Resume Hpi Ardyaxma - Uas
Resume Hpi Ardyaxma - Uas
indonesia
NPM : 2021010211
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTANLAMPUNG
2023 M/ 1444 H
Hukum Keluarga di Malaysia
A. Pendahuluan
Sebelum masuknya Inggris hukum yang berlaku adalah hukum Islam yang
masih bercampur dengan hukum adat, menurut Abdul Munir Yaacob undang-undang
yang berlaku dinegara-negara bagian sebelum campur tangan Inggris adalah adat
pepateh untuk kebanyakan orang-orang Melayu di Negarisembilan dan beberapa
kawasan di Malaka, dan adat Temenggung dibagian semenanjung. Sedangkan orang
Melayu di Serawak mengikuti undang-undang Mahkamah Melayu Serawak. undang
tersebut sangat dipengaruhi oleh hukum Islam dan utamanya dalam masalah
perkawinan, perceraian dan jual beli.Pada tahun 1880 Inggris mengakui keberadaan
hukum perkawinan dan perceraian Islam dengan memperkenalkan Mohammedan
Marriage Ordinance, No.V Tahun 1880 untuk diberlakukan di negara-negara selat
(Pulau Pinang, Malaka, dan Singapore) yang isinya :
Perceraian di Malaysia
Adapun alasan perceraian dalam perundang-undangan Keluarga Muslim di
negara- negara Malaysia sama dengan alasan-alasan terjadinya fasakh. Dalam undang-
undang perak dan pahang ada lima alasan, yaitu: suami impoten atau mati pucuk suami
gila, mengidap penyakit kusta, atau vertiligo, atau mengidap penyakit kelamin yang bisa
berjangkit, selama isteri tidak rela dengan kondisi tersebut; izin atau persetujuan
perkawinan dari isteri (mempelai putri) diberikan secara tidak sah, baik karena paksaan
kelupaan, ketidak sempurnaan akal atau alasan-alasan lain yang sesuai dengan syariat
pada waktu perkawinan suami sakit syaraf yang tidak pantas kawin; atau alasan-alasan
lain yang sah untuk fasakh menurut syariah.
Adapun sebab-sebab terjadinya perceraian dalam Undang-undang Muslim
Malaysia mayoritas menetapkan empat sebab dengan proses masing-masing, Yakni:
perceraian dengan talak atau perintah mentalak tebus talak syiqaq. Hanya Undang-
undang serawak yang mencantumkan sebab lian. Proses atau langkah-langkah
perceraian dengan talak, secara umum adalah sebagai berikut: pertama, mengajukan
permohonan perceraian ke pengadilan, yang disertai dengan alasan. Kedua, pemeriksaan
yang meliputi pemanggilan oleh pihak-pihak oleh pengadilan dan mengusahakan
pengadilan.
Ketiga, putusan. Juru damai yang diangkat dalam proses perdamaian diutamakan
dari keluarga dekat yang berperkara. Kalau juru damai yang diangkat dianggap kurang
mampu menjalankan tugasnya, bisa diganti dengan juru damai lain yang dianggap lebih
mampu. Adapun masa usaha mendamaikan adalah maksimal enam bulan, atau lebih
dengan persetujuan pengadilan, kecuali Kelantan yang menetapkan tiga bulan. Kalau
para pihak tidak mau didamaikan, pegawai yang ditunjuk harus membuat laporan dan
melampirkan hal-hal yang perlu dipikirkan kaitannya dengan akibat perceraian, seperti
nafkah dan pemeliharaan anak sebelum dewasa, pembagian harta dan lain-lain. Dalam
proses peradamaian ada kemungkinan mendatangkan pengacara atau pembela, dengan
izin juru damai.
Setelah usaha perdamaian itu tidak membuahkan hasil, pengadilan mengadakan
sidang untuk ikrar talak, yang idealnya diikrarkan oleh suami. Adapun proses perceraian
dengan tebus talak, kalau sudah disepakati kedua belah pihak, adalah setelah pihak-
pihak menyetujuinya dan menyelesaikan pembayaran yang sudah disetujui, pengadilan
menyuruh suami untuk melakukan ikrar talak, dan talaknya akan jatuh talak bain sughra
(tidak boleh dirujuk lagi).
Proses perceraian dengan taklik talak adalah isteri melapor tentang terjadinya
pelanggaran taklik talak. Kalau pihak pengadilan mempertimbangkan benar terjadi,
maka diadakan sidang perceraian yang kemudian direkam untuk dicatatkan. Sedangkan
proses perceraian karena ada masalah di antara para pihak (syiqaq), pada dasarnya
mempunyai proses yang sama dengan proses perceraian talak yang tidak disetujui salah
satu pihak dan proses tebus talak, yakni didahului dengan pengangkatan juru damai
sampai putusan cerai, kalau tidak bisa didamaikan. Bahkan Kelantan membuat proses
yang sama antara talak dan syiqaq.
Kedua, perceraian harus didaftarkan, dan perceraian yang diakui hanyalah
perkawinan yang sudah didaftarkan. Seorang janda boleh kawin lagi kalau sudah
mempunyai :surat yang dikeluarkan berdasarkan undang-undang atau salinan perceraian
atau pengakuan cerai dari hakim. Demikian juga seorang yang ditinggal mati boleh
nikah lagi kalau sudah mempunyai surat keterangan kematian. Tentang perceraian sebab
li’an tidak ada penjelasan lebih rinci. Hanya disebutkan agar Pengadilan merekam
perceraian dengan li’an. Sebagai tambahan, semua undang-undang di Malaysia
mencantumkan murtad sebagai alasan perceraian. Tetapi tidak dengan sendirinya terjadi
perceraian, melainkan dengan putusan hakim. Sementara yang berlaku di
Negerisembilan, Persekutuan Pulau Pinang dan Selangor, tercatat beberapa alasan yang
sama seperti di Perak dan Pahang di atas tetapi ada beberapa tambahan alasan
diantaranya : Tidak diketahui tempat tinggal suami selama satu tahun.Suami tidak
memberi nafkah selama tiga bulan. Suami dipenjara selama tiga tahun atau lebih. Suami
tidak memberikan nafkah batin selama satu tahun.
Poligami di Malaysia
Berdasarkan Undang-undang Perkawinan di Malaysia tentang boleh atau
tidaknya seorang laki-laki melakukan poligami. Adapun mengenai syarat yang harus
dipenuhi bagi seseorang yang hendak melakukan poligami adalah adanya izin tertulis
dari Hakim, ketentuan ini hampir tercantum di semua undang-undang perkawinan
negeri bagian.
A. Pendahuluan
Saudi Arabia merupakan negara terbesar di Asia Timur Tengah yang mana
negara ini menggunakan bentuk pemerintahan monarki absolut dengan alQuran
dijadikan sebagai konstitusinya. Bentuk pemerintahan mempengaruhi sistem hukum
yang berlaku di suatu negara termasuk hukum keluarganya. Metode yang digunakan
dalam tulisan ini adalah deskriptif yang datanya diperoleh dari studi literatur dan data
analisanya menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuan dari tulisan ini adalah untuk
mendeskripsikan secara sederhana kepada pembaca tentang hukum keluarga yang
diterapkan di Saudi Arabia dengan secara khusus mengangkat materi-materi hukum
keluarga dianut di sana. Dalam pelaksanaan hukum keluarga di Saudi Arabia tidak ada
aturan atau undang-undang khusus yang mengatur secara rinci tentang muatan materi
hukum keluarga melainkan hanya tidak boleh melanggar al-Quran sebagai konstitusi
Negaranya.
Di Asia Timur Tengah Saudi Arabia merupakan negara terbesar dengan luas
kawasan sebesar 2.240.000 km², selain itu Saudi Arabia merangkum empat dari lima
kawasan di Semenanjung Arab. Juga terkenal sebagai negara yang datar dan terdapat
banyak kawasan gurun pasir, salah satu yang paling terkenal ialah “Daerah Kosong”
atau dalam Bahasa Arab Rub al-langsung al-Khali yang terletak di sebelah selatan Saudi
Arabia. Saudi Arabia merupakan negara yang bersejarah bagi umat Islam karena di sana
terdapat dua kota yang diyakini adalah tempat di mana Nabi Muhammad SAW
menerima Wahyu dari Allah.
Saudi Arabia sebagaimana yang diketahui bentuk negaranya adalah monarki
absolut, sistem kenegaraan ini tidak pernah berubah dari zaman dahulu hingga saat ini,
meskipun perkembangan mengenai bentuk kenegaraan dan sistem hukum telah
berkembang. Prinsip umum yang menjadi landasan dalam undang-undang dasar
pemerintahan Saudi Arabia terdapat pada Bab 1 Pasal 1 yang menyatakan bahwa “kitab
Allah dan Sunnah Nabi-Nya” adalah konstitusi negara dan Bahasa arab adalah Bahasa
resmi dengan ibu kota Riyadh. Selanjutnya dipertegas dalam Bab 6 tentang otoritas
negara yaitu islam sebagai landasan tata kelola yang tertuang di dalam pasal 55 bahwa
Raja harus memerintah sesuai dengan hukum islam dan akan mengawasi penerapan
syari’ah.
Negara ini belum mau menerima sistem hukum lain dan sangat sedikit
menggunakan sistem hukum yang berasal dari barat. Memang setiap aturan hukum yang
bertentangan dengan konsep dasar Islam berarti secara teoritik juga bertentangan
dengan hukum asasi Hijaz yang dinyatakan berlaku oleh Raja Abd al-Aziz Ibn Sa’ud
karena hukum tersebut menyatakan bahwa aturan hukum di kerajaan Hijaz harus
senantiasa disesuaikan dengan kitab Allah Al-Qur’an dan Sunnah Nabi serta perbuatan
para sahabat serta pengikut setianya. Akan tetapi meskipun kerajaan Arab Saudi secara
resmi terikat dengan aliran Wahabi yang mengikuti ajaran-ajaran Hanbali, ia tidak
keberatan terhadap ajaran-ajaran mazhab Sunni lainnya sepanjang sesuai dengan
keadaan atau perintah Raja.
Perkawinan
Ketiga Perwalian
Perkawinan dan Perceraian Secara resmi, kontrak perkawinan dibuat antara
pengantin pria dan "mahram" dari pengantin yang dimaksudkan. Namun status seorang
wanita yang akan melaksanakan pernikahan adalah berbeda-beda. Oleh karena itu
perempuan harus menentukan dalam kontrak perkawinan apakah mereka perawan,
bercerai, atau janda. Pria memiliki hak unlilateral untuk menceraikan istri mereka
(talak) tanpa perlu dasar hukum, seorang wanita hanya dapat memperoleh perceraian
dengan persetujuan dari suaminya atau secara hukum jika suaminya telah merugikan
dirinya.
Hak Asuh Anak dan Perwalian
Pihak ayah adalah pihak yang memegang hak utama dalam kasus perceraian.
Meskipun begitu, hakim dapat mempertimbangkan kebugaran orang tua dalam
pemberian perwalian, apabila seorang ayah yang ditunjuk untuk menjadi orangtua yang
mendapatkan perwalian anak sedang dalam kondisi yang tidak sehat, maka kakek dan
nenek dari pihak ayah adalah yangdiserahi tanggung jawab atas anak tersebut.
Waris
Hukum kewarisan Islam pada dasarnya tetap berlaku hampir atau bahkan di
seluruh dunia Islam. Baik dunia islam yang mengatur hukum kewarisannya dalam
bentuk undang-undang maupun yang tidak atau belum mengatur hukum kewarisannya
dalam bentuk undang-undang. Arab Saudi termasuk ke dalam Negara yang tidak
menjadikan hukum kewarisannya ke dalam undang-undang akan tetapi mereka
mengatasi masalah waris mengacu kepada Al-Quran dan As- Sunnah.
Perceraian
Sementara seorang suami dapat secara sepihak menceraikan istrinya , seorang
wanita hanya dapat mengajukan petisi kepada pengadilan untuk membatalkan kontrak
pernikahan mereka dengan alasan yang terbatas, dan harus “menetapkan (kerugian)”
yang membuat kelanjutan pernikahan “tidak mungkin” dalam alasan tersebut.
Poligami
UU Turki melarang adanya perkawinan diatas perkawinan yang masih berlaku.
Jadi sebelum adanya pernyataan tentang bubarnya perkawinan yang pertama, baik
karena kematian, perceraian atau pembatalan perkawinan (UU Sipil Turki, 1926: pasal
93), perkawinan yang kedua dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan atas dasar orang
tersebut telah mempunyai kehidupan pernikahan yang masih berlaku (UU Sipil
Turki,1926: pasal 112). Turki merupakan negara Muslim pertama yang secara resmi
melarang poligami. Adapun yang termaktub pada UU sebelumnya yaitu The Ottoman
Law of Family Rights tahun 1917, pasal 74 menjelaskan bahwa suami boleh poligami
dengan syarat harus berlaku adil kepada para isterinya. Tetapi isteri berhak membuat
taklik talak pada waktu akad nikah bahwa suaminya tidak akan menikah lagi. Kalau
suami melanggar, maka isteri berhak minta cerai (The Ottoman Family Right, pasal 38).
Sebenarnya poligami telah dikenal bangsa-bangsa dunia jauh sebelum Islam lahir. Islam
datang untuk mengatur poligami.
Hukum Keluarga Islam di Indonesia
PENGERTIAN PERKAWINAN
Kata nikah berasal dari bahasa Arab nikaahun yang merupakan masdar atau kata
asal dari kata nakaha. Sinonimnya tazawwaja kemudian diterjemahkan dalam bahasa
Indonesia sebagaimana yang disebut perkawinan. Sedangkan secara bahasa kata nikah
berarti adhdhammu wattadkhul. Perkawinan menurut istilah sama dengan kata “nikah”
dan kata “zawaj”. Ulama golongan syafi’iyah memberikan definisi nikah melihat
kepada hakikat dari akad itu bila dihubungkan dengan kehidupan suami istri yang
berlaku sesudahnya, yaitu boleh bergaul sedang sebelum akad berlangsung diantara
keduanya tidak boleh bergaul.
Sebagaimana dikalangan u lama syafi’i merumuskan pengertian nikah adalah
akad/perjanjian yang mengandung maksud membolehkan hubungan kelamin dengan
menggunakan lafadz naka-ha atau za-wa-ja atau yang semakna dengan keduanya.
Sejalan dengan pendapat di atas, ulama Hanafiyah juga memberikan definisi sebagai
berikut akad yang ditentukan untuk memberi hak kepada seoarang laki- laki menikmati
kesenangan dengan seorang perempuan dengan sengaja.Definisi- definisi yang
diberikan beberapa pendapat imam mazhab, para mujtahid sepakat bahwa nikah adalah
suatu ikatan yang dianjurkan syariat. Orang yang sudah berkeinginan untuk menikah
dan khawatir terjerumus ke dalam perbuatan zina, sangat dianjurkan untuk
melaksanakan nikah. Selain itu nikah dalam arti hukum ialah akad (perjanjian) yang
menjadikan halal hubungan seksual sebagai suami istri antara seorang pria dan seorang
wanita.
Pengertian perkawinan menurut Undang-undang Perkawinan adalah ikatan lahir
batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan
membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha
Esa. Dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) di Indonesia disebutkan bahwa perkawinan
menurut hukum Islam adalah akad yang sangat kuat atau miitsaqon gholiidhon untuk
mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Adapun maksud dari
perjanjian yang kuat adalah sebuah perjanjian yang memiliki unsur ibadah sehingga
tidak dapat diakhiri dengan mudah tanpa adanya suatu dasar/alasan yang kuat sesuai
dengan ketentuan yang berlaku menurut syariat Islam.
Dalam banyak kajian, perkembangan hukum Islam pada masa penjajahan sangat
dipengaruhi oleh politik pemerintahan Belanda. Pada awal kedatangannya, Belanda
telah melihat hukum Islam dipraktekkan masyarakat nusantara, baik dalam peradilan,
praktek harian maupun keyakinan hukum.Sikap politik VOC terhadap Islam
dipengaruhi oleh kepentingan perdagangan rempah-rempah dan perluasan pasar. Oleh
sebab itu, eksistensi hukum Islam pada awal kedatangan VOC nyaris tidak berubah
seperti masa kerajaan Islam, rakyat berhak mempraktekkan hukum Islam dan
pemerintahan kerajaan Islam masih mempunyai wewenang legislatif. Selain faktor di
atas, penyebab utama kebijakan toleransi praktek hukum Islam di Indonesia adalah,
perhatian utama kompeni terhadap Islam hanya bersifat temporal dan kasuistik, yaitu
pada saat muncul alasan untuk mencemaskan pengacau ketertiban melalui peristiwa
keagamaan yang menyolok Ketika Belanda masuk ke Indonesia pada tahun 1596
melalui Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC), kebijakan yang telah dilaksanakan
oleh para sultan tetap dipertahankan pada daerah-daerah kekuasaanya sehingga
kedudukan hukum (keluarga) Islam telah ada di masyarakat sehingga pada saat itu
diakui sepenuhnya oleh penguasa VOC.
Bahkan dalam banyak hal VOC memberikan kemudahan dan fasilitas agar
hukum Islam dapat terus berkembang sebagaimana mestinya. Bentuk-bentuk
kemudahan yang diberikan oleh VOC adalah menerbitkan buku-buku hukum Islam
untuk menjadi pegangan para Hakim Peradilan Agama dalam memutus perkara.
Adapun kitab-kitab yang diterbitkan adalah “alMuharrar” di Semarang, “Shirathal
Mustaqim” yang ditulis oleh Nuruddin ar- Raniry di kerajaan Aceh dan kitab ini diberi
syarah oleh Syekh Arsyad al-Banjary dengan judul “Sabilul al-Muhtadin” yang
diperuntukkan untuk para Hakim di Kerapatan qadhi di Banjar Masin, kemudian kitab
“Sajirat al- Hukmu” yang digunakan oleh Mahkamah Syar’iyah di Kesultanan Demak,
Jepara, Gresik dan Mataram. Terakhir VOC menghimpun hukum Islam yang disebut
dengan Compendium Freijer, mengikuti nama penghimpunnya. Kemudian membuat
kumpulan hukum perkawinan dan kewarisan Islam untuk daerah Cirebon, Semarang,
dan Makasar (Bone dan Gowa).
Pada awalnya Belanda melalui VOC masuk ke Indonesia dengan membawa
serta hukum negaranya utuk menyelesaikan masalah diantara mereka sendiri. Untuk
lebih memantapkan posisinya, mereka berupaya pula untuk menundukkan masyarakat
jajahannya pada hukum dan badan peradilan yang mereka bentuk. Namun pada
kenyataannya badan peradilan bentukan Belanda ini tidak dapat berjalan, maka akhirnya
Belanda membiarkan lembaga-lembaga asli yang ada dalam masyarakat terus berjalan,
sehingga selama hampir 2 abad masa VOC hukum perkawinan dan hukum kewarisan
Islam dalam masyarakat muslim berjalan sebagaimana mestinya.
Masa VOC berakhir dengan masuknya Inggris pada tahun1800- 1811. Setelah
Inggris menyerahkan kembali kekuasaannya kepada pemerintahan Belanda, pemerintah
kolonial Belanda kembali berupaya mengubah dan mengganti hukum di Indonesia
dengan hokum Belanda.
Namun melihat kenyataan yang berkembang pada masyarakat Indonesia,
muncul pendapat dikalangan orang Belanda yang dipelopori oleh L.W.C. Van Den Berg
bahwa hukum yang berlaku bagi orang Indonesia asli adalah undang-undang agama
mereka, yaitu Islam. Teori ini kemudian terkenal dengan nama teori “Recepcio in
Complex” yang sejak tahun 1855 didukung oleh peraturan perundang-undangan Hindia
Belanda melalui pasal 75, 78 dan 109 RR 1854 (Stbl. 1855 No.2).
Dalam perjalanannya ternyata Cristian Snouck Hurgronje tidak sependapat
dengan teori ini, menurutnya hukum yang berkembang di tengah-tengah masyarakat
Indonesia bukan hukum Islam, melainkan hukum adat. Teori Hurgronje ini terkenal
dengan nama teori “Receptie”.
Dampak dari teori ini, Pemerintah Kolonial Belanda tidak lagi mengakui hukum
Islam yang berlaku untuk masyarakat Indonesia, melainkan hukum adatlah yang diakui.
Dalam Indesche Staatsregeling pasal 131 ayat 6 ditulis sebelum hukum untuk bangsa
Indonesia ditulis di dalam undang-undang, bagi mereka itu akan tetap berlaku bagi
mereka, yaitu hukum adat.
Pada saat itu walaupun wewenang Penghoeluegerecht (Pengadilan Agama)
dalam bidang munakahat (perkawinan) tidak turut dihapus, namun dengan lahirnya
peraturan ini jelas sangat merugikan umat Islam Indonesia. Seandainya ajaran Islam
telah menjadi adat kebiasaan di suatu daerah, maka tentu tidak terlalu banyak menjadi
persoalan. Seorang Muslim juga masih bisa melangsungkan pernikahan melalui
Penghoeluegerecht. Namun bagimana dengan seorang muslim atau muslimah yang
tinggal di lingkungan yang tidak agamis atau tinggal di daerah yang mayoritas
penduduknya non muslim, maka apakah juga harus melangsungkan pernikahan menurut
adat daerah tersebut yang mungkin bertentangan dengan hukum Islam?.
Pada saat itu walaupun wewenang Penghoeluegerecht (Pengadilan Agama)
dalam bidang munakahat (perkawinan) tidak turut dihapus, namun dengan lahirnya
peraturan ini jelas sangat merugikan umat Islam Indonesia. Seandainya ajaran Islam
telah menjadi adat kebiasaan di suatu daerah, maka tentu tidak terlalu banyak menjadi
persoalan. Seorang Muslim juga masih bisa melangsungkan pernikahan melalui
Penghoeluegerecht.
kodifikasi hukum perkawinan. Hukum perkawinan yang dipedomani oleh umat Islam masih
tersebar dalam beberapa kitab fikih munakahat karya mujtahid dari Timur Tengah seperti imam
Syafi’I
Pada periode orde baru, dalam masa sidang 1967-1971 Parlemen (DPR-GR) membahas
kembali RUU perkawinan, yaitu : RUU Perkawinan Umat Islam berasal dari Departemen
Agama, yang diajukan kepada DPR-GR bulan Mei 1967. RUU ketentuan-ketentuan Pokok
Perkawinan dari Departemen Kehakiman, yang diajukan kepada DPR-GR bulan September
1968. Pembahasan kedua RUU inipun pada akhirnya mengalami kemacetan, karena Fraksi
Katolik menolak membicarakan suatu RUU yang menyangkut hukum agama.
Menurut fraksi Katolik dalam “pokok-pokok pikirannya mengenai RUU Perkawinan”
Pada bulan Juli 1973, pemerintah melalui Departemen Kehakiman yang telah merumuskan
RUU Perkawinan, mengajukan kembali RUU tersebut kepada DPR hasil pemilu tahun 1971,
yang terdiri dari 15 bab dan 73 pasal. Kemudian Presiden Soeharto dengan Amanatnya menarik
kembali kedua RUU perkawinan yang disampaikan kepada DPR-GR dalam tahun 1967
tersebut di atas.
RUU perkawinan 1973 mendapat perlawanan dari kalangan Islam, berpendapat bahwa
RUU Perkawinan itu bertentangan dengan agama dan karenanya bertentangan pula dengan
Pancasila dan UUD 1945. Menurut Amak FZ, kalau dinilai dari segi komposisi kekuatan fraksi-
fraksi di DPR, dimana fraksi PPP yang merupakan satu-satunya fraksi yang menentang RUU
karena bertentangan dengan ajaran Islam.
Gelombang penolakan dan reaksi terhadap RUU Perkawinan berdatangan dari berbagai
komunitas, baik masyarakat, ulama dan pemerintah sendiri. Reaksi yang menjadi sorotan
datang dari ketua fraksi PPP KH. Yusuf Hasyim yang telah mencatat berbagai kekeliruan dalam
RUU Perkawinan dan bertentangan dengan Hukum Perkawinan, yaitu dalam negara yang
berdasarkan pancasila yang berketuhanan yang maha esa.