Oleh
Normawati
Nim:22021013
PASCASARJANA
JURUSAN HUKUM KELUARGA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) TERNATE
2023
BAB I
PENDAHULUAN
1
M. Riyani, Isu Sosial Yang Berserak Perspektif Filsafat Penidikan, Cet. Ke.1, (
Yogjakarta : CV Budi Utama, 2012), h. 7
2
Mahir Munajjad, Membongkar Idiologi Tafsir Kontemporer tranled By Burhanuddin,
(Yogjakarta: Kalimedia, 2018), h. vii
apapun bentuknya, marital maupun non-marital, halal hukumnya, mungkin
dipengaruhi oleh tradisi dan kultur masyarakat yang melegalkan tindakan
hubungan seks yang didasarkan pada suka sama suka (atau kontrak) sehingga
mengesampingkan obyektifitas makna teks ayat Al-Qur`an. Padahal martabat
kemanusiaan sangat dijunjung tinggi oleh Al-Qur`an. Oleh kerena itu pemikiran
dari Muhammad Syahrur ini menarik untuk di kaji dalam makalah ini apa saja
dalam konsep dari pemikiran. Selain itu pemikiran Muhammad Syahrur masalah
poligami juga menarik untuk di bahas dari makala ini
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka dirumuskan beberapa
rumusan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana Biografi Muhammad Syahrur ?
2. Bagaimana Pemikiran Muhammad Syahrur?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Biografi Muhammad Syahrur
2. Untuk menganalisis Pemikiran Muhammad Syahrur
BAB II
KAJIAN TEORETIS
َ ت َي ِم ْينُ َك ِم َّما ٰٓ اَفَ َا ْ ْت ا ُ ُج ْو َر ُه َّن َو َما َم َل َك َ ي اِنَّا ٰٓ ا َ ْحلَ ْلنَا لَ َك ا َ ْز َوا َج َك الّٰتِ ْٰٓي راتَي
ُّ ريٰٓاَيُّ َها النَّ ِب
ت رخ رلتِ َك الّٰتِ ْي هَا َج ْرنَ َمعَ ۗ َك ِ ت خَا ِل َك َو َب رن ِ ت َع ّٰمتِ َك َوبَ رن ِ ع ِم َك َوبَ رن َ ت ِ علَي َْك َو َب رن َ ُاللّٰه
صةً لَّ َك ِم ْن َ ي ا َ ْن يَّ ْست َ ْن ِك َح َها خَا ِل ُّ س َها ِللنَّ ِبي ِ ا ِْن ا َ َرادَ النَّ ِبَ ت نَ ْف ْ ََو ْام َراَة ً ُّمؤْ ِمنَةً ا ِْن َّو َهب
ت ا َ ْي َمانُ ُه ْم ِل َك ْي ََل ْ اج ِه ْم َو َما َم َل َكِ علَ ْي ِه ْم فِ ْٰٓي ا َ ْز َو
َ ضنَا ْ ع ِل ْمنَا َما فَ َر َ د ُْو ِن ْال ُمؤْ ِمنِي ْۗنَ قَ ْد
َّر ِح ْي ًما غفُ ْو ًراَ ُاللّٰه ََو َكان َح َر ۗ ٌج علَي َْك
َ ََي ُك ْون
Terjemahannya:
Wahai Nabi! Sesungguhnya Kami telah menghalalkan bagimu istri-istrimu
yang telah engkau berikan maskawinnya dan hamba sahaya yang engkau
ٰٓ ظونَ ا َِّْل
ِ ع رلى ا َ ْز َو
ْ اج ِه ْم ا َ ْو َما َم َل َك
ت ا َ ْي َمانُ ُه ْم فَ ِانَّ ُه ْم َغي ُْر َ ْ ُ َوالَّ ِذيْنَ ُه ْم ِلفُ ُر ْو ِج ِه ْم حر ِف
ََملُ ْو ِميْن
Terjemahannya:
Dan orang yang memelihara kemaluannyakecuali terhadap istri-istri mereka
atau hamba sahaya yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka tidak tercela
ظنَ فُ ُر ْو َج ُه َّن َو َْل يُ ْب ِديْنَ ِز ْي َنت َ ُه َّن ا َِّْل َما ْ ار ِه َّن َو َي ْح َف ِ ص َ ضضْنَ ِم ْن ا َ ْب ُ ت َي ْغ ِ َوقُ ْل ِل ْل ُمؤْ ِم رن
ع رلى ُجي ُْوبِ ِه ۖ َّن َو َْل يُ ْب ِديْنَ ِز ْي َنت َ ُه َّن ا َِّْل ِلبُعُ ْولَ ِت ِه َّن اَ ْو َ ظ َه َر ِم ْن َها َو ْليَض ِْربْنَ ِب ُخ ُم ِر ِه َّن َ
را َب َا ِٕى ِه َّن ا َ ْو را َب َا ِ بُعُ ْولَ ِت ِه َّن اَ ْو ا َ ْبن ََا ِٕى ِه َّن ا َ ْو ا َ ْبن ََا ِ بُعُ ْولَ ِت ِه َّن ا َ ْو ا ِْخ َوا ِن ِه َّن ا َ ْو َب ِن ْٰٓي ا ِْخ َوا ِن ِه َّن اَ ْو
َاْل ْربَ ِة ِمن ِ ْ غي ِْر اُو ِلى َ َت ا َ ْي َمانُ ُه َّن ا َ ِو التَّا ِب ِعيْن ْ س َا ِٕى ِه َّن ا َ ْو َما َملَ َك َ ِبَ ِن ْٰٓي اَخ رَو ِت ِه َّن ا َ ْو ن
س َا ِ َۖو َْل يَض ِْربْنَ بِا َ ْر ُج ِل ِه َّن ِليُ ْعلَ َم َ ِت الن ِ ع ْو رر َ ع رلى َ ظ َه ُر ْوا ْ الط ْف ِل الَّ ِذيْنَ َل ْم َي ِ الر َجا ِل ا َ ِو ِ
َّ ْ ّٰ ۗ
ََما ي ُْخ ِفيْنَ ِم ْن ِز ْينَ ِت ِه َّن َوت ُ ْوب ُْٰٓوا اِلَى الل ِه َج ِم ْيعًا اَيُّهَ ال ُمؤْ ِمنُ ْونَ لَ َعل ُك ْم ت ُ ْف ِل ُح ْون
Terjemahannya:
Dan katakanlah kepada para perempuan yang beriman, agar mereka menjaga
pandangannya, dan memelihara kemaluannya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya (auratnya), kecuali yang (biasa) terlihat. Dan hendaklah mereka
menutupkan kain kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan
perhiasannya (auratnya), kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau
ayah suami mereka, atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka,
atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara laki-laki
mereka, atau putra-putra saudara perempuan mereka, atau para perempuan
(sesama Islam) mereka, atau hamba sahaya yang mereka miliki, atau para
pelayan laki-laki (tua) yang tidak mempunyai keinginan (terhadap perempuan)
atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat perempuan. Dan janganlah
mereka menghentakkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka
sembunyikan. Dan bertobatlah kamu semua kepada Allah, wahai orang-orang
yang beriman, agar kamu beruntung
Muhammad Syahrur berasumsi bahwa relasi sesksual itulah yang menjadi
konsep milkul yamin kontemporer. Syahrur memandang bahwa ayat tentang
milkul yamin mengindikasikan adanya perbedaan status hubungan badan
antara suami dengan istri dan suami dengan milkul yamin. Namun, pada
intinya perbedaan status hubungan itu bertemu pada satu titik, yaitu
hubungan kelamin.Lebih dari itu, Syahrur memandang bahwa relasi seksual
tersebut tidak ada unsur atau tujuan untuk membangun rumah tangga
melainkan hanya sekedar melampiaskan nafsu seksual. Menurut Muhammad
Syahrur, kasus ini sama dengan konsep zawjul misyar yang menurutnya terjadi
karena ada keinginan atau hasrat seksualitas di antara laki-laki dan perempuan.
Oleh sebab itu, konsep milkul yamin kontemporer lebih tepat jika dimaknai
dengan aqdul ihshan (komitmen hubungan seksual).5
Secara subtansian penulis membaca paradigma teori limit oleh Muhammad
Syahrur perlu di analiasis maupun di kritisi karena terlihat pada teori mashlahat,
maka secara interpretasi Syahrur terhadap milkul yamin ber tolak belakang
dengan konsep teori limit halah al-had al-a’la al-muqarib duna al-mamas bi al-
had abadan (batas maksimal tanpa menyentuh garis batas minimal sama
sekali). Karena pada teori ini Muhammad Syahrur menguraikan bahwa se
seorang tidak boleh melakukan segala bentuk relasi sosial yang mendekati
hubungan seksual. Namun faktanya, Syahrur melegitimasi hubungan badan di
luar nikah dengan penafsiran milkul yaminnya. Oleh karena itu pemikiram
muslim kontemporer, seperti Muhammad Syahrur terkesan abai terhadap posisi
urf (tradisi) yang idelanya menjadi pertimbangan penting bagi setipa pemikir
Muslim dalam merekontkstualisasi hukum. Pada posisi ini, teori limit
Muhammad Syahrur terlihat tidak memiliki standar kemaslahatan yang ingin
dicapai. Lebih jauh lagi, teori limit Muhammad Syahrur juga tampak abaiakan
akomodasi nash terhadap urf yang membawa kemaslahatan. memiliki standar
5
Muhammad Syahrur, Nahwu Ushul Jadidah lil Fiqh al-Islamy: Fiqhu al-Mar’ah, Cet.
ke-1, (Damaskus: al-Ahali, 2000), h. 308
kemaslahatan, kerena terlihat pada interpretasi ayat-ayat di atas, maka cukup jelas
bahwa term milkul yamin menurut pakar tafsir yang otoritatif tidak
hanya melegitimasi kasus hubungan badan yang hanya terbangun berdasar
pada komitmen atau perjanjian. Akan tetapi, secara general, ayat-ayat yang
mengenai al-Qur’an mengeliminasi perbudakan yang terfasilitasi melalui
legitimasi persetubuhan terhadap budak. Lalu, apakah penafsiran tersebut
dapat dimaknai secara berbeda karena ketiadaan konteksnya atau, apakah
penafsiran tersebut belum bersifat syumuliy (menyeluruh)
2. Pemikiran Muhammad Syahrur tentang Fiqh (Mahar, Nafkah dan
Poligami)
a. Mahar
Muhammad Syahrur mengatakannya bahwasannya mahar hanyalah
perihal perkawinan yang sifatnya simbolik saja, tidak lain dan tidak
bukan karena syahrur memahami bahwasannya sunnah merupakan
panduan dan salah satu metode, didalam memahami syari’at yang
terkandung di dalam kitabullah.6 Karena menurut Muhammad Syahrur
menjelaskan perkawinan merupakan ikatan yang sangat kuat antara suami
istri, sedangkan rukun perkawinan menurut KHI ialah calon suami istri,
wali, saksi dan akad
b. Nafkah
Pemikiran Muhammad Syahrur membicarakan tentang nafkah, menurut
Syahrur bahwa Islam tidak melarang perempuan untuk berkerja di
seluruh bidang pekerjaan,yang membatasi ruang gerak perempuan
dalamdunia kerja,adalah kondisi objektif dalam sejarah dan inilah yang
sedang dihadapi oleh masyarakat Arab dalam sejarahnya selama ini.7
Muhammad Syahrur berpendapat bahwa hubungan laki-laki dan
perempuan dalam konteks keluarga memang memiliki dua aspek,
yaitu aspek emosional dan aspek ekonomi. Dalam hal aspek ekonomi,
bila seorang perempuan bisa menjadi qawwamun apabila memang
6
Azhari Andi, “Studi Pemikiran Muhammad Syahrur terhadap Sunnah” Vol 1 2016: 22
7
Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh Asy Syafi’i al Muyassar (Beirut: Darul Fikr, 2008), h. 29.
memiliki kapabalitas untuk itu. Maksudnya adalah, bila seorang
perempuan memiliki kemampuan yang lebih baik dari laki - laki
dalam hal mencari nafkah, maka tidak lah menjadi suatu masalah bila
kemudian perempuan mengambil posisi pemimpin dalam keluarga.8
c. Poligami
Pemikiran Muhammad Syahrur terkait poligami yang mana perkawinan
yang ideal dalam Islam adalah monogami, tetapi dalam situasi tertentu
memungkinkan poligami itu dilakukan, dan tentunya dengan batasan-batasan
tertentu. Namun, belum menyinggung secara spesifik teori limit (batas)
Muhammad Syahrur dalam melihat persoalan poligami serta juga belum
menyinggung cara merevitalisasi makna poligami dengan cara perluasan atau
penyempitan maknanya atau pesan turunnya ayat tentang poligami dalam (QS.
an-Nisa, 3), merupakan batasan dalam artian Allah SWT menurunkan ayat
tersebut merupakan proses tadarruj (angsuran) dalam pelarangan pernikahan
lebih dari satu kecuali dalam kondisi tertentu.9
Poligami adalah sebagaimana termaktub dalam al-Qur‟an (Surah al-Nisa‟
4: 3 sebagai ayat poligami dan (Surah al-Nisa, 4: 129) sebagai anti tesisnya
bagi sebagian orang yang menolak poligami. Sebenarnya hukum poligami itu
kondisional, dalam artian hukum poligami berubah sesuai dengan kondisi.
Terdapat empat kelompok yang memberikan tanggapan atas poligami yaitu:
a. Muhammad Syahrur dengan jargonnya nadhariyyah hududiyyah (limit
theory) atau lazim dikenal dengan sebutan teori batas. Ia mengatakan
bahwa dalam hal ta‟addudu al-zaujat (poligami) harus menggunakan
teori ini, yang kemudian lahir dua kemungkinan hukum dengan dua
metode; haddu al-a‟la dan haddu al-adna
b. Golongan yang mengharamkan poligami dengan landasan hukum/ dalil
/ dalil surah al-surah al-Nisa, 4: 3
َ س َا ِ َمثْ رنى َوُث ُ رل
َ َ ِاب لَ ُك ْم ِمنَ الن َ ط َ ط ْوا فِى ْاليَ رتمر ى فَا ْن ِك ُح ْوا َما ُ َوا ِْن ِخ ْفت ُ ْم ا َ َّْل ت ُ ْق ِس
ۗۗ ت ا َ ْي َمانُ ُك ْم ۗ رذلِكَ اَد رْنٰٓى ا َ َّْل تَعُ ْولُ ْوا ِ َو ُر رب َع فَا ِْن ِخ ْفت ُ ْم ا َ َّْل ت َ ْع ِدلُ ْوا فَ َو
ْ احدَة ً ا َ ْو َما َملَ َك
8
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al Munir(Jakarta: Gema Insani, 2013), h. 111
9
Nurlina Afni, Poligami dalam Perspektif Pemikiran Muhammad Syahrur, (Yogyakarta:
Universitas Islam Indonesia, 2008), h. 59
Terjemahannya:
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap anak-
anak yatim, maka kawinilah perempuan-perempuan yang kamu
senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak dapat
berlaku adil, maka kawinilah seorang saja, atau budak-budak yang
kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak
berbuat aniaya.
10
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia Pendekatan Semantik Terhadap al
Qur’an, Cet. II, (Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003), h. 3
Muhammad Syahrur juga melihat konsep keadilan dari kata-kata lain
yang terdapat pada sambungan ayat tersebut, serta hubungan ayat
tersebut dengan ayat yang lain. Kata poligami dalam Surat al Nisa’
menurut Muhammad Syahrur berarti anak-anak yatim dari janda yang
ditinggal mati.11 Keadilan yang ingin diwujudkan dalam ayat tersebut
adalah keadilan terhadap anak-anak yatim dari janda yang ditinggal mati.
Makna tersebut berbeda dengan makna yang dimaksud oleh jumhur
ulama, yaitu anak-anak yatim yang akan dinikahi
d. Golongan yang menjadikan poligami sebagai sunnah dengan alasan
Rasulullah SAW mempraktikkannya. Golongan orientalis yang
mengatakan bahwa perempuan-perempuan yang ada pada zaman ini
berbeda jauh dengan perempuan yang ada pada zaman Rasulullah SAW.
Suatu ketentuan hukum sangat ada kaitannya/ tendensi dengan situasi dan
kondisi saat itu pula. Sehingga, jelas praktik poligami saat ini tidak
relevan lagi. Jika memang poligami diperbolehkan, maka seorang
perempuan juga diperbolehkan menikah dengan empat laki-laki.
Pemikiran dari pemahaman (penafsiran) Muhammad Syahrur di atas
berbeda dengan penafsiran ulama lainnya, karena ia mengabaikan asbab
al nuzul. Hal ini menurut ulama lain tidak dibenarkan, karena asbab Al
nuzul merupakan hal yang penting dalam pemahaman Al Qur’an
Menurut penulis hubungan ayat surat al-Nisa’ ini lebih berkaitan dengan nasib
anak yatim yang bersentuhan dengan harta benda mereka, bukan hubungan antara
anak yatim kecil yang ibunya dinikahi dengan anak yatim yang diperhatikan hak
hartanya, bahwa hubungan antara ayat kedua dengan ayat ketiga dari surat al
Nisa’ adalah tentang penerapan keadilan bagi anak yatim yang akan dinikahi
dengan memberikan haknya, yaitu mahar nikah
11
Muhammad Syahrur, al Kitab wa al Qur’an Qil ra’ah Mu’ashirah, Cet. VI,,
(Damaskus:al-Mathbuat, 2000), h. 599-600.
Ada tiga aliran pemikir muslim yang berbicara tentang poligami, yakni;
aliran konservatif, aliran modernis, dan Muhammad Syahrur:12
a. Aliran Konservatif yaitu ulama yang membolehkan poligami secara
mutlak mengikuti nash dengan tafsiran makna katan (tekstual), di
antaranya ulama klasik, pertengahan, dan sebagian besar ulama di
berbagai negara, dengan syarat; mampu mencukupi nafkah lahir dan
batin, dan mampu berlaku adil terhadap isteri-isterinya.
b. Aliran Modernis yaitu ulama membolehkan praktik poligami dengan
syarat-syarat dan dalam kondisi-kondisi tertentu. Di antara tokoh yang
masuk kelompok ini adalah Quraisy Shihab, Asghar Ali Engineer, Amina
Wadud dan lain-lain.
c. Muhammad Syahrur yang memberikan cara memahami ayat poligami
dengan teori limit (batas). Sebenarnya ada satu aliran lagi yang melarang
poligami secara mutlak,. Hal ini sejalan dengan lahirnya Undang-undang
Turki dan masyarakat Druze di Lebanon, Tunisia dengan UU Keluarga,
mereka melarang poligami secara mutlak, dan menghukum orang yang
melanggar aturan berpoligam
Implikasi dari pemikiran Muhammad Syahrur tentang poligami yaitu
poligami hanya dibolehkan kepada para janda yang mempunyai anak yatim,
baik untuk istri kedua, ketiga atau keempat. Poligami yang dipahami
Muhammad Syahrur merujuk pada konsep keadilan bagi anak-anak yatim dan
anak-anaknya. Sehingga pemahaman Muhammad Syahrur dalam menelaah
persoalan keadilan dalam poligami berdasarkan pada pendekatan kebahasaan
dan munasabah ayat. Dengan ditinggalkannya faktor asbab al nuzul berupa
hadis-hadis Nabi Muhammad Saw. sebagai metode penafsiran, maka
pemahaman Muhammad Syahrur tentang keadilan dalam poligami banyak
kelemahan, termasuk ketika menghubungkan ayat satu dengan ayat lainnya
(munasabah). Karena keadilan dalam ayat poligami, menurut Muhammad
Syahrur tidak harus adil antara istri-istri yang dinikahinya, tetapi adil antara
12
Yassirly Amrona Rosyada “Poligami Dan Keadilan Dalam Pandangan Muhammad
Syahrur: Studi Rekonstruksi Pemikiran” Jurnal Studi Islam, Vol. 18, No. 2, Desember 2017: 164-
175, h. 107
anak-anak yatim dari janda yang dinikahi dengan anak-anaknya sendiri.
Pemikiran Muhammad Syahrur keadilan kepada anak anak yatim dari janda
yang dinikahi dengan anak-anaknya sendiri, bukan kepada istri istrinya ini
ditegaskan bahwa keadilan ditegakkan bukan kepada istri-istri yang dinikahi,
sebab manusia tidak akan dapat berbuat adil terhadap istri-istrinya, tetapi
kepada anak-anaknya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Dalam kesimpulan bahwa konsep Milk al-Yamin Muhammad Syahrur
merupakan teori baru yang dapat dijadikan justifikasi terhadap keabsahan
hubungan seksual nonmatrial, dalam artian menurut teori ini hubungan
seks nonmatrian adalah sah menurut syariat, sama hal dengan hubungan
seks matrial, karena ia menyebutkan bahwa akad meskipun dalam bentuk
paling sederhana tetap harus ada, namun ia juga tak menyangkal bahwa
dari pespektif emansipatoris eksistensi akses sosial sehingga konsep ini
menjadi timpang karena hanya dapat dinikmati oleh laki-laki sedangkan
perempuan cenderung stagnan. Sehingga menurut penulis jika dilihat pada
teori al-mashlahah tentang milkul yamin oleh Muhammad Syahrur hemat
penulis tidak memenuhi lima standar kemaslahatan dalam syari’ah.
Dengan gagasan milkul yamin nya, Muhammad Syahrur, kerena menurut
penulis terlihat menabrak batas norm syari’ah yang jelas mengandung
kemahslahatan lebih besar dalam hal batasan relasi sosial dan relasi
biologis yang ditetapkan oleh nash yang kemudian diperjelas dan
diperkuat dengan hadits Nabi, yaitu melalui perkawinan.
Instrumenini sebagai bukti bahwa al-Qur’an tidak menganggap kotor
sebuah hubungan seksual asalkan secara sah. Jika Muhammad Syahrur
mengklaim bernalar berdasar qiyas, nalar itu pun tidak sesuai dengan nalar
qiyas jumhur ulama. Karena para jumhur ulama dalam menggunakan
qiyas menentukan komponen penting; ushul, furu’, hukmu al-ashl, dan
‘illat, sedangkan Muhammad Syahrur justru sebaliknya. Ia secara tidak
jelas menggunakan metodologi nalar qiyas, meskipun ia telah
berusaha mencari padanan kasus untuk di pertemukan kesamaan
esensinya.
2. Muhammad Syahrur dalam pernikahan upayanya untuk dari masalah
mahar, nafkah hingga masalah poligami, merevitalisasi teori limitnya
tentang poligami adalah dengan cara memperkenalkan kepada dunia
khususnya ummat Islam cara membaca al-Qur‟an atau al-Kitab yang lebih
konprehensif. Dengan karyanya “al-Kitab wa al-Qur‟an; Qira‟ah
Mu‟ashirah” ia menggemparkan dan menyadarkan khazanah keilmuan
Islam
B. Saran
Perlu adanya kesadaran mengenai ragamnya pemikiran dan penafsiran
bagi para pemerhati tafsir Al-Qur‟an khususnya dan masyarakat pada
umumnya. Hal ini dianggap perlu karena produk penafsiran bukan sesuatu
yang final. Adanya kesadaran ini, pada akhirnya akan mengurangi dan bahkan
bisa menghilangkan pembenaran secara sepihak yang ujung ujungnya dapat
menimbulkan pentakfiran dan anarkism
DAFTAR PUSTAKA
M. Riyani, Isu Sosial Yang Berserak Perspektif Filsafat Penidikan, Cet. Ke.1,
Yogjakarta : CV Budi Utama, 2012
Mahir Munajjad, Membongkar Idiologi Tafsir Kontemporer tranled By Burhanuddin,
Yogjakarta: Kalimedia, 2018
Ahmad Zaki Mubaroq, Pendekatan Strukturalisme Lingustik dalam Tafsir Al-
Qur’an Kontemporer ala M. Syahrur, Yogja : Elsaq Press 2007
Muhammad Syahrur, Al-Kitab wal al-Qur’an Qira’ah al-Muashirah, Damaskus :
Al-Ahali, 2000
Yassirly Amrona Rosyada “Poligami Dan Keadilan Dalam Pandangan
Muhammad Syahrur: Studi Rekonstruksi Pemikiran” Jurnal Studi Islam,
Vol. 18, No. 2, Desember 2017: 164-175,
Toshihiko Izutsu, Relasi Tuhan dan Manusia Pendekatan Semantik Terhadap al
Qur’an, Cet. II, Yogyakarta: Tiara Wacana, 2003
Wahbah az-Zuhaili, Tafsir al Munir, Jakarta: Gema Insani, 2013
Nurlina Afni, Poligami dalam Perspektif Pemikiran Muhammad Syahrur,
Yogyakarta: Universitas Islam Indonesia, 2008
Azhari Andi, “Studi Pemikiran Muhammad Syahrur terhadap Sunnah” Vol 1
2016: 22
Wahbah az-Zuhaili, Al-Fiqh Asy Syafi’i al Muyassar Beirut: Darul Fikr, 2008