Anda di halaman 1dari 9

MAKALAH HUBUNGAN FISIOLOGI DAN TINGKAH LAKU HEWAN

“PENYAKIT MULU DAN KUKU (PMK)”

Disusun Oleh :
Dharru Indira T.A (D21010027)

PROGRAM STUDI PETERNAKAN


FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN
UNIVERSITAS BOYOLALAI
2023

i
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan dalam
menyelesaikan makalah tepat waktu. Tanpa rahmat dan pertolongan-Nya, saya tidak akan
mampu menyelesaikan makalah ini dengan baik. Tidak lupa shalawat serta salam
tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman gelap ke
zaman yang terang.

Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat sehat-Nya,
sehingga makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini disusun guna memenuhi tugas mata
kuliah Tingkah Laku Hewan.

Saya menyadari makalah ini masih perlu banyak penyempurnaan karena kesalahan
dan kekurangan. Saya terbuka terhadap kritik dan saran Ibu Dosen agar makalah ini dapat
lebih baik. Apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini, saya memohon maaf.
Demikian yang dapat saya sampaikan.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatu.

Penulis

Boyolali 16 juni 2023

i
DAFTAR ISI

Contents
BAB I......................................................................................................................................................1
PENDAHULUAN......................................................................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................................................1
BAB II.....................................................................................................................................................3
A. Fisiologi......................................................................................................................................3
B. Tingkah Laku Hewan..................................................................................................................3
BAB III....................................................................................................................................................5
PENUTUP...............................................................................................................................................5
A. Kesimpulan................................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................................................6

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) adalah salah satu penyakit penting yang menginfeksi
hewan sapi, kambing, domba dan babi serta beberapa jenis hewan liar. Penyakit ini penting
secara ekonomi karena selain mengakibatkan angka mortalitas yang tinggi pada hewan
muda, penurunan produksi susu maupun bahan asal hewan lainnya serta dapat
mengakibatkan pembatasan perdagangan internasional bagi negara yang terinfeksi PMK.
Selain dampak langsung dari penurunan produksi peternkan dan pembatasan perdagangan
internasional, wabah PMK juga memberikan dampak yang serius bagi aspek sosial ekonomi
dan industri pariwisata.

Indonesia dinyatakan bebas PMK pada tahun 1986 dan status kebebasan ini telah diakui
secara resmi oleh Organisasi Kesehatan Hewan Dunia (Office International des
Epizooties/OIE), Pemerintah Indonesia berupaya untuk melakukan tindakan-tindakan yang
diperlukan untuk mencegah masuknya kembali PMK ke Indonesia dan akan melakukan
upaya pemberantasan. Pemerintah Indonesia telah menetapkan pelarangan importasi yang
ketat terhadap hewan, bahan asal hewan dan hasil bahan asal hewan yang berasal dari
negara-negara dinyatakan tertular dalam upaya untuk mencegah masuknya kembali PMK
ke Indonesia. Namun demikian peningkatan arus lalu lintas manusia dan barang serta
perubahan pola perdagangan serta juga perubahan peraturan perdagangan dunia telah
menyebabkan meningkatnya kemungkinan timbulnya wabah PMK.

Menurut Harada et al. (2017), PMK sangat menular ke hewan berkuku belah. Transmisi
dilaporkan terjadi melalui kontak langsung dengan hewan terinfeksi, aerosol, semen, produk
makanan, dan fomites. Morbiditas penyakit ini sangat tinggi tetapi mortalitasnya rendah dan
sangat cepat menular (highly contagious) (Rushton dan Knight- Jones, 2013). Jalur masuk
yang memungkinkan virus PMK masuk ke suatu negara bebas adalah melalui
penyelundupan daging yang tidak diolah dan produk hewan lainnya, terorisme ekonomi dan
sampah yang ditransportasikan dengan pesawat terbang dan kapal laut (Donaldson dan
Doel, 2019). Daging yang mengandung virus PMK aktif dapat menjadi risiko munculnya
PMK, terutama jika daging terkontaminasi diberikan sebagai pakan babi.

Sebagaimana yang terjadi pada wabah PMK di Great Britain tahun 2013,
diperkirakan karena pemberian pakan babi dari sisa makanan yang mengandung daging.
Pemberian pakan jenis ini, diperkirakan sejak tahun 2013 terhadap 82.000 babi (1.4%
populasi babi) di Great Britain (Hartnett et al. 2017).
Mengingat adanya kemungkinan wabah PMK yang dapat disebabkan karena gagalnya
upaya pencegahan terhadap masuknya virus, maka sangat penting untuk mempelajari
karakteristik virus tersebut, gejala klinis yang timbul serta upaya pengobatan dan
pengendalian. Selain itu, alat diagnostik dengan sensitifitas dan spesifisitas serta metode
yang tepat perlu dipelajari untuk penegakan diagnosa, sehingga virus PMK yang muncul
tidak dapat dikelirukan dengan diferensial diagnosanya seprti Vesicular Stomatitis dan Swine
Vesicular disease. Melalui upaya tersebut diharapkan upaya pengobatan dan pengendalian
dapat dilakukan sedini mungkin.

B. Tujuan
 Untuk mengetahui fisiologi hewan yang terkena PMK
 Untuk mengetahui Tingkah Laku Hewan

2
BAB II

A. Fisiologi

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau Aphthae epizooticae, Foot and mouth disease
(FMD) adalah salah satu penyakit menular pada sapi, kerbau, babi, kambing, rusa ,domba
dan hewan berkuku genap lainnya seperti gajah, mencit, tikus, dan babi hutan. Penyakit
Mulut dan Kuku (PMK) merupakan salah satu penyakit eksotik di Indonesia (Kementerian
Pertanian 2013). Penyakit ini disebabkan oleh picorna virus dari genus Aphthovirus yang
merupakan virus yang tersebar di sebagian besar belahan dunia, seringkali menyebabkan
epidemi yang luas pada sapi dan babi piaraan (Grubman & Baxt 2014). Terdapat tujuh
serotype dari virus PMK yang telah diidentifikasi melalui uji serologi dan perlindungan
silang; virus itu dinyatakan dengan O (Oise) dan A (Allemagne); C; SAT1, SAT2,
SAT3(South African territories) dan Asia1.

Virus dapat diinaktifasi dengan peningkatan suhu, pH yang asam dan basa serta
pemberian desinfektan. Inaktifasi secara progresif dilakukan dengan pemanasan pada
suhu diatas 50°C. Pemanasan daging dapat dilakukan pada suhu minimum 70 °C selama
30 menit. Selain itu, pH lebih kecil dari 6 dan lebih besar dari 9 dapat menginkatifasi virus
secara cepat. Pemberian desinfektan untuk inaktifasi virus dapat menggunakan sodium
hydroxide (2%), sodium carbonate (4%), asam sitrat (0.2%), asam asetat (2%), sodium
hypochlorite (3%), potassium peroxymonosulfate /sodium chloride (1%), dan chlorine
dioxide. Sedangkan virus resisten terhadap idiofor, amonium kuartener dan fenol terutama
yang berasal dari material organik (OIE, 2013). Virus PMK dapat bertahan hidup pada
limfonodus dan sumsum tulang pada pH netral, namun dapat rusak pada pH < 6 misalnya
setelah rigor mortis. Virus dapat bertahan pada sumsum tulang dan limfonodus yang
dibekukan. Residu virus dapat ditemukan dalam susu dan produk susu pada pasteurisasi
reguler, tetapi dapat diinaktifasi pada pasteurisasi ultra-high temperature (OIE, 2013).

B. Tingkah Laku Hewan

Secara klinis, tanda-tanda hewan yang terserang PMK adalah lesu/ lemah, suhu tubuh
meningkat (dapat mencapai 41 C), hipersalivasi, nafsu makan berkurang, enggan berdiri,
pincang, bobot hidup berkurang, produksi susu menurun bagi ternak penghasil susu, dan
tingkat kesakitan sampai 100%. Tingkat kematian pada hewan dewasa umumnya rendah,

3
namun biasanya tinggi pada hewan muda akibat myocarditis. Tanda khas PMK adalah
lepuh-lepuh berupa tonjolan bulat yang berisi cairan limfe pada rongga mulut, lidah sebelah
atas, bibir sebelah dalam, gusi, langit-langit, lekukan antara kaki dan di ambing susu.

Gejala dapat berlangsung dari ringan sampai parah. Tingkat morbiditas dapat mencapai
100 %. Mortalitas pada umumnya rendah pada hewan tua (1-5 %) akan tetapi tinggi pada
hewan muda (20% keatas).

Gejala klinis pada sapi umumnya terjadi Pirexia, anoreksia, suhu tubuh meningkat,
yang kemudian dilanjtkan dengan sapi mulai menggertakan gigi dan bibir, mengeluarkan air
liur, berjalan pincang, menendang-nendang kakinya karena terdapat vesikel pada
membrane mukus buccal dan nasal atau antara digiti dan coronary band. Setelah 24 jam
vesikel akan ruptur dan menyebabkan terjadinya erosi. Pada domba, Kambing dan Babi
gejala klinis yang nampak adalah pireksia terdapat lesi pada mulut dan kaki, selain itu juga
kematian pada hewan muda sering terjadi tanpa ditandai dengan adanya gejala klinis.
Menurut OIE (2013) Lesi yang pada umunya ditemukan pada gejala klinis dari setiap
spesies berupa vesikula atau lepuhan pada lidah, gusi, pipi, palatum durum dan palate
mole, bibir, lubang hidung, moncong, coronary band, ambing, dewclaw, dan celah
interdigiti.

4
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau Aphthae epizooticae, Foot and mouth disease
(FMD) adalah salah satu penyakit menular pada sapi, kerbau, babi, kambing, rusa ,domba
dan hewan berkuku genap lainnya seperti gajah, mencit, tikus, dan babi hutan. Penyakit ini
disebabkan oleh picorna virus dari genus Aphthovirus yang merupakan virus yang tersebar
di sebagian besar belahan dunia, seringkali menyebabkan epidemi yang luas pada sapi
dan babi piaraan (Grubman & Baxt 2014). Transmisi virus terjadi melalui kontak langsung,
ingesti dan inhalasi. Sapi dapat bersifat sebagai carier bagi virus ini. Lesi berupa vesikula
terutama ditemukan pada daerah mulut, moncong/ hidung, gusi, lidah dan di celah teracak.
Uji diagnostik laboratorik yang dapat dilakukan berupa isolasi virus, enzyme linked
immunosorbent assay (ELISA), dan deteksi asam nukleat (PCR). Upaya pencegahan dan
pengendalian yang dilakukan berupa tindakan vaksinasi dan sanitasi. Untuk daerah bebas,
perlu dilakukan surveilans secara teratur dan tindakan karantina serta pembatasan
transportasi ternak yang ketat.

5
DAFTAR PUSTAKA

OIE] Office International Des Epizooties. 2013.Foot and Mouth Diseas, http://rr-
asia.oie.int/disease-info/foot-and-mouth-disease/ (diakses 21 November
2018)

Reid S. M., Grierson S.S., Ferris N.P., Hutchings G H. and Alexandersen S. 2013,
Evaluation of Automated RT-PCR to Accelerate the Laboratory Diagnosis of
Foot-and-Mouth Disease Virus. J. Virol, 107(2):129–139.

Arzt, J., Pacheco, J. M. and Rodriguez, L. L. 2013, The Early Pathogenesis of Foot-
and Mouth Disease in Cattle after Aerosol Inoculation: identification of the
Nasopharynx as the Primary Site of Infection, Vet Path, 47:1048–1063

Burrows, R., Mann, J.A., Garland, A.J., Greig, A., Goodridge, D. 2019, The
Pathogenesis of Natural and Simulated Natural Foot and Mouth Disease
Infection in Cattle. J Comp Pathol, 91:599–609

McVicar, J.W., Graves, J.H., Sutmoller, P. 2019, Growth of Foot and Mouth Disease
Virus in the Bovine Pharynx. In: Proceedings of the 74th Annual Meeting of
the United States Animal Health Association, pp. 230–234. United States
Animal Health Association, St. Joseph, MO

Brown, C.C., Piccone, M.E., Mason, P.W., McKenna, T.S., Grubman, M.J .2019
Pathogenesis of Wild Type and Leaderless Foot and Mouth Disease Virus in
Cattle. J Virol, 70:5638–5641.

Sutmoller, P. and McVicar, J.W. 2019, Pathogenesis of Foot and Mouth Disease: the
Lung as an Additional Portal of Entry of the Virus. J Hyg Lond, 77:235–243.

Stenfeld, C., Segundo, F.D., Santos, T., Rodrigues, L.L. and Artz, J. 2016, The
Pathogenesis of Foot and Mouth Disease in Pigs, Frontiers in Veterinary
Sciene, 3:1-12

Anda mungkin juga menyukai