Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

AHLUS SUNNAH WAL JAMAAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah : ilmu kalam

DOSEN PENGAMPU:Supian Hadi M.pd.i

Di Susun Oleh Kelompok : III

Nama NIM

1.Muhammad Zikri : 22.19.1886

2.Elfan Doni : 22.19.1884

3.BNTANG SUMBARAN : 22.19.1900

4.jhoni robiansya :

5. Anjar Ibnu Hafidh : 22.19.1902

SEKOLAH TINNGI ILMU TARBIYAH (STIT)


PENDIDIKAN AGAMA ISLAM (PAI)
KOTA PAGAR ALAM
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT,yang mana kami dapat
menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “AHLUS SUNNAH WAL
JAMAAH”.Penyelesaian makalah ini adalah merupakan salah satu tugas dan
persyaratan untuk menyelesaikan tugas mata kuliah Ilmu Kalam.

Dalam penulisan makalah ini kami merasa masih banyak kekurangan-


kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingatakan
kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk ini kritik dan saran dari semua pihak
sangat kami harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.

Dalam makalah ini kami menyampaikan ucapan terimah kasih yang tak
terhingga kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan
makalah ini,khususnya kepada dosen mata kuliah ILMU KALAM. Akhirnya
penulis berharap semoga makalah yeng berjudul “AHLUS SUNNAH WAL
JAMAAH” dapat bermanfaat untuk kita semua.

PagarAlam, September 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................................................ii

DAFTAR ISI.........................................................................................................iii

BAB I.......................................................................................................................1

PENDAHULUAN...................................................................................................1

A. Latar Belakang.................................................................................................1

B. Rumusan Masalah............................................................................................1

C. Tujuan..............................................................................................................1

BAB II.....................................................................................................................3

PEMBAHASAAN..................................................................................................3

A. Apa itu pengertianAhlussunnah wal Jama’ah.................................................3

B. Bagaimana Sejarahnya Ahlussunnah wal Jama’ah..........................................4

C.  Apa saja aliran-aliran yang ada didalam Ahlulsunnah wal Jama’ah...............4

BAB III....................................................................................................................5

PENUTUP...............................................................................................................5

DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................6

LAMPIRAN............................................................................................................7
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Ahlussunnah wal Jama’ah memang “satu istilah” yang mempunyai “banyak


makna” , sehingga banyak golongan dan faksi dalam Islam yang mengklaim
dirinya adalah “Ahlussunnah wal Jama’ah”. ‘Ulama dan pemikir Islam
mengatakan, bahwa Ahlussunnah wal Jama’ah itu merupakan golongan mayoritas
umat Islam di dunia sampai sekarang, yang secara konsisten mengikuti ajaran dan
amalan (sunnah) nabi dan para sahabat-sahabatnya, serta memperjuangkan
berlakunya di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam.

Meskipun pada mulanya Ahlussunnah wal Jama’ah itu menjadi identitas


kelompok atau golongan dalam dimensi teologis atau aqidah Islam dengan fokus
masalah ushuluddin (fundamental agama), tetapi dalam perjalanan selanjutnya
tidak bisa lepas dari dimensi keislaman lainnya, seperti Syari’ah atau Fiqhiyah,
bahkan masalah budaya, politik, dan sosial.
Melalui makalah ini nantinya akan dijelaskan beberapa hal yang berkaitan
dengan Ahlussunnah wal Jama’ah, baik tentang riwayat asal mula munculnya
aliran ini, perkembangannya, doktrin-doktrinnya dan yang terpenting
adalah kepercayaannya. Semoga makalah ini dapat memberikan gambaran dan
penjelasan yang baik terhadap Ahlussunnah wal Jama’ah.

 B.     Rumusan Masalah

1. Apa itu pengertianAhlussunnah wal Jama’ah?


2. Bagaimana Sejarahnya Ahlussunnah wal Jama’ah?
3.  Apa saja aliran-aliran yang ada didalam Ahlulsunnah wal Jama’ah?

  C.     Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian Ahlussunnah wal Jama’ah.


2. Untuk mengetahui Sejarahnya Ahlussunnah wal Jama’ah.
3. Untuk mengetahui aliran-aliran yang ada didalam Ahlulsunnah wal Jama’ah

1
BAB II
PEMBAHASAN

 A.    Pengertian Ahlul Sunnah wal Jama’ah

Aswaja merupakan sebuah singkatan yang memiliki


kepanjangan Ahlus_Sunnah Wal Jamaah. Kepanjangan tersebut merupakan frase
dari kata-kata bahasa Arab yaitu Ahlu, Sunnah, Jamaah. Kata Ahlu diartikan
sebagai keluarga, komunitas, atau pengikut. Kata Al-Sunnah diartikan sebagai
jalan atau karakter. Sedangkan kata Al-Jamaah diartikan sebagai
perkumpulan atau kelompok golongan.

        Arti Sunnah secara istilah adalah segala sesuatu yang diajarkan Rasulullah


SAW., baik berupa ucapan, tindakan, maupun ketetapan. Sedangkan Al-
Jamaah bermakna sesuatu yang telah disepakati komunitas sahabat Nabi pada
masa Rasulullah SAW. dan pada era pemerintahan Khulafah Al-Rasyidin (Abu
Bakar, Umar, Utsman, dan Ali). Dengan demikian Ahlusssunnah Wal
Jamaah adalah komunitas orang-orang yang selalu berpedoman kepada sunnah
Nabi Muhammad SAW. dan jalan para sahabat beliau, baik dilihat dari aspek
akidah, agama, amal-amal lahiriyah, atau akhlak hati.1

1 Badrun Alarna., NU, Kritisisme dan Pergeseran Makna Aswaja,


Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000, cet. 1, hlm. 33.
B. Sejarah Perkembangan Aswaj

Memang jauh sebelum itu kata sunnah dan jama’ah sudah lazim dipakai dalam
tulisan-tulisan arab, meski bukan sebagai terminologi dan sebutan bagi sebuah
mazhab keyakinan. Misalnya terlihat dalam surat-surat Al-Ma’mun kepada
gubernur Ishaq ibn Ibrahim pada tahun 218 H, sebelum Al-Asy’ari lahir,
tercantum kutipan kalimat wa nasabû Anfusahum ilas sunnah (mereka
mempertalikan diri dengan sunnah), dan kalimat ahlul haq wad dîn wal jama’ah
(ahli kebenaran, agama dan jama’ah).56 Penggunaan istilah ahlussunnah wal
jama'ah sebagai sebutan bagi kelompok keagamaan justru diketahui, sejak Az-
Zabidi menyebutkan dalam kitab Itihaf as-Sadat al-Muttaqin, sebagai syarah dari
kitab Ihyâ Ulûmuddîn Al-Ghazali:

‫اعر َ ة ُ َو ْال َماتُ ِريْد ِ يَة ُ )اِتِ َحا‬ ْ ُ‫اِ َذا ا‬


ْ َ‫طلِق َ اَ ْهل ُ ال ُسنَة ِ َو ْال َج َماعَة ِ ف َ ْال ُم َراد ُ بِ ِهم ْ ا‬
ِ ‫ال َ َش‬

‫ص‬-2- ‫ال َسادَة ِ ْال ُمتَقِي‬

rtinya: Jika disebut ahlussunnah wal jama'ah maka yang dimaksud adalah para
pengikut Imam al-Asy’ari dan Imam al- Maturidi (Ithaf al-Sadah al-Muttaqin, juz
2, hlm. 6).5

menyebutkan dalam kitab Itihaf as-Sadat al-Muttaqin, sebagai syarah


dari kitab Ihyâ Ulûmuddîn Al-Ghazali2:

‫ال َ َشا ِعر َ ة ُ َو ْال َماتُ ِريْد ِ يَة ُ )اِتِ َحاف‬ ْ ُ‫اِ َذا ا‬
ْ َ‫طلِق َ اَ ْهل ُ ال ُسنَة ِ َو ْال َج َماعَة ِ ف َ ْال ُم َراد ُ بِ ِهم ْ ا‬

‫ص‬-2-‫ج‬- ‫ال َسادَة ِ ْال ُمتَقِ ْي‬


6(.B. Sejarah Perkembangan Aswaj

Memang jauh sebelum itu kata sunnah dan jama’ah sudah lazim dipakai dalam
tulisan-tulisan arab, meski bukan sebagai terminologi dan sebutan bagi sebuah
2 Harun Nasution, 2008, Teologi Islam ; Aliran-Aliran, Sejarah Analisa
Perbandingan, Jakarta: UI Pres, hlm. 65.
mazhab keyakinan. Misalnya terlihat dalam surat-surat Al-Ma’mun kepada
gubernur Ishaq ibn Ibrahim pada tahun 218 H, sebelum Al-Asy’ari lahir,
tercantum kutipan kalimat wa nasabû Anfusahum ilas sunnah (mereka
mempertalikan diri dengan sunnah), dan kalimat ahlul haq wad dîn wal jama’ah
(ahli kebenaran, agama dan jama’ah).56 Penggunaan istilah ahlussunnah wal
jama'ah sebagai sebutan bagi kelompok keagamaan justru diketahui, sejak Az-
Zabidi menyebutkan dalam kitab Itihaf as-Sadat al-Muttaqin, sebagai syarah dari
kitab Ihyâ Ulûmuddîn Al-Ghazali:

‫اعر َ ة ُ َو ْال َماتُ ِريْد ِ يَة ُ )اِتِ َحا‬ ْ ُ‫اِ َذا ا‬


ْ َ‫طلِق َ اَ ْهل ُ ال ُسنَة ِ َو ْال َج َماعَة ِ ف َ ْال ُم َراد ُ بِ ِهم ْ ا‬
ِ ‫ال َ َش‬

‫ص‬-2- ‫ال َسادَة ِ ْال ُمتَقِي‬

rtinya: Jika disebut ahlussunnah wal jama'ah maka yang dimaksud adalah para
pengikut Imam al-Asy’ari dan Imam al- Maturidi (Ithaf al-Sadah al-Muttaqin, juz
2, hlm. 6).5

menyebutkan dalam kitab Itihaf as-Sadat al-Muttaqin, sebagai syarah


dari kitab Ihyâ Ulûmuddîn Al-Ghazali 3:

‫ اف‬m‫ال َ َشا ِعر َ ة ُ َو ْال َماتُ ِريْد ِ يَة ُ )اِتِ َح‬ ْ ُ‫اِ َذا ا‬
ْ َ‫طلِق َ اَ ْهل ُ ال ُسنَة ِ َو ْال َج َماعَة ِ ف َ ْال ُم َراد ُ بِ ِهم ْ ا‬

6‫ص‬-2-‫ج‬- ‫ادَة ِ ْال ُمتَقِ ْي‬mmmmm‫الس‬


َ (.
Artinya: Jika disebut ahlussunnah wal jama'ah maka yang4 dimaksud adalah para
pengikut Imam al-Asy’ari dan Imam al- Maturidi (Ithaf al-Sadah al-Muttaqin, juz
2,hlm.6).57
Ahlussunnah wal jama’ah adalah pengikut Imam Al-Asy’ari dan Al-
Maturidi dalam bidang aqidah, dan pengikut ulama mazhab seperti Imam Hanafi,
Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hambali dalam bidang syari’ah atau fiqih,
3 Harun Nasution, 2008, Teologi Islam ; Aliran-Aliran, Sejarah Analisa
Perbandingan, Jakarta: UI Pres, hlm. 65.
4 Muhyiddin Abdusshomad, 2009, Aqidah Ahlussunnah wal jama’ah,
Surabaya: Khalista, hlm. 9
pengikut Imam Al-Ghazali dan Imam Junaidi al-Baghdadi. Berdasarkan telaah
sejarah, terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan pada tahun 35 Hijriyah, diikuti
dengan pengangkatan Ali bin Abi Thalib Ra telah menimbulkan pro dan kontra
dan muncul protes keras dari dua golongan. Pertama, golongan Muawiyah bin Abi
Sufyan sebagai gubernur Damaskus. Kedua, protes yang dilancarkan oleh
‘Aisyah, Thalhah, dan Zubair. Mereka menuduh Ali bin Abi Thalib Ra. adalah
orang yang paling bertanggung jawab atas terbun5uhnya Utsman bin Affan. Dua
kelompok ini kemudian pecah menjadi perang terbuka. Yakni perang Shiffin dan
disusul kemudian dengan pecahnya perang Jamal.58 Dalam perang shiffin,
pasukan Muawiyah mengalami krisi politik dan mengalami kekalahan melawan
kelompok Ali bin Abi Thalib Ra. Pada saat itu muncul siasat politik dari
kelompok Muawiyah dengan mengajukan usul perundingan kepada pihak Ali bin
Abi Thalib Ra. agar peperangan segera diakhiri. Dari pihak Muawiyah diwakili
oleh Amru bin ‘Ash, sedangkan dari pihak Ali bin Abi Thalib Ra. Diwakili oleh
Abu Musa al-Asy’ari. Hasil perundingan dimenangkan oleh kub Muawiyah.
Akibat dari perundingan ini kubu Ali kw. pecah menjadi tiga kelompok, ada yang
bersikeras untuk melanjutkan peperangan, ada yang menerima perundingan yang
diajukan Muawiyah, ada juga yang kemudian keluar dari barisan jama’ah Ali,
inilah yang disebut dengan kaum Khawarij. Dari peristiwa tersebut, muncul
beberapa sekte keagamaan yang pada awalnya lebih di dominasi persoalan politik.
Dan menurut ahli sejarah, mulai saat itu muncul perbedaan seputar masalah
Apakah ar-Ra’yu (akal) boleh dijadikan dasar untuk menetapkan hukum
setelah Al-Qur’an dan Hadis. Atas perbedaan tersebut timbul dua arus pemikiran
dikalangan kaum mujtahidin.
Muawiyah. Akibat dari perundingan ini kubu Ali kw. pecah menjadi tiga
kelompok, ada yang bersikeras untuk melanjutkan peperangan, ada yang
menerima perundingan yang diajukan Muawiyah, ada juga yang kemudian keluar
dari barisan jama’ah Ali, inilah yang disebut dengan kaum Khawarij. Dari
peristiwa tersebut, muncul beberapa sekte keagamaan yang pada awalnya lebih di
dominasi persoalan politik. Dan menurut ahli sejarah, mulai saat itu muncul
5 KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 19
perbedaan seputar masalah Apakah ar-Ra’yu (akal) boleh dijadikan dasar untuk
menetapkan hukum setelah Al-Qur’an dan Hadis. Atas perbedaan tersebut timbul
dua arus pemikiran dikalangan kaum mujtahidin.
1. Ahl Hadis, yakni mereka yang hanya berpegang kepada hadis setelahAl-
Qur’an.
2. Ahl Ra’yi, yakni golongan yang menggunakan pendekatan hukum melalui
pemikiran, di samping tetap berpegang pada Al- Qur’an dan Hadis. Inilah yang
kemudian memunculkan istilah ijma’ dan Qiyas. Terlepas dari aspek politik yang
menjadi pemicu lahirnya aswaja, lebih sering di konotasi dengan teologi (kalam),
al-Asy’ari (w. 235 H) dan al-Maturidi (w. 333 H). Sedangkan teologi seperti
Mu’tazilah dan lainnya dipandang sebagai berada diluar paham aswaja.59
Berpijak dari berbagai argumentasi diatas, ada kemungkinan bahwa dalam paham
aswaja, terutama dalam lapangan teologis (kalam) telah mengalami polarisasi. Di
satu sisi muncul pemikiran yang cenderung rasionalis, seperti Mu’tazilah. Namun
pada saat yang bersamaan muncul pula pemikiran yang justru hendak menyapu
bersih kecenderungan pola pikir rasionalis. Kelompok terakhir ini sering identik
dengan teologi Al-Asy’ari dan Al-Maturidi, bahkan kemudian terkenal dikalangan
umat Islam dengan sebutan ahlussunnah wal jama'ah (sunni), disingkat menjadi
“aswaja”.

Artinya: Jika disebut ahlussunnah wal jama'ah maka yang6 dimaksud adalah para
pengikut Imam al-Asy’ari dan Imam al- Maturidi (Ithaf al-Sadah al-Muttaqin, juz
2,hlm.6).57
Ahlussunnah wal jama’ah adalah pengikut Imam Al-Asy’ari dan Al-
Maturidi dalam bidang aqidah, dan pengikut ulama mazhab seperti Imam Hanafi,

6 Muhyiddin Abdusshomad, 2009, Aqidah Ahlussunnah wal jama’ah,


Surabaya: Khalista, hlm. 9
Imam Maliki, Imam Syafi’i dan Imam Hambali dalam bidang syari’ah atau fiqih,
pengikut Imam Al-Ghazali dan Imam Junaidi al-Baghdadi. Berdasarkan telaah
sejarah, terbunuhnya Khalifah Utsman bin Affan pada tahun 35 Hijriyah, diikuti
dengan pengangkatan Ali bin Abi Thalib Ra telah menimbulkan pro dan kontra
dan muncul protes keras dari dua golongan. Pertama, golongan Muawiyah bin Abi
Sufyan sebagai gubernur Damaskus. Kedua, protes yang dilancarkan oleh
‘Aisyah, Thalhah, dan Zubair. Mereka menuduh Ali bin Abi Thalib Ra. adalah
orang yang paling bertanggung jawab atas terbun7uhnya Utsman bin Affan. Dua
kelompok ini kemudian pecah menjadi perang terbuka. Yakni perang Shiffin dan
disusul kemudian dengan pecahnya perang Jamal.58 Dalam perang shiffin,
pasukan Muawiyah mengalami krisi politik dan mengalami kekalahan melawan
kelompok Ali bin Abi Thalib Ra. Pada saat itu muncul siasat politik dari
kelompok Muawiyah dengan mengajukan usul perundingan kepada pihak Ali bin
Abi Thalib Ra. agar peperangan segera diakhiri. Dari pihak Muawiyah diwakili
oleh Amru bin ‘Ash, sedangkan dari pihak Ali bin Abi Thalib Ra. Diwakili oleh
Abu Musa al-Asy’ari. Hasil perundingan dimenangkan oleh kub Muawiyah.
Akibat dari perundingan ini kubu Ali kw. pecah menjadi tiga kelompok, ada yang
bersikeras untuk melanjutkan peperangan, ada yang menerima perundingan yang
diajukan Muawiyah, ada juga yang kemudian keluar dari barisan jama’ah Ali,
inilah yang disebut dengan kaum Khawarij. Dari peristiwa tersebut, muncul
beberapa sekte keagamaan yang pada awalnya lebih di dominasi persoalan politik.
Dan menurut ahli sejarah, mulai saat itu muncul perbedaan seputar masalah
Apakah ar-Ra’yu (akal) boleh dijadikan dasar untuk menetapkan hukum
setelah Al-Qur’an dan Hadis. Atas perbedaan tersebut timbul dua arus pemikiran
dikalangan kaum mujtahidin.
Muawiyah. Akibat dari perundingan ini kubu Ali kw. pecah menjadi tiga
kelompok, ada yang bersikeras untuk melanjutkan peperangan, ada yang
menerima perundingan yang diajukan Muawiyah, ada juga yang kemudian keluar
dari barisan jama’ah Ali, inilah yang disebut dengan kaum Khawarij. Dari
peristiwa tersebut, muncul beberapa sekte keagamaan yang pada awalnya lebih di
7 KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU: Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 19
dominasi persoalan politik. Dan menurut ahli sejarah, mulai saat itu muncul
perbedaan seputar masalah Apakah ar-Ra’yu (akal) boleh dijadikan dasar untuk
menetapkan hukum setelah Al-Qur’an dan Hadis. Atas perbedaan tersebut timbul
dua arus pemikiran dikalangan kaum mujtahidin.
1. Ahl Hadis, yakni mereka yang hanya berpegang kepada hadis setelahAl-
Qur’an.
2. Ahl Ra’yi, yakni golongan yang menggunakan pendekatan hukum melalui
pemikiran, di samping tetap berpegang pada Al- Qur’an dan Hadis. Inilah yang
kemudian memunculkan istilah ijma’ dan Qiyas. Terlepas dari aspek politik yang
menjadi pemicu lahirnya aswaja, lebih sering di konotasi dengan teologi (kalam),
al-Asy’ari (w. 235 H) dan al-Maturidi (w. 333 H). Sedangkan teologi seperti
Mu’tazilah dan lainnya dipandang sebagai berada diluar paham aswaja.59
Berpijak dari berbagai argumentasi diatas, ada kemungkinan bahwa dalam paham
aswaja, terutama dalam lapangan teologis (kalam) telah mengalami polarisasi. Di
satu sisi muncul pemikiran yang cenderung rasionalis, seperti Mu’tazilah. Namun
pada saat yang bersamaan muncul pula pemikiran yang justru hendak menyapu
bersih kecenderungan pola pikir rasionalis. Kelompok terakhir ini sering identik
dengan teologi Al-Asy’ari dan Al-Maturidi, bahkan kemudian terkenal dikalangan
umat Islam dengan sebutan ahlussunnah wal jama'ah (sunni), disingkat menjadi
“aswaja”.

C.    Aliran-aliran dalam Ahlus Sunnah Waljama’ah

1.            Aliran Salafiah (tradisional)

Aliran salafiah (tradisional) adalah bagian dari ahlus sunnah yang mana lebih
menonjol keahlussunnahannya daripada khalaf-moderat (Asya’irah). Aliran
salafiah sesuai dengan maknanya “tradisonal” senantiasa mempertahankan
konsepsi akidah Islamiah yang orisinal-tradisional dengan penuh konsekuen
sesuai dengan doktrin akidah pada masa Nabi dan masa sahabat serta tabiin.[3]
Akidah Islamiah pada masa-masa tersebut sangat sederhana. Mereka
menerima berdasarkan iman, ikhlas dan yakin, tanpa memerlukan argumentasi
logika dan filosofis. Karena pada masa itu memang belum dikenal ilmu logika.
[4] Akidah salafiah sangat bertentangan dengan konsepsi akidah ahli kalam
(mutakallimin), karena pemahaman akidahnya semata-mata berdasarkan pada
tekstual (harfiah) dan sama sekali tidak mau menerima segala sesuatu yang
kontekstual. Hal itu menimbulkan kesan bahwa seakan-akan kaum salafiah kaku
dan picik dalam memahami konsepsi Islam, terutama dalam konteks akidahnya.
Mereka kurang memberikan kontribusi kepada akal (rasio).[5] Oleh karena itu
mereka tidak membuang-buang waktu untuk mengkaji ayat-ayat yang
bersifat mutasyabihat, yakni yang tidak jelas maksudnya. Sebagai contoh: 
 “Apakah kamu merasa aman terhadap Allah yang (berkuasa) di langit bahwa
dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kamu, sehingga dengan tiba-tiba
bumi itu bergoncang?” (QS. Al-Mulk: 16)
Jadi ayat tersebut mengatakan “Allah di langit”. Kata langit disini  tidak boleh
ditakwilkan (dimaknai) kepada arti lain, misalnya tempat yang tinggi.

2.      Aliran Khalaf (Konvensional)

Telah dijelaskan pada bagian yang lalu bahwa aliran khalaf(konvensional) ada
dua macam.
Pertama, aliran yang amat berlebihan dalam mengkultuskan akal. Menurut
pengikut aliran itu, tanpa wahyu pun manusia mampu mengenal Al-Khaliq dan
mampu pula membuat syariat dengan bantuan akal sendiri. Aliran ini dikenal
dengan Muktazillah (supperrasionalisme) sebagaimana yang diterangkan di
depan.
Kedua, aliran yang menempatkan akal sebagai mitra wahyu. Akal dan wahyu
saling mendukung kecuali dalam beberapa kasus tertentu. Dalam hal tertentu akal
tidak cukup mampu memahami wahyu karena keterbatasannya. Aliran itu lebih
dikenal dengan Asya’riyah (skolastisme) atau juga disebut rasionalisme moderat.
[6]
Dalam ilmu ketauhidan, kaum Asya’riyah dianggap sebagai golongan moderat
antara salafiah dan muktazilah. Oleh karena moderatnya, maka mazhab itu banyak
pengikutnya. Ada faktor-faktor penyebab mayoritas umat islam menganut mazhab
Asya’riyah. Faktornya adalah sebagai berikut:
a.       Mazhab Asya’riyah cukup ampuh untuk menjawab argumentasi kaum
Muktazilah dan kaum Falasifah yang senantiasa menggunakan dalil-dalil
logika(mantik).
b.      Tidak terlepas adanya dukungan dari sejumlah Ulama besar dari berbagai
disiplin ilmu, terutama dari kalangan Mazhab Syafi’i.[7]
Meskipun golongan Asyari’yah diakui oleh jumhur umat Islam sebagai
golongan najiah (Ahlulsunnah), namun sebagian kaum Salafiyah keberatan
menerima kaum Asya’riyah sebagai golongan ahlul sunnah murni. Asya’riyah
menurut mereka tidak lain dari muktazilah gaya baru yang berjubahkan sunni.
Sebenarnya mengenai aliran Ahlulsunnah wal Jama’ah versi Salaf dan Khalaf.
Asya’riyah dan Maturidiah termasuk ke dalam versi kedua, yakni khalaf moderat,
namun aliran salafiah pun ada beberapa macam sama halnya dengan aliran khalaf.
Hanya saja aliran khalaf lebih banyak macamnya, ada yang ekstrem, seperti
muktazillah, khawarij, syi’ah dan lain-lain yang mencapai jumlahnya 72 aliran.
Semuanya itu termasuk golongan mubtadi’ah yang sesat dan menyesatkan. Ada
pula yang moderat, yakni aliran Asya’riyah dan Maturidiah, yang kedua-keduanya
termasuk golongan Ahlulsunnah wal Jama’ah.

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Islam sebagai agama islam yang diturunkan untuk manusia, yang


didalamnya terdapat pedoman serta aturan yang menuntun manusia membawa
kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Serta dalam agama islam terdapat tiga
sendi utama dalam agama islam dilihat dari tataran sisi keilmuan, yaitu iman,
islam dan ihsan.

“Ahlu Sunnah Wal Jamaah” adalah golongan yang senantiasa mengikuti


jejak hidup Rasulallah Saw. dan jalan hidup para sahabatnya. Atau, golongan
yang berpegang teguh pada sunnah Rasul dan Sunnah para sahabat, lebih
khusus lagi, sahabat yang empat, yaitu Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin
Khattab, Utsman bin „Affan, dan Ali bin Abi Thalib.

DAFTAR PUSTAKA

Badrun Alarna., NU, Kritisisme dan


Pergeseran Makna Aswaja,
Yogyakarta: Tiara Wacana, 2000, cet. 1, hlm.
33.
Harun Nasution, 2008, Teologi Islam ; Aliran-
Aliran, Sejarah Analisa
Perbandingan, Jakarta: UI Pres, hlm. 65

Muhyiddin Abdusshomad, 2009, Aqidah


Ahlussunnah wal jama’ah,
Surabaya: Khalista, hlm. 9

KH. A. Busyairi Harits, 2010, Islam NU:


Pengawal Tradisi Sunni
Indonesia, Surabaya: Khalista, hlm. 19

Anda mungkin juga menyukai