Anda di halaman 1dari 46

PERAN KEPALA SEKOLAH SEBAGAI SUPERVISOR DALAM

MENINGKATKAN KINERJA GURU

(Studi Multi Kasus Di MA Ma’arif Udnawu dan MA Syekh Subakir


Nglegok)

PROPOSAL TESIS

Diajukan Kepada Diajukan Kepada Pascasarjana S2


UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung sebagai
Persyaratan Penyusunan Tesis

Oleh :
YANUAR FITRA PRADANA

PROGRAM STUDI
MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM
PASCASARJANA UIN SAYYID ALI RAHMATULLAH TULUNGAGUNG
TAHUN AJARAN 2023

i
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan komitmen yang sangat besar bagi kemajuan
suatu negara, dan merupakan wahana untuk mengartikan pesan-pesan
konstitusi hanya sebagai pendekatan untuk membentuk pribadi masyarakat
(Nation Character Building). Masyarakat yang cerdas akan memberikan
seluk-beluk kehidupan yang tajam pula, dan akan secara dinamis membentuk
otonomi suatu negara. Budaya publik khususnya adalah usaha besar untuk
berjuang keluar dari keadaan darurat yang sedang dihadapi dan dihadapi
dunia di seluruh dunia.1
Untuk membentuk karakter bangsa dalam menghadapi dunia global,
keberadaan sekolah sangatlah penting. Sekolah merupakan salah satu
lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan kegiatan belajar
mengajar sebagai upaya memajukan suatu bangsa. Salah satu penanggung
jawab proses belajar mengajar adalah guru. Tinggi rendahnya mutu
pendidikan banyak dipengaruhi oleh mutu dan proses pembelajaran yang
dilakukan oleh guru, karena hal ini secara langsung memberikan bimbingan
kepada siswa.
Guru dikatakan profesional jika memiliki empat kompetensi guru.
Empat kompetensi guru meliputi (a) pedagogik (b) profesional (c)
kepribadian (d) sosial. Selain itu, kepala sekolah juga merupakan unsur yang
sangat penting dalam mempengaruhi pengembangan profesionalisme guru.
Ada kecenderungan kuat bahwa dalam meningkatkan profesionalisme guru,
guru perlu dibina dan ditata ulang keterampilannya. Sehingga pada saatnya
dapat digunakan untuk mengarahkan program guru menjadi profesional
dalam ranah pendidikan. Hal ini tidak lepas dari arahan dan bimbingan dari
supervisor atau kepala sekolah. Dalam melaksanakan tugas pengawasannya,
berkewajiban untuk membantu guru dan memberi dukungan agar dapat

1
Mulyasa, Manajemen Berbasis Sekolah (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2004), hal 4

1
melaksanakan tugasnya dengan baik sebagai seorang pendidik ataupun
sebagai pengajar
Menurut konsep lama supervisi dilaksanakan dalam bentuk “inspeksi”
atau mencari kesalahan. Sedangkan dalam pandangan modern supervis adalah
upaya untuk memperbaiki situasi atau keadaan belajar mengajar. Namun
kenyataan yang terjadi dimasyarakat, masih banyak orang yang beranggapan
bahwa supervisi pendidikan sama dengan pengawasan yang berbau inspeksi.2
Secara umum supervisi berarti usaha bantuan yang diberikan untuk
guru dalam melaksanakan tugas profesionalnya, agar guru bisa membantu
para siswa dalam belajar untuk menjadi lebih baik dari sebelumnya.3
Supervisi bisa dipandang sebagai suatu bentuk kerja sama dengan
sekelompok orang agar memperoleh hasil yang sebesar. Bentuk kerja sama
disini menuntut kemampuan untuk mempraktikan prinsip-prinsip hubungan
antara manusia (human relation) yang sangat baik. Dalam upaya menerapkan
hubungan antara manusia tidak ada ukuran yang pasti untuk meyakinkan,
karena setiap manusia memiliki pribadi yang unik.4 Untuk meningkatkan
kinerja seorang guru, terlebih dulu harus mengetahui fungsi-fungsi guru.
Menurut Suparlan fungsi guru di dalam proses belajar mengajar adalah
sebagai pendidik, pengajar, pembimbing dan sebagai pelatih.
supaya tugas dan tanggung jawab guru dapat dilaksanakan dengan baik,
maka dari itu guru harus mempunyai skil yang baik. skil adalah prestasi yang
terlihat atau kemampuan kerja apa yang dicapai. Seorang guru dapat
menghasilkan kinerja yang baik, seorang guru harus mempunyai kemampuan,
kemauan, dan usaha dalam kegiatan proses belajar dan mengajar yang
meliputi perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan evaluasi hasil
belajar. Hal itu, untuk menjadikan madrasah menjadi lebih maju, kepala
madrasah sebagai seorang pemimpin tentunya harus berani untuk melakukan

2
Syaiful Sagala, Administrasi Pendidikan Kontemporer (Bandung: Alfabeta CV, 2006),
Hal.228
3
Ibid hal.230
4
Ibid.hal. 241

2
pengembangan dan perubahan di dalam lingkungan madrasah yang
dipimpinnya.
Perubahan ini di lakukan dengan tujuan supaya dapat menyesuaikan diri
dengan lingkungan eksternalnya. Untuk itu perlu dilakukan Perubahan ini di
lakukan dengan tujuan supaya dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan
eksternalnya. Untuk itu perlu dilakukan perubahan di lingkungan internal
dulu terutama pola pikir gurunya, agar madrasah akan lebih responsif dan
kompetitif di dalam menghadapi perubahan. Oleh karena itu kepemimpinan
kepala madrasah memiliki arti vital dalam proses penyelenggaraan suatu
pendidikan dan telah mendapat tugas dengan pekerjaan untuk bisa
menghasilkan perubahan yang telah direncanakan, hal ini hanya bisa
dilakukan oleh orang-orang yang benar profesional, yaitu manusia-manusia
yang memiliki kompetensi dan profesionalisme di bidangnya, sehingga dapat
meningkatkan dan memajukan di dunia pendidikan.
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan uraian dalam konteks penelitian, maka penelitian ini akan
difokuskan pada kepemimpinan kepala madrasah dalam mengembangkan
pendidikan karakter peserta didik di MA Ma’arif Udnawu dan MA Syekh
Subakir Nglegok
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian di atas yang telah
dipaparkan, maka ditemukan rumusan permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana peran kepala madrasah sebagai supervisor dalam
meningkatkan profesionalisme guru di MA Ma’arif Udnawu dan MA
Syekh Subakir Nglegok
2. Faktor apa yang mempengaruhi seorang kepala sekolah sebagai
supervisor dalam meningkatkan profesionalisme guru di MA Ma’arif
Udnawu dan MA Syekh Subakir Nglegok
3. Bagaimana upaya kepala sekolah sebagai supervisor dalam mengatasi
hambatan penerapan supervisi di dalam meningkatkan kinerja guru di
MA Ma’arif Udnawu dan MA Syekh Subakir Nglegok

3
D. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian yang
diharapkan adalah sebagai berikut :
1. Dapat mengetahui peran kepala sekolah sebagai supervisor dalam
meningkatkan kinerja guru di MA Ma’arif Udnawu dan MA Syekh
Subakir Nglegok.
2. Dapat mengetahui faktor yang mempengaruhi peran supervisor dalam
meningkatkan kinerja guru di MA Ma’arif Udnawu dan MA Syekh
Subakir Nglegok.
3. Untuk mengetahui upaya supervisor dalam menanggulangi hambatan
penerapan supervisi dalam meningkatkan kinerja guru di MA Ma’arif
Udnawu dan MA Syekh Subakir Nglegok.
E. Manfaat Penelitian

Melihat dari tujuan penelitian tersebut maka penulis menuliskan tentang


manfaat dari penelitian ini yang dapat ditinjau dari tiga aspek yaitu sebagai
berikut :
1. Bagi penulis, sebagai calon leader yang akan mencakup tugas dan
tanggung jawab yang besar penelitian ini dapat dijadikan acuan dalam
melaksanakan tugas besar di sokolah. Selain hal itu penelitian ini dapat
dijadikan untuk pengalaman yang sangat berkesan dan pelajaran yang
sangat bermanfaat dalam menerapkan ilmu yang diperoleh peneliti selama
menempuh studi di kampus Universitas Negri Sayyid Ali Rahmatullah
Tulungagung
2. Bagi sekolah, sebagai saran terhadap pengembangan supervisor di dalam
meningkatkan profesional seorang guru. Penelitian ini berguna untuk
memberikan informasi pemikiran atau evaluasi bagi guru-guru dalam
mengembangkan profesionalisme profesinya.
3. Bagi lembaga pendidikan terutama fakultas tarbiyah Universitas Negri
Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung
4. hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai suatu bahan kajian untuk
melengkapi perpustakaan dan sebagai bahan dokumenter.

4
F. Penegasan Istilah

1. Penegasan konseptual
a. Peran kepala madrasah sebagai supervisor
Kepala sekolah sebagai supervisor harus di wujudkan dalam
kemampuan menyusun, melaksanakan program supervisi pendidikan,
serta memanfaatkan hasilnya. Kemampuan menyusun program supervisi
pendidikan harus diwujudkan dalam penyususnan program supervisi
kelas, pengembanganpengembangan program suprvisi kelas,
pengembangan program pendidikan perpustakaan, laboratorium dan ujian.
Kemampuan melaksanakan program supervisi pendidikan harus di
wujudkan dalam pelaksanaan program supervisi klinis, program supervisi
nonklinis, dan kegiatan extrakulikuler. 1
b. Peran kepala madrasah sebagai manajer
Kepala madrasah sebagai manajer merupakan pemimpin dan
sekaligus manajer pada suatu lembaga pendidikan. Sebagai salah satu
kunci keberhasilan suatu lembaga sehingg mencapai tujuan yang telah di
rencanakan, sudah pasti kinerja kepala sekolah tersebut menjadi tolak
ukur bagi madrasah-madrasah lain.2
Kepala madrasah adalah seorang manajer, dialah yang mengatur
segala sesuatu yang ada di sekolah untuk mencapai tujuan sekolah. Dengan
posisi sebagai manajer, kepala sekolah mempunyai wewenang penuh terhadap
arah kebijakan yang di tempuh menuju visi dan misi sekolah. Kewenangan
tersebut hanya dapat di terapkan secara maksimal jika dalam kepemimpinan
tersebut kepala sekolah memposisikan diri secara proporsional, tapi, jika terjadi
pembiasaaan makna manajer, khususnya makna pemimpin menjadi penguasa,
kecil kemungkinan tujuan sekolah secara maksimal dapat tercapai.3
Kepala madrasah sebagai manajer merupakan cerminan dari
kepemimpinan kepala sekolah, tetapi kepala sekolah sebagai penguasa
cenderung pada pencerminan egoisme diri, karena itu, dalam suatu organisasi hal
ini sungguh tidak dapat diterapkan, karena organisasi adalah kegiatan bersama
menuju sebuah tujuan, tidak boleh dikelola atas dasar egoisme, kependirian

1
Mulyasa, Menjadi Kepala Sekolah Profesional, Bandung: Remaja Rosda Karya, 2007, hal 120 4 Abdul Munir,
Manajemen Kepala Sekolah Efektif. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal, 29-30
2
Abdul Munir, Manajemen Kepala Sekolah Efektif. (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2008), hal, 29-30 hal 21
3
Muhamad Saroni, Manajemen Sekolah Kiat Menjadi Pendidik Yang Kompeten (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,
2006),
5
seseorang, melainkan di kelola oleh seorang pemimpin4
c. Peran kepala madrasah sebagai motivator
Kepala madrasah sebagai motivator harus mampu memberikan kondisi
yang dapat membuat seorang guru untuk bekeja lebih giat dan lebih baik, serta
pengaturan kerja yang harmonis antara warga madrasah maupun dengan mitra
madrasah sangan di perlukan untuk menumbuhkan motivasi seorang gur dalam
menjalankan tugasnya. Kepala Madrasah harus mempunyai strategi yang tepat
untuk memotivasi para guru dan staf karyawan dan melakukan tugas dan
fungsinya. Peran kepala madrasah disini sangat penting dalam mengembangkan
dan mencapai sebuah tujuan yang telah di tetapkan salah satunya di bidang
kinerja guru, kepala madrasah memotivasi para guru agar memaksimalkan
proses belajar mengajar di dalam kelas agar siswa menjadikan output yang
berprestasinantinya

G. Kajian Pustaka
1. Pengertian Peran Kepala Madrasah
a. Pengertian Peran
Peran berarti tingkah laku yang dimiliki oleh orang yang
berkedudukan di masyarakat.5 Selanjutnya Veithzal Rivai dan
Sylviana Murni menjelaskan, peran adalah perilaku yang diatur
dan diharapkan dari seseorang dalam posisi tertentu.6 Peran (role)
merupakan aspek dinamis dari kedudukan. Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya,
maka hal itu berarti dia menjalankan suatu peran. Kedua tidak
dapat dipisahkan karena saling berhubungan pada yang lain dan
sebaliknya. Setiap orang mempunyai macam-macam peranan
yaitu yang berasal dari pola-pola pergaulan hidup. Hal itu berarti
bahwa peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi
masyarakat maupun kesempatan-kesempatan apa yang diberikan
masyarakat kepadanya.7
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa peran
adalah perangkat tingkah laku yang diharapkan dimiliki oleh orang

4
Departemen Pendidikan Nasional, Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI No. 13 Tahun 2007 tentang Standar
Kepala Sekolah/Madrasah, (Jakarta:2007) hal. 74
5
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Ed. III, Cet.
4, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 854
6
Veithzal Rivai, Education Management, Analisis Teori dan Praktik, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), h.
745
7
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2013), h. 212-213
6
yang berkedudukan di masyarakat atau sebuah lembaga. Dalam hal
ini, kepala madrasah perlu menjalankan perannya sesuai dengan
hak dan kewajibannya. Ketika istilah peran digunakan dalam
lingkungan madrasah, maka seseorang yang diberi posisi dapat
menjalankan perannya sesuai dengan harapan pekerjaan yang
diberikan. Oleh karena itu, diperlukan sikap tanggung jawab dan
profesionalisme dari pemegang peran tersebut.
b. Kepala Madrasah
a) Pengertian Kepala Madrasah
Secara sederhana, kepala madrasah adalah tenaga
fungsional guru yang diberi wewenang dan tanggung jawab
untuk memimpin madrasah tempat diselenggarakan proses
belajar mengajar, atau tempat dimana terjadinya interaksi
antara guru yang memberi pelajaran kepada peserta didik.
Kepala madrasah adalah salah satu komponen pendidikan
yang paling berperan dalam meningkatkan kualitas suatu
lembaga pendidikan. Kepala madrasah adalah penanggung
jawab penyelenggaraan pendidikan, administrasi madrasah,
pembinaan tenaga pendidikan lainnya, pendayagunaan serta
pemeliharaan sarana dan prasarana dan juga sebagai supervisor
pada madrasah yang dipimpinnya. Jika dilihat dari syarat guru
untuk menjadi kepala madrasah, kepala madrasah dapat
dikatakan sebagai jenjang karier dari jabatan fungsional guru.
Apabila seorang guru memiliki kompetensi sebagai kepala
madrasah dan memenuhi persyaratan atau tes tertentu maka
guru tersebut dapat memperoleh jabatan kepala madrasah..”8
Berdasarkan beberapa definisi di atas dapat dipahami bahwa
yang dimaksud kepala madrasah ialah seorang guru yang
diangkat dan diberi tugas tambahan untuk memimpin suatu
madrasah agar dapat berjalan dengan baik dalam rangka
mencapai tujuan pendidikan yang telah ditetapkan.
b) Kepemimpinan Kepala Madrasah
Pemimpin pada hakikatnya adalah seseorang yang

8
E. Mulyasa, Menjadi Kepala Madrasah Profesional, (Bandung: PT Remaja RosdaKarya, 2011), h. 24
7
mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi perilaku orang
lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan.
Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengarahkan atau
mengkoordinir dan mempengaruhi bawahan sehubungan
dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakannya.
Kepemimpinan merupakan suatu ilmu yang
mengkaji secara menyeluruh tentang bagaimana
mengarahkan, mempengaruhi dan mengawasi orang lain
untuk mengerjakan tugas sesuai dengan perintah yang
direncanakan.9 Berikut beberapa definisi kepemimpinan
menurut para ahli, yaitu:
1) Stephen P. Robbins mengatakan kepemimpinan adalah
kemampuan yang berpengaruhi pada suatu kelompok
untuk tercapainya tujuan.
2) Rjchard L. Daft mengatakan kepemimpinan
(Leadership) adalah kemampuan seseorang untuk
mempengaruhi orang yang mengarah kepada
pencapaian tujuan.
3) R. Terry memberikan definisi: Kepemimpinan adalah
aktivitas mempengaruhi orang lain supaya berusaha
dengan sukarela untuk mencapai tujuan bersama
4) Ricky W. Griffin mengatakan pemimpin adalah
seseorangan yang mampu mempengaruhi perilaku
orang lain tanpa harus mengandalkan kekerasan;
pemimpin adalah individu yang diterima orang lain
sebagai pemimpin.10
Pemimpin dan kepemimpinan adalah ibarat sekeping
mata uang logam yang tidak bisa dipisahkan, yang berarti
dapat dikaji secara terpisah namun harus dilihat sebagai satu
kesatuan. Seorang pemimpin harus memiliki jiwa
kepemimpinan, yang tidak bisa diperoleh dengan cepat dan
segera namun sebuah proses yang terbentuk dari waktu ke

9
Irham Fahmi, Manajemen Kepemimpinan, Cet. 2, (Bandung: Alfabeta, 2013), h. 15
10
Ibid. h. 15-16

8
waktu hingga akhirnya mengkristal dalam sebuah
karakteristik. Berdasarkan pengertian di atas dapat kita
pahami bahwa seorang pemimpin dengan kualitas
kepemimpinan yang dimilikinya bukan hanya sekedar
berusaha untuk melaksanakan tugas dan berbagai rutinitas
pekerjaan saja, namun lebih dari itu ia merupakan symbol
dari organisasinya. Mengenai tujuan pendidikan, dari sekian
banyak seorang pemimpin mayoritas dari mereka cara
menempuhnya tidak sama walaupun prinsip-prinsipnya tidak
jauh berbeda. Hal ini disebabkan karena masing-masing
kepala madrasah memiliki ciri khas serta gaya kepemimpinan
dengan menyertakan karakteristik yang ada dalam pribadi
mereka sendiri, yang selanjutnya disebut dengan tipologi
pemimpin.
Adapun tipe atau gaya-gaya kepemimpinan yang pokok
atau dapat juga disebut ekstrim ada tiga, yaitu adalah:
1) Tipe Otokratis
Kepimpinan otokratis memiliki pemimpin yang
bertindak sebagai dikatator terhadap anggota-anggota
kelompoknya. Baginya memimpin adalah
menggerakkan dan memaksa kelompok. Batasan
kekuasaan dari pemimpin otokratis hanya dibatasi oleh
undang-undang. Bawahan hanya bersifat sebagai
pembantu, kewajiban bbawahan hanyalah mengikuti
dan menjalankan perintah dan tidak boleh membantah
atau mengajukan saran.

Mereka harus patuh dan setia kepada pemimpin


secara pasti. Pemimpin yang otokratis tidak
menghendaki rapat atau musyawarah. Setiap perbedaan
diantara anggota kelompoknya diartikan sebagai
kelicikan, pembangkangan, atau pelanggaran disiplin
terhadap perintah atau instruksi yang telah diberikan.
Inisiatif dan daya pikir anggota sangat dibatasi,
sehingga tidak diberikan kesempatan untuk

9
mengeluarkan pendapatnya.
Pengawasan bagi pemimpin yang otoriter hanyalah
berarti mengontrol, apakah segala perintah yang telah
diberikan ditaati atau dijalankan dengan baik oleh
anggotanya. Mereka melaksanakan inspeksi, mencari
kesalahan dan meneliti orang-orang yang dianggap
tidak taat kepada pemimpin, kemudian orang- orang
tersebut diancam dengan hukuman, dipecat, dsb.
Sebaliknya, orang-orang yang berlaku taat dan
menyenangkan pribadinya, dijadikan anak emas dan
bahkan diberi penghargaan.11
2) Kepemimpinan Pseduo-Demokratis
Pseduo (artinya palsu), hal ini sebenarnya otokratis,
akan tetapi dalam kepemimpinanya ia memberi kesan
demokratis. Seorang pemimpin yang bersifat pseduo-
demokratis sering memakai “topeng”. Ia purapura
memperlihatkan sifat demokratis di dalam
kepemimpinannya. Ia memberi hak dan kuasa kepada
guru-guru untuk menetapkan dan memutuskan sesuatu,
tetapi sesungguhnya ia bekerja dengan perhitungan. Ia
mengatur siasat agar kemauannya terwujud kelak.

3) Tipe Laissez-faire
Tipe kepemimpinan ini sebenarnya pemimpin tidak
memberikan kepemimpinannya, dia membiarkan
bawahannya berbuat sekehendaknya. Pemimpin sama
sekali tidak memberikan kontrol dan evaluasi terhadap
pekerjaan bawahannya. Pembagian tugas dan kerja
sama diserahkan sepenuhnya kepada bawahannya tanpa
acuan atau saran-saran dari pemimpin. Dengan
demikian sangat mudah terjadi kekacauan-kekacauan
dan bentrokan-bentrokan. Tingkat keberhasilan anggota
dan kelompok semata-mata disebabkan karena
kesadaran dan dedikasi beberapa anggota kelompok,

11
Ngalim Purwanto, Administrasi dan Supervisi Pendidikan, (Bandung: PT. REmaja Rosdakarya, 2010), h. 48-49
10
dan bukan karena pengaruh dari pemimpin. Struktur
organisasinya tidak jelas atau kabur, segala kegiatan
dilakukan tanpa rencana dan tanpa pengawasan dari
pimpinan.12
4) Tipe Demokratis
Tipe pemimpin demokratis ikut berbaur di tengah
anggota-anggota kelompoknya. Hubungan pemimpin
dengan anggotabukan sebagai majikan dengan
bawahan, tetapi lebih seperti kakak dengan saudara-
saudaranya. Dalam tindakan dan usaha-udahanya ia
selalu berpangkal kepada kepentingan dan kebutuhan
kelompoknya, dan mempertimbangkan kesanggupan
dan kemampuan kelompoknya.13
Menjadi seorang pemimpin membutuhkan syarat-
syarat tertentu. Dan syarat dan karakteristik yang
dimiliki oleh seorang pemimpin berbeda-beda sesuai
dengan kelas dan fungsi jabatan yang dijabatnya. Untuk

menjadi seorang pemimpin perusahaan, tidak mungkin


memiliki persyaratan dan karakteristik yang sama
dengan seorang pemimpin dalam bidang pendidikan.
Meskipun demikian, disamping dari syarat-syarat yang
khusus berlaku dan diperlukan bagi jenis-jenis lembaga
atau organisasi tertentu, banyak syarat dan sifat umum
yang berlaku dan diperlukan bagi hamper semua
jabatan kepemimpinan.
Terdapat beberapa teori tentang kepemimpinan,
Nanang Fatah memberikan teori kepemimpinan sebagai
berikut:
a) Pendekatan Sifat-Sifat Kepemimpinan
Upaya pertama oleh psikolog dan peneliti
untuk memahami kepemimpinan adalah dengan
mengidentifikasi karakteristik atau ciri-ciri

12
Ibid, h. 49
13
Ibid, h. 50
11
pemimpin yang sukses. Penelitian pada saat itu
bertujuan untuk mengetahui karakteristik
pemimpin yang meliputi kecerdasan, hubungan
sosial, kemampuan emosional, kondisi fisik,
imajinasi, kekuatan fisik, kesabaran,
kemampuan berkorban, dan kemampuan
bekerja keras. Sifat-sifat tersebut harus dimiliki
oleh seorang pemimpin.14
b) Pendekatan Perilaku
Pendekatan behavioral atau perilaku
memandang bahwa kepemimpinan dapat
dipelajari dari pola-pola perilaku, dan bukan
dari sifat-sifat (traits) pemimpin. Pasalnya, sifat
seseorang relatif sulit dikenali. Beberapa
pandangan ahli, termasuk James Owen (1973)
percaya bahwa perilaku dapat dipelajari, ini
berarti bahwa orang yang terlatih dalam
perilaku kepemimpinan yang tepat akan mampu
memimpin secara efektif. Namun, hasil
penelitian telah membuktikan bahwa perilaku
kepemimpinan yang tepat dalam satu situasi
belum tentu sesuai dalam situasi lain lain.15
c) Pendekatan Situasional
Pendekatan situasional berpendapat bahwa
efektivitas kepemimpinan tergantung pada
kesesuaian antara orang, tugas, kekuasaan, sikap
dan persepsi. Pendekatan ini mencari
mengidentifikasi faktor yang paling penting
dalam serangkaian situasi tertentu, dan
memprediksi gaya kepemimpinan yang paling
efektif dalam situasi seperti itu.

14
Nanang Fatah, Landasan Manajemen Pendidikan, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2013), h. 88-89
15
Ibid, h. 91

12
c) Peran Kepala Madrasah
Jabatan kepala madrasah merupakan jabatan yang
sangat sulit. Di satu sisi dia adalah orang yang unggul karena
diangkat oleh atasan, di sisi lain dia adalah wakil dari guru
atau stafnya, dia adalah suara dan keinginan para guru.
mengajar dan siswa dapat belajar dengan baik.
Dalam menjalankan peran tersebut kepala madrasah
mempunyai tanggung jawab ganda yaitu melaksanakan
administrasi madrasah sehingga tercipta situasi belajar
mengajar yang baik, dan melaksanakan supervisi agar guru
meningkat dalam melaksanakan tugas mengajar dan dalam
membimbing pertumbuhan. dari siswa.

Kepala sekolah harus mampu menciptakan situasi


belajar mengajar yang baik. Artinya dia harus bisa mengelola
“lembaga sekolah”, layanan khusus madrasah, dan fasilitas-
fasilitas pendidikan sehingga guru-guru dan murid-murid
memperoleh kepuasan menikmati kondisi-kondisi kerja,
mengelola personalia pengajar dan murid membina
kurikulum yang memenuhi kebutuhan anak, dan mengelola
catatan-catatan pendidikan. Kesemuanya ini diharapkan, agar
ia dapat memajukan program pengajaran di madrasahnya.
Peran kepala madrasah tidak lepas dari ilmu pendidikan
dalam menjalankan perannya sebagaimana diungkapkan oleh
Harry Mintzberg yang secara gamblang mengungkapkan bahwa
ada tiga peran seorang pemimpin, yaitu; peran interpersonal, peran
informasi dan peran keputusan.
a. Peranan hubungan antar perseorangan (interpersonal roles)
Peranan ini timbul akibat adanya otoritas formal
dari seorang manajer meliputi:
1) Figurehead (lambang)
2) Leadership (kepemimpinan)
3) Liasion (penghubung)
b. Peranan informasional (informational roles)
1) Sebagai monitor

13
2) Sebagai disseminator
3) Sebagai Spokesman
c. Peranan sebagai pengambil keputusan (decisional roles)
Ada empat macam peran kepala madrasah sebagai
pengambil keputusan, yaitu:
1) Entrepreneur
2) Orang yang memperhatikan gangguan
(disturbancehandler)
3) Peran dalam negosisasi
4) Sebagai innovator.16
H. Kinerja Guru
a. Pengertian Kinerja Guru
Istilah kinerja berasal dari kata job performance atau actual
performance (prestasi kerja atau prestasi yang sesungguhnya yang
dicapai oleh seseorang).17 Pengertian kinerja telah dikemukakan
oleh beberapa ahli manajemen antara lain sebagai berikut:
1) Kinerja adalah rekaman hasil yang diperoleh dari fungsi
pekerjaan atau kegiatan tertentu selama periode waktu
tertentu
2) Handoko dalam bukunya tentang personalia dan
manajemen sumber daya mendefinisikan kinerja sebagai
proses dimana organisasi mengevaluasi atau menilai kinerja
karyawan
3) Kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh
seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi
dalam rangka mencapai tujuan organisasi dalam jangka
waktu tertentu. 18
Anwar Prabu Mangku Negara mendefinisikan kinerja sebagai
berikut:
Kinerja (kinerja kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan

16
Wahjosumidjo, Kepemimpinan Kepala Madrasah, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2010), h. 89-93
17
. A. Anwar Prabu Mangku Negara, Managemen Sumber Daya Manusia Perusahaan, (Bandung: PT Remaja Rosda
Karya, 2000), h. 6
18
Ibid, h. 68

14
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikannya.
Kinerja adalah tindakan seseorang dalam melaksanakan tugas dan
wewenang yang menjadi kewajiban dan tanggung jawabnya
disertai dengan kemampuan dan keahlian profesional.19

Berdasarkan pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa


kinerja adalah hasil dari fungsi kerja atau kegiatan seseorang atau
kelompok dalam suatu organisasi yang dipengaruhi oleh berbagai
faktor untuk mencapai tujuan organisasi dalam jangka waktu
tertentu. Secara leksikal, guru berarti orang yang tugasnya
mengajar.
Menurut ahli bahasa Belanda J.E.C. Gericke dan T. Roorda
sebagaimana dikutip Hadi Supeno menjelaskan bahwa guru adalah
kata yang berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti berat, besar,
penting, sangat baik, terhormat, dan guru. Sedangkan dalam bahasa
Inggris ada beberapa kata yang dekat dengan arti teacher, yaitu kata
teacher artinya guru, guru, kata Educator artinya pendidik, ahli
dalam mendidik dan tutor yang artinya guru pribadi, atau guru yang
mengajar di rumah, memberikan pelajaran (pelajaran). Dalam
pandangan masyarakat Jawa, guru dapat ditelusuri melalui akronim
gu dan ru. Gu artinya bisa dipeluk (adopsi) dan ru artinya bisa
ditiru (sebagai contoh).20
Guru adalah seseorang yang memiliki gagasan yang harus
diwujudkan untuk kepentingan siswa, sehingga dapat mendukung
hubungan yang sebaik-baiknya dengan siswa, sehingga mereka
menjunjung tinggi, mengembangkan dan menerapkan nilai-nilai
yang berkaitan dengan agama, budaya dan ilmu pengetahuan.21
Kinerja guru atau guru adalah suatu perilaku atau respon yang
memberikan hasil yang mengacu pada apa yang mereka lakukan
ketika menghadapi suatu tugas. Kinerja staf pengajar atau guru
menyangkut segala kegiatan atau perilaku yang dialami oleh staf
pengajar, jawaban yang mereka buat, untuk memberikan hasil atau

19
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 107-108
20
Sri Minarti, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Amzah, 2013), h. 107-108
21
Syafruddin Nurdin dan Basyiruddin Usman, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum, (Jakarta: Ciputat
Press, 2003), h. 8.

15
tujuan. Berdasarkan pengertian yang dikemukakan di atas, dapat
dipahami bahwa kinerja guru adalah prestasi yang dicapai seorang

guru dalam mengelola dan melaksanakan tugas pendidikan dan


pengajaran sesuai dengan standar yang berlaku pada pekerjaannya.
b. Standar Kinerja Guru
Penetapan standar proses pendidikan ini merupakan suatu
kebijakan yang sangat penting dan strategis untuk pemerataan dan
peningkatan kualitas pendidikan. Melalui standar proses
pendidikan setiap guru atau pengelola madrasah dapat menentukan
bagaimana seharusnya proses pembelajaran berlangsung.
Tercapainya standar pencapaian proses pendidikan melalui
peningkatan dan peningkatan profesionalisme guru serta
optimalisasi peran guru dalam proses pembelajaran. Kompetensi
adalah perilaku rasional dalam rangka mencapai tujuan yang
dipersyaratkan sesuai dengan kondisi yang diharapkan.22
Menurut Muhammad Uzer Usman kompetensi berarti suatu hal
yang mendefinisikan kualifikasi atau kemampuan seseorang baik
yang kualitatif maupun kuantitatif.23 Pengelolaan adalah
kemampuan atau ketrampilan untuk yang di peroleh dari suatu
hasil dalam rangka mencapai tujuan melalui kegiatan orang lain.24
Dan pembelajaran adalah proses interaksi antara peserta didik
maupun dengan lingkungannya, sehingga terjadi suatu perubahan
kearah yang lebih baik.25
Jadi kompetensi manajemen pembelajaran adalah kemampuan
atau keterampilan guru dalam mengelola segala sesuatu yang
berkaitan dengan proses pengajaran di kelas mulai dari pembukaan
pelajaran hingga pelaksanaan penilaian guna mencapai tujuan
pembelajaran. Sebagai pengelola pembelajaran, guru berperan

22
Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan,
(Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2007), h. 17.
23
Moh Uzer Usman, Menjadi Guru Profesional, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2001),
hal. 4.
24
Sondang. P. Siagian, Filsafat Administrasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 5.
25
E. Mulyasa, Kurikulum Berbasis Kompetensi, (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2008), h.
100

16
dalam menciptakan iklim belajar yang memungkinkan siswa
belajar dengan nyaman.
Kompetensi ini merupakan salah satu kompetensi dasar yang
harus dimiliki oleh guru, karena jika guru mampu melaksanakan
tugas mengajarnya dengan baik maka kinerja guru akan dikatakan
baik pula. Dan performanya sendiri bisa dilihat dari bagaimana
seseorang guru dalam mengelola pembelajaran baik sebelum
proses belajar mengajar berlangsung maupun sampai pada saat
proses pembelajaran. Syafrudin Nurdin, menjelaskan bahwa
kinerja guru itu terlihat dari aktifitas yang dilakukan dalam
mempersiapkan pengajaran dikelas, yang meliputi:
a. Identifikasi dengan cermat mata pelajaran atau sub mata
pelajaran yang telah digariskan dalam kurikulum.
b. Tentukan kelas atau semester dan alokasi waktu yang akan
digunakan.
c. Merumuskan tujuan intruksional umum.
d. Merumuskan tujuan intruksional tertentu.
e. Merinci materi pelajaran berdasarkan bahan ajar dan TIK yang
ingin dicapai.
f. Merencanakan kegiatan belajar mengajar dengan cermat, jelas
dan tegas, sistematis, logis sesuai dengan TIK dan materi
pelajaran
g. Mempersiapkan dan melaksanakan variasi dan kebutuhan siswa
lainnya
h. Pilih alat peraga, sumber bahan dari buku dan komunitas
masyarakat.
i. Merancang prosedur penilaian dan evaluasi dengan hati-hati.
j. Menggunakan bahasa yang jelas, mudah dipahami dan sesuai
dengan EYD.

k. Menyusun unit pelajaran.26


Kompetensi profesional merupakan profil kemampuan dasar
yang harus dimiliki guru. Kompetensi ini dikembangkan
berdasarkan analisis tugas yang harus dilaksanakan oleh guru.
17
Oleh karena itu, kesepuluh kompetensi tersebut secara
operasional akan mencerminkan fungsi dan peran guru dalam
mengajar siswa. Dengan demikian, untuk memperoleh predikat
kinerja guru dengan baik. Jadi ada banyak hal yang harus dilakukan
dan dikerjakan, baik tertulis maupun tidak tertulis. Maka sebagai
seorang guru, ia harus mampu memahami tugasnya sebagai
pengelola pembelajaran, melaksanakannya, dan berhasil dalam
mengajar agar tujuan pembelajaran dapat tercapai dengan baik,
yang sangat ditentukan oleh konsekuensi dan keahlian dalam
memilih strategi mengajar..
c. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Guru
Berkaitan dengan kinerja, Sondang P. Siagian mengemukakan
bahwa kinerja seseorang dan produktivitas kerjanya ditentukan
oleh tiga faktor utama berikut ini:
1) Motivasinya
Yang dimaksud dengan motivasi adalah daya penggerak
yang dimiliki, baik secara intrinsik maupun ekstrinsik, yang
membuatnya mau dan mau bekerja sekeras mungkin dengan
mengarahkan segala kemampuannya untuk keberhasilan
organisasi dalam mencapai tujuan dan berbagai tujuannya.
Keberhasilan organisasi ini memungkinkan yang bersangkutan
untuk mencapai tujuan pribadinya berupa harapan, keinginan,
cita-cita dan berbagai jenis kebutuhan.
2) Kemampuannya
Ada kemampuan fisik dan ini lebih dibutuhkan oleh
pegawai yang dalam menjalankan tugasnya lebih banyak

26
Syafrudin Nurdin dan Basyirudin Usman, Guru Profesional., h. 90-91

18
menggunakan otot. Di sisi lain, ada kemampuan mental
intelektual, yang lebih dituntut dengan penyelesaian tugas
kerja menggunakan otak. Tentu saja, mereka yang lebih
banyak menggunakan otot tetap harus menggunakan otaknya,
dan sebaliknya, mereka yang menggunakan otaknya tetap
dituntut memiliki kemampuan fisik.

3) Ketepatan Penugasan
Dalam dunia manajemen ada ungkapan yang mengatakan
bahwa mereka yang tidak benar mengenali pengetahuan,
keterampilan, kemajuan, bakat dan minat bawahannya.
Terbukti dengan penempatan yang tidak tepat, kinerja
seseorang tidak sesuai dengan harapan manajemen dan
tuntutan organisasi sehingga menunjukkan produktivitas kerja
yang rendah..27
Masalah motivasi dan etos kerja nampaknya cukup
berpengaruh terhadap pekerjaan guru, guru dengan etos kerja dan
motivasi yang tinggi pada dasarnya menunjukkan komitmen penuh
terhadap institusi tempatnya bekerja. Ada empat faktor yang dapat
menimbulkan motivasi kinerja guru, antara lain:
a) Semangat untuk bekerja.
Seseorang akan melaksanakan suatu pekerjaan
tertentu, dimaksudkan sebagai upaya untuk mewujudkan
keinginan dan kebutuhan yang ada.
b) Tanggung jawab atas tugas
Sebagai konsekuensi dari jabatan yang diemban oleh
guru, seorang guru akan mempunyai sejumlah tugas yang
harus dilaksanakan sesuai dengan jabatannya, tugas ini

27
Sondang P Siagaan, Kiat Meningkatkan Produktifitas Kerja, (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), h. 4

19
berkaitan dengan kualitas dan kuantitas yang diberikan
oleh guru. Motivasi kerja guru dalam memenuhi
kebutuhannya akan ditentukan oleh besar kecilnya
tanggung jawab yang ada dalam melaksanakan tugasnya.
c) Minat pada Tugas
Besar kecilnya minat guru terhadap tugas tersebut
akan mempengaruhi tingkat atau motivasi kerja guru
untuk berkembang di madrasah. Hadar Nawawi
mengatakan bahwa minat dan kemampuan terhadap suatu
pekerjaan berpengaruh pula terhadap moral kerja.
d) Penghargaan atas tugas
Penghargaan atas suatu jabatan atas keberhasilan
yang dicapai guru dalam bekerja merupakan salah satu
motivasi yang mendorongnya bekerja. Karena
penghargaan, penghormatan, pengakuan sebagai subyek
yang memiliki kehendak, pilihan, perasaan dan lain-lain
sangat besar pengaruhnya terhadap kerja seorang guru.28
d. Indikator Kinerja Guru
Indikator kinerja merupakan aspek-aspek yang menjadi
ukuran tolak ukur dalam menilai sebuah kinerja. Menurut John
Miner mengemukakan 4 dimensi yang dapat dijadikan sebagai
tolak ukur dalam menilai kinerja secara umum, yaitu;
1) Kualitas, yaitu ; tingkat kesalahan, kerusakan, akurasi.
2) Kuantitas, yaitu jumlah pekerjaan yang dihasilkan.
3) Penggunaan waktu dalam kerja, yaitu tingkat ketidakhadiran,
keterlambatan, waktu kerja efektif atau hilangnya jam kerja.
4) Kerja sama dengan orang lain di tempat kerja. 29
Dari keempat indikator kinerja di atas, dapat disimpulkan
bahwa ada dua hal yang berkaitan dengan aspek keluaran atau hasil
28
Departemen Agama RI, Motivasi dan Etos Kerja, (Jakarta: Depag RI, 2002)
29
udarmanto. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM: Teori, Dimensi
Pengukuran dan Implementasi Dalam Organisasi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 11.

20
kerja, yaitu: kualitas hasil, kuantitas keluaran dan dua hal yang
berkaitan dengan aspek perilaku individu yaitu penggunaan waktu.
di tempat kerja (tingkat kepatuhan terhadap jam kerja, kedisiplinan)
dan kerjasama. sehingga keempat indikator di atas mengukur
kinerja pada level individu. Pengukuran kinerja merupakan
jembatan antara perencanaan strategis dan akuntabilitas. Badan
Administrasi Negara (LAN) telah menetapkan lima indikator yang
dijadikan pedoman dan pedoman bagi organisasi publik dalam
menyusun laporan kinerja, yaitu:
1) Input adalah sesuatu yang diperlukan agar pelaksanaan
kegiatan dan program dapat berjalan atau agar menghasilkan
output seperti: orang, dana, waktu, bahan, dan lain-lain.
2) Keluaran adalah segala sesuatu berupa produk/jasa ( fisik dan
atau non fisik ) sebagai hasil langsung dari pelaksanaan suatu
kegiatan program berdasarkan masukan yang digunakan.
3) Hasil adalah segala sesuatu yang mencerminkan berfungsinya
keluaran kegiatan dalam jangka menengah. Outcome
merupakan ukuran sejauh mana setiap produk jasa dapat
memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat
4) Manfaat adalah pemanfaatan suatu keluaran yang dirasakan
langsung oleh masyarakat. Manfaat tersebut dapat berupa
tersedianya fasilitas yang dapat diakses oleh masyarakat.
5) Dampak adalah ukuran tingkat pengaruh sosial, ekonomi,
lingkungan atau kepentingan umum lainnya yang diawali
dengan pencapaian kinerja masing-masing indikator dalam
suatu kegiatan..
Kelima indikator tersebut di atas dapat digunakan untuk
mengevaluasi kinerja baik dalam perencanaan, pelaksanaan
maupun setelah kegiatan selesai sehingga dapat disimpulkan bahwa
kelima indikator di atas lebih berpeluang untuk menilai kinerja
organisasi.

21
Berdasarkan berbagai pendapat di atas, dapat disimpulkan
bahwa indikator penilaian kinerja sangat bervariasi tergantung pada
aspek-aspek tertentu yang diukur, seperti kinerja individu, hasil
kinerja, kinerja proses dan metode pengukuran. Indikator penilaian
kinerja guru yang dilakukan pada kegiatan pembelajaran di kelas,
yaitu:
1) Perencanaan Program Kegiatan Pembelajaran
Tahap perencanaan dalam kegiatan pembelajaran ini adalah
tahapan yang berhubungan dengan kemampuan seorang guru
dalam proses penyusunan sebuah program kegiatan
pembelajaran.
2) Pelaksanaan Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran di kelas adalah tujuan
penyelenggaraan pendidikan yang ditandai oleh adanya kegiatan
pengelolaan kelas, penggunaan media dan sumber belajar, dan
penggunaan metode serta strategi pembejaran. Semua tugas
tersebut merupakan tugas dan tanggung jawab guru yang secara
optimal dalam pelaksanaanya menuntut kemampuan guru.
3) Evaluasi/Penilaian Pembelajaran
Penilaian hasil belajar adalah kegiatan atau cara yang
ditujukan untuk mengetahui tercapainya atau tidaknya tujuan
pembelajaran tersebut dan juga proses pembelajaran yang telah
dilakukan. Pada tahap ini seorang guru dituntut untuk memiliki
kemampuan dalam menentukan pendekatan dan cara-cara
evaluasi, penyusunan alat-alat evaluasi, pengolahan, dan
penggunaan hasil evaluasi.
4) Pengawasan Pembelajaran
Selain pendekatan penilaian dan penyusunan alat tes
tersebut, hal lain yang harus diperhatikan guru adalah
pengolahan dan penggunaan hasil belajar dalam hal ini adalah
pengawasan hasil belajar oleh guru. Ada dua hal yang perlu

22
diperhatikan dalam supervisi pembelajaran oleh guru. Hal ini
berkaitan dengan pemanfaatan hasil belajar, yaitu:
a) Jika bagian tertentu dari materi pelajaran tidak dipahami
oleh sejumlah kecil siswa, guru tidak perlu memperbaiki
program pembelajaran, melainkan memberikan kegiatan
remedial bagi siswa yang bersangkutan.
b) Jika bagian-bagian dari materi pelajaran tidak dipahami
oleh sebagian besar peserta didik, maka diperlukan
perbaikan terhadap program pembelajaran, khususnya
berkaitan dengan bagian-bagian yang sulit dipahami.30
Mengenai dengan lemahnya kinerja guru, sedikitnya
terdapat tujuh indikator yang menunjukkan lemahnya kinerja
guru dalam melaksanakan tugas utamanya mengajar (teaching)
yaitu :
1) Rendahnya pemahaman tentang strategi pembelajaran
2) Kurangnya kemahiran dalam mengelola kelas
3) Rendahnya kemampuan melakukan dan memanfatkan
penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research)
4) Rendahnya motivasi berprestasi
5) Kurangnya kedisiplinan
6) Rendahnya komitmen profesi
7) Rendahnya kemampuan manajemen waktu.31
Faktor lain yang mengakibatkan rendahnya profesionalisme
guru antara lain disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut:
a. Masih banyak guru yang belum sepenuhnya menekuni
profesinya. Hal ini dikarenakan sebagian guru belajar di
luar jam kerjanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-
hari, sehingga tidak memiliki kesempatan untuk

30
Nana Syaodih Sukmadinata. Landasan Psikologi Proses Pendidikan. (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 2004), h. 11.
31
E. Mulyasa, Standar Kompetensi, h. 9

23
memperbaiki diri, baik membaca, menulis maupun
membuka internet.
b. Belum adanya standar profesi guru seperti yang dituntut di
negara maju.
c. Hal ini mungkin disebabkan oleh adanya perguruan tinggi
swasta yang menghasilkan guru pra jadi atau setengah jadi,
tanpa memperhatikan outputnya di lapangan, sehingga
menyebabkan banyak guru yang tidak patuh terhadap etika
profesinya.
d. Kurangnya motivasi guru dalam meningkatkan kualitas diri
karena guru tidak dituntut untuk meneliti seperti yang
diterapkan pada dosen di perguruan tinggi.32
e. Mempengaruhi perkembangan seseorang, yaitu manusia,
alam, dan kebudayaan. Manusia, alam dan kebudayaan
inilah yang sering disebut dalam ilmu pendidikan sebagai
lingkungan pendidikan.33
Untuk menjadi professional, seorang guru dituntut memiliki
minimal lima hal sebagai berikut :
1) Mempunyai komitmen pada peserta didik dan proses
belajarnya.
2) Menguasai secara mendalam bahan atau mata pelajaran
yang telah diajarkannya serta cara mengajarnya kepada
peserta didik
3) Bertanggung jawab dan memantau hasil belajar peserta
didik melalui berbagai cara evaluasi.
4) Mampu berpikir sistematis tentang apa yang telah
dilakukannya dan belajar dari pengalamannya.

32
Sondang P Siagaan, Kiat Meningkatkan Produktifitas Kerja, (Jakarta: Rineka Cipta,
2002), h. 23
33
Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 132.
43 Ahmad Tafsir, Filsafat Pendidikan Islam Integrasi Jasmani, Rohani dan Kalbu Memanusiakan
Manusia, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2010), h. 170

24
5) pengayoman merupakan bagian dari masyarakat belajar
dalam lingkungan profesinya.34
I. Peran Kepala Madrasah Sebagai Supervisor Dalam
Meningkatkan Kinerja Guru
c. Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
Kepala sekolah adalah wakil manajer dari administrator puncak
yang menjalankan kepemimpinan sehari-hari di bidang
administrasi sekolah dan supervisi pendidikan. Tugas kepala
sekolah sebagai supervisor adalah membantu guru memperbaiki
situasi belajar mengajar dalam arti luas. Misi utama supervisi
pendidikan adalah memberikan pelayanan kepada guru untuk
mengembangkan kualitas pembelajaran, memfasilitasi guru untuk
mengajar secara efektif. Berkolaborasi dengan guru atau anggota
staf lainnya untuk meningkatkan kualitas pembelajaran,
mengembangkan kurikulum dan meningkatkan pertumbuhan
profesional semua anggota.
Menurut Peter F. Olivia dalam bukunya Piet A. Sahertian
berpendapat kepala sekolah sebagai supervisor dapat berperan
sebagai:
1) Koordinatior
2) penasihat
3) Pemimpin organisasi
4) Evaluator.35
Sebagai koordinator ia dapat mengkoordinasikan program
belajar mengajar, tugas anggota staf sebagai kegiatan bervariasi
antara guru. Sebagai konsultan ia dapat memberikan bantuan,
bersama-sama dengan konsultasi masalah yang dialami oleh guru
baik secara individu maupun kelompok.

34
Syarifudin Nurdin dan Basyiruddin Usman,, Guru Professional, h. 36
35
Piet A. Sahertian, Supervisi Pendidikan, (Jakarta: Rineka Cipta, 2000) hlm.25

25
Sebagai ketua kelompok ia dapat memimpin sejumlah staf
pengajar dalam mengembangkan potensi kelompok, sekaligus
mengembangkan kurikulum, materi pelajaran dan kebutuhan
profesional guru secara bersama-sama. Sebagai pemimpin
kelompok ia dapat mengembangkan keterampilan dan kiat-kiat
dalam bekerja untuk kelompok, bekerja dengan kelompok dan
bekerja melalui kelompok. Sebagai evaluator, ia dapat membantu
guru dalam menilai hasil dan proses pembelajaran, serta dapat
menilai kurikulum yang sedang dikembangkan.
Namun menurut Kimball Wiles dalam bukunya Piet A.
Sahertian, yaitu: Menciptakan, mendukung dan melibatkan, bukan
mengarahkan secara terus menerus.”36 Kepala sekolah sebagai
supervisor atau mereka yang secara resmi ditunjuk oleh pemerintah
untuk melaksanakan tugas supervisor harus betul-betul mengerti
apa sebenarnya yang dibutuhkan oleh guru dalam melaksanakan
dan meningkatkan kualitas profesionalnya. Meningkatkan mutu
pembelajaran menjadi landasan profesionalisme supervisi
pendidikan. Karenanya diperlukan perubahan dan pengembangan
visi berorientasi pada mutu, kecerdasan siswa dan paradigma baru
pendidikan.
a. Bentuk Kegiatan Supervisi Kepala Sekolah
Salah satu cara untuk menjalankan fungsi serta peran guru
pembimbing. Kepala sekolah khususnya mengajar untuk
memahami landasan untuk melaksanakan tugasnya. untuk
upaya meningkatkan efisine dan efektifitas suatu proses
pelaksanaan supervisi pendidikan, adapun landasan untuk
peningkatan kegiatan tersebut sebagai berikut:37
1) Suati kegiatan spuervisi harus berlandaskan pada falsafah
Pancasila. Artinya dalam melakukan pendampingan agar

36
Ibid, hlm 26
37
Soejipto dan Raflils Kosasi. Profesi Keguruan, (Jakarta: RinekaCipta, 2000), hlm: 239.

26
meningkatkan proses belajar mengajar, pengawas wajib
menjiwai dan menghayati nilai-nilai Pancasila.
2) Keberhasilan supervisi harus didasarkan pada pendekatan
ilmiah serta kreatif untuk mendukung prestasi belajar siswa
dalam proses belajar mengajar. Supervisi harus dapat
menjamin kesinambungan perbaikan dan perubahan
program pengajaran. Supervisi bertujuan untuk
mengembangkan kondisi yang menguntungkan bagi
terjadinya proses belajar mengajar yang efektif. Pendekatan
supervisi adalah:
a) Pendekata secara langsung (direktif)
Pendekatan direktif atau pendekatan secara langsung
terhadap masalah. Pendekatan direktif ini didasarkan
pada pemahaman psikologi behaviorisme. Prinsip
behaviorisme adalah bahwa semua tindakan berasal
dari refleks, yaitu tanggapan pada tindakan stimulus. Di
karenakan sorang guru memiliki kekurangan, maka
diperlu rangsangan agar seorang guru dapat bereaksi.
Jika guru tidak berkualitas, maka pendekatan ini
digunakan. Perilaku supervisor pendekatan langsung
adalah: (a) menjelaskan, (b) menyajikan, (c)
mengarahkan, (d) berikan contoh, (e) menetapkan tolok
ukur, (f) memperkuat.38
b) Pendekatan secara tidak langsung (non direktif)
Secara tidak langsung pendekatan ini adalah
pendekatan terhadap masalah yang bersifat tidak
langsung. Pendekatan non-direktif berdasarkan
pemahaman kekeluargaan. Psikologi humanistik
menghargai orang-orang yang dibantunya. Supervisor
tidak langsung menunjukkan masalahnya, tetapi

38
Ibid, hal. 46

27
pertama-tama mendengarkan secara aktif apa yang
dikatakan guru. Perilaku supervisor pendekatan tidak
langsung adalah: (a) mendengarkan, (b) penguatan
anggota, (c) menjelaskan, (d) menyajikan, (e)
memecahkan masalah.39
c) Pendekatan Kolaboratif
Pendekatan kolaboratif adalah pendekatan yang
menggabungkan pendekatan yang menggabungkan
pendekatan direktif dan non-direktif menjadi
pendekatan baru. Pendekatan ini didasarkan pada
psikologi kognitif. Psikologi kognitif beranggapan
bahwa belajar merupakan hasil perpaduan antara
aktivitas individu dan lingkungan yang pada gilirannya
akan mempengaruhi terbentuknya aktivitas individu.
Dalam pendekatan ini supervisor dan guru bersama-
sama, bersepakat untuk menetapkan struktur, proses
dan kriteria dalam melaksanakan proses percakapan
terhadap masalah yang dihadapi guru. Prilaku
supervisor adalah sebagai berikut: (a) menyajikan; (b)
menjelaskan; (c) mendengarkan; (d) memecahkan
masalah; (e) negosiasi.40
Selain pendekatan dalam supervisi juga terdapat beberapa
model yang dikembangkan. Pengertian model dalam uraian ini
adalah suatu pola. Ada beberpa model yang berkembang,
antara lain: model konvesional, model ilmiah, model klinis,
model artistik.41
1) Model supervisi konvensional (tradisional)
Model ini merupakan cerminan dari kondisi masyarakat
pada suatu waktu. Ketika kekuasaan bersifat otoriter dan
39
Ibid, hal. 47
40
ibid, hal. 49-50
41
ibid, hal.34

28
feodal, maka akan mempengaruhi sikap pemimpin yang
otokratis dan korektif. Pemimpin cenderung mencari
kesalahan. Menemukan kesalahan dalam membimbing
sangat bertentangan dengan prinsip dan tujuan supervisi
pendidikan. Akibatnya guru merasa tidak puas dan ada dua
sikap yang tampak pada kinerja guru yaitu acuh tak acuh
dan menantang..42
Menurut Thomas Gordon (1988) praktik pengawasan
harus bersifat pedagogis taktis atau dengan kata lain
menggunakan bahasa penerimaan, bukan bahasa penolakan.
Jadi para guru menyadari bahwa mereka harus memperbaiki
kesalahan. Guru akan senang melihat dan menerima bahwa
ada sesuatu yang perlu diperbaiki.43
2) Model ilmiah
Supervisi yang bersifat ilmiah memiliki ciri-ciri sebagai
berikut: (1) dilaksanakan secara berencana dan
kebersamaan, (2) sistematis dan menggunakan prosedur
serta teknik tertentu, (3) menggunakan instrumen
pengumpulan data, (4) ada data yang objektif yang
diperoleh dari keadaan yang riil.44
Dengan menggunakan merid rating, rating scale atau
checklish, siswa menilai proses belajar mengajar guru di
kelas. Hasil penelitian ini diberikan kepada guru sebagai
pengembalian kinerja mengajar semester lalu. Hasil
penelitian ini tidak berbicara kepada guru dan guru
melakukan perbaikan pada semester berikutnya.45
3) Model klinis

42
ibid, hal.35
43
ibid
44
ibid, hal 36
45
ibid

29
Supervisi klinis adalah suatu bentuk supervisi yang
menitikberatkan pada peningkatan pengajaran melalui
siklus yang sistematis, dalam perencanaan yang intensif dan
cermat, pengamatan dan analisis kinerja pengajaran yang
nyata, dan bertujuan untuk melakukan perubahan secara
rasional.
4) Model artistik.
Supervisor yang mengembangkan model ini akan
menampakka dirinya dalam hubungan dengan guru-guru
yang dibimbing sedemikian baiknya sehingga para guru-
guru merasa diterima. Ciri yang khas tentang model
supervisi artistik adalah:
a) supervisi yang artistik membutuhkan perhatian untuk
lebih banyak mendengarkan dari pada banyak bicara
b) pengawasan artistik memerlukan tingkat pengetahuan
atau keterampilan khusus yang memadai, untuk
memahami apa yang dibutuhkan seseorang sesuai
dengan harapannya
c) supervisi seni mengutamakan sumbangsih unik guru
dalam rangka mengembangkan pendidikan bagi
generasi muda
d) model pengawasan artistik, menuntut untuk lebih
memperhatikan proses kehidupan kelas dan proses
yang diamati selama waktu tertentu, sehingga dapat
diperoleh peristiwa penting yang dapat ditempatkan
dalam konteks waktu tertentu.
e) model artistik pengawasan memerlukan laporan yang
menunjukkan bahwa dialog antara pengawas yang
mengawasi dilakukan atas dasar kepemimpinan yang
dilakukan oleh kedua belah pihak

30
f) model pengawasan artistik memerlukan kemampuan
bahasa dalam cara mengungkapkan apa yang dimiliki
oleh orang lain sehingga orang lain dapat menangkap
dengan jelas ciri-ciri ungkapan yang diungkapkan.
g) model artistik supervisi membutuhkan kemampuan
untuk menginterpretasikan makna dari peristiwa yang
diungkapkan, sehingga orang lain memperoleh
pengalaman dan membuat mereka menghargai apa
yang mereka pelajari.
h) model artistik pengawasan menunjukkan fakta bahwa
pengawasan individu dengan kekhususan, kepekaan
dan pengalaman adalah instrumen utama yang
digunakan dalam situasi pendidikan itu diterima dan
bermakna bagi orang yang disupervisi.46
b. Faktor Yang Mempengaruhi Supervisi Kepala Sekolah
Jika prinsip-prinsip pembinaan di atas diperhatikan dan
benar-benar dilaksanakan oleh kepala sekolah, maka
diharapkan setiap sekolah secara bertahap akan maju dan
berkembang sebagai alat yang benar-benar memenuhi syarat
untuk mencapai tujuan pendidikan. Namun, kemampuan dan
kemampuan seorang kepala sekolah dipengaruhi oleh berbagai
faktor.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya
pengawasan atau kecepatan hasil pengawasan, antara lain:
a) Lingkungan terhadap masyarakat dimana sekolah itu
berada.
Entah sekolah itu di kota besar, di kota kecil, atau di
pelosok. Dalam masyarakat orang kaya atau dalam
masyarakat yang umumnya kurang mampu. Dalam

46
Ibid, hal. 42-44

31
komunitas intelektual atau pedagang atau petani, dan lain-
lain.
b) Luas sekolah yang menjadi tanggung jawab kepala sekolah.
Apakah sekolah itu kompleks sekolah yang besar,
banyak guru dan siswa, memiliki halaman dan tanah yang
luas atau sebaliknya.
c) Tingkat dan jenis sekolah.
Apakah sekolah yang dipimpinnya SD atau SMP?
Sekolah umum atau sekolah kejuruan, dan sebagainya.
Semua ini memerlukan sikap dan sifat pengawasan tertentu.
d) Kondisi guru dan staf yang ada.
Apakah guru-guru di sekolah itu pada umumnya sudah
berwewenang, bagaimana kehidupan sosial ekonominya,
hasrat kemauan dan kemampuannya, dan sebagainya.
e) Kecakapan dan keahlian kepala sekolah itu sendiri.
Di antara faktor-faktor lain, faktor ini adalah yang
paling penting. Alangkah baiknya kondisi dan situasi sekolah
yang ada jika kepala sekolah sendiri tidak memiliki
keterampilan dan keahlian yang diperlukan, yang semuanya
akan kurang berarti. Sebaiknya keterampilan dan keahlian
yang dimiliki kepala sekolah, segala kekurangan yang ada
akan menjadi pendorong dan pendorong untuk selalu
berusaha memperbaiki dan menyempurnakannya..47
J. PENELITIAN TERDAHULU

Peneliti mengakui bahwa penelitian tentang supervisi bukan


merupakan kajian yang pertama kali dilakukan. Terkait dengan penelitian,
kajiann dilakukan pada beberapa skripsi terdahulu.
1. Skripsi yang di kemukakan di Program Studi Jurusan Pendidikan
Agama Islam Fakultas Tarbiyah Universitas Islam Negeri Maulana
Malik Ibrahim Malang yang ditulis oleh Anita Noor Maidah (2008)

47
H.M. Daryanto, Administrasi Pendidikan, (Jakarta : Rineka Cipta, 1998), hlm. 171-173

32
tentang “Aktualisasi Kepala Sekolah Sebagai Pengawas Dalam
Meningkatkan Kualitas Pembelajaran di Madrasah Ibtidaiyah.
Tompokersan Lumajang”. Fokus masalah di dalam penelitian ini
diarahkan pada kajian aktualisasi kepala sekolah dalam meningkatkan
kualitas pembelajaran, yaitu: (1) bagaimana aktualisasi kepala sekolah
sebagai supervisor dalam meningkatkan kualitas pembelajaran.? (2)
apa saja faktor pendukung dan penghambat kepala sekolah sebagai
supervisor dalam meningkatkan kualitas pembelajaran?. Kata kunci
penelitian ini adalah kepala sekolah, supervisor, kualitas
pembelajaran.
2. Skripsi yang di tulis oleh Natla Hayeetahe, Program Studi Pendidikan
Agama Islam, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah,
Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang, tentang
“Pelaksanaan Pengawasan Kepala Sekolah Dalam Mengembangkan
Profesionalisme Guru (Studi Kasus Di Sekolah Menengan
Sasnupatam Di Provinsi Pattani Thailand Selatan)”. Rumusan
masalahnya yaitu: (1) bagaimana performan profesionalitas guru di
sekolah menengah sasnupatam di propinsi pattani thailand selatan? (2)
bagaimanakah upaya-upaya kepala sekolah untuk mengatasi hambatan
implementasi supervisi kepala sekolah menengah sasnupatam di
propinsi pattani thailand selatan? (3) faktor apa saja yang
mempengaruhi pelaksanaan supervisi pelaksanaan supervisi kepala
sekolah dalam mengembangkan profesionalisme guru disekolah
menengah sasnupatam di propinsi thailand?. Kata kunci dari supervisi,
profesionalitas guru.
3. Lalu skripsi yang ditulis oleh Eli Setiyowati (2003) Program Studi
Pendidikan Agama Islam, Jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas
Tarbiyah, Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang,
tentang “Peran Kepala Sekolah Sebagai Pembimbing Dalam Upaya
Peningkatan Mutu Pendidikan Agama Islam di SDN Kedung Prone 1,
Kecamatan Krembung, Kabupaten Sidoarjo". Penelitian ini lebih

33
diarahkan pada: (1) bagaimana peran kepala sekolah sebagai
supervisor pendidikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan
agama Islam? (2) upaya apa yang dilakukan kepala sekolah sebagai
pengawas pendidikan dalam meningkatkan kualitas pendidikan agama
Islam? Sepengetahuan peneliti, berdasarkan penelusuran media
elektronik, masih sedikit yang membahas tentang “Peran Kepala
Madrasah sebagai Pengawas Dalam Meningkatkan Profesionalisme
Guru Bahasa Indonesia di MI Nurul Huda Babadan”.
K. PARADIGMA PENELITIAN
Selain guru dan tenaga kependidikan lainnya, kepala sekolah
memiliki peran yang sangat penting dalam keberhasilan pengembangan
karakter di sekolah, terutama dalam mengkoordinir, menggerakkan dan
menyelaraskan semua sumber daya pendidikan yang ada. Kepala sekolah
merupakan pemimpin tertinggi yang sangat berpengaruh dalam
menentukan kemajuan sekolah.
Kepemimpinan merupakan salah satu faktor yang dapat
mendorong terwujudnya visi, misi dan tujuan sekolah melalui program-
program yang dilaksanakan secara bertahap dan terencana.
Jadi kepala sekolah adalah orang yang paling penting yang dapat
menentukan keberhasilan di sekolah, baik itu dalam mengembangkan
karakter siswa, guru, karyawan dan staf di sekolah. Dengan kata lain
kepala sekolah harus selalu berada di depan dimana ketika bawahannya
membutuhkan kepala sekolah maka kepala sekolah harus siap terjun
langsung ke lapangan.

L. Metode dan Alasan Menggunakan Penelitian Kualitatif


Berdasarkan Berdasarkan penelitian yang berjudul “Peran kepala
sekolah sebagai supervisor dalam meningkatkan kinerja guru di MA
Ma’arif Udnawu dan MA Syekh Subakir Nglegok penelitian ini
menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif yaitu
penelitian yang dimaksudkan untuk mengumpulkan informasi atau data
mengenai status gejala yang ada, yaitu keadaan gejala. sesuai dengan
apa yang ada pada saat penelitian dilakukan. Penelitian kualitatif adalah

34
penelitian yang menggunakan kata-kata untuk menjelaskan temuan
penelitian dan menganalisisnya. Penelitian kualitatif menyajikan data
dalam bentuk verbal, karena dalam pengumpulan data dalam penelitian ini
terjadi interaksi antara peneliti dengan sumber data. Selain itu, metode
kualitatif paling cocok digunakan untuk mengembangkan teori yang
dibangun di atas data yang diperoleh di lapangan. Data yang diperoleh
dari penelitian dengan menggunakan pendekatan kualitatif meliputi
transkrip, dokumen wawancara, catatan lapangan, foto, dokumen pribadi,
dan lain-lain.
Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena sesuatu yang dialami oleh subjek penelitian seperti
perilaku, persepsi, motivasi, dan tindakan dll. Secara keseluruhan, dan
dengan menggambarkan dalam bentuk kata-kata dan bahasa, dalam
konteks khusus yang alami dan oleh memanfaatkan berbagai cara alami.
Dalam penelitian kualitatif ini, peneliti dalam penyajian data dilakukan
dengan cara mendeskripsikan data berupa kata-kata dan bahasa tentang
segala sesuatu yang berhubungan dengan objek penelitian yaitu peran
kepala sekolah sebagai supervisor dalam meningkatkan kinerja guru di
MA Ma’arif Udnawu dan MA Syekh Subakir Nglegok.

M. Kehadiran Peneliti
Peneliti sebagai orang yang melakukan pengamatan mengamati
dengan seksama objek penelitian. Untuk mendapatkan data tentang
penelitian ini, peneliti terjun langsung ke lapangan. Kehadiran peneliti
dalam hal ini sangat penting dan utama, hal ini seperti yang dikatakan
Moleong bahwa dalam penelitian kualitatif kehadiran peneliti sendiri atau
bantuan orang lain merupakan alat pengumpulan data yang utama.
Sesuai dengan penelitian kualitatif, kehadiran peneliti di lapangan
sangat penting dan dibutuhkan secara optimal. Peneliti merupakan
instrumen kunci utama dalam mengungkapkan makna dan sekaligus
sebagai alat pengumpulan data. Jadi peneliti juga harus terlibat dalam
kegiatan manajemen pendidikan karakter. Oleh karena itu, dalam
penelitian ini peneliti terjun langsung ke lapangan untuk mengamati dan
mengumpulkan data-data yang dibutuhkan. Sebelum peneliti hadir di

35
lapangan, peneliti mendapatkan izin terlebih dahulu dari pihak yang
bertanggung jawab sesuai dengan prosedur yang berlaku.
N. Lokasi Penelitian
Arikunto menyatakan, “tempat penelitian dapat dilakukan di
sekolah, masyarakat, pabrik, rumah sakit, asal semuanya mengarah
tercapainya tujuan pendidikan.22 Madrasah ini merupakan salah satu
madrasah swasta yang unggulan dalam tingkat provinsi, dengan madrasah
yang berkualitas jadi dengan kebiasaannya karena guru itu baik dan
berkualitas dan berprofesional juga. Madrasah ini begitu sangat disiplin,
siswa juga berkualitas, tentu juga agamis dengan menggunakan motto
kampus syar’i madrasah ini juga mendirikan pondok pesantren yang di
beri nama Al Ma’had Al ma’arif Putra dan Putri.Instrumen Penelitian

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia dijelaskan bahwa instrumen


adalah alat yang diperlukan untuk melakukan sesuatu. Berdasarkan
pengertian tersebut, dapat didefinisikan bahwa instrumen penelitian adalah
alat yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data dalam proses
penelitian. Instrumen erat kaitannya dengan metode yang digunakan dalam
penelitian. Dalam penelitian ini, instrumen yang digunakan meliputi::
Peneliti itu sendiri

Peneliti itu sendiri merupakan instrumen penelitian yang utama.


Karena peneliti adalah orang yang terjun langsung ke lokasi penelitian
untuk melakukan pengamatan dan berinteraksi langsung dengan objek
penelitian. Menurut Sugiyono, Peneliti itu sendiri berfungsi menetapkan
fokus penelitian, memilih informan sebagai sumber data, melakukan
pengumpulan data, menilai kualitas data, analisis data, dan membuat
kesimpulan atas temuannya. Kedudukan peneliti dalam penelitian
kualitatif adalah ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana,
pengumpulan data, analisis, penafsir data, pada akhirnya ia menjadi
pelapor hasil penelitiannya.
Instrumen wawancara
Instrumen wawancara merupakan pedoman bagi peneliti dalam
mewawancarai subjek penelitian untuk menggali sebanyak mungkin
tentang apa, mengapa, dan bagaimana masalah yang diberikan oleh

48 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek , (Jakarta: Rineka Cipta, 2006) hal.9
36
peneliti. Pedoman ini merupakan garis besar pertanyaan yang akan peneliti
berikan kepada subjek penelitian sebagaimana terlampir pada lampiran.
Instrumen observasi
Instrumen observasi merupakan pedoman bagi peneliti dalam melakukan
observasi dan penelusuran sistematis terhadap fenomena yang diteliti.
Panduan ini berkaitan dengan situasi dan kondisi di MA Ma’arif Udnawu
dan MA Syekh Subakir Nglegok sebagaimana terlampir dalam lampiran.
Instrumen dokumentasi
Instrumen dokumentasi adalah alat yang digunakan untuk
mengumpulkan data berupa dokumen-dokumen seperti foto kegiatan dan
transkrip wawancara sebagaimana terlampir pada lampiran.
O. Sumber Data
Dalam penentuan data ini terdapat 2 (dua) buah data yang terkumpul oleh
penulis antara lain:
1. Data Primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dari subjek
penelitian dengan menggunakan alat pengukuran/alat pengambilan
data langsung kepada subjek sebagai sumber informasi yang dicari.

Sumber data primer pada penelitian ini yaitu Kepala MA Ma’arif


Udnawu dan MA Syekh Subakir Nglegok

Data Sekunder, adalah data yang diperoleh secara tidak langsung dari
sumbernya, biasanya diambil melalui dokumen atau melalui orang lain,
data sekunder ini akan diperoleh dari administrasi dan pengawas
Madrasah yang meliputi profil madrasah, riwayat madrasah, kondisi
guru, dll..
P. Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan beberapa metode
dalampengumpulan data, yaitu:
2. Interview/Wawancara
Metode wawancara atau wawancara adalah metode ini dilakukan
dengan mengadakan cara berkomunikasi dengan sumber data melalui
dialog (tanya jawab) secara lisan, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Lexy J Moleong mendefinisikan wawancara sebagai
percakapan dengan tujuan tertentu. Percakapan dilakukan oleh dua
pihak, yaitu pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan
37
terwawancara yang memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Wawancara adalah metode pengumpulan data yang digunakan
penelitian untuk memperoleh informasi lisan melalui komunikasi
langsung dengan subjek penelitian, baik dalam situasi aktual maupun
dalam situasi buatan. Yang berguna untuk melengkapi metode
observasi lapangan. Sedangkan data yang tidak diperoleh dari
wawancara dalam teknik ini digunakan teknik wawancara mendalam
tanpa struktur. Percakapan ini dilakukan oleh dua pihak, yaitu
pewawancara yang mengajukan pertanyaan dan pewawancara yang
memberikan jawaban atas pertanyaan tersebut.
Metode ini untuk memperoleh data dari kepala madrasah yang
sebenarnya tentang peran kepemimpinan kepala madrasah terhadap
etos kerja guru pendidikan agama Islam. Untuk wawancara dengan
guru tentang implementasi dalam meningkatkan kinerja guru
pendidikan agama Islam (sebagai jawaban dari kepala madrasah,
tentang kinerja guru.
3. Metode Observasi
Metode observasi yaitu pengamatan dan pencatatan secara
sistematik terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian.
Observasi merupakan metode pengumpulan data yang menggunakan
pengamatan terhadap obyek penelitian yang dapat dilaksanakan secara
langsung maupun tidak langsung. Dalam hal ini yang diobservasi
adalah mengenai kinerja guru bidang studi pendidikan agama Islam di
madrasah.
4. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah mencari data tentang hal-hal yang
berupa catatan, buku, transkrip, surat kabar, buku besar, agenda dan
sebagainya. Metode dokumentasi adalah metode pengumpulan data
yang bersumber dari dokumen atau catatan peristiwa yang telah terjadi.
Metode dokumentasi diperlukan sebagai metode pendukung untuk
memperoleh data, karena dalam metode dokumentasi ini dapat
diperoleh data historis dan dokumen lain yang relevan dengan
penelitian ini.
Metode ini digunakan penulis untuk memperoleh data tentang

38
dokumentasi seperti: agenda kepala madrasah, catatan kegiatan kepala
madrasah dan guru, profil madrasah, kondisi siswa, rencana lokasi, dan
sebagainya..
Q. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari wawancara, catatan lapangan, dan
dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori-
kategori, menguraikannya ke dalam satuan-satuan, mensintesis, menyusun
menjadi pola, memilih mana yang penting dan apa yang akan dipelajari,
dan menarik kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri dan
orang lain.

Analisis data dilakukan bersamaan dengan proses pengumpulan


data. Data yang diperoleh peneliti akan dianalisis dengan analisis data
deskriptif, dengan tujuan untuk menggambarkan atau mendeskripsikan
secara sistematis, aktual, dan akurat tentang fakta-fakta yang diteliti.
Setelah data terkumpul dan setelah data terkumpul, peneliti melakukan
analisis dengan mendeskripsikan data terlebih dahulu. Deskripsi data
dilakukan dalam dua tahap, yaitu:
5. Pemilihan data
Pemilihan data disini dimaksudkan untuk mengetahui apakah data
yang telah dikumpulkan memenuhi syarat untuk diolah atau tidak.
Persyaratan yang dimaksud adalah setiap data yang diperoleh melalui
wawancara dan dokumentasi berasal dari sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan. Dokumentasi yang diambil harus relevan
dengan sumber data yang dilengkapi dan dianalisis dengan sumber
data lainnya.
6. Klasifikasi data
Data yang diperoleh dari wawancara, observasi dan dokumentasi
dipisahkan menurut kategorinya masing-masing untuk memperoleh
kesimpulan yang lengkap. Hasil seleksi dan klasifikasi data kemudian
dianalisis dan dideskripsikan untuk menjelaskan masalah penelitian.
Berdasarkan unit analisis data dan metode yang digunakan dalam
penelitian ini, data akan disajikan dalam bentuk analisis deskriptif
kualitatif.

39
R. Pengecekan Keabsahan Data
Dalam menguji keabsahan data, metode penelitian kualitatif
menggunakan istilah yang berbeda dengan penelitian kuantitatif. Uji
validitas data penelitian kualitatif yang peneliti lakukan menggunakan uji
kredibilitas, yang meliputi:

1. Perpanjangan observasi.
Dengan perpanjangan observasi, berarti peneliti kembali ke
lapangan untuk melakukan observasi, wawancara kembali dengan
sumber data yang telah ditemui dan yang baru. Dengan perluasan
observasi ini berarti hubungan peneliti dengan nara sumber akan lebih
terbentuk, lebih akrab, lebih terbuka, saling percaya, sehingga tidak
ada informasi yang disembunyikan lagi.
Dengan perpanjangan observasi ini peneliti mengecek kembali
apakah data yang telah diberikan selama ini merupakan data yang
benar atau tidak. Apabila data yang diperoleh selama ini setelah dicek
kembali pada sumber data asli atau sumber data lain ternyata tidak
benar, maka peneliti melakukan pengamatan yang lebih luas dan
mendalam sehingga diperoleh data yang pasti. Seiring berjalannya
waktu, peneliti memperluas penelitian sampai peneliti mendapatkan
data yang valid.
2. Meningkatkan ketekunan.
Meningkatkan ketekunan berarti meningkatkan pengamatan secara
lebih cermat, serius, dan terus menerus. Dengan demikian kepastian
data dan urutan kejadian dapat terekam dengan pasti dan sistematis.
Dengan meningkatkan ketekunan, peneliti dapat mengecek kembali
apakah data yang ditemukan salah atau tidak.
Demikian juga dengan meningkatkan ketekunan, peneliti dapat
memberikan deskripsi data yang akurat dan sistematis tentang apa
yang telah diamati. Dengan meningkatkan ketekunan, peneliti
mendapatkan data yang valid, sehingga peneliti dapat
mempertanggungjawabkan hasil penelitiannya dengan pasti.
3. Triangulasi.
Triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang

40
menggabungkan berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data
yang ada. Jika peneliti mengumpulkan data dengan triangulasi, maka
peneliti benar-benar mengumpulkan data yang sekaligus menguji

kredibilitasnya, yakni kredibilitas data dengan teknik pengumpulan


data dari berbagai sumber data.
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai
pengecekan data dari berbagai sumber dengan cara dan waktu.
a. Triangulasi sumber, yaitu untuk menguji kredibilitas data dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa
sumber. Dalam tahap ini peneliti melakukan pengecekan melalui
MA Ma’arif Udnawu dan MA Syekh Subakir Nglegok
b. Triangulasi teknik, yaitu untuk menguji kredibilitas yang sama
dengan teknik berbeda. Dalam tahap ini peneliti melakukan teknik
wawancara yang selanjutnya dicek dengan observasi dan
dokumentasi. Bila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data
tersebut, menghasilkan data yang berbeda-beda, maka peneliti
melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang
bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang
dianggap benar. Atau mungkin semuanya benar karena sudut
pandangnya berbeda-beda. Dalam tahap ini peneliti melakukan
wawancara yang dilanjutkan dengan observasi serta dokumentasi.
Hal ini dilakukan untuk memastikan data yang sudah ada adalah
benar.

41
S. Tahap-Tahap Penelitian
Ada beberapa tahapan yang dikaji oleh peneliti agar penelitian ini
terarah dan terfokus serta tercapai hasil kevalidan yang maksimal.
Beberapa tahapan penelitian tersebut sebagai berikut:
1. Tahap pertama adalah persiapan, yang meliputi penyerahan gelar
kepada Ketua Jurusan Manajemen Pendidikan Islam, konsultasi dan
proposal seminar kepada pembimbing, melakukan kegiatan penelitian
kepustakaan sesuai judul penelitian, menyusun metode penelitian,
pengurusan izin penelitian dan lain-lain. .
2. Tahap kedua pelaksanaan, yang meliputi memahami latar belakang
peneliti dan mempersiapkan diri dengan menambah wawasan
intelektual, melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian
atau wawancara sebagai subjek penelitian dan lain-lain.
3. Tahap ketiga adalah penyelesaian, yang meliputi menyusun kerangka
laporan penelitian, menyusun kerangka laporan penelitian, menyusun
laporan akhir penelitian dengan selalu berkonsultasi dengan
pembimbing.

J. Kerangka Pembahasan

Agar dapat menggambarkan sebuah pembahasan yang sistematis maka peneliti


menggunakan sistematika pembahasan sebagai berikut:
HALAMAN JUDUL
PERSETUJUAN
PENGESAHAN
PERNYATAAN KEASLIAN
PRAKATA
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
ABSTRAK
DAFTAR ISI

42
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Konteks Penelitian
B. Fokus dan Pertanyaan Penelitian
C. Tujuan Penelitian
D. Kegunaan Penelitian
E. Penegasan Istilah
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Deskripsi Teori
B. Penelitian Terdahulu
C. Paradigma Penelitian
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian dan Pendekatan Penelitian
B. Kehadiran Peneliti
C. Lokasi Penelitian
D. Data dan Sumber Data
E. Teknik Pengumpulan Data
BAB IV HASIL PENELITIAN
A. Deskripsi Data
B. Temuan Penelitian
C. Analisis Data
BAB V PEMBAHASAN
A. Deskripsi Temuan Penelitian I
B. Pembahasan Temuan I
C. Deskripsi Temuan Penelitian II
D. Pembahasan Temuan II
E. Pembahasan Temuan I dan II
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Implikasi
C. Saran
DAFTAR RUJUKAN
LAMPIRAN

43
DAFTAR PUSTAKA

A. Sahertian, Piet. 2000. Supervisi Pendidikan, Jakarta: Rineka Cipta.


Daryanto, H.M. 1998. Administrasi Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
Departemen Agama RI. 2002. Motivasi dan Etos Kerja. Jakarta: Depag RI
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 2007. Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Ed. III, Cet. 4. Jakarta: Balai Pustaka, 2007
E. Mulyasa, Standar Kompetensi, hal. 9
E. Mulyasa. 2008. Kurikulum Berbasis Kompetensi. Bandung: Remaja
Rosdakarya
E. Mulyasa. 2011. Menjadi Kepala Madrasah Profesional. Bandung: PT Remaja
RosdaKarya.
Fahmi, Irham. 2013. Manajemen Kepemimpinan, Cet. 2. Bandung: Alfabeta.
Fatah, Nanang. 2013. Landasan Manajemen Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya
Minarti, Sri. 2013. Ilmu Pendidikan Islam. Jakarta: Amzah
Mulyasa. 2004. Manajemen Berbasis Sekolah. Bandung: Remaja Rosdakarya
Nata, Abuddin.2010. Ilmu Pendidikan Islam, Jakarta: Grasindo.
Negara, A. A. Anwar Prabu Mangku. 2000. Managemen Sumber Daya Manusia
Perusahaan. Bandung: PT Remaja Rosda Karya
Nurdin, Syafruddin dan Basyiruddin Usman. 2003. Guru Profesional dan
Implementasi Kurikulum. Jakarta: Ciputat Press
Nurdin, Syarifudin dan Usman, basyiruddin,, Guru Professional.
Purwanto, Ngalim. 2010. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya
Rivai, Veithzal. 2009. Education Management, Analisis Teori dan Praktik.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada
Sagala, Syaiful. 2006. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung: CV.
Alfabeta
Sanjaya, Wina. 2007. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses
Pendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

44
Siagaan, Sondang P. 2002. Kiat Meningkatkan Produktifitas Kerja,
Jakarta: Rineka Cipta.
Siagia, Sondang P, 2002. Kiat Meningkatkan Produktifitas Kerja. Lakarta: Rineka
Cipta.
Siagia, Sondang. P. 2003. Filsafat Administrasi. Jakarta: Bumi Aksara
Soejipto dan Raflils Kosasi. 2000. Profesi Keguruan. Jakarta: Rineka Cipta
Soekanto, Soerjono. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Sudarmanto. 2009. Kinerja dan Pengembangan Kompetensi SDM: Teori, Dimensi
Pengukuran dan Implementasi Dalam Organisasi, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Sukmadinata, Nana Syaodih. 2004. Landasan Psikologi Proses Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Tafsir, Ahmad. 2010. Filsafat Pendidikan Islam Integrasi Jasmani, Rohani
dan Kalbu Memanusiakan Manusia, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Usman, Moh Uzer. 2001. Menjadi Guru Profesional. Bandung: Remaja
Rosdakarya
Wahjosumidjo. 2010. Kepemimpinan Kepala Madrasah. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Yamin, Martinis dan Maisah. 2010. Standarisasi Kinerja Guru. Jakarta: Persada
Press

45

Anda mungkin juga menyukai