Anda di halaman 1dari 3

ARTIKEL ISU HUKUM

ANALISIS HUKUM KEWAJIBAN KEBIJAKAN PENGELOLAAN UTANG NEGARA


STUDI KASUS GUGATAN PT CMNP TERHADAP PEMERINTAH

KELAS : B BT 2
NAMA : MOH. IKBAL
NIM : D 101 21 303

Mengapa Perlunya Berutang ?


Adanya kebutuhan belanja yang tidak bisa ditunda, misalnya penyediaan fasilitas
kesehatan dan ketahahan pangan. Penundaan pembiayaan justru akan mengakibatkan
biaya/kerugian yang lebih besar di masa mendatang.
Kesempatan pembiayaan pembangunan saat ini dioptimalkan untuk menutup gap
penyediaan infrastruktur dan meningkatkan Indeks Pembangunan Manusia (IPM)
Indonesia yang masih relative tertinggal dibanding negara lain.
Peningkatan IPM dapat dipenuhi antara lain melalui peningkatan sektor pendidikan,
kesehatan, dan perlindungan sosial.
Utang Pemerintah digunakan untuk pembiayaan secara umum (general financing) dan
untuk membiayai kegiatan/proyek tertentu.Untuk pembiayaan umum, utang
digunakan antara lain untuk membiayai Belanja produktif dan Penyertaan Modal
Negara (PMN). Pemberian PMN memberi ruang gerak yang lebih besar bagi BUMN
untuk melakukan leverage jika dibandingkan dengan belanja negara.
Pemanfaatan utang negara yang produktif serta sumber pembiayaan yang efisien dan
berisiko rendah akan meringankan beban generasi mendatang.
Pinjaman Dalam Negeri
Pinjaman Dalam Negeri (PDN) merupakan jenis pinjaman yang dilakukan oleh
Pemerintah yang diperoleh dari Lender Dalam Negeri, dalam hal ini yaitu BUMN atau
Pemerintah Daerah (Pemda), yang harus dibayar kembali dengan persyaratan tertentu,
sesuai dengan masa berlakunya.
Pemanfaatan Pinjaman Dalam Negeri:
• Sebagai alternatif sumber pembiayaan untuk menutup gap
• Pembiayaan jangka pendek dalam rangka pemenuhan defisit APBN
• Mendukung pemberdayaan produksi industri strategis dalam negeri
• Mendukung pembangunan infrastruktur
Pengelolaan
Prinsip Pengelolaan Utang Negara dan Pemanfaatannya

STUDI KASUS
Liputan6.com, Jakarta Pemerintah disebut memiliki tunggakan utang Rp 179,5 miliar
kepada PT Citra Marga Nusaphala Persada Tbk. (CMNP). Hal ini diungkapkan
langsung oleh pengusaha jalan tol Jusuf Hamka.
Jsuuf Hamka menjelaskan utang tersebut merupakan milik CMNP yang juga
perusahannya, dan ditempatkan di deposito Bank Yakin Makmur (YAMA).
Duduk perkara dari masalah ini sebenarnya berawal dari krisis 1998. Saat krisis itu
Bank YAMA bangkrut, sehingga pemerintah memberikan Bantuan Likuiditas Bank
Indonesia (BLBI). Adanya suntikan dana ini membuat deposito yang ada di Bank
YAMA seharusnya menjadi tanggungan pemerintah.
Berdasarkan naskah amandemen berita acara kesepakatan jumlah pembayaran tertulis
Mahkamah Agung telah memutuskan pada 15 Januari 2010 lalu. Dalam putusan itu pemerintah
dalam hal ini Kementerian Keuangan harus membayar deposito berjangka senilai Rp 78,84
miliar dan giro Rp 76,09 juta.
Selain itu, putusan hukum itu juga meminta pemerintah membayar denda 2 persen
setiap bulan dari seluruh dana yang diminta CMNP hingga pemerintah membayar
lunas tagihan tersebut.
Pemerintah Minta Keringanan
Saat itu, CMNP sempat mengajukan permohonan teguran ke Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan agar pemerintah melaksanakan putusan yang telah inkracht tersebut. Hanya
saja hal tersebut direspon pemerintah dengan meminta keringanan dengan membayar
utang pokoknya saja atau tanpa denda.
Atas permintaan tersebut perusahaan milik Jusuf Hamka ini merasa keberatan dan
meminta Kementerian Keuangan untuk membayar berikut dengan bunganya.
Alhasil kedua belah pihak bersepakat untuk membayar pokok dan denda dengan total nilai Rp
179,5 miliar.
Pembayaran utang dilakukan dua tahap, yakni pada semester pertama tahun anggaran
2016 dan semester pertama 2017, dengan masing-masing senilai Rp89,7 miliar. Hanya
saja, sampai saat ini, utang tersebut juga belum juga dibayarkan Pemerintah.
REFRENSI
DJPPR | Pahami Utang (kemenkeu.go.id)
Duduk Perkara Jusuf Hamka Tagih Utang Pemerintah Rp 179,5 Miliar - Bisnis
Liputan6.com
bing.com/ck/a?!&&p=75126163867435c5JmltdHM9MTY4NjQ0MTYwMCZpZ3VpZD0x
MGJlYzA2Mi1lMmVhLTY3MDMtMjcwMi1kMjgzZTNiYzY2NjcmaW5zaWQ9NTE3M

Anda mungkin juga menyukai