DISUSUN OLEH :
BRIGITTA WAMIS PRAWULAN SAFITRI
202241023
1) Atriun Kanan
2) Atrium Kiri
3) Vena cava superior
4) Aorta
5) Arteri pulmonalis kiri
6) Vena pulmonaris kiri
7) Katup mitral
8) Katup aorta
9) Ventrikel kiri
10) Ventrikel kanan
11) Vena cava inferior
12) katup triskupidalis
13) katup pulmonalis
Sumber : Heart anatomy. (2020, February 2). Texas Heart
Institute. https://www.texasheart.org/heart-health/heart-information-
center/topics/heart-anatomy/ di akses pada 3Juli 2023
2. Lengkapi gambar dan Jelaskan sistem peredaran darah manusia pada gambar dibawah
Sel-sel jaringan
Arteri Paru-paru
Vena
paru-
paru
4.Patofisiologi CHF
Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu
sistem tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung
sehingga jantung tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Gagal jantung ditandai dengan satu respon
hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata serta suatu keadaan
patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon
hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian
(filling pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung
menimbulkan beberapa mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk
meningkatkan volume darah, volume ruang jantung, tahanan pembuluh
darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi ini juga menyebabkan
aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa penimbunan
air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.
Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump
function) dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada
beberapa keadaan ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal
jantung sebagai pompa tanpa terdapat depresi pada otot jantung intrinsik.
Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot jantung intrinsik tetapi secara
klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena beban jantung yang
ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam tubuh
terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin
aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya
merupakan mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah
yang adekuat. Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan
curah jantung yang selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan
penurunan volume darah arteri yang efektif. Hal ini akan merangsang
mekanisme kompensasi neurohumoral. Vasokonstriksi dan retensi air
untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan darah sedangkan
peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung melalui
hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian
afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih
menambah beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak
terkompensasi. Dilatasi ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik
(penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan meningkatkan volume
ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien secara mekanis
(hukum Laplace). Jika persediaan energi terbatas (misal pada penyakit
koroner) selanjutnya bisa menyebabkan gangguan kontraktilitas. Selain itu
kekakuan ventrikel akan menyebabkan terjadinya disfungsi ventrikel. Pada
gagal jantung kongestif terjadi stagnasi aliran darah, embolisasi sistemik
dari trombus mural, dan disritmia ventrikel refrakter. Disamping itu
keadaan penyakit jantung koroner sebagai salah satu etiologi CHF akan
menurunkan aliran darah ke miokard yang akan menyebabkan iskemik
miokard dengan komplikasi gangguan irama dan sistem konduksi
kelistrikan jantung. Beberapa data menyebutkan bradiaritmia dan
penurunan aktivitas listrik menunjukan peningkatan presentase kematian
jantung mendadak, karena frekuensi takikardi ventrikel dan fibrilasi
ventrikel menurun. WHO menyebutkan kematian jantung mendadak bisa
terjadi akibat penurunan fungsi mekanis jantung, seperti penurunan
aktivitas listrik, ataupun keadaan seperti emboli sistemik (emboli pulmo,
jantung) dan keadaan yang telah disebutkan diatas. Mekanisme yang
mendasari gagal jantung meliputi gangguan kemampuan kontraktilitas
jantung, yang menyebabkan curah jantung lebih rendah dari curah jantung
normal. Konsep curah jantung paling baik dijelaskan dengan persamaan
CO= HR X SV dimana curah jantung adalah fungsi frekuensi jantung X
volume sekuncup. Curah jantung yang berkurang mengakibatkan sistem
saraf simpatis akan mempercepat frekuensi jantung untuk
mempertahankan curah jantung, bila mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan perfusi jaringan yang memadai, maka volume sekuncup
jantunglah yang harus menyesuaikan diri untuk mempertahankan curah
jantung. Tapi pada gagal jantung dengan masalah utama kerusakan dan
kekakuan serabut otot jantung, volume sekuncup berkurang dan curah
jantung normal masih dapat dipertahankan. Volume sekuncup, jumlah
darah yang dipompa pada setiap kontraksi tergantung pada tiga faktor
yaitu:
1) Preload: setara dengan isi diastolik akhir yaitu jumlah darah yang
mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang ditimbulkan
oleh panjangnya regangan serabut jantung.
2) Kontraktilitas: mengacu pada perubahan kekuatan kontraksi yang terjadi
pada tingkat sel dan berhubungan dengan perubahan panjang serabut
jantung dan kadar kalsium.
1
2 11
12
3
4 10
5 13
67
8 15
9 1
1) Rongga hidung
2) Epiglotis
3) Faring
4) Laring
5) Trakea
6) Paru-paru kiri
7) Bronkus
8) Bronkuelos
9) Diafragma
10) Paru-paru kanan
11) Vena pulmonalis
12) Arteri pulmonalis
13) Bronkus
15)Alveolus
b. Jelaskan proses difusi berdasarkan gambar di bawah ini dan jelaskan faktor-faktor
yang mempengaruhi proses difusi !
Reaksi di atas dipengaruhi oleh kadar O2, kadar CO2, tekanan O2 (P O2),
perbedaan kadar O2 dalam jaringan, dan kadar O2 di udara. Proses difusi oksigen
ke dalam arteri demikian juga difusi CO2 dari arteri dipengaruhi oleh tekanan O2
dalam udara inspirasi.
Tekanan seluruh udara lingkungan sekitar 1 atmosfir atau 760 mm Hg, sedangkan
tekanan O2 di lingkungan sekitar 160 mm Hg. Tekanan oksigen di lingkungan
lebih tinggi dari pada tekanan oksigen dalam alveolus paru-paru dan arteri yang
hanya 104 mm Hg. Oleh karena itu oksigen dapat masuk ke paru-paru secara
difusi.
Dari paru-paru, O2 akan mengalir lewat vena pulmonalis yang tekanan O2 nya
104 mm; menuju ke jantung. Dari jantung O2 mengalir lewat arteri sistemik yang
tekanan O2 nya 104 mm hg menuju ke jaringan tubuh yang tekanan O2 nya 0 – 40
mm hg. Di jaringan, O2 ini akan dipergunakan. Dari jaringan CO2 akan mengalir
lewat vena sistemik ke jantung. Tekanan CO2 di jaringan di atas 45 mm hg, lebih
tinggi dibandingkan vena sistemik yang hanya 45 mm Hg. Dari jantung, CO2
mengalir lewat arteri pulmonalis yang tekanan O2 nya sama yaitu 45 mm hg. Dari
arteri pulmonalis CO2 masuk ke paru-paru lalu dilepaskan ke udara bebas.
Berapa minimal darah yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan oksigen pada
jaringan? Setiap 100 mm3 darah dengan tekanan oksigen 100 mm Hg dapat
mengangkut 19 cc oksigen. Bila tekanan oksigen hanya 40 mm Hg maka hanya
ada sekitar 12 cc oksigen yang bertahan dalam darah vena. Dengan demikian
kemampuan hemoglobin untuk mengikat oksigen adalah 7 cc per 100 mm3
darah.Pengangkutan sekitar 200 mm3 C02 keluar tubuh umumnya berlangsung
menurut reaksi kimia berikut:
C02 + H20 Þ (karbonat anhidrase) H2CO3
Tiap liter darah hanya dapat melarutkan 4,3 cc CO2 sehingga mempengaruhi pH
darah menjadi 4,5 karena terbentuknya asam karbonat.
Pengangkutan CO2 oleh darah dapat dilaksanakan melalui 3 Cara yakni sebagai
berikut.
1. Karbon dioksida larut dalam plasma, dan membentuk asam karbonat dengan
enzim anhidrase (7% dari seluruh CO2).
2. Karbon dioksida terikat pada hemoglobin dalam bentuk karbomino hemoglobin
(23% dari seluruh CO2).
3. Karbon dioksida terikat dalam gugus ion bikarbonat (HCO3) melalui proses
berantai pertukaran klorida (70% dari seluruh CO2). Reaksinya adalah sebagai
berikut.
Pleura adalah suatu membrane serosa yang melapisi permukaan dalam dinding
thoraks di bagian kanan dan kiri, melapisi permukaan superior diafragma kanan dan
kiri, melapisi mediastinum kanan dan kiri (semuanya disebut pleura parietalis),
kemudian pada pangkal paru, membrane serosa ini berbalik melapisi paru (pleura
viseralis) pleura viseralis dapat berinvaginasi mengikuti fisura yang terbagi pada
setiap lobus paru (Darmanto, 2016)
a. Pleura viseralis
Pleura viseralis adalah pleura yang berada pada permukaan paru, terdiri dari satu
lapis sel mesothelial yang tipis < 30µm yang terletak di permukaan bagian
luarnya. Terdapat sel-sel limfosit yang berada diantara celah-celahnya.
Endopleura yang berisikan fibrosit dan histiosit berada di bawah sel-sel
mesothelial, dan di bawahnya merupakan lapisan tengah berupa jaringan kolagen
dan serat-serat elastis. Sedangkan pada lapisan paling bawah terdapat jaringan
interstitial subpleura, didalamnya banyak mengandung pembuluh darah kapiler.
b. Pleura Parietalis
Pleura parietalis yaitu pleura yang letaknya berbatasan dengan dinding thorax,
memiliki jaringan yang lebih tebal yang tersusun dari sel-sel mesothelial dan juga
tersusun dari jaringan ikat seperti kolagen dan elastis. Sedangakan jika pada jaringan
ikat tersebut banyak tersusun kapiler dari intercostalis dan mamaria interna,
pada pembuluh limfe banyak terdapat reseptor saraf sensoris yang sangat peka
terhadap rangsangan rasa sakit dan juga perbedaan temperature. Yang keseluruhannya
tersusun dari intercostalis pada dinding dada dan alirannya pun akan sesuai dengan
dermatom dada. Sehingga dapat mempermudah dinding dada yang berada di atasnya
menempel dan melepas. Sehingga berfungsi untuk memproduksi cairan pleura
Kedua lapisan pleura tersebut saling berkaitan dengan hilus pulmonalis yang
berfungsi sebagai penghubung pleura (ligament pulmonalis). Pada lapisan pleura ini
terdapat rongga yang dinamakan cavum pleura. Cavum pleura memiliki sedikit
kandungan cairan pleura yang berfungsi untuk menghindari adanya gesekan antar
pleura saat sedang melakukan proses pernapasan
(Saferi & Mariza, 2013).
Peradangan akut adalah proses jangka pendek. Peradangan akut dapat berlangsung selama
beberapa menit, tetapi dapat berlangsung lebih lama hingga beberapa hari tergantung pada jenis
cederanya (Padsalgikar, 2017). Fase akut inflamasi ditandai granulosit darah yang cepat, munculnya
neutrofil, kemudian disusul oleh monosit matang menjadi makrofag residen yang berproliferasi dan
berdeferensiasi ke jaringan rusak. Proses ini menyebabkan tanda-tanda utama peradangan akut: rubor
(kemerahan), kalor (panas), tumor (bengkak), dan dolor (nyeri) (Ricciotti & Fitzgerald, 2011). Kalor
(panas) ditandai adanya sensasi panas yang disebabkan oleh peningkatan pergerakan darah melalui
pembuluh yang melebar ke ekstremitas atau jaringan disekitar lingkungan inflamasi. Rubor
(kemerahan) disebabkan karena bertambahnya jumlah eritrosit yang melewati area tersebut. Edema
(pembengkakan) adalah hasil dari peningkatan aliran cairan dari pembuluh darah yang melebar pada
permeabel ke jaringan sekitarnya, infiltrasi sel ke area yang rusak, dan pengendapan respon inflamasi
yang berkepanjangan dari jaringan ikat. Dolor (nyeri) disebabkan oleh efek langsung mediator
inflamasi, baik dari kerusakan awal atau akibat respons inflamasi itu sendiri dan peregangan saraf
sensorik akibat edema (Punchard et al., 2004). Reaksi inflamasi dimulai ketika reseptor sel imun
bawaan mengenali pola molekuler spesifik yang berasal dari patogen. PathogenAssociated Molecular
Patterns (PAMP) merupakan molekul spesifik berasal dari mikroorganisme yang dikenali oleh
reseptor sel imun bawaan yaitu Pattern Recognition Receptors (PRR) seperti Toll-Like Receptors
(TLRs). Disisi lain Damage-Associated Molecular Patterns (DAMPs) memulai dan mengaktifkan
reaksi imun sebagai respons terhadap trauma, iskemia, atau kerusakan jaringan oleh infeksi patogen.
PRR mengaktivasi jalur respons imun sentral: Nuclear Factor KappaLight-Chain-Enhancer aktivasi
sel B (NF-kβ) yang diaktivasi IKK, IκB-α, Mitogen-Activated Protein Kinases (MAPKs) dan
Interferon Regulatory Factors (IRFs). Setelah keterlibatan PRR, sel imun dan non-imun menghasilkan
sitokin inflamasi, interferon tipe I, kemokin, dan peptida antimikroba (Hirayama et al., 2018;
Steinbach & Plevy, 2014). Salah satu tanda utama peradangan akut adalah pengangkutan sel darah
putih atau leukosit ke lokasi cedera. Awalnya, leukosit yang terdiri dari neutrofil, mediator inflamasi
(termasuk histamin, ileukotrien sistein, dan sitokin) dan aktivasi PRR membuat permukaan jaringan
sel endotel berubah. P-selektin dan E-selektin meningkat konsentrasinya pada permukaan sel endotel,
kedua selektin tersebut menangkap leukosit (neutrofil dan monosit) yang mengalir bebas dalam darah
ke jaringan endotel daerah cedera sel-sel dan melakukan penyembuhan. Peran utama leukosit pada
peradangan akut adalah untuk memfagositkan benda asing. Fagositosis adalah proses dimana bahan
asing diserap dan diinternalisasikan ke dalam tubuh oleh leukosit. Proses fagositosis berlangsung
dengan menelan bahan asing sepenuhnya. Namun, peristiwa tertentu dalam fagositosis dapat terjadi
pada peradangan akut meskipun ada perbedaan ukuran. Ketika peradangan akut mereda, neutrofil
digantikan oleh monosit dan monosit berdiferensiasi menjadi makrofag (Caster et al., 2017;
Padsalgikar, 2017). Setelah stimulus berbahaya dihilangkan melalui fagositosis, reaksi inflamasi dapat
menurun dan sembuh. Selama penurunan peradangan, granulosit dihilangkan, makrofag dan limfosit
kembali ke keadaan normal. Keadaan tersebut merupakan respon dari perbaikan kerusakan jaringan,
namun tidak menyebabkan disfungsi respons inflamasi yang dapat menyebabkan jaringan parut dan
hilangnya fungsi organ (Ricciotti & Fitzgerald, 2011)
Sumber https://eprints.umbjm.ac.id/2210/4/BAB%202.pdf di akses 4 juli 2023
2. Jelaskan proses pembekuan darah dan yang terlibat dalam proses pembekuan darah
!
Hemostasis adalah proses tubuh yang secara simultan menghentikan perdarahan dari tempat yang
cedera, sekaligus mempertahankan darah dalam keadaan cair didalam kompartemen vaskuler.
Kegagalan hemostasis menimbulkan perdarahan, kegagalan memepertahankan darah dalam
keadaan cair menyebabkan trombosis. Baik perdarahan maupun trombosis sangat sering terjadi
dan merupakan masalah klinis yang berbahaya. Hemostasis melibatkan kerja sama antara
beberapa sistem fisiologik yang berkaitan (McPherson AR & Sacher AR, 2004). Konsep dasar
pembekuan darah adalah suatu proses reaksi kimia yang melibatkan protein plasma, fospolipid
dan ion kalsium. Sebagian besar faktor beredar dalam sirkulasi darah berperan serta dalam proses
koagulasi yang diberi tanda dengan angka romawi.
Secara fungsional, beberapa proses yang terlibat dalam hemostasis akibat cedera pada pembuluh
darah kecil, yaitu (Kiswari R, 2014) :
a. Konstriksi pembuluh darah (Vasokonstriksi).
b. Pembentukan plug (Sumbat) trombosit.
c. Kontak antara pembuluh darah yang rusak, platelet darah, dan faktor koagulasi.
d. Perkembangan bekuan darah disekitar cedera.
e. Fibrinolitik, menghilangkan kelebihan bahan hemostatik selama membangun
kembali keutuhan pembuluh darah. Hemostasis dan pembekuan adalah
serangkaian kompleks reaksi yang mengakibatkan pengendalian perdarahan
melalui pembekuan trombosit dan fibrin pada lokasi terjadinya cedera. Rangkaian
proses yang diaktivasi oleh faktor-faktor pembekuan dalam hemostasis dan
pembekuan darah adalah: Vasokontriksi sementara dan reaksi trombosit yang
terdiri dari adhesi, reaksi pelepasan, dan agregasi trobosit. Proses awal
berlangsung pada permukaan jaringan yang cedera, selanjutnya reaksi-reaksi akan
terjadi pada permukaan fosfolipid trombosit yang mengalami agregasi (D‘Hiru,
2013).
ANATOMI FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI SISTEM ENDOKRIN
1. Sebutkan bagian-bagian pada gambar di bawah ini !
Aorta
Stomach
Pylorus
Bile Duct
Ampulla
Pancreas
Pancreatic Duct
Fungsi hormon insulin adalah membantu penyerapan glukosa dalam sel-sel tubuh untuk
mengendalikan kadar gula darah. Sel-sel dalam tubuh kita membutuhkan energi untuk bekerja,
karena itu dibutuhkan glukosa yang nantinya bisa diubah menjadi sumber energi.Namun, sel-sel
tersebut tidak bisa melakukannya sendiri. Karena itu, sel tubuh memerlukan bantuan dari hormon
insulin.Selain itu, fungsi hormon insulin adalah membantu proses pemindahan glukosa dari darah
ke dalam sel otot, sel lemak dan hati untuk disimpan dalam bentuk glikogen yang digunakan
sebagai cadangan energi.
Sumber https://www.siloamhospitals.com/informasi-siloam/artikel/apa-itu-insulin di akses 4 juli
2023
3. Jelaskan proses gluconeogenesis !
Glukoneogenesis adalah suatu istilah yang digunakan untuk mencakup semua mekanisme dan
lintasan yang bertanggung jawab untuk mengubah senyawa nonkarbohidrat menjadi glukosa atau
glikogen. Substrat utama untuk glukoneogenesis adalah asam amino glukogenik laktat, gliserol
dan propionat. Hati dan ginjal adalah jaringan utama, karena kedua organ mengandung enzim
yang diperlukan.Glukoneogenesis memenuhi kebutuhan tubuh akan glukosa pada saat
karbohidrat tidak tersedia dalam jumlah yang cukup di dalam makanan. Khusus untuk sistem
saraf dan eritrosit, diperlukan pasokan glukosa secara terus menerus sebagai sumber energi.
Kegagalan glukoneogenesis biasanya berakibat fatal. Tingkat gula darah di bawah tingkat kritis
menyebabkan kerusakan otak yang dapat menyebabkan koma dan kematian.Glukosa juga
dibutuhkan dalam jaringan adiposa sebagai sumber gliserida dan dapat memainkan peran dalam
mempertahankan tingkat menengah dalam siklus asam sitrat di banyak jaringan tubuh. Bahkan
jika lemak menyediakan sebagian besar kebutuhan kalori untuk organisme, selalu ada kebutuhan
dasar tertentu untuk glukosa. Glukosa adalah satu-satunya bahan bakar yang menggerakkan otot
rangka dalam kondisi anaerob.Unsur ini merupakan prekursor gula susu (laktosa) di kelenjar
payudara dan secara aktif diambil oleh janin. Selain itu, mekanisme glukoneogenik digunakan
untuk memurnikan berbagai metabolit jaringan lain dari darah, misalnya, laktat yang diproduksi
oleh otot dan eritrosit dan gliserol, yang terus diproduksi oleh jaringan adiposa. Propionate, asam
lemak glukogenik terpenting yang terbentuk dalam pencernaan karbohidrat ruminansia, adalah
substrat penting untuk glukoneogenesis dalam tubuh spesies ini.
Sumber https://bakai.uma.ac.id/2022/06/28/glukoneogenesis-definisi-pengaturan-dan-tujuan/
diakses 4 Juli 2023
Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan karena menurunnya insulin atau defisiensi
insulin (Fatimah, 2015). Defisiensi insulin terjadi karena : a. Kerusakan b. Menurunnya reseptor
insulin pada jaringan perifer c. Menurunnya reseptor glukosa di kelenjar pankreas Diabetes
melitus tipe 2 terjadi karena sel-sel insulin gagal karena tidak mampu merespons dengan baik
atau biasa disebut dengan resistensi insulin (Teixeria, 2011). Resistensi insulin disebabkan
karena faktor genetik dan lingkungan juga bisa menjadi penyebab terjadinya DM. Pasien DM
tipe 2 produksi glukosa dalam hati berlebihan akan teteapi tidak terjadi kerusan sel beta
langrhans secara autoimun (Fatimah, 2015). Pada perkembangan awal DM tipe 2 sel beta akan
mengalami gangguan sekresi insulin, apabila tidak segera ditangani makan akan menyebabkan
kerusakan pada sel beta pankreas. Ketika kadar gula dalam darah meningkat, pankreas akan
mengelurkan hormon yang dinamakan insulin sehingga memungkinkan sel tubuh akan akan
menyerap glukosa tersebut sebagi energi. Hiperglikemia pada pasien dm terjadi karena
menurunnya penyerapan glukosa oleh sel yang di ikuti dengan meningkatnya pengeluran
glukosa dalam hati Pengeluaran glukosa dalam hati akan meningkat karena adanya proses yang
menghasilkan glukogenolisis dan glukoneogenesis tanpa hambatan karena insulin tidak
diproduksi (Sherwood, 2011).
ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PENCERNAAN
Hepar memiliki berbagai macam fungsi untuk menjaga tubuh dalam kondisi fisiologis. Hepar
memiliki fungsi dalam sintesis protein, sebagian besar protein diproduksi oleh hepatosit yang
nantinya akan digunakan oleh organ, jaringan dan sel lain. Protein yang diproduksi antara
lain: albumin, transferrin, seruloplasmin, haptoglobin, protein komplemen, dan faktor
koagulasi. Selain memproduksi protein, hepar juga memiliki fungsi dalam metabolisme
karbohidrat, lemak, regulasi besi, tembaga dan fungsi detoksifikasi. Empedu memiliki dua
fungsi utama, berfungsi dalam penyerapan lemak dan sebagai sarana eksresi kolesterol, besi
dan tembaga. Asam empedu merupakan komponen aktif utama dari sekresi bilier. Empedu
disekresi oleh hepatosit melewati membran kanalikular ke dalam celah kanalikular. Proses
sekresi terjadi secara aktif dan pasif, dimana fase aktif yang akan menghasilkan aliran
empedu. Produk dari sekresi aktif dikenal sebagai primary solutes dan dibentuk oleh asam
empedu terkonjugasi, bilirubin terkonjugasi, glutathione, hormon steroid konjugat. Zat yang
dapat difiltrasi dihasilkan dari sekresi pasif yang diinduksi oleh tekanan osmotik dan dikenal
sebagai secondary solutes. Zat tersebut berisi terutama plasma, glukosa, elektrolit , asam
organic dengan berat molekul rendah dan kalsium. Rerata jumlah aliran basal cairan empedu
pada manusia adalah 620mL/d. Cairan empedu terus diproduksi oleh sel hepar secara
kontinu, tetapi umumnya akan disimpan dalam kantung empedu hingga akhirnya dibutuhkan
oleh duodenum. Volume maksimum yang dapat ditampung oleh kantung empedu adalah 30-
60 mL, namun sejumlah sekresi empedu selama 12 jam (umumnya berjumlah 450 mL) dapat
ditampung dalam kantung empedu karena air, natrium, klorida dan sejumlah elektrolit kecil
secara kontinu diserap oleh mukosa kantung empedu, dan memekatkan sisa cairan empedu
yang mengandung garam empedu, kolesterol, lesitin dan bilirubin. Ketika makanan mulai
dicerna di saluran pencernaan atas, kantung empedu akan mengosongkan isinya terutama saat
makanan berlemak memasuki duodenum. Mekanisme pengosongan terjadi dengan adanya
kontraksi ritmis dinding kantung empedu, tetapi agar terjadi proses pengosongan yang lebih
efektif dibutuhkan adanya relaksasi dari sfingter Oddi yang akan mengarahkan pengeluaran
cairan empedu menuju duodenum. Sekitar 94% dari garam empedu yang telah disekresi akan
diserap ke dalam darah dan kembali ke hepar, ketika mencapai hepar hampir seluruh garam
empedu diserap oleh hepatosit dan mengalami resekresi. Sebagian kecil cairan empedu akan
terbuang melalui feses dan akan digantikan oleh produksi empedu baru dari hepar. Proses
resirkulasi garam empedu ini disebut dengan ―sirkulasi enterohepatik‖.
Sumber
http://eprints.undip.ac.id/50762/3/Novita_Ikbar_K_22010112130097_Lap.KTI_Bab2.pdf di
akses 4 juli 202w3
Fungsi hati yang satu ini bukannya menghancurkan sembarang sel darah merah, tapi
sel darah merah yang sudah tua. Proses ini membuat feses berwarna cokelat. Namun,
jika feses ini berwarna pucat atau putih, atau warna urine menjadi lebih gelap, bisa
menjadi pertanda masalah pada organ hati. Contohnya, hepatitis yang disebabkan oleh
virus.Selain warna feses dan urine, masalah hati juga bisa ditandai oleh perubahan
warna mata dan kulit. Umumnya, warna mata berubah menjadi kekuningan,
mengindikasikan adanya penyakit kuning dalam tubuh. Penyakit kuning atau jaundice
ini disebabkan oleh penumpukkan bilirubin.
2. Membersihkan Darah
Fungsi hati lainnya adalah membersihkan darah dari senyawa berbahaya. Seperti yang
berasal dari obat-obatan, alkohol, hingga racun.
3. Memproduksi Protein
Organ yang satu ini bertanggung jawab untuk memproduksi protein, seperti albumin
yang berfungsi menjaga cairan dalam sistem sirkulasi tubuh. Protein yang berperan
sebagai faktor pembekuan darah dan sistem kekebalan tubuh juga dihasilkan oleh hati.
4. Metabolisme Protein
Hati juga berperan dalam membantu metabolisme protein dengan mengubah amonia
menjadi urea yang dikeluarkan bersama urine oleh ginjal.
5. Penyimpanan Nutrisi
Hati berperan penting dalam proses penyimpanan nutrisi tubuh. Misalnya zat besi,
vitamin A, B12, D, dan K, serta asam folat.
Organ ini berperan dalam produksi cairan empedu yang bertugas membantu dalam
proses pencernaan makanan. Hati juga menyimpan energi untuk tubuh dalam bentuk
glikogen dan mengubahnya menjadi glukosa ketika glukosa darah rendah.
Organ terbesar ini bertanggung jawab atas produksi kolesterol dan trigliserida, serta
protein pembawanya agar dapat dialirkan dalam darah. Hati juga berfungsi untuk
memproduksi hormon pertumbuhan anak-anak.
Sel stelata hepatik terletak pada celah Disse (celah antara sel endotelial sinusoidal dan sel
epitel hati), dengan kisaran 5 – 8 % dari sel hati. Pada hati normal, sel stelata berfungsi
untuk menyimpan vitamin A. Pada saat terjadi kerusakan hati akibat infeksi virus atau
hepatotoksik, sel stelata hepatik akan menerima sinyal yang disekresikan oleh produk
hepatosit yang rusak dan sel-sel imun, menyebabkan sel stelata transdiferensiasi menjadi
sel myofibroblast yang teraktivasi (Yin et al., 2013). Aktivasi sel stelata hepatik merupakan
sumber utama kolagen di hati dan dapat mensekresi matriks ekstraseluler, inhibitor jaringan
metalloproteinase (inhibitor pertumbuhan jaringan), dan matriks metalloproteinase
(matriksin) secara berlebihan, menyebabkan remodeling arsitektur hati (Zhang et al., 2016).
Respon lain dari cedera hati yang terjadi yaitu membuat leukosit bersama selsel kupffer
menghasilkan senyawa yang memodulasi aktivasi sel stelata. Monosit dan makrofag akan
memproduksi nitrit oksida (NO) dan sitokin inflamasi, seperti tumor necrosis factor α yang
memiliki kemampuan menstimulasi sel stelata dalam sintesis kolagen. Selain itu, sel-sel
kupffer dapat menstimulasi sintesis matriks selsel stelata melalui transformasi faktor
pertumbuhan-β (TGF-β) dan spesi oksigen reaktif (ROS) (Parsian et al., 2011).
ANATOMI FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI SISTEM PERKEMIHAN
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab yaitu infeksi, vaskuler, zat toksik,
obstruksi saluran kemih yang pada akhirnya akan terjadi kerusakan nefron sehingga menyebabkan
penurunan GFR (Glomelular Filtration Rate) dan menyebabkan CKD (Chronic Kidney Disease),
yang mana ginjal mengalami gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi non eksresi. Fungsi
renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya diekskresikan ke dalam urin)
tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak
timbunan produk sampah maka gejala akan semakin berat (Smeltzer, 2008), dari proses sindrom
uremia terjadi pruritus, perubahan warna kulit. Sindrom uremia juga bisa menyebabkan asidosis
metabolik akibat ginjal tidak mampu menyekresi asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi
asam akibat tubulus ginjal tidak mampu menyekresi ammonia (NH3ˉ) dan megabsorbsi natrium
bikarbonat (HCO3ˉ). Penurunan eksresi fosfat dan asam organik yang terjadi, maka muntah tidak
dapat dihindarkan. Sekresi kalsium mengalami penurunan sehingga hiperkalemia, penghantaran
listrik dalam jantung terganggu akibatnya terjadi penurunan COP (cardiac output), suplai O2
dalam otak dan jaringan terganggu. Penurunan sekresi eritropoetin sebagai faktor penting dalam
stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan produk hemoglobin
berkurang dan terjadi anemia sehingga peningkatan oksigen oleh hemoglobin (oksihemoglobin)
berkurang maka tubuh akan mengalami keadaan lemas dan tidak bertenaga. Gangguan clerence
renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi
glomerulus di deteksi dengan memeriksa clerence kretinin dalam darah yang menunjukkan
penurunan clerence kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium
dapat megakibatkan edema. Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan
metabolisme. Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya
meningkat maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus
ginjal maka meningkatkan kadar fosfat serum dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathhormon dari kelenjar paratiroid
tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat merespons normal terhadap peningkatan sekresi parathormon
sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit
tulang (Nursalam, 2007).
Sumber http://repository.poltekkes-
denpasar.ac.id/7818/3/BAB%20II%20Tinjauan%20Pustaka.pdf diakses 4 Juli 2023
ANATOMI FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI SISTEM MUSKULOSKELETAL
Fase-fase dalam penyembuhan tulang dibagi menjadi 4 fase, yaitu fase inflamasi, proliferasi,
pembentukan kalus, dan remodelling (Helmi, 2012):
1. Inflamasi Segera setelah terjadi patah tulang, terbentuk bekuan darah dalan
subperiosteum dan jaringan lunak. Ujung fragmen tulang mengalami devitalisasi
karena terputusnya pasokan darah. Tempat cedara kemudian akan diinvasi oleh
makrofag (sel darah putih besar) yang akan membersihkan daerah tersebut dari zat
asing, pada saat ini terjadi inflamasi dan nyeri. Fase ini merupakan neovaskularisasi
dan awal pengaturan bekuan darah. Tahap ini berlangsung hari kesatu sampai hari
ketujuh dan hilang dengan berkurangnya pembengkakan dan nyeri.
2. Proliferasi Sel Dalam sekitar lima hari, hematoma akan megalami organisasi.
Terbentuk benang-benang fibrin pada darah dan membentuk jaringan untuk
revaskularisasi, serta ivasi fibroblast dan osteoblast. Fibroblast dan osteoblas
(berkembang dari osteosit, sel endostel, dan sel periosteum) akan menghasilkan
kolagen dan proteglikan sebagai matriks kolagen pada patahan tulang terbentuk
jaringan ikat fibrus dan tulang rawan (osteoid). Dari periosteum tampak
pertumbuhan melingkar. Kalus tulang rawan tersebur dirangsang oleh gerakan mikro
minimal pada tempat patah tulang. Namun, gerakan yang berlebihan akan merusak
struktur kalus. Tulang yang sedang aktif tumbuh menunjukkan potensial
elektronegatif.
4. Remodelling Tahap akhir perbaikan patah tulang meliputi pengambilan jaringan mati
dan reorganisasi tulang baru ke susunan structural sebelumnya. Remodeling
memerlukan waktu berbulan-bulan sampai bertahun-tahun tergantung pada beratnya
modifikasi tulang yang dibutuhkan, fungsi tulang, dan stress fungsional pada tulang
(pada kasus yang melibatkan tulang kompak dan kanselus). Tulang kanselus
mengalami penyembuhan dan remodelling lebih cepat dari pada tulang kortikal
kompak, khususnya pada titik kontak langsung. Ketika remodelling telah sempurna,
muatan permukaan patah tulang tidak lagi negatif.
3. Jelaskan patofisiologi fraktur
ANATOMI FISIOLOGI DAN PATOFISIOLOGI SISTEM INTEGUMEN
1. Sebutkan bagian – bagian kulit pada gambar dan jelaskan strukturnya pada
masing- masing bagiannya !
Hair steam
epidermis
Sweat gland
Hair folickle
dermis
Nerve fiber
hipodermis
Blood
fat
Fase penyembuhan luka ini dibagi menjadi empat tahapan, yaitu dimulai dari penghentian
darah sampai akhirnya luka tertutup menjadi bentuk kulit seperti semula. Empat fase
penyembuhan luka yaitu
Tahap Proses Penyembuhan Luka
1) Tahap hemostasis (pembekuan darah)
Tahap pertama dalam proses penyembuhan luka adalah tahap pembekuan darah. Darah
biasanya akan keluar saat kulit tersayat, tergores, atau tertusuk.
Beberapa detik atau menit setelah mengalami luka, darah akan menggumpal untuk
menutup luka dan mencegah tubuh kehilangan darah terlalu banyak. Gumpalan darah ini,
kemudian akan berubah menjadi keropeng saat mengering.
2) Tahap inflamasi (peradangan)
Setelah perdarahan berhenti, pembuluh darah akan melebar untuk mengalirkan darah
segar ke area tubuh yang terluka. Darah segar dibutuhkan untuk membantu proses
penyembuhan luka. Inilah alasan mengapa luka bisa terasa hangat, membengkak, dan
menjadi kemerahan selama beberapa waktu.Pada tahap inflamasi, sel darah putih akan
menghancurkan kuman di area luka. Hal ini merupakan mekanisme alami tubuh untuk
mencegah infeksi. Sel darah putih juga memproduksi senyawa kimia yang dapat
memperbaiki jaringan tubuh yang rusak. Selanjutnya, sel-sel kulit baru akan tumbuh dan
menutup luka.
3) Tahap proliferatif (pembentukan jaringan baru)
Tahap ini ditandai dengan terbentuknya jaringan parut pada luka. Selama prosesnya,
produksi kolagen di area luka akan meningkat. Kolagen merupakan serat protein yang
memberikan kekuatan dan tekstur elastis pada kulit.
Keberadaan kolagen mendorong tepi luka untuk menyusut dan menutup. Selanjutnya,
pembuluh darah kecil atau kapiler terbentuk pada luka untuk memberi asupan darah pada
kulit yang baru terbentuk.
4) Tahap pematangan atau penguatan jaringan
Tahap terakhir merupakan tahap penguatan. Pada tahap ini, luka sudah tertutup tapi
proses penyembuhan masih berlanjut. Di dalamnya terjadi penguatan jaringan sehingga
sering kali luka terasa gatal, meregang, atau mengkerut.Proses pematangan jaringan bisa
memakan waktu berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun. Inilah alasan mengapa
semakin lama usia bekas luka, semakin memudar pula tampilannya.Setelah jaringan
yang rusak benar-benar pulih, kulit akan menjadi sama kuatnya seperti sebelum
mengalami luka.Meski begitu, penampilan bekas luka mungkin akan berbeda dengan
kulit normal. Hal ini karena kulit tersusun dari dua protein, yaitu kolagen yang memberi
kekuatan kulit dan elastin yang memberi kelenturan kulit.Pada bekas luka, kulit tidak
dapat memproduksi elastin baru sehingga bekas luka seluruhnya terbuat dari kolagen.
Kulit baru yang terbentuk pada bekas luka ini umumnya kuat, tetapi kurang lentur
dibandingkan kulit di sekitarnya.
Otak tengah
Pons varoli
Lobus parietal
Lobus frontal
Lobus occipital
Lobus temporal
cerebellum
Brain steam
3. Jelaskan fisiologi tekanan intrakranial!
Kompartemen Tekanan dan Aliran Cairan Variasi kontraktil curah jantung memiliki dua efek
yang berbeda pada dinamika intrakranial, perubahan berkala pada tekanan dan perubahan
berkala pada aliran cairan dalam otak. Sementara tekanan dan aliran cairan terkait fenomena
fisik, mereka harus dianggap terpisah untuk satu alasan utama: pulsasi tekanan menyebar
melalui otak pada kecepatan suara dan titik yang tepat untuk pengukurannya bukanlah suatu
masalah, sementara aliran cairan membutuhkan perpindahan cairan dari satu kompartemen ke
3 kompartemen yang lain dan pulsasi arus bervariasi secara dramatis tergantung pada lokasi
menggambarkan kompartemen intrakranial yang relevan. Kisaran nilai tekanan intrakranial
(intracranial pressure/ ICP) normal bervariasi sesuai dengan usia. Nilai normal adalah kurang
dari 10 sampai 15 mmHg untuk orang dewasa dan tua, anak yang lebih besar, 3 sampai 7
mmHg untuk anak-anak yang lebih muda, dan 1,5-6 mmHg untuk bayi. ICP dapat bernilai
‗sub-atmosfer‘ pada bayi baru lahir. Batas normal yang biasa digunakan adalah 5 sampai 15
mmHg. Data pediatrik saat ini mendukung ICP > 20 mmHg sebagai ambang batas untuk
mendefinisikan hipertensi intrakranial yang membutuhkan pengobatan. Nilai ICP lebih besar
dari 40 mmHg yang berkelanjutan menunjukkan hipertensi intrakranial berat yang
mengancam nyawa.
4. Jelaskan patofisiologi stroke !