Anda di halaman 1dari 34

MANAJEMEN KUALITAS JASA

MAKALAH
Untuk memenuhi Tugas Matakuliah
Manajemen Bisnis Jasa
yang dibina oleh Bapak Jefry Aulia Martha

Oleh
Maria Isabela Agata G.S 150411606656
Miftachkur Rochmah 150411604244
Mohammad Fian Hidayat 150411601862
Wiji Indah Lestari 150411603565

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN MANAJEMEN
PROGRAM STUDI S1 PENDIDIKAN TATA NIAGA
SEPTEMBER 2017

i
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI i
DAFTAR TABEL ii
DAFTAR GAMBAR iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pentingnya Kualitas Jasa 3
2.2 Manajemen Kualitas Jasa dan ISO 9001 5
2.3 Definisi Pelanggan 9
2.3.1 Nilai yang Diterima Pelanggan 10
2.4 Definisi Kualitas 10
2.4.1 Konsep Kualitas 11
2.4.2 Dimensi Kualitas 13
2.5 Definisi Kualitas Jasa 15
2.5.1 Dimensi Kualitas Jasa (SERVQUAL) 16
2.5.2 Skala Pengukuran dan Dimensi SERVQUAL 17
2.5.3 Kepuasan 18
2.5.4 Analisis Kesenjangan Kualitas Jasa SERVQUAL 19

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan 27
3.2 Saran 27

DAFTAR RUJUKAN 28

i
DAFTAR TABEL

Halaman
2.1 Manajemen Kualitas Jasa dalam Kesenjangan (1) 21
2.2 Manajemen Kualitas Jasa dalam Kesenjangan (2) 23

ii
DAFTAR GAMBAR

Halaman
2.1 Lingkaran Kualitas 6
2.2 Model Proses Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001:2000 7
2.3 Siklus Kepuasan Pelanggan 11
2.4 Rantai Manfaat Kualitas 12
2.5 Analisis Lima Kesenjangan 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seringkali kita mendengar orang mendiskusikan kualitas. Entah itu
pembicaraan di warung kopi maupun di forum seminar ilmiah. Bentuknya dapat
berupa keluhan terhadap kualitas barang maupun jasa, dapat pula berupa kuliah
atau diskusi ilmiah mengenai upaya peningkatan daya saing melalui
penyempurnaan kualitas. Perspektif atau sudut pandang pengukuran kualitas
dikelompokkan menjadi dua, yaitu internal dan eksternal (Tjiptono, 2016: 113).
Kualitas berdasarkan perspektif internal diartikan sebagai kesesuaian dengan
persyaratan, sedangkan kualitas berdasarkan perspektif eksternal memahami
kualitas berdasarkan persepsi pelanggan, kepuasan pelanggan, sikap pelanggan,
dan customer delight.
Sejumlah riset empiris menyimpulkan bahwa persepsi terhadap kualitas
jasa atau layanan sebuah perusahaan berkaitan positif dengan profitabilitas,
pangsa pasar, ROI (Return on Investment), perputaran aset, efisiensi biaya,
kepuasan pelanggan, loyalitas pelanggan, minat pembelian ulang, dan komunikasi
getok tular (Tjiptono, 2016: 114).
Beberapa tahun terakhir ini kita telah menyaksikan sebuah ledakan
ketidakpuasan akan kualitas pelayanan, ketika kualitas barang-barang manufaktur
telah membaik. Tahun 2005 American Customer Satisfaction Index (ACSI) hasil
agregat untuk produk manufaktur, sektor jasa swasta dan pelayanan pemerintah di
Amerika Serikat, menunjukkan dengan jelas bahwa sektor jasa tertinggal secara
signifikan di belakang manufaktur dalam hal kualitas yang diberikan. Sementara
itu, rendahnya kualitas akan menempatkan perusahaan pada kerugian kompetitif,
berpotensi mengusir pelanggan yang tidak puas, sehingga eksistensi perusahaan
akan terancam.
Jadi, persoalan kualitas jasa dan kepuasan pelanggan kini semakin penting
dan genting bagi perusahaan khususnya perusahaan jasa. Berdasarkan latar
belakang di atas, maka makalah ini memilih judul “Manajemen Kualitas Jasa”.

1
2

1.2 Rumusan Masalah


Makalah ini memiliki rumusan masalah sebagai berikut.
1) Bagaimana perusahaan membangun sistem manajemen kualitas jasa?
2) Bagaimana perusahaan menganalisis kesenjangan-kesenjangan yang
mungkin terjadi?

1.3 Tujuan
Makalah ini memiliki tujuan sebagai berikut.
1) Untuk mendeskripsikan cara perusahaan membangun sistem manajemen
kualitas jasa.
2) Untuk mendeskripsikan cara perusahaan mengidentifikasi kesenjangan-
kesenjangan yang mungkin terjadi.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pentingnya Kualitas Jasa


Menjadi organisasi yang berfokus pada konsumen adalah pilihan strategis
bagi industri dan dunia usaha agar mampu bertahan di tengah situasi lingkungan
ekonomi yang memperlihatkan kecenderungan, seperti fluktuasi curam, perubahan
demi perubahan, persaingan tinggi, dan semakin canggihnya kualitas hidup. Salah
satu cara adalah dengan menciptakan kepuasan pelanggan (customer satisfaction)
melalui peningkatan kualitas, karena pelanggan adalah fokus utama ketika kita
mengungkap tentang kepuasan dan kualitas jasa. Persoalan kualitas sudah menjadi
“harga yang harus dibayar” oleh perusahaan agar dapat bertahan dalam bisnisnya.
Saat ini, hampir semua perusahaan-terlebih perusahaan jasa-dapat menghasilkan
kualitas jasa yang sama dengan diterapkannya ISO 9001. Tekanan dominan dalam
persaingan internsional adalah banyaknya perusahaan yang membutuhkan
pemasok bersertifikat ISO 9001. Simbol manajemen kualitas ini menjadi wajib
bagi banyak produsen, yang merupakan subkontraktor dari perusahaan terkemuka
di dunia. Jadi, kualitas kini ibarat “tiket” masuk ke dalam gelanggang
pertandingan global apabila ingin bertahan dalam ranah yang sudah kompetitif
(Lupiyoadi, 2016: 222).
Sistem manajemen kualitas ISO 9001 yang dikeluarkan oleh International
Organization for Standardization dirancang untuk mendapatkan pengakuan global
tentang pelaksanaan sistem manajemen perusahaan berbasis kualitas. ISO 9001
versi tahun 2000 memasukkan variabel pengukuran kepuasan pelanggan sebagai
salah satu prinsip dalam penerapannya. Perusahaan dituntut mampu memantau
persepsi konsumen, apakah persyaratan pelanggan telah dipenuhi. Pendekatan
manajemen kualitas berbasis ISO 9001 diterapkan perusahaan multinasional
(multinational company – MNC) untuk mengubah orientasi proses manajemennya
menjadi berfokus kepada/berbasis pelanggan. Seperti yang telah diutarakan
sebelumnya, hal ini sudah menjadi semacam “tiket” bagi perusahaan untuk dapat
bertahan di pasar internasional, karena merupakan tuntutan konsumen sesuai

3
4

standar yang diterima dunia. Sebagai penentu arah konsumsi, tuntutan ini tak bisa
diabaikan oleh perusahaan dan pedagang.
Di Indonesia, tuntutan konsumen telah dipayungi dengan hadirnya
“Undang-Undang Konsumen” yang melindungi mereka dari rendahnya kualitas
jasa yang diberikan perusahaan. Artinya, para produsen jasa kini dapat dengan
mudah dimasukkan ke “hotel rodeo” alias penjara oleh konsumennya sendiri.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen yang efektif
sejak tanggal 20 April 2000 menjadi payung hukum bagi tuntutan konsumen.
Undang-Undang ini menampung segala sesuatu yang berhubungan dengan
keluhan pelanggan terhadap produsen. Ini memberi konsekuensi hukum dalam
perlindungan hak-hak konsumen. Berdasarkan UU tersebut, produsen
bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerugian konsumen akibat
mengonsumsi barang atau jasa yang dihasilkan. Undang-Undang Konsumen juga
memuat ketentuan ligitasi yang memungkinkan terjadinya penyelesaian di luar
pengadilan. Dengan kata lain, semangat memudahkan konsumen untuk menuntut
pelaku usaha merupakan jiwa dari UU konsumen ini.
Salah satu contoh maraknya tuntutan kasus malpraktik yang dilakukan oleh
dokter dan rumah sakit sering menjadi topik utama pemberitaan. Dengan
berkembangnya komersialisasi dalam hubungan rumah sakit-pasien, mendorong
kuatnya dimensi bisnis dan ekonomi dalam jasa rumah sakit seperti layaknya
hubungan produsen dan konsumen. Konsekuensinya, UU No. 8 Tahun 1999
mencakup dalam lingkup pelayanan kesehatan oleh rumah sakit terhadap pasien.
Di samping itu, hadirnya UU No 23 Tahun 1992 Tentang Kesehatan semakin
memberi kepastian mengenai hak-hak pasien yang dilindungi oleh UU. Kedua UU
ini membawa konsekuensi hukum tentang kewajiban dan tanggung jawab rumah
sakit atau dokter untuk memenuhi hak-hak konsumen. Akibatnya, pelaku usaha
atau penyedia jasa dapat diwajibkan untuk memberikan kompensasi, ganti rugi,
atau penggantian. Proses penyelesaiannya memang memerlukan waktu. Mulai
dari tuntutan ganti rugi yang diajukan secara langsung dan apabila tidak
mendapatkan tanggapan, tuntutan dilanjutkan melalui badan penyelesaian
sengketa konsumen. Undang-Undang Konsumen juga memberi alternatif bagi
pihak yang bersengketa untuk secara sukarela melakukan penyelesaian di luar
5

pengadilan. Jadi, persoalan kualitas jasa dan kepuasan pelanggan kini semakin
penting dan genting bagi perusahaan jasa.
2.2 Manajemen Kualitas Jasa dan ISO 9001
ISO 9001:2000 bukan merupakan standar produk. Tidak ada kriteria
penerimaan produk dalam ISO 9001:2000, sehingga kita tidak dapat menginspeksi
suatu produk terhadap standar-standar produk. Menurut Johnson (dalam
Lupiyoadi, 2016: 224) ISO 9001 bukanlah standar produk, tetapi standar sistem
mutu yang berlaku bukan untuk produk atau layanan, namun proses yang
menciptakannya. Itu dirancang dan dimaksudkan untuk diterapkan pada hampir
semua produk atau layanan yang dibuat oleh proses manapun di dunia.
Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001 merupakan standar internasional
yang dibuat dengan sangat hati-hati dan telah menjadi kerangka acuan yang
digunakan secara luas di seluruh dunia. Lebih dari 150 negara mengadopsi sistem
ini dan diterapkan dalam manajemen perusahaan. Sejak dicetuskan pertama kali
pada 1987, sistem ini kemudian diperbarui pada 1994 oleh ISO/TC-176 yang
berpusat di Jenewa, Swiss. Versi tahun 1994 lalu disempurnakan dengan versi
tahun 2000 dan terakhir dengan ISO 9001:2005, dimana menunjukkan standar ini
terus berkembang dari waktu ke waktu. Dari segi jumlah organisasi yang
menerapkan ISO 9001, angka pertumbuhan yang ditunjukkan tergolong fantastis.
Terdapat perubahan yang signifikan dari ISO 9000 versi tahun 1994 menuju ISO
9001:2000, yaitu dimasukkannya variabel pegukuran kepuasan pelanggan dalam
versi tahun 2000. Artinya, standar ini telah menentukan klausul bagi sistem
manjemen kualitas apabila sebuah perusahaan ingin mendemonstrasikan
kemampuannya menghasilkan produk yang memenuhi persyaratan pelanggan.
Arah kepuasan pelanggan ini menunjukkan peran konsumen dalam sistem
kualitas perusahaan, bahkan ISO 9001 secara jelas menarik ruang lingkup
pemasaran dalam proses sistem manajemen kualitas perusahaan. Ruang lingkup
pemasaran yang menjadi persyaratan penting dalam lingkup sistem manajemen
kualitas adalah sebagai berikut.
1) Pemasaran menentukan persyaratan kualitas hasil keluaran (output).
2) Pemasaran menciptakan jasa sesuai dengan persyaratan konsumen.
6

3) Pemasaran menjalankan sistem umpan balik dan pemantauan informasi


dalam rangka mengevaluasi persyaratan konsumen.
Dengan demikian, konsepsi kualitas dalam pemasaran tidak lepas dari
penerapan sistem manajemen kualitas ISO 9001. Unsur konsumen tampak dengan
jelas dalam interaksi semua aktivitas kualitas jasa, mulai dari identifikasi
keinginan konsumen sampai pada pemenuhan persyaratan konsumen. Tujuan
akhirnya adalah memenuhi harapan pelanggan sebagai konsumen perusahaan jasa.
Gambar 2.1 merupakan ilustrasi yang tepat untuk menunjukkan bagaimana
peranan konsumen (ruang lingkup pemasaran) dalam sistem manajemen kualitas
perusahaan. Lingkaran kualitas tersebut menggambarkan bidang-bidang
fungsional dan aktivitas yang terlibat dalam pendekatan sistem kualitas secara
terpadu. Kesadaran akan kualitas dimulai dari diidentifikasikannya persyaratan-
persyaratan konsumen sampai dimulainya gagasan konsep produk (jasa),bahkan
setelah pengiriman produk kepada konsumen.

Konsumen/
Pelanggan

Gambar 2.1 Lingkaran Kualitas


(Sumber: Lupiyoadi, 2016: 226)
7
Perbaikan Berkelanjutan dari 7
Sistem Manajemen Kualitas

Tanggung jawab
manajemen

Rencanakan
Bertindak
nn

Kepuasan
Manajemen Pengukuran, analisis, dan perbaikan
sumber daya
Pelanggan

Pelanggan
Kebutuhan

Lakukan Periksa

Realisasi
produk Produk

Input Output

Sistem Manajemen Kualitas

Gambar 2.2 Model Proses Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001:2000


(Sumber: Lupiyoadi, 2016:226)
8

Gambar 2.2 lebih menguraikan bagaimana model proses pendekatan sistem


kualitas yang berorientasi pada kepuasan pelanggan sesuai dengan ISO
9001:2000.
Dengan demikian, kesadaran membangun kualitas tidak saja terkait melalui
tahap pengembangan dan proses produksi, melainkan termasuk mendengar suara
pelanggan dan harapan konsumen jasa. Ruang lingkup kegiatan ini secara jelas
memaparkan terciptanya interaksi konsumen dalam sistem manajemen kualitas.
Dipersyaratkan bahwa manajemen membuat metode interaksi antara perusahaan
dan konsumen, serta mangkajinya secara teratur. Interaksi ini akan mencerminkan
sistem kualitas perusahaan, sekaligus mencerminkan kualitas jasa yang diberikan.
Metode interaksi dikaji secara berkala dan dibuatkan prosedurnya sehingga terjadi
perbaikan secara terus-menerus dengan konsumen. Metode interaksi ini akan
mampu mengurangi hambatan yang timbul dengan konsumen, misalnya soal
tuntutan garansi atau tuntutan pelayanan.
Dalam hal ini, kualitas jasa akan sangat bergantung pada pendekatan
sistem manajemen kualitas yang mampu menjamin bahwa kebutuhan konsumen
jasa dapat dipenuhi oleh pemasok. Peryaratan konsumen, suara pelanggan, dan
umpan balik dari pelanggan akan menjadi dasar dalam pengembangan sistem
manajemen kualitas jasa sesuai ISO 9001. Perusahaan jasa harus mampu
mengembangkan sistem evaluasi dari pelanggan yang menggunakan jasanya, serta
pelaksanaan sistem manajemen didokumentasikan dalam panduan kualitas,
prosedur, instruksi kerja, dan formulir rekaman. Pelaksanaan dokumentasi ini
menunjukkan penerapan sistem kualitas perusahaan telah terstruktur secara
efektif.
Demikian pula dalam hal kontrak. Kontrak bertujuan untuk menjamin
terpenuhinya persyaratan yang diinginkan pelanggan. Pemasok harus menetapkan
dan memelihara prosedur terdokumentasi untuk meninjau/mengkaji kontrak serta
melakukan koordinasi untuk kegiatan ini. Kontrak penjualan maupun memasok
jasa dipersyaratkan untuk membuat, memelihara, dan mendokumentasikan
prosedur dalam pengkajian kontrak. Prosedur sistem kualitas harus menjamin
bahwa penganggung jawab pelaksana pengkajian kontrak ditunjuk oleh personel
yang ahli, baik dari sisi aspek legal maupun komersial kontrak. Sebagai bukti
9

adanya pengkajian kontrak, assesor yang mengaudit sistem kualitas akan


memeriksa rekaman pada dokumen kontrak.
Dalam kontrak persyaratan jasa, hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan.
1) Perencanaan kegiatan jasa, apakah dilaksanakan oleh pemasok atau pihak
ketiga.
2) Pengendalian terhadap peralatan pengukuran yang dipakai dalam jasa.
3) Kelengkapan personel yang terdidik atau berpengalaman serta kelengkapan
untuk jasa konsultasi teknis, konstruksi, dan sebagainya.
4) Tanggung jawab terhadap jasa antara pemasok, distributor, dam
penggunanya diklarifikasikan.
Apabila pemasok memberikan jasa, tidak berarti mereka harus terlibat
dalam pemberian jasa secara langsung. Jasa disini berarti memberikan jasa
pemeliharaan, umpan balik, dan /atau mendukung pembeli sesudah proses
penyampaian jasa.
Jadi, konteks kualitas dalam pemasaran jasa tidak lepas dari penerapan
Sistem Manajemen Kualitas ISO 9001. Kegiatan pemasaran adalah suatu unsur
yang tercakup dalam pengkajian manajemen, perencanaan kualitas, dan kebijakan
kualitas pemasok. Walaupun pemasaran tidak memiliki kaitan langsung dengan
kualitas produk, membuat dan memelihara dokumentasi pemasaran wajib
dilaksanakan. Keterkaitan antara sistem kualitas jasa dan pemasaran lebih kepada
konteks umpan balik dari konsumen, untuk mengetahui jasa seperti apa yang
dibutuhkan dan pasar mana yang membutuhkan. Hasil yang diharapkan dari
kegiatan ini adalah terlaksananya suatu sistem yang tepat, baik dari segi kualitas,
jumlah, maupun waktu.

2.3 Definisi Pelanggan


Pelanggan merupakan fokus utama dalam pembahasan mengenai kepuasan
dan kualitas jasa, karena dalam hal ini pelanggan memegang peranan cukup
penting dalam mengukur kepuasan terhadap produk dan pelayanan yang diberikan
perusahaan. Dalam daftar istilah ISO 9000:2000 disebutkan, organisasi
bergantung kepada pelanggannya dan hendaknya memahami kebutuhan saat ini
dan masa depan para pelanggannya. Selanjutnya ditetapkan persyaratan
10

pemenuhan kepuasan pelanggan, hendaknya memenuhi dan berusaha melampaui


harapan pelanggan.
Menurut Cambridge International Dictionaries (dalam Lupiyoadi, 2016:
229) pelanggan adalah seseorang yang membeli suatu barang atau jasa.
Sedangkan menurut Webster’s 1928 Dictionary (dalam Lupiyoadi, 2016: 229)
pelanggan adalah seseorang yang beberapa kali datang ke tempat yang sama untuk
membeli suatu barang atau peralatan atau seseorang yang beberapa kali datang ke
tempat yang sama untuk memenuhi apa yang diinginkan.
Jadi, berdasarkan pengertian di atas, pelanggan adalah seseorang yang
beberapa kali datang ke tempat yang sama untuk memenuhi kebutuhan dan
keinginan, berupa barang maupun jasa.

2.3.1 Nilai yang Diterima Pelanggan


Dalam menentukan tingkat kepuasan, seorang pelanggan sering kali
melihat dari nilai lebih suatu produk dan kinerja pelayanan yang diterima dari
suatu proses pembelian produk (jasa). Pada dasarnya, pelanggan mencari nilai
terbesar yang diberikan suatu produk (jasa). Hal tersebut menimbulkan teori yang
disebut dengan nilai yang diterima pelanggan (customer delivered value), yaitu
besarnya selisih nilai yang diberikan oleh pelanggan terhadap produk (jasa)
perusahaan yang ditawarkan kepadanya (customer value) dengan biaya yang harus
dikeluarkan oleh pelanggan untuk memperoleh produk (jasa) tersebut (customer
cost) (Lupiyoadi, 2016: 230). Hasil akhirnya adalah keuntungan yang diterima
oleh pelanggan.

2.4 Definisi Kualitas


Kualitas menurut ISO 9000 (dalam Lupiyoadi, 2016: 230) adalah derajat
yang dicapai oleh karakteristik yang inheren dalam memenuhi persyaratan.
Persyaratan dalam hal ini adalah kebutuhan atau harapan yang dinyatakan,
biasanya tersirat atau wajib. Jadi, kualitas sebagaimana yang diinterpretasikan ISO
9000 merupakan perpaduan antara sifat dan karakteristik yang menentukan sejauh
mana keluaran dapat memenuhi persyaratan kebutuhan pelanggan. Sedangkan
menurut Davis dan Goetsch (dalam Tjiptono, 2012: 152) kualitas adalah kondisi
11

dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, sumber daya manusia, proses,
dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan.
Jadi, berdasarkan pengertian di atas, kualitas adalah sifat dan karakteristik
yang merupakan hasil dari suatu proses evaluasi terhadap produk, jasa, sumber
daya manusia, proses, dan lingkungan dalam memenuhi atau melebihi
persyaratan.

2.4.1 Konsep Kualitas


Konsep kualitas bersifat relatif, yaitu bergantung pada perspektif yang
digunakan untuk menentukan ciri-ciri dan spesifikasi. Pada dasarnya, terdapat tiga
orientasi kualitas yang seharusnya konsisten satu sama lain, yaitu (1) persepsi
konsumen, (2) produk (jasa), dan (3) proses (Lupiyoadi, 2016: 230). Untuk
produk berwujud, yaitu barang, ketiga orientasi ini hampir selalu dapat dibedakan.
Untuk jasa, produk dan proses mungkin tidak dapat dibedakan dengan jelas,
bahkan produknya adalah proses itu sendiri.
Konsistensi kualitas jasa untuk ketiga orientasi tersebut dapat memberikan
konstribusi pada keberhasilan suatu perusahaan ditinjau dari kepuasan pelanggan,
kepuasan karyawan, dan profitabilitas organisasi. Sebagaimana diilustrasikan
dalam Gambar 2.3. Hal tersebut apabila dianalisis lebih jauh, hubungan antara
kualitas dan keuntungan jangka panjang terlihat dalam dua hal, yaitu faktor
keuntungan eksternal yang diperoleh dari kepuasan pelanggan dan keuntungan
internal yang diperoleh dari adanya perbaikan efisiensi produk.

Kepuasan Pelanggan

Perputaran Perputaran
Karyawan Pelanggan

Perputaran Margin Laba


Karyawan
12

Gambar 2.3 Siklus kepuasan pelanggan


(Sumber: Lupiyoadi, 2016: 231)

Menurut Sviokla (dalam Lupiyoadi, 2016: 231) keuntungan eksternal yang


dimaksud dapat diimplikasikan dalam proses produksi suatu barang (jasa), yaitu
dimana kualitas produk (jasa) yang diberikan oleh perusahaan dapat menciptakan
suatu persepsi positif dari pelanggan terhadap perusahaan serta menghasilkan
kepuasan dan loyalitas pelanggan. Sementara itu, yang dimaksud keuntungan
internal, tampak pada saat bersamaan dengan diperolehnya keuntungan eksternal,
dimana fokus perusahaan pada kualitas dapat membawa nilai positif internal
perusahaan dalam proses peningkatan (misalnya, peningkatan desain produk dan
kontrol material, penggunaan bahan baku yang efisien, pengurangan kegiatan
reproduksi, dan sebagainya). Adanya komitmen atas kedua kualitas tersebut dapat
membentuk suatu kontinuitas proses peningkatan dan pembelajaran secara
eksternal dan internal yang efisien, misalnya dengan menciptakan penurunan
biaya operasi.

Fokus pada Kualitas

Manfaat “Eksernal”
Kualitas Produk (Jasa)

Manfaat “Internal”
Efisiensi
Perbaikan
Berkelanjutan
Persepsi Kualitas

Menekan Biaya
Kepuasan
Konsumen

Profitabilitas Bertahannya
Meningkat (Retensi)
Konsumen
13

Gambar 2.4 Rantai Manfaat Kualitas


(Sumber: Lupiyoadi, 2016: 232)

Menurut Joseph Juran (dalam Lupiyoadi, 2016: 232) kualitas dapat


diartikan sebagai biaya yang dapat dihindari (aviodable) dan yang tidak dapat
dihindari (unavoidable). Yang termasuk dalam biaya yang dapat dihindari adalah
biaya akibat kegegalan produk, biaya yang dikeluarkan untuk jam kerja buruh
akibat adanya pekerjaan ulang yang harus dilaksanakan, biaya perbaikan produk,
biaya yang dikeluarkan untuk suatu proses karena adanya keluhan pelanggan.
Sementara itu, yang termasuk dalam biaya yang tidak dapat dihindari adalah biaya
inspeksi operasional produk, proses pengambilan contoh (sampling), proses
penyortiran, dan kegiatan pengawasan kualitas lainya (Sviokla, dalam Lupiyoadi,
2016: 232).

2.4.2 Dimensi Kualitas


Menurut Garvin (dalam Tjiptono, 2012: 171-172) kualitas memiliki
delapan dimensi pengukuran yang terdiri atas aspek-aspek berikut.
1) Kinerja (Performance), yakni efisiensi pencapaian tujuan utama sebuah
produk. Contohnya, tingkat laba (return) investasi saham, konsumsi bahan
bakar mobil, kecepatan prosesor sebuah komputer personal, dan
seterusnya. Umumnya kinerja yang lebih bagus identik dengan kualitas
yang lebih baik.
2) Fitur atau ciri-ciri tambahan (features), yaitu atribut produk yang
melengkapi kinerja dasar sebuah produk. Lihat saja produk komputer,
ponsel, kamera, TV, dan peralatan elektronik lainnya. Pemasar berusaha
merayu pelanggan dengan menawarkan beraneka fitur khusus, seperti
bluetooth, kamera, dan video digital, kapabilitas HDTV (high definition
television), plasma, dan seterusnya.
14

3) Reliabilitas/keterandalan (realibility), yaitu kemampuan sebuah produk


untuk tetap berfungsi secara konsisten selama usia desainnya. Sebuah
produk akan dikatakan reliabel (andal) apabila kemungkinan kerusakan
atau gagal dipakai selama usia desainnya sangat rendah. Kalau sebuah
mesin cuci memiliki peluang kerusakan 2% selama 10 tahun pemakaian
normal, bisa dikatakan mesin cuci tersebut 98% reliabel.
4) Kesesuaian dengan spesifikasi (conformance), yaitu sejauh mana
karakteristik desain dan operasi sebuah produk memenuhi standar-standar
yang telah ditetapkan sebelumnya, misalnya dalam hal ukuran, kecepatan,
kapasitas, daya tahan, dan seterusnya. Dalam dunia manufaktur, dimensi
ini sangat populer, terutama karena mudah dikuantifikasikan. Akan tetapi,
lain ceritanya dengan sektor jasa. Jasa konseling, misalnya bersifat
intangible, sehingga sulit diukur dengan spesifikasi numerik sebagaimana
halnya produksi sepeda motor.
5) Daya tahan (durability), berkaitan dengan kemampuan sebuah produk
mentolerir tekanan, stres atau trauma tanpa mengalami kerusakan berarti.
Bola lampu (light bulb) merupakan salah satu contoh produk yang daya
tahannya rendah. Bola lampu gampang putus dan rusak, serta tidak dapat
diperbaiki. Sebaliknya, tong sampah cenderung tahan banting dan bisa
dipakai dalam berbagai situasi.
6) Kemampuan pelayanan (serviceability), yakni kemudahan mereparasi
sebuah produk. Sebuah produk dikatakan sangat serviceable apabila bisa
direparasi secara mudah dan murah. Banyak produk yang membutuhkan
reparasi oleh teknisi, seperti halnya peralatan elektronik, komputer dan
otomotif. Bilamana reparasi tersebut cepat dan mudah diakses, produk
bersangkutan dikatakan memiliki serviceability tinggi.
7) Estetika (aesthetics), yaitu daya tarik produk terhadap panca indera,
misalnya bentuk fisik mobil yang menarik , model/desain yang artistik,
warna yang sesuai preferensi masing-masing pelanggan, aroma parfum
yang paling disukai, aroma roti yang mampu memancing selera makan,
dan sebagainya.
15

8) Persepsi kualitas (perceived quality), yaitu citra dan reputasi produk serta
tanggung jawab perusahaan terhadapnya. Biasanya karena kurangnya
pengetahuan pembeli akan atribut atau fitur produk yang akan dibeli, maka
pembeli mempersepsikan kualitasnya dari aspek harga, nama merek, iklan,
reputasi perusahaan, maupun negara pembuatnya. Karena sifatnya
perseptual,makanya setiap orang punya opini sendiri-sendiri. Umumnya
orang akan mempersepsikan merek Mercedes, Roll Royce, Porshe, dan
BMW sebagai jaminan mutu.
Menurut Lovelock (2007: 99) dari dimensi-dimensi tersebut, kehandalan
telah terbukti terus menerus menjadi faktor terpenting dalam penilaian kualitas
jasa oleh pelanggan. Kehandalan menjadi inti kualitas jasa karena jasa yang tidak
dapat diandalkan adalah jasa yang buruk walaupun ada atribut lainnya. Jika jasa
intinya tidak dikerjakan dengan handal, pelanggan akan menganggap perusahaan
tersebut tidak kompeten dan akan berpindah ke penyedia jasa lain. Kehandalan
adalah suatu ukuran hasil karena pelanggan menilainya setelah mengalami jasa
tersebut. Jasa tersebut dapat diserahkan sesuai dengan yang dijanjikan atau tidak.

2.5 Definisi Kualitas Jasa


Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, salah satu faktor yang menetukan
tingkat keberhasilan dan kualitas perusahaan, menurut John J. Sviokla (dalam
Lupiyoadi, 2016: 234) adalah kemampuan perusahaan dalam memberikan
pelayanan kepada pelanggan. Keberhasilan perusahaan dalam memberikan jasa
yang berkualitas kepada pelanggannya, pencapaian pangsa pasar yang tinggi, dan
peningkatan laba perusahaan tersebut sangat ditentukan oleh pendekatan yang
digunakan (Zeithaml, dalam Lupiyoadi, 2016: 234). Konsekuensi atas pendekatan
kualitas jasa suatu produk memiliki esensi penting bagi strategi perusahaan untuk
mempertahankan diri dan mencapai kesuksesan dalam menghadapi persaingan.
Salah satu pendekatan kualitas jasa yang banyak dijadikan acuan dalam
riset pemasaran adalah model SERVQUAL (service quality) yang dikembangkan
oleh Parasuraman dkk. Dalam serangkaian penelitian/riset mereka terhadap enam
sektor jasa, yaitu reparasi, peralatan rumah tangga, kartu kredit, asuransi,
sambungan telepon jarak jauh, serta perbaikan ritel dan broker sekuritas.
SERVQUAL dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama, yaitu persepsi
16

pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan
layanan yang sesungguhnya diharapkan (expected service). Jika kenyataannya
sama atau lebih dari yang diharapkan maka layanan dapat dikatakan berkualitas
atau memuaskan. Sebaliknya, jika kenyatannya kurang dari yang diharapkan maka
layanan dapat dikatakan tidak berkualitas atau tidak memuaskan. Singkat kata,
kualitas jasa dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara
kenyataan dan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima (Parasuraman,
dkk dalam Lupiyoadi, 2016: 234).
Harapan para pelanggan pada dasarnya sama dengan layanan seperti
apakah yang seharusnya diberikan oleh perusahaan kepada pelanggan. Harapan
para pelanggan ini didasarkan pada informasi dari mulut ke mulut (word of
mouth-WOM), kebutuhan pribadi, pengalaman di masa lampau, dan komunikasi
eksternal (iklan dan berbagai bentuk promosi perusahaan lainnya).

2.5.1 Dimensi kualitas jasa (SERVQUAL)


Dalam salah satu studi mengenai SERVQUAL oleh Parasuraman dkk yang
melibatkan 800 pelanggan (yang terbagi dalam empat perusahaan) berusia 25
tahun ke atas (dalam Lupiyoadi, 2016: 234-235), disimpulkan bahwa terdapat
lima dimensi SERVQUAL sebagai berikut.
1) Bukti fisik/berwujud (tangible), yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam
menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan
kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan yang dapat diandalkan
keadaan lingkungan sekitarnya merupakan bukti nyata dari pelayanan yang
diberikan oleh pemberi jasa. Hal ini meliputi fasilitas fisik (contoh:
gedung, gudang, dan lain-lain), perlengkapan dan peralatan yang
digunakan (teknologi), serta penampilan pegawainya.
2) Reliabilitas (reliability), yaitu kemampuan perusahaan untuk memberi
pelayanan sesuai dengan yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya.
Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan
waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan,
sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
3) Daya tanggap (Responsiveness), yaitu suatu kebijakan untuk membantu
dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada
17

pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan


pelanggan menunggu menciptakan persepsi yang negatif dalam kualitas
pelayanan.
4) Jaminan (assurance), yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan
kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya
para pelanggan kepada perusahaan. Hal ini meliputi beberapa komponen
antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility),
keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun
(courtesy).
5) Empati (empathy), yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat
individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan
berupaya memahami kinginan mereka. Hal ini mengharapkan bahwa suatu
perusahaan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan,
memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu
pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.

2.5.2 Skala Pengukuran dan Dimensi SERVQUAL


Model SERVQUAL memiliki aplikasi skala pengukuran yang disebut
dengan multiple scale yang merupakan hasil penelitian Parasuraman, dkk. Skala
dengan validitas dan reliabilitas yang baik tersebut digunakan perusahaan unuk
dapat mengerti lebih baik harapan dan persepsi pelanggan akan pelayanan yang
diinginkan, yang dapat menghasilkan peningkatan pelayanan. Instrumen dalam
skala didesain untuk bermacam bentuk pelayanan. Instrumen tersebut juga dapat
digunakan untuk menentukan kualitas jasa suatu perusahaan atas dasar lima
dimensi kualitas jasa. Caranya dengan merata-ratakan perbedaan nilai yang
dihasilkan dari masing-masing bagian yang membentuk kelima dimensi.
Salah satu aplikasi yang digunakan dari skala pengukuran SERVQUAL ini
adalah dengan menentukan nilai kepentingan relatif lima dimensi yang
memengaruhi persepsi pelanggan. Pendekatan ini dilakukan dengan melakukan
regresi nilai persepsi kualitas pelanggan dengan masing-masing nilai dimensi
SERVQUAL. Variabel penilaian tersebut terdiri atas empat kategori berikut ini
(parasuraman, dalam Lupiyoadi 2016: 236).
18

Sangat baik 4
Baik 3
Cukup 2
Buruk 1

Parasuraman dkk dalam hal ini menggunakan skala 1-7 untuk memberikan
respon terhadap suatu pernyataan atas satu aspek kualitas jasa, yaitu sangat tidak
satuju (1) sampai dengan sangat setuju (7). Penelitian yang mereka lakukan pada
1998 menyimpulkan bahwa dari kelima dimensi tersebut terdapat kepentingan
relatif yang berbeda-beda. Reliabilitas dalam hal ini secara konsisten merupakan
dimensi yang paling kritis, kemudian pada tingkat kedua diduduki oleh jaminan,
tingkat ketiga diduduki oleh keberwujudan (terutama oleh perusahaan perbankan),
keempat oleh ketanggapan, dan dimensi terakhir yang memiliki kadar kepentingan
paling rendah, yaitu empati.

2.5.3 Kepuasan
Kualitas jasa dan produk (barang) dapat dibuat indeks dengan kekuatan
jawaban menuju ke setiap butir kepuasan. Salah satu format pengukurannya
adalah dengan skala likert yang dirancang untuk memungkinkan pelanggan
menjawab dalam berbagai tindakan pada setiap butir yang menguraikan pelayanan
produk. Untuk memungkinkan para pelanggan menjawab dalam berbagai
tingkatan bagi setiap butir kepuasan, format jenis likert bisa digunakan. R.A
Likert mengembangkan prosedur penskalaan dimana skala mewakili suatu
kontinum bipolar. Ujung sebelah kiri (dengan angka rendah) menggambarkan
suatu jawaban yang negatif, sedangkan ujung kanan (dengan angka tinggi)
menggambarkan yang positif. Kategori yang digunakan oleh skala likert berupa
analisis tingkat kepentingan dan kinerja dengan lima kategori berikut (Supranto,
dalam Lupiyoadi, 2016: 236).

Sangat penting/sangat puas 5


Penting/puas 4
Netral 3
Tidak penting/tidak puas 2
Sangat tidak penting/sangat tidak puas 1
19

Variabel-variabel jawaban tersebut mewakili butir-butir kepuasan yang


benar-benar menguraikan pelayanan perusahaan. Pelanggan menjawab setiap butir
berdasarkan seberapa baik suatu butir tertentu menggambarkan pelayanan yang
diterimanya. Dari jawaban butir-butir data mentah yang dihasilkan dan berhasil
dikumpulkan tersebut, pengelolaan data (atau dibuat dalam statistik) perlu
dilakukan, yaitu berupa data ringkasan antara lain rata-rata dan standar deviasi
untuk setiap butir kepuasan pelanggan sehingga bisa diperbandingkan dan
dianalisis untuk diambil kesimpulannya. Ringkasan nilai tersebut dapat
memberikan ukuran kualitas pelayanan yang lebih umum dan sangat berguna
untuk disajikan kepada manajer atau atasan (pimpinan) perusahaan.
2.5.4 Analisis Kesenjangan Kualitas Jasa SERVQUAL
Dimensi-dimensi kualitas jasa harus diolah/disusun dengan baik. Apabila
tidak, dapat menimbulkan kesenjangan (gap) antara perusahaan dengan
pelanggan, karena perbedaan persepsi mereka tentang wujud pelayanan. Lima
kesenjangan (gap) menurut Lupiyoadi (2016: 238-242) yang menyebabkan
adanya perbedaan persepsi mengenai kualitas jasa adalah sebagai berikut.

Informasi dari mulut Kebutuhan pribadi Pengalaman masa lalu


ke mulut

Jasa yang diharapkan

Kesenjangan 5

Jasa yang diterima

Pelanggan
Komunikasi
Pemasar eksternal dengan
Penyampaian jasa konsumen

Kesenjangan 4
Kesenjangan 1 Kesenjangan 3

Perubahan dari persepsi menjadi


spesifikasi kualitas jasa
Kesenjangan 2

Persepsi manajemen tentang 20


harapan konsumen

Gambar 2.5 Analisis Lima Kesenjangan


(Sumber: Lupiyoadi, 2016: 237)

1) Kesenjangan persepsi manajemen


Adanya perbedaan antara penilaian pelayanan menurut pengguna jasa dan
persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa. Kesenjangan ini terjadi
karena kurangnya orientasi riset pemasaran, pemanfaatan yang tidak memadai
atas temuan riset, kurangnya interaksi antara pihak manajemen dan pelanggan,
komunikasi dari bawah ke atas yang kurang memadai, serta terlalu banyaknya
tingkatan manajemen.
2) Kesenjangan spesifikasi kualitas
`Kesenjangan antara persepsi manajemen mengenai harapan pengguna jasa
dan spesifikasi kualitas jasa. Kesenjangan terjadi antara lain karena tidak
memadainya komitmen manajemen terhadap kualitas jasa, persepsi mengenai
ketidaklayakan, tidak memadainya standardisasi tugas, dan tidak adanya
penyusunan tujuan.
3) Kesenjangan penyampaian jasa
Kesenjangan antara spesifikasi kualitas jasa dan penyampai jasa.
Kesenjangan ini terutama disebabkan oleh faktor-faktor, seperti (a) ambiguitas
peran, yaitu sejauh mana karyawan dapat melakukan tugas sesuai dengan harapan
manajer, tetapi memuaskan pelanggan; (b) konflik peran, yaitu sejauh mana
karyawan meyakini bahwa mereka tidak memuaskan semua pihak; (c) kesesuaian
karyawan dengan tugas yang harus dikerjakannya; (d) kesesuaian teknologi yang
21

digunakan oleh karyawan; (e) sistem pengendalian dari atasan, yaitu tidak
memadainya sistem penilaian dan sistem imbalan; (f) kendali yang diterima, yaitu
sejauh mana karyawan merasakan kebebasan atau fleksibilitas untuk menentukan
cara pelayanan; (g) kerja tim, yaitu sejauh mana karyawan dan manajemen
merumuskan tujuan bersama dalam memuaskan pelanggan secara bersama-sama
dan terpadu.
4) Kesenjangan komunikasi pemasaran
Kesenjangan antara penyampaian jasa dan komunikasi eksternal. Harapan
pelanggan mengenai kualitas jasa dipengaruhi oleh pernyataan yang dibuat oleh
perusahaan melalui komunikasi pemasaran. Kesenjangan ini terjadi karena (a)
tidak memadainya komunikasi horizontal dan (b) adanya kecenderungan
memberikan janji yang berlebihan. Dalam hal ini, komunikasi eksternal telah
mendistorsi harapan pelanggan.
5) Kesenjangan dalam pelayanan yang dirasakan
Perbedaan persepsi antara jasa yang dirasakan dan jasa yang diharapkan
oleh pelanggan. Jika keduanya terbukti sama, perusahaan akan memperoleh citra
dan dampak positif. Namun, apabila yang diterima lebih rendah dari yang
diharapkan, kesenjangan ini akan menimbulkan permasalahan bagi perusahaan.

Kesenjangan 1: Kesenjangan Harapan Konsumen-Persepsi Manajer atas


Harapan Konsumen
Para eksekutif dalam perusahaan jasa tidak selalu dapat mengetahui
fitur/keistimewaan apa yang dipersepsikan sebagai jasa yang berkualitas oleh
konsumen. Hal ini terjadi karena sedikit acuan yang jelas dan terdeskripsikan
dengan baik. Kesenjangan persepi ini lebih dominan pada perusahaan jasa
dibandingkan dengan perusahaan manufaktur.

Tabel 2.1 Manajemen Kualitas Jasa dalam Kesenjangan (1)

Konsep Teori Variabel Spesifik


Orientasi Riset Pemasaran Jumlah dari riset pemasaran.
Penggunaan dari riset pemasaran.
Sampai di mana riset pemasaran berfokus pada
kualitas.
Jumlah interaksi langsung antara manajer dan
konsumen.

Komunikasi ke atas Banyaknya komunikasi antara karyawan dan


manajer.
Banyaknya input yang diterima dari kontak personel.
Kualitas komunikasi antara eksekutif dan kontak
personel.
22

(Sumber: Lupiyoadi, 2016: 239)

a. Orientasi Riset Pemasaran


Banyak bukti yang mengindikasikan bahwa perusahaan jasa tertinggal jauh
dibandingkan dengan perusahaan manufaktur dalam penggunaan riset pemasaran
dan aspek-aspek lain dalam orientasinya kepada konsumen. Riset pemasaran
adalah alat utama untuk mengetahui harapan dan persepsi konsumen. Oleh karena
itu, besarnya kesenjangan sangat bergantung pada jumlah riset pemasaran yang
dilakukan. Variabel lain yang turut menentukan antara lain, penggunaan data dari
hasil riset tersebut, sampai dimana isu kualitas ditekankan, serta jumlah interaksi
langsung antara para manajer dan konsumen.
b. Komunikasi ke Atas
Pemahaman para eksekutif terhadap konsumen dapat sangat bergantung
pada jumlah dan jenis komunikasi yang didapat dari kontak personel dan orang-
orang dari luar perusahaan (contoh: peritel atau agen). Komunikasi ke atas
biasanya memberi informasi kepada para manajer puncak mengenai kinerja
seluruh perusahaan. Aspek penting dari komunikasi ke atas ini adalah kualitas dan
efektivitasnya, yang pada akhirnya akan bergantung pada medium dimana
komunikasi ini terjadi. Contoh: komunikasi secara tatap muka lebih efektif
daripada komunikasi tertulis, karena jenis komunikasi ini menggunakan unsur
komunikasi (verbal dan visual) secara bersamaan. Ada tiga variabel yang
memengaruhi efektivitas dari komunikasi ke atas, yaitu banyaknya arus
komunikasi dari karyawan ke manajer, banyaknya input yang diterima dari kontak
personel, serta kualitas komunikasi antara eksekutif dan kontak personel.
c. Tingkat Manajemen
Jumlah tingkatan antara manajer dan kontak personel juga turut
memengaruhi besarnya kesenjangan (1). Tingkatan manajemen menghambat
23

komunikasi karena mereka membuat penghalang antara pengirim dan penerima


pesan. Oleh karena itu, semakin banyak tingkatan manajemen, semakin besar pula
kesenjangan (1).

Kesenjangan 2: kesenjangan Persepsi Manajemen-Spesifikasi Kualitas Jasa


Para manajer dari perusahaan jasa seringkali mengalami hambatan dalam
memenuhi atau malampaui apa yang diharapkan konsumen. Beberapa faktor,
seperti keterbatasan sumber daya, orientasi keuntungan jangka pendek, kondisi
pasar, dan kelalaian manajemen dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara
persepsi manajer akan harapan konsumen dan spesifikasi jasa yang telah dibuat
oleh manajer.

Tabel 2.2 Manajemen Kualitas Jasa dalam Kesenjangan (2)

Konsep Teori Variabel Spesifik


Komitmen manajemen untuk Komitmen sumber daya untuk kualitas.
kualitas jasa Adanya program kualitas internal.
Persepsi manajer akan pengakuan terhadap komitmen
akan kualitas.

Penetapan tujuan Adanya proses formal untuk menentukan kualitas dan


tujuan jasa.

Standardisasi tugas Penggunaan teknologi menstandarisasi data.

Persepsi dari fisibilitas Kemampuan atau sistem untuk memenuhi spesifikasi.


Jangkauan sampai di mana manajer percaya harapan
konsumen dapat dipenuhi.

Sumber: Lupiyoadi, 2016: 240

a. Komitmen Manajemen untuk Kualitas Jasa


Salah satu alasan terjadinya kesenjangan (2) adalah ketiadaan komitmen
total dari manajemen untuk kualitas jasa. Penekanan pada sasaran lain, seperti
pengurangan biaya dan keuntungan jangka pendek, memiliki hasil yang lebih
mudah untuk diukur dan mungkin mengurangi penekanan pada kualitas jasa.
Variabel spesifik yang berhubungan dengan komitmen manajemen pada kualitas
jasa adalah proporsi sumber daya yang mempunyai komitmen pada kualitas jasa,
keberadaan program kualitas internal, serta jangkauan sampai dimana manajer
24

percaya bahwa peningkatan kuaitas jasa akan dikenali dan dihargai dalam suatu
organisasi.
b. Penetapan Tujuan
Riset menunjukkan bahwa penetapan tujuan bukan hanya untuk
meningkatkan kinerja individu dan organisasi, tetapi juga meningkatkan kendali
organisasi secara keseluruhan. Jasa adalah kinerja. Dengan demikian, tujuan dari
penyampaian jasa bisanya diukur dalam kinerja manusia atau mesin.
Pengembangan dari tujuan jasa meliputi mendefinisikan kualitas jasa agar apa
yang ingin dicapai manajemen dapat dimengerti dan terlaksana. Adanya program
yang bersifat formal yang meliputi identifikasi dan pengukuran kualitas jasa
diharapkan dapat mengurangi kesenjangan (2).

c. Standardisasi Tugas
Efektifnya pendefinisian persepsi manajerial pada standar kualitas jasa
yang spesifik bergantung pada tingkatan sampai dimana tugas yang akan
dilakukan dapat distandardisasi atau dibuat rutin. Teknologi dari organisasi dapat
membantu proses ini. Standardisasi dapat dibagi menjadi tiga bentuk, sebagai
berikut.
(1) Subtitusi dari hard technology untuk kontak personel.
(2) Peningkatan dari metode kerja (soft technology).
(3) Kombinasi dari dua metode tersebut di atas.
Oleh karena itu, semakin manajer dapat menstandardisasi tugas untuk
penyampaian jasa maka semakin kecil kesenjangan (2).
d. Persepsi dari Fisibilitas
Kesenjangan (2) dipengaruhi oleh batas sampai dimana para manajer yakin
akan kemampuan organisasi untuk memenuhi harapan konsumen. Variabel yang
sesuai dengan persepsi ini adalah kemampuan organisasi dan sistem untuk
memenuhi spesifikasi dan tingkat dimana para manajer percaya bahwa harapan
konsumen dapat dicapai.

Kesenjangan 3: Kesenjangan Spesifikasi Kualitas Jasa-Penyampaian Jasa


Kesenjangan (3) adalah perbedaan antara spesifikasi untuk jasa dan jasa
aktual yang diberikan. Hal ini terjadi karena penyedia jasa tidak menampilkan
25

pelayanan pada tingkat yang diharapkan oleh pihak manajemen. Kesenjangan


kinerja jasa muncul ketika para karyawan tidak dapat atau tidak mau memberikan
pelayanan sesuai yang diinginkan pihak manajemen. Menurut Lupiyoadi (2016:
241-242) penyebab-penyebab utama terjadinya kesenjangan kinerja jasa adalah
sebagai berikut.
a. Kerja tim
Dalam tim yang efektif, setiap orang berfungsi sebagai tim dan bersama-
sama mencapai tujuan dengan memberikan peluang/kesempatan yang sama
kepada setiap anggota tim untuk turut berpartisipasi dalam mencapai kesuksesan
tim. Masalah akan muncul ketika tim tidak efektif sehingga jasa yang seharusnya
diberikan tidak maksimal.

b. Kesesuaian karyawan dengan tugas (employee-job fit)


Permasalahan pada kualitas jasa sering muncul karena orang yang
bersangkutan tidak memiliki atau tidak diposisikan dengan tepat sesuai
keahliannya sehingga tidak efektif dalam melakukan pelayanan.
c. Kesesuaian pekerjaan dengan teknologi (technology-job fit)
Kualitas pelayanan yang tinggi juga bergantung pada sejauh mana
karyawan dapat memanfaatkan peralatan atau teknologi yang digunakan untuk
menunjang aktivitas peningkatan pelayanan. Ketika karyawan tidak dapat
memanfaatkan peralatan tersebut maka kesenjangan itu akan terjadi.
d. Kendali yang diterima
Kemampuan individu atau karyawan dalam mengelola situasi yang
menekan sangat menentukan tinggi rendahnya kualitas jasa yang akan diberikan.
Hal ini sangat terikat erat dengan manajemen stres yang dilakukan oleh individu
tersebut. Ketika ia berhasil melakukan manajemen stres dengan baik maka
kualitas pelayanan yang diberikan akan lebih baik.
e. Sistem pengendalian pengawasan (supervisory control system)
Kinerja dari karyawan ditentukan oleh output yang dihasilkan oleh
karyawan. Namun, karena produk pelayanan jasa tidak bisa diambil secara
26

kuantitatif maka sistem pengendalian pengawasan lebih difokuskan pada


bagaimana karyawan memperlakukan pelanggan daripada output yang dihasilkan.
f. Konflik peran
Ketika pihak manajemen ingin memindahkan peran dari seorang karyawan,
maka nantinya akan terjadi konflik terhadap peran yang diberikan. Sebab dalam
konflik peran ini, karyawan diberikan peran yang berbeda dari peran yang
biasanya dilakukan sehingga terkadang pekerjaannya menjadi tidak efektif.
g. Ambiguitas peran
Ketika karyawan tidak memiliki informasi yang menyeluruh terhadap apa
yang diinginkan oleh pihak manajemen, maka pekerjaan yang dilakukan oleh
karyawan yang bersangkutan akan sangat sulit untuk dievaluasi dan ia pun
kesulitan dalam menilai keberhasilan kerjanya.

Kesenjangan 4: Kesenjangan Penyampaian Jasa-Komunikasi Eksternal


Iklan di berbagai media dan alat komunikasi lain yang berada di luar
perusahaan akan berpengaruh terhadap harapan konsumen. Terdapat dua hal
penting yang menjadi penyebab kesenjangan antara penyampaian jasa dan
komunikasi eksternal.
a. Komunikasi horizontal
Dalam jenis komunikasi ini, informasi mengalir antara satu departemen
dan departemen yang lain dalam satu perusahaan. Tujuan utama dari aliran
informasi ini adalah untuk mengoordinasikan kerja sama antardepartemen.
Namun, jika informasi ini tidak terjaga dengan baik, dimana banyak terdapat
gangguan dalam penyampaian informasi, kesenjangan pun akan terjadi.
b. Obral janji yang berlebihan (muluk-muluk)
Terkadang, perusahaan dalam menghadapi lawan atau kompetitor berusaha
melebih-lebihkan perusahaannya dibandingkan dengan kompetitornya. Namun,
mereka terkadang tidak memperhatikan realitas yang ada dalam perusahaanya
sendiri sehingga terjadi obral janji yang berlebihan dimana tidak sesuai dengan
kenyataan yang dimiliki oleh perusahaan. Ketika hal ini terjadi, kesenjangan itu
pun muncul.
27
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Makalah ini memiliki kesimpulan sebagai berikut.
1) Perusahaan dapat membangun sistem manajemen kualitas jasa dengan,
(1) menjadikan ISO 9001 sebagai kerangka acuan;
(2) fokus pada arah kepuasan pelanggan dengan cara melibatkan konsumen
mulai dari identifikasi kualitas hingga setelah pengiriman produk, dan
(3) persyaratan konsumen, suara konsumen, dan umpan balik konsumen
menjadi dasar dalam pengembangan sistem manajemen kualitas jasa.
2) Perusahaan dapat mengidentifikasi kesenjangan-kesenjangan yang
mungkin terjadi menggunakan skala pengukuran multiplescale dari Model
SERVQUAL.

3.2 Saran
Makalah ini memiliki saran sebagai berikut.
1) Perusahaan
(1) Perusahaan disarankan untuk tidak mengabaikan kualitas pelayanan yang
diberikan, karena ketika konsumen merasa tidak puas ia akan terpengaruh
oleh penyedia jasa lain.
(2) Perusahaan disarankan untuk memperhatikan setiap keluhan pelanggan,
karena hal tersebut merupakan input guna proses produksi berikutnya.
2) Konsumen
(1) Konsumen disarankan untuk mengetahui setiap hak-hak yang diterimanya,
termasuk kualitas pelayanan yang diberikan oleh perusahaan.
DAFTAR RUJUKAN

Lovelock, Christoper H. dan Wright, Lauren K. 2007. Manajemen Pemasaran


Jasa. Jakarta: Indeks.

Lupiyoadi, Rambat. 2016. Manajemen Pemasaran Jasa: Berbasis Kompetensi.


Jakarta: Salemba Empat.

Tjiptono, Fandy. 2012. Service Management: Mewujudkan Layanan Prima Edisi


2. Yogyakarta: Andi.

Tjiptono, Fandy dan Chandra, Gregorius. 2016. Service, Quality, dan


Satisfaction: Edisi Empat. Yogyakarta: Andi.

Anda mungkin juga menyukai