukan untuk perbaikan laporan kami selanjutnya.
Kelompok 5
iii
DAFTAR ISI
iv
2.4 Mekanisme Kerja, Efek Samping dan Tanda-Tanda Komplikasi pada KB
AKDR Non Hormon ......................................................................................... 29
v
DAFTAR GAMBAR
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Skenario
“Masalah Terkait Penggunaan Kontrasepsi”
Seorang perempuan berusia 35 tahun, P4A1 datang ke poliklinik KB
dengan tujuan ingin menggunakan KB setelah melahirkan pervaginam 1 bulan
yang lalu di puskesmas, tidak ingin hamil lagi tapi menolak untuk operasi.
1
1.2.3 Step III: Hipotesis sementara
1. Menanyakan riwayat perslinan pasien dan Mengingatkan pasien
apakah pasien tidak ingin hamil lagi secara peramnen atau tidak
permanen, kalau permanen dapat dilakukan implan dan steril
sedangkan tidak permanen dapat menggunakan pil, AKDR, kondom,
dll. Serta menanyakan ibu sedang menyususi atau tidak? Karena jika
ibu menggunakan alat kontrasepsi yang hormonal dapat
memengaruhi produksi ASI.
2. Pemasangan KB yang dapat memengaruhi ASI yaitu menggunakan
kontrasepsi hormonal, karena mengandung progesteron yang dapat
bersaing dengan hormon prolaktin yang akan memengaruhi ASI. KB
hormonal dapat memengaruhi produksi ASI pada ibu namun umtuk
KB yang nonhormonal tidak memengaruhi sama sekali produksi ASI
misalnya kondom, kondom ini tidak memengaruhi dari ASI ibu.
3. Karena ibu tidak mau menggunakan kontrasepsi operasi, dapat
dianjurkan menggunakan alat kontrasepsi non operasi pil,
kontrasepsi suntik, kontrasepsi implan dengan cara pil yaitu
diminum dimana kandungannya terdapat hormone proseteron
ataupun hormone esterogen dengan cara kerja menekan ovulasi,
mencegah implantasi, mengentalkan lender serviks sehingga tidak
terjadi pembuahan, lalu pada kontrasepsi suntik akan disuntikkan
hormon esterogen dan progesterone secara IM pada gluteus taupun
deltoid. Sementara itu, pada kontrasepsi implant akan dimasukkan
masing masing satu logam kecil pada masing-masing tuba fallopi.
Dapat disarankan kontrasepsi nonhormonal seperti kondom dan
diapragma dan senggama terputus. Tubektomi efektif karena sperma
tidak akan bertemu dengan ovum. Vasektomi ini juga dapat
digunakan karena mengehentikan transportasi dari sperma sehingga
fertilisasi tidak dapat terjadi.
4. AKDR, untuk efek sampingnya dapat menghambat atau
memengaruhi siklus haid dalam jangka waktu 6 bulan setelah ibu
2
menggunakan alat kontrasepsi tersebut. AKDR juga sangat efektif
untuk mencegah kehamilan dan juga dapat digunakan dalam waktu
yang lama, AKDR juga dapat dipakai setelah melahirkan atau
setelah abortus.
5. Kontrasepsi sendiri dipakai atau dilakukan agar tidak terjadinya
kehamilan, dengan mekanisem kerja, yaitu menghalangi keluarnya
ovum, atau menghalangi bertemunya sperma dengan ovum, hal ini
dapat menunda atau agar ibu tidak ingin hamil lagi.
6. Dapat diberikan edukasi dari sisi negatif dan positifnya, ibu tidak
perlu mendapatkan bekas luka, sisi negatifnya dapat mencegah
terjadinya kehamilan namun tidak menutup kemungkinan dapat
terjadinya kehamilan. Implan tuba dapat berefek pada perdarahan.
Untuk IUD dapat menyebabkan kista ovarium dan perdarahan yang
hebat. Pada ibu menyusui, pil progestin dapat digunakan 6 minggu
pascapersalinan. Pada usia bayi <6 bulan gunakan kondom. Untuk
pnggunaan kondom:
a. Pakai kondom setiap melakukan sanggama. Jika tidak bisa,
pertimbangkan kombinasi dengan metode kontrasepsi lain.
b. Pastikan kondom selalu tersedia.
c. Gunakan kondom baru setiap akan bersanggama. Kontrasepsi
darurat ketika kondom robek.
d. Hindari pelicin berbahan dasar minyak.
e. Hindari kondom dari sinar matahari langsung
3
1.2.4 Step IV: Mind Mapping & Klarifikasi Masalah
a. Klarifikasi Masalah
-
b. Mind Mapping
4
d. Mengerti mekanisme kerja, efek samping dan tanda-tanda
komplikasi pada KB AKDR non hormon
e. Mengetahui tatalaksana farmakologik terapi defenitif perdarahan
uterus abnormal latrogenik KB AKDR non hormon
f. Menentukan waktu yang tepat untuk mengganti jenis kontrasepsi
g. Memahami cara menentukan rujukan paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya
h. Mengetahui tipe fasilitas kesehatan tempat merujuk dan sarana
prasarana yang dibutuhkan
i. Mengetahui berbagai metode tatalaksana yang akan diberikan
kepada pasien di tempat rujukan yang dituju dan cara tindaklanjut
sesudah kembali dari rujukan
j. Memahami cara-cara penapisan (skrining) dan pencegahan
perdarahan pada pemasangan AKRD
k. Memahami metode promosi kesehatan tentang KBMahasiswa
mampu menjelaskan diagnosis banding dari kasus di atas.
5
BAB II
PEMBAHASAN
6
d. Memiliki risiko individual sangat tinggi untuk IMS pada saat
pemasangan
e. Mengidap penyakit klinis HIV berat atau lanjut
f. Menderita systemic lupus erythematosus dengan trombositopenia berat
Pada kondisi tersebut diatas, saat metode yang lebih sesuai tidak
tersedia atau tidak dapat diterima oleh klien, tenaga kesehatan terlatih yang
dapat menilai kondisi dan situasi klien secara hati-hati dapat memutuskan
bahwa klien dapat menggunakan AKDR-Copper pada kondisi tersebut
diatas. Tenaga kesehatan perlu mempertimbangkan seberapa berat kondisi
klien, dan pada kebanyakan kondisi apakah klien mempunyai akses untuk
tindak lanjut.1
2. AKDR Levonorgestrel (AKDR-LNG)
AKDR LNG adalah suatu alat berbahan plastik berbentuk T yang
secara terus-menerus melepaskan sejumlah kecil hormon progestin
(levonorgestrel) setiap hari. AKDR Levonorgestrel tidak disediakan oleh
Pemerintah (Non Program) tetapi banyak digunakan sebagai KB Mandiri.
Kriteria kelayakan medis, AKDR-LNG aman dan efektif untuk hampir
semua perempuan, dengan kriteria yang sama dengan AKDR Copper.
Biasanya, perempuan dengan kondisi berikut sebaiknya tidak menggunakan
AKDR- LNG:1
7
i. Menderita systemic lupus erythematosus dengan antibodi antifosfolipid
positif (atau tidak diketahui), dan tidak dalam terapi imunosupresif.1
3. Kontrasepsi Implan
8
4. Kontrasepsi Suntik Kombinasi
9
b. Tidak menyusui dan melahirkan antara 3 dan 6 minggu pasca persalinan
dengan risiko tambahan yang memungkinkan terbentuknya TVD
c. Sedang menyusui antara 6 minggu hingga 6 bulan setelah melahirkan
d. Usia 35 tahun atau lebih dan merokok lebih dari 15 batang per hari
e. Tekanan darah tinggi (tekanan sistolik antara 140 dan 159 mmHg atau
tekanan diastolik antara 90 dan 99 mmHg)
f. Tekanan darah tinggi terkontrol, yang memungkinkan untuk evaluasi
lanjutan
g. Riwayat tekanan darah tinggi, di mana tekanan darah tidak dapat diukur
(termasuk tekanan darah tinggi terkait kehamilan)
h. Penyakit infeksi atau tumor hati berat
i. Usia 35 tahun atau lebih dengan sakit kepala migrain tanpa aura
j. Usia kurang dari 35 tahun dengan sakit kepala migrain yang telah muncul
atau memberat saat memakai KSK
k. Menderita kanker payudara lebih dari 5 tahun yang lalu, dan tidak
muncul kembali
l. Diabetes selama lebih dari 20 tahun atau mengalami kerusakan
m. pembuluh darah arteri, penglihatan, ginjal, atau sistem saraf karena
diabetes
n. Faktor risiko multipel untuk penyakit kardiovaskular arteri seperti usia
tua, merokok, diabetes, dan tekanan darah tinggi
o. Sedang dalam terapi lamotrigine. KSK dapat mengurangi efektivitas
lamotrigine.1
11
k. Menderita systemic lupus erythematosus (SLE) dengan antibodi
antifosfolipid positif (atau tidak diketahui) dan tidak dalam terapi
imunosupresif, atau trombositopenia berat.1
12
d. Kuadrifasik : Pil mengandung hormon aktif estrogen/progestin dalam
empat dosis yang berbeda. Jenis pil kuadrifasik yang beredar dipasaran
antara lain:
• 2 pil mengandung 3 mg Estradiol Valerate, 5 pil mengandung 2 mg
Estradiol Valerate/2 mg Dienogest, 17 pil mengandung 2 mg
Estradiol Valerate/3 mg Dienogest, 2 pil mengandung 1 mg Estradiol
Valerate dan 2 pil tanpa hormon.1
Hampir semua perempuan dapat menggunakan KPK secara aman dan
efektif, termasuk perempuan yang:
a. Telah atau belum memiliki anak
b. Perempuan usia reproduksi, termasuk perempuan yang berusia lebih dari
40 tahun
c. Setelah melahirkan dan selama menyusui, setelah periode waktu tertentu.
d. Baru saja mengalami keguguran, atau kehamilan ektopik
e. Merokok – jika usia di bawah 35 tahun
f. Menderita anemia atau riwayat anemia
g. Menderita varises vena
h. Terkena HIV, sedang atau tidak dalam terapi antiretroviral
13
f. Tekanan darah tinggi terkontrol, dan memungkinkan untuk dilakukan
evaluasi lanjutan
g. Riwayat tekanan darah tinggi, dan tekanan darah tidak dapat diukur
(termasuk tekanan darah tinggi terkait kehamilan)
h. Riwayat jaundis saat menggunakan KPK sebelumnya
i. Penyakit kandung empedu (sedang atau diobati secara medis)
j. Usia 35 tahun atau lebih dengan sakit kepala migrain tanpa aura
k. Usia kurang dari 35 tahun dengan sakit kepala migrain tanpa aura yang
muncul atau memberat ketika menggunakan KPK
l. Menderita kanker payudara lebih dari 5 tahun yang lalu, dan tidak
m. kambuh
n. Diabetes selama lebih dari 20 tahun atau mengalami kerusakan pembuluh
darah, penglihatan, ginjal, atau sistem saraf karena diabetes
o. Faktor risiko multipel untuk penyakit kardiovaskular arteri seperti usia
tua, merokok, diabetes, dan tekanan darah tinggi
p. Sedang dalam terapi barbiturat, carbamazepin, oxcarbazepine, fenitoin,
primidone, topiramate, rifampisin, atau rifabutin. Sebaiknya memakai
metode kontrasepsi tambahan karena obat-obatan tersebut mengurangi
efektivitas KPK.
q. Sedang dalam terapi lamotrigin. KPK dapat mengurangi efektivitas
lamotrigin.1
15
Sarung atau penutup yang lembut, transparan, dan tipis sesuai dengan
vagina. Mempunyai cincin lentur pada kedua ujung, satu cincin pada ujung
tertutup membantu untuk memasukkan kondom, cincin pada ujung terbuka
untuk mempertahankan bagian kondom tetap di luar vagina. Terbuat dari
berbagai bahan, seperti lateks, polyurethane, dan nitrile, di bagian dalam
dan luar kondom dilapisi dengan lubrikan berbasis silikon. Semua
perempuan dapat menggunakan kondom perempuan kecuali mereka dengan
reaksi alergi berat terhadap lateks semestinya tidak menggunakan kondom
perempuan berbahan lateks.1
10. Tubektomi
Prosedur bedah sukarela untuk menghentikan kesuburan secara
permanen pada perempuan yang tidak ingin anak lagi. Jenis tubektomi:1
a. Minilaparotomi dengan membuat insisi kecil pada perut. Tuba fallopi
ditarik ke irisan untuk dipotong dan diikat. Jenis:
• Minilaparotomi Suprapubik: pada masa interval
• Minilaparotomi Subumbilikus: pada pasca persalinan
b. Laparoskopi dengan memasukkan pipa kecil panjang dengan lensa di
dalamnya ke dalam perut melalui insisi kecil. Laparoskop
memungkinkan dokter untuk mencapai dan memblok atau memotong
tuba falopi di dalam perut.
Yang boleh menjalani tubektomi:
a. Perempuan yang sudah memiliki jumlah anak > 2
b. Perempuan yang sudah memiliki jumlah anak ≤ 2, usia anak terkecil
minimal diatas 2 tahun
c. Perempuan yang pada kehamilannya akan menimbulkan risiko kesehatan
yang serius
d. Perempuan yang paham dan secara sukarela setuju dengan prosedur ini
e. Pascapersalinan/pasca keguguran
Yang sebaiknya tidak menjalani tubektomi:
a. Perempuan dengan perdarahan pervaginam yang belum terjelaskan
b. Perempuan dengan infeksi sistemik atau pelvik yang akut
16
c. Perempuan yang kurang pasti mengenai keinginannya untuk fertilitas
dimasa depan
d. Perempuan yang belum memberikan persetujuan tertulis.1
11. Vasektomi
Vasektomi adalah tindakan memotong dan mengikat vas (ductus)
deferens tanpa menggunakan pisau bedah, dengan tujuan memutuskan
aliran sperma dari testis sehingga terjadi azoospermia. Semua laki-laki
dapat menjalani vasektomi secara aman, termasuk laki-laki yang:1
a. Sudah memiliki jumlah anak > 2
b. Sudah memiliki jumlah anak ≤ 2, usia anak terkecil minimal diatas 2
tahun
c. Mempunyai istri usia reproduksi
d. Menderita penyakit sel sabit
e. Berisiko tinggi terinfeksi HIV atau IMS lainnya
f. Terinfeksi HIV, sedang dalam pengobatan antiretroviral atau tidak.1
12. Metode Amenore Laktasi
Metode keluarga berencana sementara yang mengandalkan pemberian
ASI secara eksklusif, artinya hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan
ataupun minuman apa pun lainnya. MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi
bila:1
a. Ibu belum menstruasi bulanan.
b. Bayi disusui secara penuh (ASI Eksklusif) dan sering disusui lebih dari
8 kali sehari, siang dan malam.
c. Bayi berusia kurang dari 6 bulan.
17
kortikosteroid dosis tinggi, bromokriptin, obat-obat radioaktif, lithium,
dan antikoagulan tertentu).
c. Bayi baru lahir memiliki kondisi yang membuatnya sulit untuk menyusu
(termasuk kecil masa kehamilan atau prematur dan membutuhkan
perawatan neonatus intensif, tidak mampu mencerna makanan secara
normal, atau memiliki deformitas pada mulut, rahang, atau palatum).1
18
dapat membuat metode ini lebih sulit untuk digunakan secara efektif . Pada
situasi berikut gunakan Hati-hati dengan metode berbasis gejala:1
a. Baru saja mengalami aborsi atau keguguran
b. Siklus menstruasi baru saja dimulai atau menjadi kurang teratur atau
berhenti karena usia yang lebih tua (Ketidakteraturan siklus menstruasi
umum terjadi pada perempuan muda di beberapa tahun pertama setelah
menstruasi pertamanya dan pada perempuan yang lebih tua yang
mendekati menopause. Mengidentifikasi masa subur mungkin sulit.)
c. Kondisi kronis yang meningkatkan suhu tubuh klien (untuk metode suhu
tubuh basal dan simptotermal)1
Pada situasi berikut Tunda dalam memulai penggunaan metode
berbasis gejala:1
a. Baru saja melahirkan atau sedang menyusui (Tunda hingga sekresi
normal kembali biasanya minimal 6 bulan setelah melahirkan untuk
perempuan menyusui dan minimal 4 minggu setelah melahirkan untuk
perempuan yang tidak menyusui. Untuk beberapa bulan setelah siklus
kembali teratur, gunakan Hati-hati)
b. Kondisi akut yang meningkatkan suhu tubuh (untuk metode suhu tubuh
basal dan symptothermal)
c. Menstruasi yang tidak teratur.1
14. Senggama Terputus
Metode KB tradisional, dimana laki-laki mengeluarkan alat kelamin
(penis) nya dari vagina sebelum mencapai ejakulasi Disebut juga sebagai
koitus interuptus dan “menarik keluar”. Sanggama terputus boleh untuk:1
a. Tidak mempunyai metode lain
b. Jarang berhubungan seksual
c. Keberatan menggunakan metode lain
d. Pasangan yang memerlukan kontrasepsi dengan segera
e. Pasangan yang memerlukan metode sementara sambal menunggu
metode yang lain
Sanggama terputus tidak boleh untuk:
19
a. Laki-laki dengan pengalaman ejakulasi dini
b. Laki-laki yang sulit melakukan sanggama terputus.1
20
sehingga menghambat penetrasi sperma, mengubah motilitas tuba
sehingga transportasi sperma terganggu.
b. Keuntungan: pemakaiannya dikendalikan oleh perempuan, dapat
dihentikan kapanpun tanpa perlu bantuan tenaga kesehatan, dan tidak
mengganggu hubungan seksual.
c. Keterbatasan: harus diminum setiap hari akan rawan lupa
d. Efek samping: Perubahan pola haid (menunda haid lebih lama pada
ibu menyusui, haid tidak teratur, haid memanjang atau sering, haid
jarang, atau tidak haid), sakit kepala, pusing, perubahan suasana
perasaan, nyeri payudara, nyeri perut, dan mual.2
3. KB Suntik Kombinasi
a. Mekanisme: Suntikan kombinasi menekan ovulasi, mengentalkan
lendir serviks sehingga penetrasi sperma terganggu, atrofi pada
endometrium sehingga implantasi terganggu, dan menghambat
transportasi gamet oleh tuba. Suntikan ini diberikan sekali tiap
bulan.
b. Keuntugan: Bila digunakan secara benar, risiko kehamilan kurang
dari 1 diantara 100 ibu dalam 1 tahun. Tidak perlu diminum setiap
hari, ibu dapat mengguakanya tanpa diketahui siapapun, suntikan
dapat dihentikan kapan saja, baik untuk menjarangkan kehamilan.
c. Efek samping: Perubahan pola haid (haid jadi sedikit atau semakin
pendek, haid tidak teratur, haid memanjang, haid jarang, atau tidak
haid), sakit kepala, pusing, nyeri payudara, kenaikan berat badan.
d. Keterbatasan: Penggunaannya tergantung kepada tenaga kesehatan.2
4. Implan
a. Mekanisme: Kontrasepsi implan menekan ovulasi, mengentalkan
lendir serviks, menjadikan selaput rahim tipis dan atrofi, dan
mengurangi transportasi sperma. Implan dimasukkan di bawah kulit
dan dapat bertahan hingga 3-7 tahun, tergantung jenisnya.
b. Keuntungan: Mengurangi risiko penyakit radang paggul
simptomatik. Dapat mengurangi risiko anemia defisiesi besi.
21
c. Keterbatasan: Membutuhkan tindak pembedahan minor insersi dan
pencabutan, tidak ada perlindungan terhadap infeksi menular
seksual (IMS), efektivitas menurun jika menggunakan obat
tuberkolosis dan epilepsy.
d. Efek samping: Perubahan pola haid (pada beberapa bulan pertama:
haid sedikit dan singkat, haid tidak teratur lebih dari 8 hari, haid
jarang, atau tidak haid;setelah setahun: haid sedikit dan singkat, haid
tidak teratur, dan haid jarang), sakit kepala, pusing, perubahan
suasana perasaan, perubahan berat badan, jerawat (dapat membaik
atau memburuk), nyeri payudara, nyeri perut, dan mual.2
Sementara itu untuk KB non hormonal sebagai berikut:
1. Tubektomi
a. Mekanisme: Menutup tuba falopii (mengikat dan memotong atau
memasang cincin), sehingga sperma tidak dapat bertemu dengan
ovum.
b. Keuntungan: Mengurangi risiko penyakit radang panggul. Dapat
mengurangi risiko kanker endometrium.
c. Keterbatasan: rasa sakit dalam jangka pendek setelah tindakan
d. Efek samping: infeksi dan perdarahan.2
2. Vasektomi
a. Mekanisme: Menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan
melakukan oklusi vasa deferens sehingga alur transportasi sperma
terhambat dan proses fertilisasi tidak terjadi.
b. Keuntungan: aman, nyaman, dan sangat efektif.
c. Keterbatasan: kompikasi minor seperti infeksi, perdarahan, nyeri
pasca operasi.
d. Efek samping: penyumbatan pembuluh darah.2
3. Kondom
a. Mekanisme: Kondom menghalangi terjadinya pertemuan sperma
dan sel telur dengan cara mengemas sperma di ujung selubung karet
22
yang dipasang pada penis sehingga sperma tersebut tidak tercurah ke
dalam saluran reproduksi perempuan.
b. Keuntungan: Mencegah penularan penyakit menular seksual dan
konsekuesinya (misal: kanker serviks).
c. Keterbatasan: mengurangi sentuhan langsung sehingga mengganggu
hubungan seks dan harus selalu tersedia saat berhubungan seks
d. Efek samping: dapat memicu alergi.2
4. Metode Amneore Laktasi
a. Mekanisme: Mengandalkan pemberian air susu ibu (ASI) ekslusif
untuk menekan ovulasi.
b. Keuntugan: Mendorong pola menyusui yang benar, sehingga
membawa manfaat bagi ibu dan bayi.
c. Keterbatasan: Efektivitas cukup rendah jika disebabkan adanya
ovulasi yg terjadi mendahului haid pertama setelah partus, maka
konsepsi dapat terjadi selagi wanita tersebut masih dalam keadaan
amenorea.
d. Efek samping: Tidak ada.2
5. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)
a. Mekanisme: Dalam rahim AKDR dimasukkan ke dalam uterus.
AKDR menghambat (AKDR) kemampuan sperma untuk masuk ke
tuba falopii, mempengaruhi fertilisasi sebelum ovum mencapai
kavum uteri, mencegah sperma dan ovum bertemu, mencegah
implantasi telur dalam uterus.
b. Keuntungan: Efektivitas dapat bertahan lama, hingga 12 tahun,
keuntungan khusus bagi kesehatan: mengurangi risiko kanker
endometrium
c. Keterbatasan: Perubahan pola haid terutama dalam 3-6 bulan
pertama (haid memanjang dan banyak, haid tidak teratur, dan nyeri
haid).
d. Efek samping: Tidak ada.2
6. Diafragma
23
a. Mekanisme: Diafragma adalah kap berbentuk cembung, terbuat dari
lateks (karet) yang dimasukkan ke dalam vagina sebelum
berhubungan seksual dan menutup serviks sehingga sperma tidak
dapat mencapai saluran alat reproduksi bagian atas (uterus dan tuba
falopii).Dapat pula digunakan dengan spermisida
b. Keuntungan: Mencegah penularan penyakit menular seksual dan
kanker serviks.
c. Keterbatasan: Memerlukan pemeriksaan dalam untuk menentukan
ukuran yang tepat, keberhasilan tergatung cara pemakaian.
d. Efek samping: Iritasi vagina dan penis, lesi di vagina.2
24
Pemeriksaan ginekologi yang teliti perlu dilakukan termasuk
pemeriksaan Pap smear dan harus disingkirkan kemungkinan adanya
mioma uteri, polip, hyperplasia endometrium atau keganasan.
a. Pada pemakaian kontrasepsi yang teratur dan benar, pemeriksaan
menggunakan spekulum harus dilakukan apabila terdapat keluhan
pendarahan yang menetap, atau perubahan pendarahan setelah
minimal 3 bulan pemakaian kontrasepsi, tidak berhasil dengan terapi
medikamentosa, atau apabila belum pernah dilakukan skrining
kanker serviks.
b. Pemakaian kontrasepsi yang benar dan konsisten, disamping
pemeriksaanspekulum, pemeriksaan bimanual harus dilakukan bila
keluhan pendarahan disertai gejala lain (seperti nyeri, dispareunia
atau pernarahan berat).3
4. Pemeriksaan Laboratorium
a. Perkiraan dari pasien sendiri terhadap perkiraan darah yang hilang.
b. Menghitung jumlah hari menstruasi
c. Menghitung jumlah produk sanitari yang digunakan
d. Mengukur kadar hemoglobin
e. Tabel penilai kehilangan darah Pictorial (PBACS)
25
5. Pemeriksaan fungsi hemostasis untuk menyingkirkan kemungkinan
gangguan koagulasi
a. Kelainan hemostasis akan menghasilkan baik pendarahan atau
trombosis yang berlebihan.
b. Diatesis pendarahan umumnya bermanifestasi sebagai
menorrhagia (Heavy Menstrual Bleeding) dimulai saat menarche
dan terdapat pada 10,7% dibandingkan dengan 3,2% pada
kelompok kontrol.
c. Penyakit von Willebrand adalah yang paling umum terkait
dengan menorrhagia, dengan prevalensi 5% - 20% pada lima
penelitian yang dipublikasi.
d. Skrining diskrasia darah termasuk peméFiksaan partial
thromboplastin time.
e. Peningkatan jumlah platelet pada trombositopenia dan
trombositosis dapat ringan (400,000 - 600,000 sel/mm') sampai
berat (800,000 sel/mm'). Pendarahan spontan pada
trombositopenia dapat terjadi pada kadar trombosit kurang dari
20,000 sel/mm').
f. Trombositopenia atau defisiensi faktor koagulasi dapat
menyebabkan terjadinya pendarahan menstruasi berlebihan.
g. Beberapa penelitian tentang kejadian koagulopati pada remaja,
melaporkan bahwa kejadian gangguan koagulasi pada menoragia
12 - 33%.
h. Gangguan koagulasi yang paling sering termasuk
trombositopenia akibat Idiopathic Thrombocytopenic Purpura
(ITP), penyakit Von Willebrand yang mempengaruhi sampai 1%
dari populasi dan defek fungsi platelet.3
6. Pemeriksaan Ultrasonografi
Sebuah systematic review penggunaan USG,
sonohysteroscopy dan histeroskopi pada populasi AUB. Kajian ini
26
menemukan akurasi setiap penelitian memiliki variasi luas. Untuk
USG transvaginal (TVS) (sepuluh penelitian) dengan kisaran
sensitivitas 48-100% dan spesifisitas 12-100%, untuk identifikasi
setiap patologi intrauterin.3
7. Saline Infusion Sonography
Penelitian kohort prospektif yang dilakukan di Turkey
membandingkan TVS, hysteroscopy dan saline infusion sonography,
menggunakan biopsi, dan dilatasi dan kuretase sebagai referensi.
Saline infusion sonography untuk mendeteksi mioma uteri
submukosum dibandingkan dengan histologi: sensitivitas = 81.3%,
spesitifitas = 98.0%.3
8. Histeroskopi
Tindakan pemeriksaan histeroskopi saat ini dapat dilakukan di
poliklinik rawat jalan, tanpa membutuhkan anestesi umum (office
hysteroscopy). Histeroskopi di poliklinik rawat jalan umumnya dapat
ditolera nsi dan diterima sangat baik oleh pasien. Histeroskopi
digunakan sebagai alat diagnostik hanya ketika hasil USG tidak dapat
disimpulkan.3
2.3.2 Patofiologi Perdarahan Uterus Abnormal Akibat Penggunaan AKDR
Telah dilaporkan meskipun AKDR tidak mempengaruhi ovulasi,
dapat terjadi pendarahan menstruasi yang terjadi lebih awal daripada
siklus menstruasi yang normal. Efek samping paling sering dari
kontrasepsi AKDR adalah pendarahan yang berlebihan pada saat
menstruasi. Gangguan menstruasi yang umum ditemukan pada
penggunaan AKDR terutama dapat terjadi dalam kurun waktu antara tiga
sampai enam bulan pertama pasca insersi AKDR. Gangguan haid yang
terjadi dapat berupa timbulnya rasa nyeri, maupun terjadinya pendarahan
yang bersifat lama dan berkepanjangan. Meskipun keluhan ini biasanya
membaik, seringkali dapat menjadi alasan penyebab untuk penghentian
penggunaan AKDR. Kejadian infeksi maupun kemungkinan terdapatnya
kelainan ginekologi perlu disingkirkan apabila pendarahan tidak teratur
27
terus berlangsung. Etiologi pendarahan yang terkait dengan penggunaan
LNG-IUS memiliki mekanisme yang lebih kompleks. Amenore atau
pendarahan ringan (65%) terjadi setelah 1 tahun pertama penggunaan
LNG-IUS. Terdapat perbedaan bermakna pada kejadian pendarahan
antara penggunaan LNG-IUS dan Cu-IUD (CuT380A) dalam waktu 3
dan 36 bulan penggunaan.3
Jumlah pendarahan yang hilang selama menstruasi biasanya 2 kali
lipat pasca insersi IUD. Pendarahan akibat penggunaan AKDR yang
lebih sering dengan jumlah yang berlebihan dan masa pendarahan yang
memanjang berpotensi dapat menyebabkan terjadinya anemia defisiensi
besi. Dalam kurun waktu 1 tahun diperkirakan 10-155 perempuan akan
menghentikan pemakaian AKDR karena efek samping pendarahan yang
cukup mengganggu.3
Terdapat beberapa mekanisme penyebab kelainan pendarahan pada
pengguna AKDR. Beberapa studi melaporkan bahwa pemasangan
AKDR dapat meningkatkan produksi prostaglandin di endometrium
yang mengakibatkan peningkatan vaskularisasi, peningkatan
permeabilitas pembuluh darah, dan menghambat aktivitas trombosit,
yang pada akhirnya dapat memicu terjadinya peningkatan jumlah darah
menstruasi.3
Penelitian terbaru melaporkan bahwa pemasangan AKDR
menyebabkan peningkatan ekspresi COX-2 (siklooksigenase isoenzim 2),
yang selanjutnya akan diikuti dengan peningkatan biosintesis prostanoid
dan ekspresi faktor pro-angiogenik, seperti VEGF (vascular endothelial
growth factor), bFGF (basic fibroblast growth factor), PDGF (platelet-
derived growth factor), Ang-1(angiopoietin-1) dan Ang-2 (angiopoietin-
2) dan sebaliknya akan terjadi down-regulation dari ekspresi gen anti-
angiogenik seperti cathepsin-D.3
Meski demikian ternyata produksi prostaglandin pada pengguna
AKDR hanya bersifat sementara. El-Sahwi et al. mengamati terdapatnya
kenaikan PGF2a dan PGE2 yang bermakna dari hasil bilasan
28
endometrium 3 bulan pasca insersi AKDR. Akan tetapi peningkatan
konsentrasi prostaglandin tidak ditemukan pada pasien yang telah
menggunakan AKDR selama minimal 2 tahun. Kenaikan konsentrasi
prostaglandin sementara pasca insersi AKDR ternyata bertepatan dengan
meningkatnya jumlah pendarahan dan timbulnya nyeri saat menstruasi31.
Xin dkk, menemukan bahwa terdapat ekspresi berlebihan mRNA dan
protein enzim COX-2 yang menyebabkan produksi berlebihan
prostaglandin di endometrium pasca insersi AKDR.3
Zat vasoaktif lain yang juga mungkin terlibat adalah nitrit oksida
(NO) yang merupakan vasodilator kuat yang dihasilkan endotel
pembuluh darah. NO yang disintesis sebagai respon terhadap reaksi
inflamasi akibat adanya AKDR di endometrium berhubungan dengan
peningkatan sintesis prostaglandin. NO berinteraksi langsung dengan
meningkatkan aktivitas enzim siklooksigenase yang bertanggung jawab
terhadap sintesis prostaglandin.3
29
dan sperma yang berubah motilitasnya dapat menghambat kemampuan
sperma untuk masuk ke tuba falopi, memengaruhi fertilisasi sebelum
ovum mencapai kavum uteri, mencegah ovum dan sperma bertemu,
serta mencegah implantasi telur dalam uterus.4
30
uterus, namun seiring berjalannya waktu akan muncul kontraksi
dinding uterus yang mengakibatkan IUD menembus dinding uterus
hingga berakhir menembus sampai ke rongga perut.
3. Kehamilan
Pasien dengan IUD lebih kecil kemungkinannya mengalami
kehamilan dibandingkan pasien tanpa IUD, tetapi jika seorang
pasien menjadi hamil dengan IUD janin dipastikan tidak
mengalami kelainan dikarenakan IUD berada di bagian antara
selaput ketuban dan dinding Rahim.4
31
Gambar 2.5.1 Klasifikasi PUA Umum
Sumber: Munro MG, Critchley HO, Broder MS, Fraser IS. FIGO classification system
(PALM-COEIN) for causes of abnormal uterine bleeding in nongravid women of reproductive
age. International journal of gynaecology and obstetrics: the official organ of theInternational
Federation of Gynaecology and Obstetrics. 2011 Apr; 113(1): 3-13.
32
Gambar 2.5.2 Alur Tatalaksana Umum
Sumber: The Royal College of Obstetricians and Gynecologist. The management of heavy
menstrual bleeding ; Nice Guideline, 2007.
33
Gambar 2.5.3 Penanganan Iatrogenik (Perdarahan karena efek samping penggunaan AKDR)
Sumber: The Royal College of Obstetricians and Gynecologist. The management of heavy
menstrual bleeding ; Nice Guideline, 2007.
34
b. Obat Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)
Kadar prostaglandin pada endometrium penderita gangguan haid
akan meningkat. AINS ditujukan untuk menghambat siklooksigenase,
dan akan menurunkan sintesa prostaglandin pada endometrium.
Prostaglandin mempengaruhi reaktivitas jaringan lokal dan terlibat
dalam respon inflamasi, jalur nyeri, perdarahan uterus, dan kram uterus.
AINS dapat mengurangi jumlah darah haid hingga 20-50
persen.Pemberian AINS dapat dimulai sejak perdarahan hari pertama
atau sebelumnya hingga perdarahan yang banyak berhenti. Efek
samping : gangguan pencernaan, diare, perburukan asma pada penderita
yang sensitif, ulkus peptikum hingga kemungkinan terjadinya
perdarahan dan peritonitis.3,4
2. Hormonal
a. Estrogen
Sediaan ini digunakan pada kejadian perdarahan akut yang banyak.
Sediaan yang digunakan adalah EEK, dengan dosis 2.5 mg per oral 4x1
dalam waktu 48 jam. Pemberian EEK dosis tinggi tersebut dapat disertai
dengan pemberian obat anti-emetik seperti promethazine 25 mg per oral
atau intra muskular setiap 4-6 jam sesuai dengan kebutuhan. Mekanisme
kerja obat ini belum jelas, kemungkinan aktivitasnya tidak terkait
langsung dengan endometrium. Obat ini bekerja untuk memicu
vasospasme pembuluh kapiler dengan cara mempengaruhi kadar
fibrinogen, faktor IV, faktor X, proses agregasi trombosit dan
permeabilitas pembuluh kapiler. Pembentukan reseptor progesteron
akan meningkat sehingga diharapkan pengobatan selanjutnya dengan
menggunakan progestin akan lebih baik. Efek samping berupa gejala
akibat efek estrogen yang berlebihan seperti perdarahan uterus,
mastodinia dan retensi cairan.3,4
b. Pil Kontrasepsi Kombinasi (PKK)
Perdarahan haid berkurang pada penggunaan pil kontrasepsi
kombinasi akibat endometrium yang atrofi. Dosis yang dianjurkan pada
35
saat perdarahan akut adalah 4 x1 tablet selama 4 hari, dilanjutkan
dengan 3 x 1 tablet selama 3 hari, dilanjutkan dengan 2 x 1 tablet selama
2 hari, dan selanjutnya 1 x 1 tablet selama 3 minggu. Selanjutnya bebas
pil selama 7 hari, kemudian dilanjutkan dengan pemberian pil
kontrasepsi kombinasi paling tidak selama 3 bulan. Apabila
pengobatannya ditujukan untuk menghentikan haid, maka obat tersebut
dapat diberikan secara kontinyu, namun dianjurkan setiap 3-4 bulan
dapat dibuat perdarahan lucut. Efek samping dapat berupa perubahan
mood, sakit kepala, mual, retensi cairan, payudara tegang, deep vein
thrombosis, stroke dan serangan jantung. 3,4
c. Progestin
Obat ini akan bekerja menghambat penambahan reseptor estrogen
serta akan mengaktifkan enzim 17-hidroksi steroid dehidrogenase pada
sel-sel endometrium, sehingga estradiol akan dikonversi menjadi estron
yang efek biologisnya lebih rendah dibandingkan dengan estradiol.
Meski demikian penggunaan progestin yang lama dapat memicu efek
anti mitotik yang mengakibatkan terjadinya atrofi endometrium.
Progestin dapat diberikan secara siklik maupun kontinyu. Pemberian
siklik diberikan selama 14 hari kemudian stop selama 14 hari, begitu
berulang-ulang tanpa memperhatikan pola perdarahannya. Apabila
perdarahan terjadi pada saat sedang mengkonsumsi progestin, maka
dosis progestin dapat dinaikkan. Selanjutnya hitung hari pertama
perdarahan tadi sebagai hari pertama, dan selanjutnya progestin
diminum sampai hari ke 14. Pemberian progestin secara siklik dapat
menggantikan pemberian pil kontrasepsi kombinasi apabila terdapat
kontra-indikasi (misalkan: hipersensitivitas, kelainan pembekuan darah,
riwayat stroke, riwayat penyakit jantung koroner atau infark miokard.
Sediaan progestin yang dapat diberikan antara lain MPA 1 x 10mg,
noretisteron asetat dengan dosis 2-3 x 5 mg, didrogesteron 2 x 5 mg atau
nomegestrol asetat 1 x 5 mg selama 10 hari per siklus. 3,4
36
d. Agonis Gonadotropine Releasing Hormone (GnRH)
Obat ini bekerja dengan cara mengurangi konsentrasi reseptor
GnRH pada hipofisis melalui mekanisme down regulation terhadap
reseptor dan efek pasca reseptor, yang akan mengakibatkan hambatan
pada pelepasan hormon gonadotropin. Pemberian obat ini biasanya
ditujukan pada wanita dengan kontraindikasi untuk operasi. Obat ini
dapat membuat penderita menjadi amenorea. Dapat diberikan leuprolide
acetate 3.75 mg intra muskular setiap 4 minggu, namun pemberiannya
dianjurkan tidak lebih dari 6 bulan karena terjadi percepatan
demineralisasi tulang. Apabila pemberiannya melebihi 6 bulan, maka
dapat diberikan tambahan terapi estrogen dan progestin dosis rendah
(add back therapy). Efek samping biasanya muncul pada penggunaan
jangka panjang, yakni: keluhan-keluhan mirip wanita menopause
(misalkan hot flushes, keringat yang bertambah, kekeringan vagina),
osteoporosis (terutama tulang-tulang trabekular apabila penggunaan
GnRH agonist lebih dari 6 bulan). 3,4
37
progesteron sintetis untuk mengobati gangguan haid dan mencegah
kehamilan. Cara kerjanya dengan membuat cairan vagina lebih tebal
sehingga menghambat sperma untuk mencapai sel telur. Atau Estradiol
Valerate, suntikan 1 bulan sekali.1
d. Suntik Progestin : Suntik DMPA 3 bulan dan NET-EN 2 bulan.1
e. Implan : Implan Dua Batang efektif hingga 4 tahun penggunaan (studi
terkini menunjukkan bahwa jenis ini memiliki efektivitas tinggi hingga 5
tahun). Implan Satu Batang efektif hingga 3 tahun penggunaan (studi
terkini menunjukkan bahan jenis ini memiliki efektivitas tinggi hingga 5
tahun).1
2. Non-Hormonal
a. Kondom: Kondom dapat digunakan tiap kali ingin berhubungan intim
dan hanya bisa digunakan sekali setelah itu harus diganti setelah
ejakulasi.1
b. Diafragma: Dapat digunakan kapan saja pada perempuan yang
menginginkan perlindungan terhadap kehamilan atau IMS.1
c. AKDR Copper: Jangka waktu pemakaian berjangka panjang dapat
hingga 10 tahun, serta sangat efektif dan bersifat reversibel. AKDR dapat
diganti setelah penggunaan selama 8-10 tahun.1
d. AKDR Levonorgestrel: Jangka waktu pemakaian berjangka panjang,
efektif untuk pemakaian 5 tahun dan bersifat reversibel. AKDR hormonal
dapat diganti setelah 3-6 tahun.1
38
maupun horizontal kepada fasilitas pelayanan yang lebih kompeten, terjangkau,
rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi. Dengan pengertian
tersebut, maka merujuk berarti meminta pertolongan secara timbal balik kepada
fasilitas pelayanan yang lebih kompeten untuk penanggulangan masalah yang
sedang dihadapi.1
Rangkaian jaringan fasilitas pelayanan kesehatan dalam sistem rujukan
tersebut berjenjang dari yang paling sederhana di tingkat keluarga sampai
satuan fasilitas pelayanan kesehatan nasional dengan dasar pemikiran rujukan
ditujukan secara timbal balik ke satuan fasilitas pelayanan yang lebih kompeten,
terjangkau, rasional dan tidak dibatasi oleh wilayah administrasi.1
Pelaksanaan rujukan pelayanan KB dapat dilakukan secara vertikal
maupun horizontal.
1. Rujukan vertical
Rujukan vertikal adalah rujukan yang dilakukan antar faskes KB yang
berbeda tingkatan. Rujukan vertikal dapat dilakukan dari tingkatan faskes
yang lebih rendah ke tingkatan yang lebih tinggi atau sebaliknya. Rujukan
vertikal dari tingkatan faskes yang lebih rendah ke tingkatan yang lebih
tinggi dilakukan apabila:1
a. Klien membutuhkan pelayanan spesialistik atau sub spesialistik;
b. Faskes perujuk tidak dapat memberikan pelayanan sesuai dengan
kebutuhan klien karena keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau
ketenagaan.
c. Rujukan vertikal dari tingkatan pelayanan yang lebih tinggi ke tingkatan
pelayanan yang lebih rendah dilakukan apabila:
d. Pelayanan pada klien dapat ditangani oleh faskes dengan tingkatan yang
lebih rendah sesuai dengan kompetensi dan kewenangannya
e. klien membutuhkan pelayanan lanjutan yang dapat ditangani oleh
tingkatan faskes yang lebih rendah dan untuk alasan kemudahan,
efisiensi dan pelayanan jangka Panjang.1
39
2. Rujukan horizontal
Rujukan horizontal adalah rujukan yang dilakukan antar faskes KB
dalam satu tingkatan. Rujukan Horizontal dilakukan apabila faskes perujuk
tidak dapat memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan klien karena
keterbatasan fasilitas, peralatan dan/atau ketenagaan yang sifatnya
sementara atau menetap. Rujukan horizontal dapat berlangsung baik di
antara FKTP maupun antar FKRTL. Pelaksanaan pelayanan rujukan
horizontal dilakukan apabila:1
a. Pelayanan KB belum/tidak tersedia pada faskes perujuk.
b. Komplikasi yang tidak bisa ditangani oleh faskes perujuk .
c. Kasus-kasus yang membutuhkan penanganan dengan sarana/teknologi
yang lebih canggih/memadai yang ada di faskes tempat rujukan.1
Dalam menjalankan pelayanan KB, FKTP dan FKRTL wajib melakukan
sistem rujukan dengan mengacu pada peraturan yang berlaku. Ketentuan
pelayanan rujukan berjenjang dapat dikecualikan dalam kondisi sebagai
berikut:1
1. Keadaan gawat darurat.
2. Kondisi kegawatdaruratan mengikuti ketentuan yang berlaku.
3. Bencana.
4. Kriteria bencana ditetapkan oleh Pemerintah Pusat dan atau Pemerintah
Daerah.
5. Pertimbangan geografis.
6. Pertimbangan ketersediaan fasilitas.
7. Faskes dalam wilayah cakupan rujukan tidak mempunyai sarana/tenaga
yang sesuai dengan kebutuhan.1
40
dan rasional. Rujukan berlaku jika suatu layanan kesehatan mengalami
keterbatasan sarana prasarana atau sumber daya sehingga tidak mampu
menangani keluhan atau permasalahan kesehatan pasien, atau karena tidak
termasuk dalam ranah kompetensi dan kewenangan pemberi layanan. Proses
pemberian rujukan membutuhkan persetujuan pasien atau keluarga pasien
setelah dilakukan penjelasan mengenai permasalahan kesehatan pasien.2
41
vasektomi bagi yang memenuhi persyaratan. Faslitas ini merupakan bagian
dari Puskesmas/Puskesmas dengan rawat inap, Balai pengobatan swasta,
BKIA Swasta, Poliklinik TNI/POLRI, dan Rumah Bersalin.8
43
l. Apakah anda pernah mengalami kenaikan ataupun penurunan berat
badan yang drastis atau tidak?
Dari pertanyaan-pertanyaan ini kita bisa dapat mengambil diagnosis
sementara apakah pasien mengalami perdarahan uterus abnormal atau
tidak. Pada umumnya pemasangan AKDR akan memiki efek samping
yaitu perdarahan uterus selama 3-6 bulan pertama dan hal ini wajar
terjadi. Akan tetapi jikalau perdarahan uterus ini sudah terjadi lebih dari
6 bulan berarti sudah tergolong dalam hal yang abnormal dan diperlukan
beberapa pemeriksaan penunjang lainnya.10
2. Pemeriksaan Fisik
Ada beberapa pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan guna
mendukung diagnosis sementara yang kita miliki dari hasil anamnesis
awal.10
a. Tanda-Tanda Vital
Dengan kita melakukan pemeriksaan tanda-tanda vital kita
dapat melihat status hemodimanik pada pasien. Apalagi pasien
mengalami perdarahan uterus yang berkelanjutan dengan volume
yang banyak. Oleh sebab itu diperlukan pemeriksaan status
hemodinamik dari pasien.
b. Pemeriksaan Abdonem
Pemeriksaan ini untuk menilai apakah ada massa pada intra
abdomen yang berasal dari organ geneitalia interna atau tidak.
c. Pemeriksaan Inspekulo
Pemeriksaan ini ini bertujuan untuk memastikan sumber asal
keluarnya darah apakah dari kanalis servikalis melalui ostium uteri
eksternum dan menyingkirkan perdarahan dari leserasi di vagina
ataupun prosio.
d. Pemeriksaan Vagina Toucher
Pemeriksaan VT secara bimanual untuk menilai aah dan
ukuran dari uterus, massa yang berada pada adnekasa, serta tanda-
tanda rangsangan pada peritoneum (apakah ada nyeri goyang serviks
44
atau tidak). Jikalau pemeriksaan VT secara bimanual masih belum
menyakinkan maka dapat dilakukan pemeriksaan rectal taucher.10
3. Pemeriksaan Penunjang
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk mendukung
anamnesis serta pemeriksaan fisik yang ada.10
a. Laboratorium
Pada pemeriksaaan laboratorium hal-hal yang dapat dilihat
seperti melakukan test kehamilan. Tes kehamilan ini berperan untuk
menyingkirkan kemungkinan perdarahan yang berasal dari
gangguan kehamilan. Jikalau pasien sedang dalam kondisi
kehamilan berarti kita harus mengecek kandungan dari pasien Selain
.
itu juga kita dapat melakukan pemeriksaan darah lengkap mulai dari
pemeriksaan hemoglonin, leukosit, hematrokrit, eritrosir, trombosir,
MCH, MCV, MCHC dan apusan darah tepi. Hal ini dilakukan untuk
melihat kondisi anemia dan menentukan jenis anemia yang dialami
oleh pasien apakah sudah tergolong akut ataupun kronis.
b. USG
USG dapat dilakukan untuk melakukan penilaian kavum
uteri baik mioma submokasa atapun polip, selain itu juga
endomentrium seperti apakaha hyperplasia, polip, proses malignansi,
miomentrium apakah mioma, ademnomosis, atau proses malignansi.
c. SIS
SIS atau Saline Infusion Sonohysterography merupakan
suatu prosedur yang dimana cairan dimasukkan kedalam rongga
Rahim secara transservik untuk memberikan visualisasi
endomenrtrium yang lebih baik selama pemeriksaan ultrasonografi
transvaginal. Pemeriksaan ini akan dilakukan jikalau ada indikasi
kelainan pad akavum uteri seperti polip, mioma, sub mukosa.
d. Pap Smear
Pab smear dilakukan jikalau ada indikasi kelainan di daerah
serviks yang berhubungan dengan keganasan ataupun inflamasi.
45
e. Dilatasi dan Kuratase
Tindakan ini hanya dilakukan pada beberapa indikasi saja.
Tindakan ini dilakukan untuk evaluasi dari endomentrium pada
pasien dengan beberapa kriteria seperti
• Memiliki usia lebih dari 45 tahun
• Memiliki faktor resiko genetic
• Terlihat gambaran penebalan endomentrium dari hasi TVS
• Terdapat riwayat keluarga nonployposisi colorectal cencer.
Orang yang memikiki riwayat ini 60% memiliki resiko kanker
endomentrium pada usia 45-80 tahun
• Pedarahan menetpa setelah tahapan medisinal.10
Berikut beberapa tindakan pencegahan yang dapat kita lakukan
untuk mencegah perdarahan pada saat pemasangan AKDR:
1. Sterilisasi Pasien, Alat dan Pemeriksa
Hygiene dari alat yang sangatlah penting dikarenakan kita
akan memasukkan alat ke bagian yang sangat sensitive dan sangat
beresiko. Selain itu juga pasien dan orang uang melakukan tindakan
haruslah dalam kondisi yang steril atau bersih.
2. Konsultasi Penggunaan Alat Kontrasepsi
Alat kontrasepsi sangatlah bervariasi dan beragam oleh
sebab itu diperlukan konsultasi pada dokter atau tenaga ahli.
Dikarenakan setiap alat kontrasepsi yang ada memiliki efeknya
masing-masing dan oleh sebab itu diperlukan konsultasi terlebih
dahulu sebelum digunakan.
3. Pemasangan AKDR oleh Tenaga Medis yang Profesional
Pemasangan AKDR adalah tindakan medis yang harus
dilakukan oleh tenaga medis yang terlatih, karena pemasangan
kontrasepsi yang tidak benar dapat memicu infeksi atau perdarahan,
maka pemasangan harus dilakukan oleh tenaga profesional, seperti
dokter.
46
4. Pengelolahan Stress
Stres dapat mempengaruhi siklus menstruasi dan
menyebabkan perdarahan yang tidak normal. Temukan teknik
manajemen stres yang efektif seperti meditasi, yoga, atau terapi
relaksasi, untuk membantu menjaga keseimbangan hormonal dan
kesehatan reproduksi.
5. Pemeriksaan Rutin
Melakukan pemeriksaan rutin mengenai kesehatan
reproduksi dengan dokter kandungan dapat membantu dalam
mendeteksi dan mencegah perdarahan uterus yang abnormal. Dokter
dapat melakukan pemeriksaan fisik, tes darah, ultrasonografi, atau
prosedur lain yang diperlukan untuk mengidentifikasi penyebab
perdarahan dan memberikan pengobatan yang tepat.
6. Konsultasi Bila Ada Perdarahan
Jika mengalami perdarahan uterus yang tidak normal, segera
konsultasikan dengan dokter kandungan. Dokter akan melakukan
evaluasi lebih lanjut dan mungkin merujuk ke spesialis lain, seperti
ahli endokrinologi atau ahli bedah, untuk diagnosis dan
pengobatan yang tepat.
7. Pemantauan siklus menstruasi
Mengetahui dan memahami siklus menstruasi adalah
langkah penting dalam memantau adanya perubahan yang tidak
normal. Jika melihat adanya perubahan signifikan seperti
perdarahan yang sangat berat, perdarahan di luar periode menstruasi,
atau perdarahan yang berlangsung lebih lama dari biasanya, segera
konsultasikan dengan dokter kandungan.
8. Pertahankan pola hidup sehat
Mengadopsi gaya hidup sehat dengan pola makan seimbang,
olahraga teratur, dan menghindari kebiasaan merokok atau
konsumsi alkohol berlebihan dapat membantu menjaga kesehatan
rahim dan uterus.11
47
2.11 Metode Promosi Kesehatan tentang KB
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang, yaitu termasuk partisipasi dalam
suatu kegiatan. Salah satu hal yang mempengaruhi pengetahuan adalah
informasi, kemudahan untuk memperoleh informasi membantu
mempercepat sesorang memperoleh pengetahuan yang baru, Informasi
dapat diberikan melalui penyuluhan. Menurut WHO salah satu usaha atau
strategi yang dapat dilakukan untuk memperoleh perubahan perilaku
tersebut adalah dengan cara pemberian penyuluhan.12
Penyuluhan merupakan serangkaian kegiatan komunikasi dengan
menggunakan media dalam memberikan bantuan terhadap pengembangan
potensi, yaitu fisik, emosi, sosial, sikap dan pengetahuan semaksimal
mungkin sebagai upaya untuk meningkatkan atau memelihara kesehatan.
Penyuluhan tentang alat kontrasepsi diberikan kepada wanita usia subur
sebagai upaya meningkatkan pengetahuan wanita subur tentang alat
kontrasepsi meliputi pengertian kontrasepsi, macam-macam alat
kontrasepsi, indikasi dan kontraindikasi masingmasing alat kontrasepsi,
efek samping alat kontrasepsi dan penggunaan alat kontrasepsi.12
48
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengertian dari KB yaitu tindakan yang membantu individu atau
pasangan untuk menghindari kelahiran yang tidak diinginkan, mengatur
interval kelahiran mengontrol kartu keturunan dalam hubungan dengan
umur pasanngan suami istri dan menentukan jumlah anak dalam keluarga.
Dalam pelaksanaan program KB biasanya digunakan alat kontrasepsi yang
digunakan untuk mengatur/mengendalikan pertumbuhan penduduk
khususnya di Indonesia. Pengertian dari kontrasepsi adalah cara untuk
mencegah terjadinya konsepsi yaitu bertemunya sel sperme dan ovum.
Dalam pelayanan KB ada berbagai macam cara untuk mencegah konsepsi
salah satunya dengan menggunakan AKDR. Dalam penggunaan AKDR
juga terdapat manfaat, keuntungan serta kerugian dari penggunaan AKDR
tersebut. Masalah yang timbul dari penggunaan AKDR tersebut juga
diharapkan bisa teratasi dengan beberapa cara antara lain dengan
memperhatikan cara pemakaian yang benar, efek samping serta konseling
bagi pengguna oleh tenaga kesehatan.
49
DAFTAR PUSTAKA
50
11. Bradley LD, Gueye NA. The medical management of abnormal uterine
bleeding in reproductive-aged women. Am J Obstet Gynecology.
2016;214(1):31-44.
12. Ambarwati ER, Rahmawati I. Promosi Kesehatan Tentang Keluarga
Berencana Pada Wanita Usia Subur Sebagai Upaya Awal Untuk Mewujudkan
Keluarga Berkualitas. J Bakti Masy Indones. 2020;3(1):293–9.
51