Anda di halaman 1dari 4

UTS Teori dan Analisis Kebijakan Publik

Achmad Surya Hadi Kusuma

274222004

1. Interaksi antara pejabat publik dengan publik terjadi dalam bagian komunikasi dari
implementasi kebijakan menurut George C. Edwards III, dalam komunikasi ada
transmisi, kejelasan dan konsistensi yang menentukan keberhasilan penyampaian
kebijakan publik.1 Pada saat menerapkan kebijakan publik, perlu ada keterlibatan
publik itu sendiri, dalam hal ini warga negara. Apabila keterlibatan mereka minim,
maka kemungkinan besar kebijakan juga tidak akan sampai pada dampak yang
diinginkan. Contohnya, ketika pemerintah Indonesia memilih untuk vaksinasi massal
kepada masyarakat, banyak dari masyarakat yang masih tidak percaya dengan vaksin
yang menyebabkan pemerintah tidak mencapai target hingga akhir 2021 yang pada saat
itu belum mencapai angka 208 juta orang, dosis pertama baru disuntikkan hanya pada
160 juta orang. Hal ini salah satunya disebabkan pesan dari pemerintah agar warga
negaranya patuh terhadap kebijakan tidaklah sampai dengan baik, karena transmisi dari
pemerintah kepada publik hanya sedikit, ditambah dengan kejelasan informasi,
terutama mengenai efikasi dari vaksin juga tidak dijelaskan secara rinci melalui aplikasi
PeduliLindungi saat itu. Akan tetapi permasalahan utama tetap ada pada konsistensi
pesan yang disampaikan, yang mana setiap pernyataan dari pejabat publik seringkali
inkonsisten antara satu sama lainnya. Penyanggahan awal dari Menteri Kesehatan
Terawan yang pada saat Covid-19 pertama kali masuk menunjukkan penolakan
terhadap berita yang ada. Tak lama setelah masuk, publik dibingungkan lagi dengan
berita mengenai vaksin mana yang akan digunakan, terutama dengan kabar bahwa
Indonesia akan mengembangkan vaksinnya sendiri yakni Vaksin Merah Putih dan
Vaksin Nusantara yang sampai sekarang belum tersedia untuk publik, akhirnya
pemerintah menggunakan vaksin dari luar negeri seperti AstraZeneca, Pfizer dan
lainnya untuk melaksanakan kebijakan vaksinasi massalnya.
2. Berikut enam teori (pendekatan) dalam kebijakan publik:2

1
Edwards III, George C. (1980). Implementing Public Policy. Washington D.C.: Congressional Quarterly Press.
2
Anyebe, Adam A. (2018). “An Overview of Approaches to the Study of Public Policy.” International Journal of
Political Science 4(1), 8-17.
a. Teori Elit: teori ini berpendapat bahwa pada kenyataannya, kebijakan publik
mencerminkan citra dari kepentingan elit yang berkuasa.
b. Teori Kelompok: kebijakan publik merupakan hasil dari perjuangan kelompok, atau
titik tengah yang tercapai dalam perjuangan kelompok pada waktu kapanpun.
c. Teori Sistem: kebijakan adalah bentuk implementasi dari sistem interaksi dalam
masyarakat melalui pengalokasian yang otoritatif, kebijakan publik juga dilihat
sebagai respon sistem politik terhadap permintaan yang muncul dari
lingkungannya.
d. Teori Kelembagaan: karena berisikan manusia, lembaga juga merupakan pola
perilaku manusia yang selalu ada dari waktu ke waktu dan melaksanakan fungsi
sosial tertentu. Pendekatan institusionalisme dalam kebijakan publik menekankan
pada aspek formal dan struktural dalam lembaga.
e. Teori Inkremental: teori ini melibatkan pandangan mengenai tambahan atau
perubahan dari kebijakan yang ada. Pembuat kebijakan menelisik sebagian kecil
dari alternatif kebijakan dan menerapkan perubahan dalam serangkaian tahap.
f. Teori Pilihan Rasional: teori ini berhubungan dengan pembentukan kebijakan
publik yang memastikan kebijakan yang lebih baik dengan mempertimbangkan
beberapa hal seperti mengetahui biaya dari konsekuensi dari setiap kebijakan
alternatif.

Dari keenam teori yang ada di atas, teori kelembagaan adalah yang paling tepat melihat
bagaimana kebijakan publik dilaksanakan di Indonesia, hal ini tidak terlepas dari sikap
birokratis bahkan feodal dari kebijakan publik sebagai dampak dari tradisi kebijakan
yang ada. Karena dalam birokrasi di Indonesia, dalam menerapkan sebuah kebijakan,
ada hubungan “suka dan tidak suka” yang pada akhirnya bermuara pada alokasi sumber
daya untuk mengimplementasikan kebijakan.3

3. Siklus kebijakan publik:4


a. Agenda Setting: mengidentifikasi permasalahan atau tantangan yang berdampak
kepada publik.
b. Formulasi Kebijakan: mengembangkan pilihan kebijakan di dalam pemerintah
setelah suatu masalaha atau tantangan telah diidentifikasi.

3
Sutherland, Heather. (1983). Terbentuknya Sebuah Elite Birokrasi. Jakarta: Sinar Harapan, hlm. 77.
4
Point Park University. “The Five Stages of the Policy Making Cycle.” Diakses pada 1 April 2023.
c. Pengambilan Keputusan: pemerintah menentukan kebijakan apa yang akan
digunakan untuk menyelesaikan masalah.
d. Implementasi Kebijakan: pemerintah menerapkan keputusan yang sudah mereka
pilih dan menggunakan alat-alatnya untuk mendistribusikan layanan atau barang
yang menjadi produk kebijakan mereka.
e. Kelompok yang ada di dalam maupun di luar pemerintahan mengawasi dan
mengamati dampak dari kebijakan dan menentukan apakah kebijakan mencapai
tujuan yang diinginkan.

Pada tahun 2020 awal, pemerintah Indonesia yang awalnya menyangkal masuknya
Covid-19 menemukan kasus awal wabah tersebut, maka masalah tersebut menjadi hal
pertama yang perlu diselesaikan oleh pemerintah karena wabah itu membawa korban
jiwa yang tidak sedikit (agenda setting), pemerintah melihat sejumlah alternatif yang
bisa ditempuh untuk menyelesaikan pandemi, yakni mengembangkan vaksin sendiri
atau membeli vaksin dari luar negeri (formulasi kebijakan), pemerintah memilih untuk
membeli vaksin (pengambilan keputusan), vaksin AstraZeneca dan Sinovac adalah dua
vaksin yang didistribusikan secara masif di Indonesia sebelum masuknya Moderna dan
Pfizer, vaksinasi menjadi syarat wajib bagi siapapun yang ingin mengakses barang dan
layanan publik dari pemerintah (implementasi kebijakan), akan tetapi vaksinasi
dianggap masih belum berhasil karena belum mencapai target, yakni 208 juta
penduduk, sementara yang divaksin baru 170 juta penduduk pada tahun 2021 (evaluasi
kebijakan).

4. Menurut Ramesh dan Howlett, agenda setting adalah bagian paling penting dari
kebijakan publik dan juga langkah pertamanya. Hal ini berkaitan dengan adanya
sejumlah permintaan yang dipenuhi oleh pemerintah sementara lainnya belum atau
tidak dipenuhi. Cara dan mekanisme bagaimana permasalahan akan diambil dan
ditanggulangi oleh pemerintah adalah bagian dari siklus kebijakan ini. Permasalahan
kerapkali muncul dengan berbagai cara dan harus melalui proses yang rumit sebelum
dipertimbangkan untuk diselesaikan. Pada dasarnya, agenda setting berkenaan dengan
sebuah masalah sebagai bagian dari pemerintah. Permasalahan memiliki ‘tujuan’ yang
menunggu untuk ‘ditanggapi’ oleh pemerintah.5

5
Howlett, Michael & M. Ramesh. (2003). Studying Public Policy: Policy Cycles and Policy Subsystems. Oxford:
Oxford University Press, hlm. 120-121.
5. Advocacy Coalition Framework adalam model perumusan kebijakan yang berpusat
pada para aktor didalamnya. Aktor sendiri dibagi menjadi dua, yakni aktor formal dan
aktor informal. Pendekatan yang berfokus pada aktor dapat dimaknai sebagai kebijakan
yang dipengaruhi dan diimplementasikan melalui partisipasi efektif dari setiap aktor
yang terdampak permasalahan publik. Pendekatan ini melihat bahwa perumusan
kebijakan harus melibatkan semua pemain, bahkan organisasi nonpemerintah.6
Semisal, dalam kebijakan transportasi Bus Suroboyo, pemerintah kota Surabaya tidak
melibatkan perwakilan masyarakat dari berbagai elemen, sehingga dalam
pelaksanaannya, Bus Suroboyo memang ramai peminat tapi tidak menghilangkan
permasalahan macet di Surabaya pada jam-jam tertentu (berangkat dan pulang kerja),
bahkan dengan besarnya Bus Surabaya tidak memiliki jalur sendiri sehingga kerapkali
mengganggu jalannya kendaraan lain di jalan besar. Hal ini disebabkan Pemkot
Surabaya kurang melibatkan berbagai aktor, padahal mulai muncul kelompok yang
fokus kepada permasalahan perkotaan seperti Urbanist yang memulai diskusi mengenai
kendaraan umum.

6
Chikowore, Andrew Itai. (2018). “Advocacy Coalition Framework as an Actor-Centred Approach to Policy
Formulation and Implementation.” International Workshop on Public Policy, 1-17.

Anda mungkin juga menyukai