Anda di halaman 1dari 22

TUGAS INDIVIDU

TEKNOLOGI SEDIAAN PADAT

“FORMULA SUPPOSITORIA, TABLET, DAN KAPSUL”

Oleh:

NAMA. : AZWAR ASHADI

NIM : 1601148

KELAS. : TRANSFER B 2022

DOSEN PENGAMPUH MATA KULIAH:

Muhammad Iqbal Ismail, S.Farm., M.M., CLSP, CSEP

PROGRAM STUDI SARJANA FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI

MAKASSAR

2023
SUPPOSITORIA (METRONIDAZOLE)

A. Studi Pasar
Nama produk : Metronidazole
Indikasi : Untuk infeksi bakteri anaerob dan protozoa
Contoh dipasaran : Flagyl, Fladystin, Vagistin, dsb

B. Studi Fisikokimia dan Farmakologi


1. Studi fisikokimia

Pemerian : Hablur tidak berbau atau serbuk hablur, putih hingga


kuning pucat; stabil di udara, warna menjadi lebih gelap bila
terpapar oleh cahaya
Kelarutan : Agak sukar larut dalam air dan dalam etanol; Larut dalam
asam hidroklorida(1 dalam 2); sukar larut dalam eter dan
dalam kloroform
Titik didih : 126º -129ºC
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup baik, tidak tembus cahaya, dan
pada suhu ruang terkendali

2. Sifat Farmakologi

Khasiat : Antimikroba
Absorpsi : Metronidazole diabsorbsi dengan cepat di gastrointestinal.
Konsentrasi puncak dalam plasma (Cmax) terjadi dalam 1-2
jam untuk sediaan oral, 20 menit untuk sediaanbintravena, 5-
12 jam untuk sediaan rektal,bdan 8 jam untuk sediaan gel
intravagina. Besarnya Cmax proporsional terhadap dosis
obat yang diberikan. Bioavailabilitas Metronidazole sebesar
80% untuk sediaan oral. Bioavailabilitas dilaporkan sebesar
60-80% untuk sediaan rektal, 20-25% sediaan ovula, dan
56% untuk gel intravagina.
Distribusi : Terdistribusi secara luas ke dalam cairan dan jaringan
tubuh, termasuk cairan empedu, saliva, air susu ibu,
plasenta, cairan semen, dan cairan serebrospinal, dengan
konsentrasi setara konsentrasi obat dalam plasma.
Metronidazole terikat pada protein plasma sebesar
Metabolisme : Di metabolisme dihati dengan rantai samping oksidasi dan
pembentukan glukoronida. Metabolit oksidatif utama adalah
1-(2-hidroksietil)-2- hidroksimetil-5-nitroimidazol (hidroksil
metabolit), yang memiliki aktivitas antibakteri dan terdeteksi
dalam plasma dan urine, dan 2-metil-5-nitroimidazol-1-asam
asetat (metabolit asam), yang hampir tidak memiliki aktivitas
antibakteri dan sering kali tidak terdeteksi dalam plasma,
tetapi diekskresikan dalam urine.
Ekskresi : Diekskresi melalui urine dalam bentuk asal dan bentuk
metabolit hasil oksidasi dan glukuronidasi. Juga diekskresi
melalui urine dalam bentuk melalui air liur, air susu, cairan
vagina.
Mekanisme kerja : Metronidazole menghambat sintesis protein dengan
berinteraksi dengan DNA dan menyebabkan hilangnya
struktur DNA heliks dan kerusakan untai . Oleh karena itu,
menyebabkan kematian sel pada organisme yang rentan.
Mekanisme kerja Metronidazole terjadi melalui proses empat
langkah yaitu langkah pertama adalah masuk ke organisme
melalui difusi melintasi membran sel patogen anaerobik dan
aerobik. Namun, efek Antimikroba terbatas pada anaerob.
Langkah kedua Melibatkan aktivitas reduktif oleh protein
transpor intraseluler dengan mengubah struktur kimia
piruvatferedoxin Oxidoreductase. Pengurangan
Metronidazole menciptakan gradien konsentrasi dalam sel
yang mendorong penyerapan lebih banyak obat dan
mendorong pembentukan radikal bebas yang bersifat
sitotoksik. Langkah ketiga, interaksi dengan target
intraseluler, dicapai oleh partikel sitotoksik yang berinteraksi
dengan DNA sel inang yang mengakibatkan kerusakan untai
DNA dan destabilisasi heliks DNA yang fatal. Langkah
keempat adalah pemecahan produk sitotoksik.
Metronidazole juga bersifat sitotoksik terhadap bakteri
anaerob fakultatif seperti helicobacter pylori dan Gardnerella
Vaginalis, tetapi mekanisme kerjanya terhadap patogen ini
belum dipahami dengan baik.
Indikasi : Untuk terapi infeksi bakteri anaerob dan protozoa, seperti
pada trikomoniasis, giardiasis, dan amebiasis.
Efek samping Mual, muntah anoreksia, nyeri pada epigastrium, rasa tidak
enak di mulut, furry tongue, urtikaria, urine menjadi gelap.
Dosis : Untuk infeksi bakteri anaerob: Dewasa :1 g supp setiap 8
jam sampai pemberian secara oral memungkinkan, jika lama
terapi >13 hari, kurangi dosis selanjutnya menjadi 1 g setiap
12 jam setelah hari ke 3. Untuk pencegahan infeksi bakteri
anaerob sesudah menjalani pembedahan: Dewasa : 1 g
supp, 2-4 jam sebelum operasi, kemudian setelah operasi
setiap 8 jam sampai pemberian secara oral memungkinkan.
Anak-anak : ½ / ¼ dari 500 mg suppositoria setiap 8 jam.
Aturan pakai : Dimasukkan jauh ke dalam vagina
Bentuk sediaan : Bentuk sediaan oral, intravena, suppositoria, dan ovula

Rancangan formula

Dibuat dalam 4 g/suppo

Metronidazole 500 mg
PEG 1000 75%
PEG 6000 25%
Gliserin 2%

3. Pemilihan bahan dan formulasi sediaan


➢ Sediaan ovula bertujuan melawan infeksi yang terjadi pada sekitar alat
kelamin wanita dan untuk memperbaiki dan mengembalikan keadaan
normal mukosa vagina, hal ini sejalan dengan metronidazole yang
berkhasiat sebagai antibiotik. Dibuat dalam dan segera. Dalam bentuk
sediaan supositoria metronidazole lebih baik karena tidak akan
menimbulkan mual atau muntah.
➢ Polietilen glikol (PEG) digunakan secara luas pada formulasi farmasetik,
termasuk parenteral, topikal, optalmik, oral, dan sediaan formulasi.
Polietilen glikol secara kimiawi stabil di udara dan dalam larutan, meskipun
nilai dengan berat molekul kurang dari 2000 adalah higroskopis.
Keuntungan penggunaan polietilen glikol yaitu tidak
mengiritasi/merangsang, dapat disimpan di luar lemari es, tidak ada
kesulitan dengan titik leburnya, jika dibanding oil. Cacao, tetap kontak
dengan lapisan mukosa karena tidak meleleh pada suhu tubuh
(Syamsuni,2006). Polietilen glikol secara kimiawi stabil di udara dan dalam
larutan, serta tidak mendukung pertumbuhan mikroba dan tidak menjadi
tengik.
➢ Gliserin sering digunakan sebagai emolien. Digunakan emolien karena
penggunaan basis yang larut dalam air dapat menyebabkan beberapa
iritasi, menghasilkan sedikit dehidrasi pada mukosa rektal.

4. Proses pembuatan sediaan


• Disiapkan alat dan bahan
• Ditimbang masing-masing bahan
• Dipanaskan basis PEG 1000 sampai, lalu ditambahkan PEG 600 sampai
meleleh sempurna, kemudian ditambahkan gliserin
• Digerus halus metronidazol hingga homogen
• Ditambahkan metronidazol kedalam basis yang telah meleleh dan tidak
terlalu panas, aduk perlahan hingga homogen.
• Dimasukkan campuran tersebut ke dalam cetakan.
• Didiamkan dalam suhu ruang ±15 menit
• Dimasukkan ke lemari pendingin (8 – 10ºC) selama ±30 menit
• Dilakukan evaluasi suppositoria
• Dimasukkan ke dalam kemasan dan diberi etiket.

5. Evaluasi sediaan
Uji Organoleptik
Untuk melihat ada atau tidaknya distribusi zat aktif yang tidak merata,
keretakan, lubang, eksudasi cairan, dan pembengkakan basis. Pengamatan
dilakukan secara organoleptik. Untuk melihat ada tidaknya migrasi zat aktif
dilakukan dengan memotong suppositoria secara longitudinal lalu dilihat
secara visual pada bagian internal dan eksternal dan harus nampak seragam.
Tes ini lebih ditekankan pada distribusi zat berkhasiat didalam basis
suppositoria. Juga diamati adanya retakan atau lubang. Suppositoria yang baik
memberikan penampilan yang diamati (internal dan eksternal), juga tidak ada
keretakan atau lubang.
Keseragaman bobot
Uji ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui keseragaman bobot
pada masing-masing sediaan suppositoria. Adanya variasi bobot antar
suppositoria dapat terjadi karena proses pembuatan yang tidak konsisten,
penutupan cetakan yang tidak sempurna, dan proses pengerokan sediaan
yang tidak merata. Uji ini dilakukan dengan menimbang 10 suppositoria dan
dihitung bobot rata-ratanya. Simpangan rata-rata 10 suppositoria yang baik
yaitu ± 5%. Apabila bobot yang dihasilkan terlalu kecil, perlu dilakukan
pemeriksaan homogenitas (keseragaman kandungan) meskipun cetakan
sudah terisi sempurna. Pemeriksaan dilakukan karena kemungkinan terdapat
gelembung udara di dalam suppositoria atau muncul surfaktan yang tidak
diinginkan pada sediaan.
Waktu leleh
Merupakan ukuran waktu yang diperlukan untuk suppositoria dapat
larut sempurna atau terdispersi menjadi komponen-komponennya. Pada
umumnya, titik leleh suppositoria harus ≤ 37ºC. Pengukuran dilakukan dengan
mencelupkan suppositoria dalam keadaan tercelup sempurna di dalam
penangas air dengan suhu terkontrol 37 ± 0,50ºC dan dihitung waktu
suppositoria meleleh dengan sempurna. Uji di replikasi sebanyak tiga kali.

Keseragaman kandungan

Untuk menjamin keseragaman kadar zat aktif dalam masing-masing


suppositoria. Menetapkan kadar 10 satuan suppositoria satu per satu sesuai
penetapan kadar. Keseragaman dosis terpenuhi jika jumlah zat aktif dalam
masing-masing dari 10 suppositoria adalah 85-115% dari yang tertera pada
etiket dan simpangan baku relatif ≤ 6%. Jika 1 satuan berada di luar rentang
tersebut dan tidak ada satuan berada dalam rentang 75-125% dari kadar yang
tertera pada etiket atau SBR> 6% atau jika kedua kondisi tidak terpenuhi
dilakukan uji 20 satuan tambahan. Terpenuhi jika tidak lebih dari 1 satuan dari
30 sampel terletak di luar rentang 85-115% dari kadar suppositoria yang tertera
pada etiket dan tidak ada satuan yang terletak di luar rentang 75-125% dari
kadar suppositoria yang tertera pada etiket dan SBR 30 satuan tidak lebih dari
7,8%.

Kekerasan

Uji kekerasan dilakukan untuk mengevaluasi kekuatan mekanis


suppositoria saat diberi tekanan dan dilakukan dengan menggunakan alat uji
kekerasan suppositoria. Mula-mula suppositoria diletakkan di bawah platform
600 gram selama satu menit, kemudian dilakukan penambahan plat 200 gram
dengan interval waktu yang sama. Penambahan beban dilakukan hingga
suppositoria mengalami keretakan dimana beban tersebut menunjukkan titik
hancur suppositoria. Uji ini dilakukan sebanyak tiga kali replikasi. Hasil yang
baik dari uji kekerasan yaitu tekanan dengan rentang antara 1,8 kg-2,0 kg.
Penilaian bobot beban yang diperhitungkan sebagai kekerasan
suppositoria/ovula adalah sebagai berikut yaitu :Jika suppositoria/ovula hancur
dalam waktu 20 detik setelah penambahan beban terakhir, maka berat beban
tersebut tidak ikut ditambahkan. Bila suppositoria/ovula hancur antara 20-40
detik setelah penambahan beban terakhir, maka hanya setengah dari bobot
beban ini yang ditambahkan dalam perhitungan. Jika suppositoria/ovula tetap
tidak hancur lebih dari 40 detik setelah penambahan beban terakhir maka
bobot beban ini diperhitungkan seluruhnya.

Disolusi.

Dilakukan untuk mengetahui kecepatan pelepasan zat aktif dari


sediaan suppositoria. Tidak ada alat khusus untuk uji disolusi sediaan
suppositoria. Pada umumnya alat uji disolusi dan prosedurnya mengikuti alat
uji dan prosedur disolusi sediaan tablet. Hanya untuk mencegah
mengapungnya suppositoria di permukaan medium. Ditambahkan spiral kawat
yang melilit sediaan suppositoria. Belum ada metode atau desain alat yang
dijadikan standar untuk digunakan dalam laboratorium farmasi. Faktor-faktor
yang dapat mempengaruhi disolusi farmasi dari sediaan suppositoria :
pengaruh surfaktan dan kelarutan, viskositas, zat tambahan dan ukuran
partikel zat aktif (Fatmawati,aisyah,dkk.2012).

Suppositoria dapat diuji disolusinya dengan alat uji disolusi dengan


metode dayung. Alat disolusi diatur suhunya 37 + 0.5oC dengan kecepatan
100 rpm. Media disolusi yang digunakan adalah dapar fosfat sebanyak 500 ml.
Sampel diambil 10 ml setiap selang waktu 2 menit. Setiap pengambilan sample
diganti lagi dengan volume yang sama sampel yang diperoleh diukur
absorbansinya dan dihitung kadarnya terhadap kadar zat aktif dalam
suppositoria.
DAFTAR PUSTAKA

Ansel, Howard. 2005. Pharmaceutical Dosage Form and Drug Delivery System 9
th Edition. China: The Point.

Departemen Farmakologi dan Terapeutik. 2016. Farmakologi dan Terapi. Jakarta:


Badan Penerbit FKUI.

Ditjen POM. 1979. Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen


Kesehatan RI.

Ditjen POM. 1992. Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen


Kesehatan R.I

Fatmawaty ,A., dkk. 2012. Teknologi Sediaan Farmasi. Yogyakarta: Depublish

Gibson, Mark. 2009. Pharmaceutical Preformulation and formulation. NewYork:


Informa Healthcare USA,Inc.

Ikatan Apoteker Indonesia. 2017. Informasi Spesialite Obat Vol 51. Jakarta: ISFI

Jones, David. Pharmaceutics Dosage Form and Design. London: Pharmaceutical


Pers.

Lachman, Leon et al. 1989. Pharmaceutical Dosage Forms: Tablets Vol 1. New
York:Marcel Dekker, Inc.

Lachman, Leon, Herbert Lieberman, dan Joseph Kanig. 2008. Teori dan Praktek
Farmasi Industri Edisi 3 Jilid II. Jakarta: UI Press.

MIMS Online. Diakses pada 24 mei 2023. MIMS Indonesia.

Rowe,R.C., Sheckey, PJ., and Quinn. 2009. Handbook of Pharmaceutical


Excipients 6 th Edition . London:Pharmaceutical Press and American
Pharmacists Association.

Rowe, R. C., Sheskey, P. J., & Owen, S. C. 2006. Handbook Of Pharmaceutical


Excipients. London: Pharmaceutical Press.

Syamsuni. 2006. Ilmu resep. Jakarta: EGC


KAPSUL (ENALAPRIL MALEAT)

A. Studi pasar

Nama Produk : KAPENAMAL


Kandungan : Enalapril Meleat
Indikasi : Sebagai obat dalam penatalaksanaan hipertensi dan gagal
jantung
Nama pabrik : PT. Madising Medical
Contoh pasaran : Tenaten (ISO,2019)

B. Studi fisikokimia dan farmakologi


1. Studi fisikokimia
Pemerian : Serbuk hablur, putih kotor, melebur pada suhu lebih kurang
144° (FI Ed VI,2020)
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam pelarut organik, non polar, sukar larut
dalam pelarut organik semi polar, agak sukar larut dalam air,
larut dalam etanol, mudah larut dalam, methanol dan dalam
dimetilformamida. (FI Ed VI,2020)
Titik didih : 765,3°C at 760 mmHg (Chemnet,2013)
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat (FI Ed VI,2020)

2. Studi farmakologi

Khasiat : Enalapril dalam golongan penghambat ACE yang digunakan


dalam pengobatan hipertensi dan gagal jantung,
(Martindale,2009)
Absorpsi : 60 % dari dosis oral enalapril diserap dari saluran pencernaan
dan konsentrasi plasma puncak dicapai dalam waktu sekitar 1
jam (Martindale, 2009)
Distribusi : 60% enalapril terikat pada protein plasma (Martindale,2009)
Metabolisme : Enalapril dihidrolisis secara luas di hati menjadi enalaprilat;
konsentrasi plasma puncak enalprilat dicapai 3-4 jam setelah
dosis oral enalapril (Martindale,2009)
Ekskresi : Setelah dosis oral enalapril diekskresikan dalam urin dan
feses (Martindale, 2009)
Mekanisme kerja : Digunakan secara profilaksis kepada pasien dengan
disfungsi ventrikel kiri tanpa gejala untuk menunda timbulnya
gagal jantung, dan digunakan pada pasien dengan disfungsi
ventrikel kiri untuk mengurangi kejadian iskemik coroner,
termasuk infark miokard (Martindale,2009 )
Enalapril menghambat ACE sehingga mengurangi tingkat
angiotensin II sehingga menyebabkan penurunan resistensi
perifer total tanpa peningkatan kebutuhan oksigen jantung.
Terjadi penurunan aldosterone dan peningkatan kadar renin
serum. (Todda et al,1992)
Indikasi : Gagal jantung dan hipertensi kronis (Todda et al,1992)
Efek samping : Hipotensi, pusing, batuk, dan asthenia
Dosis : 250 mg per tablet
Aturan pakai : 1 x sehari
Bentuk sediaan : Kapsul

Rancangan formula

Enalapril Maleat 10 mg Zat aktif


Magnesium stearat 1,25 mg Lubrikan
Lactose anhidrat 235 mg Pengisi

3. Pemilihan bahan dan formulasi sediaan


➢ Enalapril dalam golongan penghambat ACE yang digunakan dalam
pengobatan hipertensi dan gagal jajantung
➢ (Martindale,2009 )Bahan eksipien yang banyak digunakan dalam
pembuatan kapsul ialah laktosa anhidrat (Niazi, 2009)
➢ Magnesium stearate digunakan sebagai bahan pelincir (Lubrikan), yang
berfungsi untuk mengurangi friksi antara serbuk atau granul dengan
dinding mesin pencetak tablet. (Rahayu,2018)
➢ Laktosa anhidrat banyak digunakan dalam sediaan tablet kempa langsung
(Sulaiman et al, 2020)
➢ Laktosa dapat digunakan untuk memformulasi dosis besar, ukuran tablet
kecil dan zat aktif dengan sifat alir jelek (Sulaiman Et al,2020)

4. Proses pembuatan sediaan


a. Pembuatan granul enalapril maleat
• Disiapkan alat dan bahan
• Ditimbang semua bahan
• Dimasukkan bahan kedalam lumpang (Enalapril maleat, Laktosa
anhidrat)
• Digerus hingga homogen, hingga semua bahan tercampur merata
• Dikeluarkan dari lumpang
• Dilakukan evaluasi granul
b. Pembuatan sediaan kapsul
• Diayak granul yang telah dievaluasi dengan pengayak mesh no. 60
• Ditambahkan dengan Magnesium stearate
• Dicampur hingga semua bahan homogen
• Diambil cangkang kapsul dan diisi dengan massa kapsul 250 mg
tiap kapsul
• Dilakukan evaluasi kapsul

5. Evaluasi sediaan
a. Uji kualitas granul dan massa
Uji kecepatan alir
Laju alir massa cetak ditentukan dengan menggunakan granul
flow tester. Masing-masing sampel ditimbang kemudian diletakkan
pada corong alat, waktu jatuhnya seluruh sampel dicatat untuk
menentukan laju alir. (Nawangsari,2019)

Uji sudut diam

Laju alir massa cetak ditentukan dengan menggunakan granul


flow tester. Masing-masing sampel ditimbang kemudian diletakkan
pada corong alat, kamudian ketinggian dan diameter dari sampel yang
jatuh melalui corong digunakan untuk penentuan sudut istirahat dari
sampel (Nawangsari,2019)

Uji susut pengeringan

Serbuk sebanyak 5 gram di dalam krus porselen dan


selanjutnya di keringkan dalam oven pada suhu 100-150°C selama 3
jam atau hingga bobot konstan. Persentase susut pengeringan
ditentukan dengan perbandingan berat sampel dengan berat setelah
dikeringkan, kemudian dihitung susut pengeringan. (British
Pharmacopeia,2009 ; Ohwoavworhua et al , 2009 ; FI III,1979)

Uji kadar air

Pengujian kelembaban dilakukan dengan menimbang 10 gram


sampel dibaca dengan alat moisture balance apparatus
(Martindale,2009)

b. Uji kualitas fisik


Uji organoleptik
Secara organoleptik dinyatakan memenuhi syarat jika kapsul
bersih, kering dan tidak ada partikel yang menempel pada cangkang
kapsul (Wulandari Et al,2020)

Uji keseragaman bobot

Uji keseragaman bobot dilakukan untuk melihat keseragaman


bobot/dosis obat. Dari 2 kapsul yang akan di evaluasi tidak lebih dari 2
kapsul yang masing-masing bobotnya menyimpang dari bobot rata-
ratanya lebih besar dari harga yang ditetapkan pada kolom A dan tidak
1 kapsul pun yang bobotnya menyimpang dari bobot rata-ratanya lebih
besar dari harga yang ditetapkan (Oktadiana,2012)

Uji waktu hancur

Syarat uji waktu hancur yaitu di bawah 15 menit (Dirjen POM,


1979)

c. Uji kualitas kimia


Penetapan kadar

Lakukan penetapan kadar dengan cara kromatografi cair kinerja


tinggi. (FI Ed VI,2020)

DAFTAR PUSTAKA

British Pharmacopoeia Commission. 2009. British Pharmacopoeia. London. The


Stationary Office

Chemnet. 2013. The physical and chemical property of Enalapril Maleat.

Departemen kesehatan RI. 1979. Farmakope Edisi Ketiga. Jakarta : Departemen


Kesehatan Republik Indonesia

ISO. 2019. Informasi Spesialite Obat Indonesia Vol 52. ISFI Penerbitan

Kementerian Kesehatan RI. 2020. Farmakope Edisi Keenam. Jakarta :


Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Martindale.2009. The Complete Drug Reference 36th Edition.Pharmaceutical


Press: London.

Sulaiman, T.N.S., Sulaiman, S.2020. Review:eksipien untuk pembuatan Tablet


dengan metode kempa langsung
TABLET (MONOFEN)
A. Studi Pasar

Nama produk dagang : MONOFEN


Kandungan : Ibuprofen
Indikasi : Analgetik, Antipiretik
Nama pabrik : PT. Suud Farma
Contoh dalam pasaran : - Proris - Ifen
: - Bufect - Paramex
B. Studi Fisikokimia dan Farmakologi
A. Sifat Fisika Kimia (Depkes, 2020).

Pemerian : Serbuk hablur putih hingga hamper putih, berbau


khas lemah, dan tidak berasa.

Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air, sangat mudah larut


dalam etanol, dalam methanol, dalam aseton, dan
dalam kloroform serta sukar larut dalam etil asetat

Titik Lebur : 75,0-77,50C


Titik Didih : 1570C
Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

B. Sifat Farmakologi

Khasiat : Analgesik dan anti inflamasi non steroid


Mekanisme Kerja :Ibuprofen yang memiliki analgetik-antipiretik ini
bekerja dengan cara menghambat enzim
siklooksigenase pada biosintesis prostaglandin,
sehingga konversi asam arakidonat menjadi PG-G2
terganggu (Arianto, A. 2005).

Farmakologi : Aktivitas anti-inflamasi, antipiretik, dan analgetik


Farmakokinetika : Ibuprofen diabsorpsi dari saluran gastrointestinal
dan plasma, konsentrasi dicapai 1-2 jam. Waktu
paruh dalam plasma sekitar 2 jam
Indikasi : Meringankan gejala-gejala penyakit rematik tulang,
sendi dan non-sendi, meringankan gejala-gejala
akibat trauma otot dan tulang/sendi (trauma
Muskuloskeletal), meringankan nyeri ringan sampai
sedang antara lain nyeri pada dismenore primer
(nyeri haid), nyeri pada penyakit gigi atau pencabutan
gigi, nyeri setelah operasi, sakit kepala
Kontra Indikasi : Penderita dengan ulkus peptikum (tukak lambung
dan duodenum) yang berat dan aktif, penderita
dengan riwayat hipersensitif terhadap Ibuprofen dan
obat anti inflamasi non-steroid lain, penderita
sindroma polip hidung, angiodema dan penderita
dimana bila menggunakan aspirin atau obat anti
inflamasi non-steroid lainnya akan timbul gejala
asma, rinitis atau urtikaria, kehamilan tiga bulan
terakhir, serta wanita menyusui
Efek Samping : Ketidaknyamanan gastrointestinal, mual, diare,
terkadang pendarahan, dan terjadi ulserasi (The UK
Health Departemen, 2011).
Dosis : Pemberian dosis untuk efek anti inflamasi sebesar
1200-1400mg sehari, sedangkan dosis sebagai
analgesik 4x400mg sehari, tetapi sebaliknya dosis
optimal ditentukan individual.
Aturan Pakai : Dosis dewasa 3 -4 x 1, 200-400mg.
Dosis anak-anak 6-12 bulan 3 x 1 50 mg (Tjay dan
Kirana, 2015).
Bentuk Sediaan : Tablet

Rancangan Formula

Tiap 300mg sediaan tablet mengandung :

Ibuprofen 100mg Zat aktif


Avicel pH 102 36% Pengisi
Sorbitol 40% Pengikat
CMC-Na 1% Pengikat
Amilum solani 20% Desintegran
Talk 2% Pelicin
Mg stearat 1% Pelicin
Aquadest ad 6ml Pengembang

C. Pemilihan Bahan dan Formulasi Sediaan


➢ Ibuprofen merupakan bahan aktif yang memiliki titik leleh rendah yaitu 75-
78°C. Selain sempunyai titik leleh yang rendah, ibuprofen juga mempunyai
sifat alir yang buruk, bulk density rendah, dan mengalami deformasi elastis
pada saat pengempaan. Sifat-sifat ibuprofen ini sebenarnya tidak
memenuhi syarat untuk dicetak langsung karena tidak memiliki sifat alir dan
kompaktibilitas yang baik, sehingga digunakan metode granulasi basah.
Metode granulasi basah dipilih untuk proses pencetakan tablet karena
dapat meningkatkan karakteristik dan sifat-sifat fisik granulasi yang baik
dan memiliki banyak keuntungan karena pada metode granulasi basah ini
sifat kohesif pengikat cair yang disiapkan biasanya cukup untuk
menghasilkan ikatan dengan zat tambahan yang minimal (Siregar C.J.P.,
2010).
➢ Penambahan avicel berfungsi sebagai bahan pengisi yang mampu
menyerap lembab sehingga granul cepat kering, sifat alir yang baik, dan
stabil dalam gabungan zat aktif (Sari, 2015).
➢ Avicel PH 102 (mikrokristalin selulosa) di sini digunakan sebagai bahan
pengisi. Avicel PH 102 merupakan selulosa yang terdepolimerasi parsial
berwarna putih, tidak berasa, tidak berbau, serbuk kristal yang terdiri atas
partikel porous, tidak larut dalam asam encer dan sebagian pelarut organik
(Rowe dkk, 2006).
➢ Kombinasi CMC – Na dengan sorbitol sebagai bahan pengikat. Suatu
jurnal menjelaskan bahwa sorbitol dapat digunakan sebagai bahan
pengikat dengan metode kempa langsung dapat memperbaiki proses
ulang tablet bila diperlukan. Sorbitol dapat digunakan sebagai bahan
pengikat dalam konsentrasi 25 – 90%. CMC – Na digunakan untuk
membantu viskositas dari pengikat sorbitol (Rowe, dkk, 2003).
➢ Amilum solani sebagai bahan penghancur tablet. Amilum solani digunakan
sebagai bahan penghancur tablet untuk mengetahui berapa konsentrasi
yang optimum amilum solani sebagai zat penghancur tablet. Amilum solani
dapat digunakan sebagai bahan penghancur dengan konsentrasi lazimnya
1-20%
➢ Magnesium stearat berfungsi sebagai bahan pelicin pada pembuatan
kapsul dan tablet dengan konsentrasi antara 0,25%-5,0% serta digunakan
sebagai bahan pembawa dalam krim. Magnesium stearat berupa serbuk,
bercahaya, berbau dan berasa seperti asam stearat. Serbuk magnesium
stearat berminyak jika dipegang dan mudah melekat di kulit. Magnesium
stearat kurang larut dalam benzen hangat dan etanol hangat (95%) (Allen
dan Luner, 2006).
➢ Talk berfungsi sebagai pelicin. Talk mempunyai sifat hidrofobik yang akan
membuat lapisan film pada partikel bahan padat sehingga dapat
mengurangi gesekan antar partikel dan memudahkan partikel tersebut
mengalir. Selain itu, dapat menghambat penetrasi air dengan membentuk
lapisan film sehingga dapat memberikan pengaruh yang negatif terhadap
waktu hancur tablet (Parrot,1971).
➢ Saat granulasi, bahan pelicin membentuk lapisan di sekitar granul
sehingga mengurangi kerusakan tablet setelah dikempa. Di samping itu,
bahan pelicin dapat memperbaiki sifat alir
Granul, sehingga akan menghasilkan tablet yang memiliki bobot yang
seragam. Secara tidak langsung, bahan pelicin dapat mempengaruhi
waktu hancur tablet karena bahan pelicin dapat meningkatkan kohesivitas
antar partikel granul sehingga tablet yang dihasilkan menjadi lebih keras,
tidak mudah rapuh dan mengakibatkan waktu hancurnya menjadi lebih
lama (Lachman,Dkk., 2008).
➢ Penggunaan talk sebagai bahan pelicin memiliki beberapa keuntungan,
seperti harganya murah dan mudah didapat; tidak diabsorpsi secara
sistemik sehingga tergolong tidak beracun; dapat berfungsi sekaligus
sebagai bahan pelincir, anti lekat dan bahan pelicin, sehingga efeknya
sebagai bahan pelicin dapat optimal; serta talk dapat mencegah timbulnya
noda gelap pada tablet karena talk dapat terdistribusi lebih homogen
sehingga tablet yang dihasilkan akan memiliki penampilan fisik yang baik
(Voigt,1995).
➢ Konsentrasi talk yang umumnya digunakan sebagai bahan pelicin dalam
formulasi tablet adalah 1-5% (Voigt, 1995), sedangkan menurut Kibbe
(2005) adalah 1-10%.

D. Proses Pembuatan Sediaan


a. Ditimbang bahan fase dalam (ibuprofen, avicel pH 102, NaCMC,
sorbitol dan aquadest)
b. Disiapkan zat pengikat dengan cara mengembangkan NaCMC terlebih
kemudian digerus NaCMC dan ditambahkan sorbitol lalu diaduk
sampai homogen dalam mortir 1
c. Dicampurkan ibuprofen dengan avicel pH 102 sampai homogen dalam
mortir 2
d. Didalam campuran dalam mortir satu ditambahkan sedikit demi sedikit
sambil digerus sampai homogen dan membentuk massa yang bisa
dikepal
e. Diayak menggunakan ayakan nomor mesh 14 mesh hingga
membentuk granul
f. Dikeringkan dalam suhu 60oC selama 5 jam
g. Di ayak kembali granul yang telah kering menggunakan ayakan nomor
mesh 40
h. Dilakukan evaluasi granul
i. Granul yang telah memenuhi syarat lalu dicetak
j. Dilakukan evaluasi sediaan tablet

E. Evaluasi Sediaan
• Evaluasi Granul
Sudut diam
Penentuan sudut diam dilakukan dengan menggunakan corong.
100 gram granul dimasukkan ke dalam corong, permukaan atas corong
diratakan, kemudian penutup bawah corong dibuka dan biarkan granul
mengalir melalui corong dan ditentukan besar sudut diamnya dengan
rumus:
Tg Ɵ = 2h / D
Keterangan:
Ɵ = sudut diam
H = tinggi kerucut (cm)
D = diameter (cm)
Syarat Sudut Diam: 20º˂Ɵ˂40º

Waktu alir
Penentuan waktu alir dilakukan dengan memasukkan 100 gram
serbuk ke dalam corong dimana ujung corong ditutup dengan jari,
kemudian permukaan corong diratakan. Penutup bawah corong dibuka dan
bersamaan dengan stopwatch dinyalakan. Jika granul yang mengalir
melalui corong sudah habis maka stopwatch dimatikan dan dicatat waktu
alirnya. Syarat: Waktu alir (t) ˂ 10 detik (Cartensen,J.T.,1977).

Indeks
Granul dimasukkan ke dalam gelas ukur 50 mL dan diukur volume
awalnya (V1) kemudian di hentakan sehingga diperoleh volume akhirnya
(V2) yang konstan. Indeks taps dapat dihitung
Dengan rumus:
I = V1-V2/V1 × 100%

Keterangan:
I = Indeks taps
V1 = volume sebelum hentakan
V2 = volume sesudah hentakan
Syarat Indeks Taps : I ≤ 20%

• Evaluasi Tablet
Uji Keseragaman Bobot Tablet
Percobaan dilakukan pada 20 tablet yang sudah dicetak, kemudian
ditimbang masing-masing tabletnya dan dihitung nilai rata-ratanya. Setelah
diperoleh nilai rata-rata ditentukan penyimpangan kolom A dan B (Depkes.
RI.,1979).
Uji Keseragaman Ukuran
Percobaan ini dilakukan pada 10 tablet, kemudian diukur masing –
masing tablet diameter dan tebalnya menggunakan jangka sorong.

Uji Waktu Hancur Tablet


Uji waktu hancur tablet dilakukan dengan alat Disintegration Tester
yang bekerja secara otomatis penuh. Alat ini terdiri dari 6 tabung gelas
yang atasnya terbuka dengan panjang 6 inci tiap gelasnya, sedangkan
bagian bawah keranjang ada saringan ukuran 10 mesh. Untuk melakukan
pengujian, tiap tabung tersebut diisi satu tablet, kemudian keranjang
diletakkan dalam beaker yang telah diisi air sebanyak 1 liter yang
merupakan air cairan lambung buatan pada suhu 37ºC. Keranjang akan
bergerak naik turun, sedangkan tablet harus berada pada 2,5 cm diatas
permukaan cairan dan 2,5 cm dari dasar beaker. Pergerakan keranjang
tablet, naik turunnya diatur oleh sebuah motor yang bergerak sepanjang 5
sampai 6 cm dan sebuah lempeng yang dilubangi dan diletakkan di atas
tablet yang dapat menyebabkan gaya abrasi pada tablet. Lempengan ini
sangat berguna bagi tablet yang mengapung.
DAFTAR PUSTAKA

Allen. L. V & Luner. P. E., 2006, Methylcellulose. In: Rowe, R. C., Sheskey, P. J.,
& Weller, P. J. (Eds) Handbook of Pharmaceutical Excipients, 6nd, 462-
465, American Pharmaceutical Association,Washington.

Arianto A. Pembuatan kapsul obat golongan anti ‐ inflamasi nonsteroid (ibuprofen)


yang tidak mempunyai efek samping dalam lambung dan pengujian
disolusi. J Komunikasi Penelitian USU. 2005; 17(5):49–55.

Cartensen, J.T. 1977. Pharmaceuticl of Solid Dosage Forms. New York: A Wiley
Interscience Publication John Wiley and Son.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 1979. Farmakope Indonesia (Edisi


III). Jakarta: Direktorat Jenderal

Depkes, 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Departemen Kesehatan Republik


Indonesia: Jakarta

Kibbe, A. H. 2005. Pharmaceutical Excipients. U.K.: Pharmaceutical Development


and Technology.

Lachman, C. L, Lierberman H. A., J. L Kanig. 2008. Teori dan Praktek Farmasi


Industri, Edisi 2 (Terjemahan). 697-698, 702-703. Jakarta : UI Press.

Parrott, E.L., 1971, Pharmaceutical Technology Fundamental Pharmaceutics, 3th,


Burgess Publishing Company, Minneapolis. 76–82.

Rowe, R.C dkk, 2003, Handbook of Pharmaceutical Excipient, 4th ed,


Pharmaceutical Press,Washington, DC. 219-221.

Rowe, R.C. et Al. (2006). Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 5th Ed, The
Pharmaceutical Press, London.

Sari, N.E. (2015). Formulasi Talet Hisap Ekstrak Kulit Manggis (garcinia
Mangostana L.)Sebagai Produk Nutrasetika. Jurusan FMIPA UI, Depok.

Siregar, C.J.P., dan Wikarsa, S., 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet Dasar-
Dasar Praktis, Penerbit buku Kedokteran EGC, Jakarta. 54 – 55, 98 – 115.

Anda mungkin juga menyukai