6 Manajemen Kualitas Jasa
6 Manajemen Kualitas Jasa
MAKALAH
Untuk memenuhi Tugas Matakuliah
Manajemen Bisnis Jasa
yang dibina oleh Bapak Jefry Aulia Martha
Oleh
Maria Isabela Agata G.S 150411606656
Miftachkur Rochmah 150411604244
Mohammad Fian Hidayat 150411601862
Wiji Indah Lestari 150411603565
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pentingnya Kualitas Jasa 3
2.2 Manajemen Kualitas Jasa dan ISO 9001 5
2.3 Definisi Pelanggan 9
2.3.1 Nilai yang Diterima Pelanggan 10
2.4 Definisi Kualitas 10
2.4.1 Konsep Kualitas 11
2.4.2 Dimensi Kualitas 13
2.5 Definisi Kualitas Jasa 15
2.5.1 Dimensi Kualitas Jasa (SERVQUAL) 16
2.5.2 Skala Pengukuran dan Dimensi SERVQUAL 17
2.5.3 Kepuasan 18
2.5.4 Analisis Kesenjangan Kualitas Jasa SERVQUAL 19
DAFTAR RUJUKAN 28
i
DAFTAR TABEL
Halaman
2.1 Manajemen Kualitas Jasa dalam Kesenjangan (1) 21
2.2 Manajemen Kualitas Jasa dalam Kesenjangan (2) 23
ii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
2.1 Lingkaran Kualitas 6
2.2 Model Proses Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001:2000 7
2.3 Siklus Kepuasan Pelanggan 11
2.4 Rantai Manfaat Kualitas 12
2.5 Analisis Lima Kesenjangan 19
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
1.3 Tujuan
Makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1) Untuk mendeskripsikan cara perusahaan membangun sistem manajemen
kualitas jasa.
2) Untuk mendeskripsikan cara perusahaan mengidentifikasi kesenjangan-
kesenjangan yang mungkin terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN
3
4
standar yang diterima dunia. Sebagai penentu arah konsumsi, tuntutan ini tak bisa
diabaikan oleh perusahaan dan pedagang.
Di Indonesia, tuntutan konsumen telah dipayungi dengan hadirnya
“Undang-Undang Konsumen” yang melindungi mereka dari rendahnya kualitas
jasa yang diberikan perusahaan. Artinya, para produsen jasa kini dapat dengan
mudah dimasukkan ke “hotel rodeo” alias penjara oleh konsumennya sendiri.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang efektif
sejak tanggal 20 April 2000 menjadi payung hukum bagi tuntutan konsumen.
Undang-Undang ini menampung segala sesuatu yang berhubungan dengan
keluhan pelanggan terhadap produsen. Ini memberi konsekuensi hukum dalam
perlindungan hak-hak konsumen. Berdasarkan UU tersebut, produsen
bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerugian konsumen akibat
mengonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan. Undang-Undang Konsumen juga
memuat ketentuan ligitasi yang memungkinkan terjadinya penyelesaian di luar
pengadilan. Dengan kata lain, semangat memudahkan konsumen untuk menuntut
pelaku usaha merupakan jiwa dari UU konsumen ini.
Salah satu contoh maraknya tuntutan kasus malpraktik yang dilakukan oleh
dokter dan rumah sakit sering menjadi topik utama pemberitaan. Dengan
berkembangnya komersialisasi dalam hubungan rumah sakit-pasien, mendorong
kuatnya dimensi bisnis dan ekonomi dalam jasa rumah sakit seperti layaknya
hubungan produsen dan konsumen. Konsekuensinya, UU No. 8 Tahun 1999
mencakup dalam lingkup pelayanan kesehatan oleh rumah sakit terhadap pasien.
Di samping itu, hadirnya UU No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan semakin
memberi kepastian mengenai hak-hak pasien yang dilindungi oleh UU. Kedua UU
ini membawa konsekuensi hukum tentang kewajiban dan tanggung jawab rumah
sakit atau dokter untuk memenuhi hak-hak konsumen. Akibatnya, pelaku usaha
atau penyedia jasa dapat diwajibkan untuk memberikan kompensasi, ganti rugi,
atau penggantian. Proses penyelesaiannya memang memerlukan waktu. Mulai
dari tuntutan ganti rugi yang diajukan secara langsung dan apabila tidak
mendapatkan tanggapan, tuntutan dilanjutkan melalui badan penyelesaian
sengketa konsumen. Undang-Undang Konsumen juga memberi alternatif bagi
pihak yang bersengketa untuk secara sukarela melakukan penyelesaian di luar
5
pengadilan. Jadi, persoalan kualitas jasa dan kepuasan pelanggan kini semakin
penting dan genting bagi perusahaan jasa.
2.2 Manajemen Kualitas Jasa dan ISO 9001
ISO 9001:2000 bukan merupakan standar produk. Tidak ada kriteria
penerimaan produk dalam ISO 9001:2000, sehingga kita tidak dapat menginspeksi
suatu produk terhadap standar-standar produk. Menurut Johnson (dalam
Lupiyoadi, 2016: 224) ISO 9001 bukanlah standar produk, tetapi standar sistem
mutu yang berlaku bukan untuk produk atau layanan, namun proses yang
menciptakannya. Itu dirancang dan dimaksudkan untuk diterapkan pada hampir
semua produk atau layanan yang dibuat oleh proses manapun di dunia.
Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001 merupakan standar internasional
yang dibuat dengan sangat hati-hati dan telah menjadi kerangka acuan yang
digunakan secara luas di seluruh dunia. Lebih dari 150 negara mengadopsi sistem
ini dan diterapkan dalam manajemen perusahaan. Sejak dicetuskan pertama kali
pada 1987, sistem ini kemudian diperbarui pada 1994 oleh ISO/TC-176 yang
berpusat di Jenewa, Swiss. Versi tahun 1994 lalu disempurnakan dengan versi
tahun 2000 dan terakhir dengan ISO 9001:2005, dimana menunjukkan standar ini
terus berkembang dari waktu ke waktu. Dari segi jumlah organisasi yang
menerapkan ISO 9001, angka pertumbuhan yang ditunjukkan tergolong fantastis.
Terdapat perubahan yang signifikan dari ISO 9000 versi tahun 1994 menuju ISO
9001:2000, yaitu dimasukkannya variabel pegukuran kepuasan pelanggan dalam
versi tahun 2000. Artinya, standar ini telah menentukan klausul bagi sistem
manjemen kualitas apabila sebuah perusahaan ingin mendemonstrasikan
kemampuannya menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan pelanggan.
Arah kepuasan pelanggan ini menunjukkan peran konsumen dalam sistem
kualitas perusahaan, bahkan ISO 9001 secara jelas menarik ruang lingkup
pemasaran dalam proses sistem manajemen kualitas perusahaan. Ruang lingkup
pemasaran yang menjadi persyaratan penting dalam lingkup sistem manajemen
kualitas adalah sebagai berikut.
1) Pemasaran menentukan persyaratan kualitas hasil keluaran (output).
2) Pemasaran menciptakan jasa sesuai dengan persyaratan konsumen.
6
Konsumen/
Pelanggan
Tanggung jawab
manajemen
Rencanakan
Bertindak
nn
Kepuasan
Manajemen Pengukuran, analisis, dan perbaikan
sumber daya
Pelanggan
Pelanggan
Kebutuhan
Lakukan Periksa
Realisasi
produk Produk
Input Output
dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses,
dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Jadi, berdasarkan pengertian di atas, kualitas adalah sifat dan karakteristik
yang merupakan hasil dari suatu proses evaluasi terhadap produk, jasa, sumber
daya manusia, proses, dan lingkungan dalam memenuhi atau melebihi
persyaratan.
Kepuasan Pelanggan
Perputaran Perputaran
Karyawan Pelanggan
Manfaat “Eksernal”
Kualitas Produk (Jasa)
Manfaat “Internal”
Efisiensi
Perbaikan
Berkelanjutan
Persepsi Kualitas
Menekan Biaya
Kepuasan
Konsumen
Profitabilitas Bertahannya
Meningkat (Retensi)
Konsumen
13
8) Persepsi kualitas (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta
tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya
pengetahuan pembeli akan atribut atau fitur produk yang akan dibeli, maka
pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama merek, iklan,
reputasi perusahaan, maupun negara pembuatnya. Karena sifatnya
perseptual,makanya setiap orang punya opini sendiri-sendiri. Umumnya
orang akan mempersepsikan merek Mercedes, Roll Royce, Porshe, dan
BMW sebagai jaminan mutu.
Menurut Lovelock (2007: 99) dari dimensi-dimensi tersebut, kehandalan
telah terbukti terus menerus menjadi faktor terpenting dalam penilaian kualitas
jasa oleh pelanggan. Kehandalan menjadi inti kualitas jasa karena jasa yang tidak
dapat diandalkan adalah jasa yang buruk walaupun ada atribut lainnya. Jika jasa
intinya tidak dikerjakan dengan handal, pelanggan akan menganggap perusahaan
tersebut tidak kompeten dan akan berpindah ke penyedia jasa lain. Kehandalan
adalah suatu ukuran hasil karena pelanggan menilainya setelah mengalami jasa
tersebut. Jasa tersebut dapat diserahkan sesuai dengan yang dijanjikan atau tidak.
pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan
layanan yang sesungguhnya diharapkan (expected service). Jika kenyataannya
sama atau lebih dari yang diharapkan maka layanan dapat dikatakan berkualitas
atau memuaskan. Sebaliknya, jika kenyatannya kurang dari yang diharapkan maka
layanan dapat dikatakan tidak berkualitas atau tidak memuaskan. Singkat kata,
kualitas jasa dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara
kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima (Parasuraman,
dkk dalam Lupiyoadi, 2016: 234).
Harapan para pelanggan pada dasarnya sama dengan layanan seperti
apakah yang seharusnya diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan. Harapan
para pelanggan ini didasarkan pada informasi dari mulut ke mulut (word of
mouth-WOM), kebutuhan pribadi, pengalaman di masa lampau, dan komunikasi
eksternal (iklan dan berbagai bentuk promosi perusahaan lainnya).
Sangat baik 4
Baik 3
Cukup 2
Buruk 1
Parasuraman dkk dalam hal ini menggunakan skala 1-7 untuk memberikan
respon terhadap suatu pernyataan atas satu aspek kualitas jasa, yaitu sangat tidak
satuju (1) sampai dengan sangat setuju (7). Penelitian yang mereka lakukan pada
1998 menyimpulkan bahwa dari kelima dimensi tersebut terdapat kepentingan
relatif yang berbeda-beda. Reliabilitas dalam hal ini secara konsisten merupakan
dimensi yang paling kritis, kemudian pada tingkat kedua diduduki oleh jaminan,
tingkat ketiga diduduki oleh keberwujudan (terutama oleh perusahaan perbankan),
keempat oleh ketanggapan, dan dimensi terakhir yang memiliki kadar kepentingan
paling rendah, yaitu empati.
2.5.3 Kepuasan
Kualitas jasa dan produk (barang) dapat dibuat indeks dengan kekuatan
jawaban menuju ke setiap butir kepuasan. Salah satu format pengukurannya
adalah dengan skala likert yang dirancang untuk memungkinkan pelanggan
menjawab dalam berbagai tindakan pada setiap butir yang menguraikan pelayanan
produk. Untuk memungkinkan para pelanggan menjawab dalam berbagai
tingkatan bagi setiap butir kepuasan, format jenis likert bisa digunakan. R.A
Likert mengembangkan prosedur penskalaan dimana skala mewakili suatu
kontinum bipolar. Ujung sebelah kiri (dengan angka rendah) menggambarkan
suatu jawaban yang negatif, sedangkan ujung kanan (dengan angka tinggi)
menggambarkan yang positif. Kategori yang digunakan oleh skala likert berupa
analisis tingkat kepentingan dan kinerja dengan lima kategori berikut (Supranto,
dalam Lupiyoadi, 2016: 236).
Kesenjangan 5
Pelanggan
Komunikasi
Pemasar eksternal dengan
Penyampaian jasa konsumen
Kesenjangan 4
Kesenjangan 1 Kesenjangan 3
digunakan oleh karyawan; (e) sistem pengendalian dari atasan, yaitu tidak
memadainya sistem penilaian dan sistem imbalan; (f) kendali yang diterima, yaitu
sejauh mana karyawan merasakan kebebasan atau fleksibilitas untuk menentukan
cara pelayanan; (g) kerja tim, yaitu sejauh mana karyawan dan manajemen
merumuskan tujuan bersama dalam memuaskan pelanggan secara bersama-sama
dan terpadu.
4) Kesenjangan komunikasi pemasaran
Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Harapan
pelanggan mengenai kualitas jasa dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh
perusahaan melalui komunikasi pemasaran. Kesenjangan ini terjadi karena (a)
tidak memadainya komunikasi horizontal dan (b) adanya kecenderungan
memberikan janji yang berlebihan. Dalam hal ini, komunikasi eksternal telah
mendistorsi harapan pelanggan.
5) Kesenjangan dalam pelayanan yang dirasakan
Perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan
oleh pelanggan. Jika keduanya terbukti sama, perusahaan akan memperoleh citra
dan dampak positif. Namun, apabila yang diterima lebih rendah dari yang
diharapkan, kesenjangan ini akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan.
percaya bahwa peningkatan kuaitas jasa akan dikenali dan dihargai dalam suatu
organisasi.
b. Penetapan Tujuan
Riset menunjukkan bahwa penetapan tujuan bukan hanya untuk
meningkatkan kinerja individu dan organisasi, tetapi juga meningkatkan kendali
organisasi secara keseluruhan. Jasa adalah kinerja. Dengan demikian, tujuan dari
penyampaian jasa bisanya diukur dalam kinerja manusia atau mesin.
Pengembangan dari tujuan jasa meliputi mendefinisikan kualitas jasa agar apa
yang ingin dicapai manajemen dapat dimengerti dan terlaksana. Adanya program
yang bersifat formal yang meliputi identifikasi dan pengukuran kualitas jasa
diharapkan dapat mengurangi kesenjangan (2).
c. Standardisasi Tugas
Efektifnya pendefinisian persepsi manajerial pada standar kualitas jasa
yang spesifik bergantung pada tingkatan sampai dimana tugas yang akan
dilakukan dapat distandardisasi atau dibuat rutin. Teknologi dari organisasi dapat
membantu proses ini. Standardisasi dapat dibagi menjadi tiga bentuk, sebagai
berikut.
(1) Subtitusi dari hard technology untuk kontak personel.
(2) Peningkatan dari metode kerja (soft technology).
(3) Kombinasi dari dua metode tersebut di atas.
Oleh karena itu, semakin manajer dapat menstandardisasi tugas untuk
penyampaian jasa maka semakin kecil kesenjangan (2).
d. Persepsi dari Fisibilitas
Kesenjangan (2) dipengaruhi oleh batas sampai dimana para manajer yakin
akan kemampuan organisasi untuk memenuhi harapan konsumen. Variabel yang
sesuai dengan persepsi ini adalah kemampuan organisasi dan sistem untuk
memenuhi spesifikasi dan tingkat dimana para manajer percaya bahwa harapan
konsumen dapat dicapai.
3.1 Kesimpulan
Makalah ini memiliki kesimpulan sebagai berikut.
1) Perusahaan dapat membangun sistem manajemen kualitas jasa dengan,
(1) menjadikan ISO 9001 sebagai kerangka acuan;
(2) fokus pada arah kepuasan pelanggan dengan cara melibatkan konsumen
mulai dari identifikasi kualitas hingga setelah pengiriman produk, dan
(3) persyaratan konsumen, suara konsumen, dan umpan balik konsumen
menjadi dasar dalam pengembangan sistem manajemen kualitas jasa.
2) Perusahaan dapat mengidentifikasi kesenjangan-kesenjangan yang
mungkin terjadi menggunakan skala pengukuran multiplescale dari Model
SERVQUAL.
3.2 Saran
Makalah ini memiliki saran sebagai berikut.
1) Perusahaan
(1) Perusahaan disarankan untuk tidak mengabaikan kualitas pelayanan yang
diberikan, karena ketika konsumen merasa tidak puas ia akan terpengaruh
oleh penyedia jasa lain.
(2) Perusahaan disarankan untuk memperhatikan setiap keluhan pelanggan,
karena hal tersebut merupakan input guna proses produksi berikutnya.
2) Konsumen
(1) Konsumen disarankan untuk mengetahui setiap hak-hak yang diterimanya,
termasuk kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan.
DAFTAR RUJUKAN