Anda di halaman 1dari 17

Refarat Juli 2023

“Pencitraan Pada Kasus Stroke”

Disusun Oleh:
Muh. Ilham Hidayat
N 111 21 079

Pembimbing Klinik:
dr. Robert Mangiri, Sp. Rad., M.Sc

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI
PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2023
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
OTAK
BAB III
STROKE
3.1 Definisi Stroke
Stroke adalah sindroma klinis dengan gejala berupa gangguan fungsi otak
secara fokal maupun global yang dapat menimbulkan kematian atau kecacatan
yang menetap lebih dari 24 jam, tanpa penyebab lain kecuali gangguan vaskular
(WHO 1983). Stroke pada prinsipnya terjadi secara tiba-tiba karena gangguan
pembuluh darah otak (perdarahan atau iskemik), bila karena trauma maka tidak
dimasukkan dalam kategori stroke, tapi bila gangguan pembuluh darah otak
disebabkan karena hipertensi, maka dapat disebut stroke.

3.2 Epidemiologi Stroke


Prevalensi Stroke berdasarkan diagnosis nakes dan gejala tertinggi terdapat
di Sulawesi Selatan (17,9%), DI Yogyakarta (16,9%), Sulawesi Tengah (16,6%),
diikuti Jawa Timur sebesar 16 per mil. Terjadi peningkatan prevalensi stroke
berdasarkan wawancara (berdasarkan jawaban responden yang pernah
didiagnosis nakes dan gejala) juga meningkat dari 8,3/1000 (2007) menjadi
12,1/1000 (2013) (Riskesdas 2013). Organisasi Stroke Dunia mencatat hampir
85% orang yang mempunyai faktor resiko dapat terhindar dari stroke bila
menyadari dan mengatasi faktor resiko tersebut sejak dini. Badan kesehatan
dunia memprediksi bahwa kematian akibat stroke akan meningkat seiring
dengan kematian akibat penyakit jantung dan kanker kurang lebih 6 juta pada
tahun 2010 menjadi 8 juta di tahun 2030 (Yastroki, 2012).

3.3 Faktor Resiko Stroke


Faktor-faktor resiko untuk terjadinya stroke dapat di klasifikasikan sebagai
berikut (Sjahrir, 2003) :
a. Non modifiable risk factors :
 Usia
 Jenis kelamin
 Keturunan / genetic
b. Modifiable risk factors
1) Behavioral risk factors
 Merokok
 Unhealthy diet : lemak, garam berlebihan, asam urat, kolesterol,
low fruit diet
 Alkoholik
 Obat-obatan : narkoba (kokain), antikoagulansia, antiplatelet, obat
kontrasepsi hormonal
2) Physiological risk factors
 Penyakit hipertensi
 Penyakit jantung
 Diabetes mellitus
 Infeksi/lues, arthritis, traumatic, AIDS, Lupus
 Gangguan ginjal
 Kegemukan (obesitas)
 Polisitemia, viskositas darah meninggi & penyakit perdarahan
 Kelainan anatomi pembuluh darah
 Dan lain-lain
3.4 Klasifikasi Stroke
Dasar klasifikasi yang berbeda-beda diperlukan, sebab setiap jenis stroke
mempunyai cara pengobatan, pencegahan dan prognosa yang berbeda, walaupun
patogenesisnya sama (Misbach, 1999).
a. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya :
1) Stroke Iskemik
 Transient Ischemic Attack (TIA)
 Thrombosis serebri
 Emboli serebri
2) Stroke Hemoragik
 Perdarahan intraserebral
 Perdarahan subarachnoid
b. Berdasarkan stadium/ pertimbangan waktu
 Transient Ischemic Attack (TIA)
 Stroke in evolution
 Completed stroke
c. Berdasarkan jenis tipe pembuluh darah
 Sistem karotis
 Sistem vertebrobasiler
d. Klasifikasi Bamford untuk tipe infark yaitu (Soertidewi, 2007) :
 Partial Anterior Circulation Infark (PACI)
 Total Anterior Circulation Infark (TACI)
 Lacunar Infark (LACI)
 Posterior Circulation Infark (POCI)

3.5 Patofisiologi Stroke

a. Patofisiologi Stroke Iskemik

Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan


intima arteria besar. Bagian intima arteria serebri menjadi tipis dan
berserabut, sedangkan sel-sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna
robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh sebagian terisi oleh materi
sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau tempat-
tempat yang melengkung. Trombus juga dikaitkan dengan tempat-tempat
khusus tersebut. Pembuluh- pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam
urutan yang makin jarang adalah sebagai berikut: arteria karotis interna,
vertebralis bagian atas dan basilaris bawah. Hilangnya intima akan membuat
jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan yang terbuka
sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit
akan melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme
koagulasi. Sumbat fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli,
atau dapat tetap tinggal di tempat dan akhirnya seluruh arteria itu akan
tersumbat dengan sempurna.

Gambar 3.1 Mekanisme seluler pada iskemik SSP akut.

Stroke iskemik disebabkan oleh adanya penyumbatan di pembuluh


darah otak yang mengakibatkan perubahan dari sel neuron otak secara
bertahap (Sjahrir, 2003).
- Tahap 1 :
 Penurunan aliran darah
 Pengurangan O2
 Kegagalan energi
 Terminal depolarisasi dan kegagalan homeostasis ion
- Tahap 2 :
 Eksitoksisitas dan kegagalan homeostasis ion
 Spreading depression
- Tahap 3 : Inflamasi
- Tahap 4 : Apoptosis

b. Patofisiologi Stroke Hemoragik

Perdarahan intrakranial meliputi perdarahan di parenkim otak dan


perdarahan subarachnoid. Insidens perdarahan intrakranial kurang lebih
20% adalah stroke hemoragik, dimana masing- masing 10% adalah
perdarahan subarachnoid dan perdarahan intraserebral (Caplan, 2000).

Perdarahan intraserebral biasanya timbul karena pecahnya


mikroaneurisma (Berry aneurysm) akibat hipertensi maligna. Hal ini paling
sering terjadi di daerah subkortikal, serebelum, dan batang otak. Hipertensi
kronik menyebabkan pembuluh arteriola berdiameter 100-400 mikrometer
mengalami perubahan patologi pada dinding pembuluh darah tersebut
berupa lipohialinosis, nekrosis fibrinoid serta timbulnya aneurisma tipe
Bouchard. Pada kebanyakan pasien, peningkatan tekanan darah yang tiba-
tiba menyebabkan rupturnya penetrating arteri yang kecil. Keluarnya darah
dari pembuluh darah kecil membuat efek penekanan pada arteriole dan
pembuluh kapiler yang akhirnya membuat pembuluh ini pecah juga. Hal ini
mengakibatkan volume perdarahan semakin besar (Caplan, 2000).

Perdarahan subarachnoid (PSA) terjadi akibat pembuluh darah disekitar


permukaan otak pecah, sehingga terjadi ekstravasasi darah ke ruang
subarachnoid. Perdarahan subarachnoid umumnya disebabkan oleh
rupturnya aneurisma sakular atau perdarahan dari arteriovenous
malformation (AVM).
3.6 Manifestasi Klinis
Sebagian besar kasus stroke terjadi secara mendadak, sangat cepat dan
menyebabkan kerusakan otak dalam beberapa menit (completed stroke).
Kemudian stroke menjadi bertambah buruk dalam beberapa jam sampai 1-2 hari
akibat bertambah luasnya jaringan otak yang mati (stroke in evolution).
Perkembangan penyakit biasanya (tetapi tidak selalu) diselingi dengan periode
stabil, dimana perluasan jaringan yang mati berhenti sementara atau terjadi
beberapa perbaikan. Gejala stroke yang muncul pun tergantung dari bagian otak
yang terkena. Beberapa gejala stroke berikut :
 Perubahan tingkat kesadaran (somnolen, sopor, koma)
 Sakit kepala yang terjadi ketika berbaring, bangun dari tidur, membungkuk,
batuk, dan terjadi secara tiba-tiba
 Muntah
 Pandangan ganda
 Kesulitan berbicara atau memahami orang lain
 Kesulitan menelan
 Kesulitan menulis atau membaca
 Perubahan gerakan, biasanya pada satu sisi tubuh, seperti kesulitan
menggerakkan salah satu bagian tubuh, atau penurunan keterampilan
motorik
 Kelemahan pada anggota gerak
3.7 Diagnosis Stroke
a. Penetapan jenis stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada :

b. Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score :

Keterangan :
o SSS > 1 : stroke hemoragik
o SSS -1 s.d. 1 : perlu dikonfirmasi dengan CT-scan kepala
o SSS < -1 : stroke iskemik

3.8 Pemeriksaan Radiologi


Pemeriksaan radiologi terdiri dari CT-scan kepala non kontras dan foto
thoraks AP. CT-scan kepala non kontras merupakan pemeriksaan gold standard
yang dilakukan untuk menyingkirkan perdarahan yang terjadi pada stroke
hemoragik, sedangkan foto thoraks AP untuk melihat ada atau tidaknya
hipertrofi ventrikel kiri yang merupakan salah satu faktor resiko stroke. Foto
thoraks PA merupakan pilihan terbaik, tetapi karena pada pasien stroke yang
umumnya mengalami kelemahan anggota gerak, maka dilakukan foto thoraks
AP. Perbandingan hasil CT-scan kepala pada stroke hemoragik dan iskemik :
3.9 Penatalaksanaan Stroke
Sasaran pengobatan stroke ialah menyelamatkan neuron yang cedera jangan
sampai mati, dan agar proses patologik lainnya yang menyertai tak
mengganggu /mengancam fungsi otak. Pengobatan yang cepat dan tepat
diharapkan dapat menekan mortalitas dan mengurangi kecacatan. Tujuan utama
pengobatan adalah untuk memperbaiki aliran darah ke otak secepat mungkin dan
melindungi neuron dengan memotong kaskade iskemik. Pengelolaan pasien
stroke akut pada dasarnya dapat di bagi dalam :
a. Stroke iskemik
1) Memperbaiki aliran darah ke otak (reperfusi)
Usaha menghilangkan sumbatan penyebab stroke merupakan upaya
yang paling ideal, obat trombolisis yang sudah di setujui oleh FDA
adalah rt-PA (recombinan tissue plasminogen activator) dengan dosis
0,9 mg/kgBB maksimal 90 mg (10% diberikan bolus & sisanya infus
kontinyu dalam 60 menit). Sayangnya bahwa pengobatan dengan obat
ini mempunyai persyaratan pemberian haruslah kurang dari 3 jam,
sehingga hanya pasien yang masuk rumah sakit dengan onset awal
dan dapat penyelesaian pemeriksaan darah, CT Scan kepala dan inform
consent yang cepat saja yang dapat menerima obat ini. Cara lain
memperbaiki aliran darah antara lain dengan memperbaiki
hemorheologi seperti obat pentoxifillin yang yang mengurangi
viskositas darah dengan meningkatkan deformabilitas sel darah merah
dengan dosis 15 mg/kgBB/hari. Obat lain yang juga memperbaiki
sirkulasi adalah naftidrofuril dengan memperbaiki aliran darah melalui
unsur seluler darah dosis 600 mg/hari selama 10 hari iv dilanjutkan oral
300 mg/hari.
2) Prevensi terjadinya trombosis (antikoagualsi)
Untuk menghindari terjadinya trombus lebih lanjut terdapat dua
kelas pengobatan yang tersedia yaitu anti koagulan dan anti agregasi
trombosit. Anti koagulan diberikan pada pasien stroke yang mempunyai
risiko untuk terjadi emboli otak seperti pasien dengan kelainan jantung
fibrilasi atrium non valvular, thrombus mural dalam ventrikel kiri,
infark miokard baru & katup jantung buatan. Obat yang dapat diberikan
adalah heparin dengan dosis awal 1.000 u/jam cek APTT 6 jam
kemudian sampai dicapai 1,5 – 2,5 kali kontrol hari ke 3 diganti anti
koagulan oral, Heparin berat molekul rendah (LWMH) dosis 2 x 0,4 cc
subkutan monitor trombosit hari ke 1 & 3 (jika jumlah < 100.000 tidak
diberikan), Warfarin dengan dosis hari I = 8 mg, hari II = 6 mg, hari III
penyesuaian dosis dengan melihat INR pasien.
Pasien dengan paresis berat yang berbaring lama yang berrisiko
terjadi trombosis vena dalam dan emboli paru untuk prevensi diberikan
heparin 2 x 5.000 unit sub cutan atau LMWH 2 x 0,3 cc selama 7 – 10
hari. Obat anti agregasi trombosit mempunyai banyak pilihan antara
lain aspirin dosis 80–1.200 mg/hari mekanisme kerja dengan
menghambat jalur siklooksigenase, dipiridamol dikombinasi dengan
aspirin aspirin 25 mg + dipiridamol SR 200 mg dua kali sehari dengan
menghambat jalur siklooksigenase, fosfodiesterase dan ambilan
kembali adenosin, cilostazol dosis 2 x 50 mg mekanisme kerja
menghambat aktifitas fosfodiesterase III, ticlopidin dosis 2 x 250 mg
dengan menginhibisi reseptor adenosin difosfat dan thyenopyridine dan
clopidogrel dosis 1 x 75 mg dengan menginhibisi reseptor adenosin
difosfat dan thyenopyridine.
3) Proteksi neuronal/sitoproteksi
Sangat menarik untuk mengamati obat-obatan pada kelompok ini
karena diharapkan dapat dengan memotong kaskade iskemik sehingga
dapat mencegah kerusakan lebih lanjut neuron. Obat-obatan tersebut
antara lain :
 CDP-Choline bekerja dengan memperbaiki membran sel dengan
cara menambah sintesa phospatidylcholine, menghambat
terbentuknya radikal bebas dan juga menaikkan sintesis asetilkolin
suatu neurotransmiter untuk fungsi kognitif. Meta analisis
Cohcrane Stroke Riview Group Study(Saver 2002) 7 penelitian
1963 pasien stroke iskemik dan perdarahan, dosis 500 – 2.000 mg
sehari selama 14 hari menunjukkan penurunan angka kematian
dan kecacatan yang bermakna. Therapeutic Windows 2 – 14 hari.
 Piracetam, cara kerja secara pasti didak diketahui, diperkirakan
memperbaiki integritas sel, memperbaiki fluiditas membran dan
menormalkan fungsi membran. Dosis bolus 12 gr IV dilanjutkan 4
x 3 gr iv sampai hari ke empat, hari ke lima dilanjutkan 3 x 4 gr
peroral sampai minggu ke empat, minggu ke lima sampai minggu
ke 12 diberikan 2 x 2,4 gr per oral,. Therapeutic Windows 7 – 12
jam.
 Cerebrolisin, suatu protein otak bebas lemak dengan
khasiat anti calpain, penghambat caspase dan sebagai neurotropik
dosis 30 – 50 cc selama 21 hari menunjukkan perbaikan fungsi
motorik yang bermakna.
4) Statin
Statin di klinik digunakan untuk anti lipid, mempunyai sifat
neuroprotektif untuk iskemia otak dan stroke. Mempunyai efek anti
oksidan “downstream dan upstream”. Efek downstream adalah
stabilisasi atherosklerosis sehingga mengurangi pelepasan plaque
tromboemboli dari arteri ke arteri. Efek “upstream” adalah
memperbaiki pengaturan eNOS (endothelial Nitric Oxide Synthese,
mempunyai sifat anti trombus, vasodilatasi dan anti inflamasi),
menghambat iNOS (inducible Nitric Oxide Synthese, sifatnya
berlawanan dengan eNOS), anti inflamasi dan anti oksidan.
b. Stroke Hemoragik
1) Pengelolaan konservatif Perdarahan Intra Serebral
Pemberian anti perdarahan : Epsilon aminocaproat 30 - 36 gr/hari,
Asam Traneksamat 6 x 1 gr untuk mencegah lisisnya bekuan darah
yamg sudah terbentuk oleh tissue plasminogen. Evaluasi status
koagulasi seperti pemberian protamin 1 mg pada pasien yang
mendapatkan heparin 100 mg & 10 mg vitamin K intravena pada pasien
yang mendapat warfarin dengan prothrombine time memanjang. Untuk
mengurangi kerusakan jaringan iskemik disekeliling hematom dapat
diberikan obat-obat yang mempunyai sifat neuropriteksi.
2) Pengelolaan konservatif Perdarahan Sub Arahnoid
Bed rest total selama 3 minggu dengan suasana yang tenang,
pada pasien yang sadar, penggunaan morphin 15 mg IM pada
umumnya diperlukan untuk menghilangkan nyeri kepala pada pasien
sadar. Vasospasme terjadi pada 30% pasien, dapat diberikan Calcium
Channel Blockers dengan dosis 60 – 90 mg oral tiap 4 jam selama 21
hari atau 15 – 30 mg/kg/jam selama 7 hari, kemudian dilanjutkan per
oral 360 mg /hari selama 14 hari, efektif untuk mencegah terjadinya
vasospasme yang biasanya terjadi pada hari ke 7 sesudah iktus yang
berlanjut sampai minggu ke dua setelah iktus. Bila terjadi vasospasme
dapat dilakukan balance positif cairan 1 – 2 Liter diusahakan tekanan
arteri pulmonalis 18 – 20 mmHg dan Central venous pressure 10
mmHg, bila gagal juga dapat diusahakan peningkatan tekanan sistolik
sampai 180 – 220 mmHg menggunakan dopamin.
3) Pengelolaan operatif
Tujuan pengelolaan operatif adalah pengeluaran bekuan darah,
penyaluran cairan serebrospinal & pembedahan mikro pada pembuluh
darah. Yang penting diperhatikan selain hasil CT Scan dan arteriografi
adalah keadaan/kondisi pasien itu sendiri. Dianjurkan untuk operasi
secepat mungkin 6 – 7 jam setelah serangan sebelum timbulnya edema
otak , bila tak memungkinkan sebaiknya ditunda sampai 5 – 15 hari
kemudian. Indikasi pembedahan pasien PSA adalah pasien dengan
grade Hunt & Hest Scale 1 sampai 3, waktu pembedahan dapat segera
(< 72 jam) atau lambat (setelah 14 hari). Pembedahan pasien PSA
dengan Hunt &Hest Scale 4 – 5 menunjukkan angka kematian yang
tinggi (75%).
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai