C. PELAKSANAAN PEMBELAJARAN,
D. EVALUASI PEMBELAJARAN
Oleh:
Kelompok 8
Dewi Harlina
Wandi Putra
Zulfikar Ayatullah
Puji syukur kita ucapkan kepada allah SWT, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, khususnya bagi penulis dalam menyusun
makalah mata kuliah Teori dan Praktek Supervisi Pendidikan bahan kajian
“Ruang Lingkup Supervisi: Pelaksanaan Pembelajaran, Evaluasi
Pembelajaran”. Shalawat dan salam kita ucapkan buat nabi Muhammad
SAW, sebagai pembawa ilmu pengetahuan.
Pada kesempatan ini kami mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Adripen , M.Pd. selaku dosen pembimbing mata kuliah Teori dan
Praktek Supervisi Pendidikan dan kepada semua pihak yang telah berperan
serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga apa
yang disajikan dalam makalah ini dapat bermanfaat bagi teman-teman dan
pihak yang berkepentingan.
Penulis
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan ........................................................................... 25
B. Saran.................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA....................................................................... 27
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kualitas pendidikan di Indonesia tercermin di dalam kualitas
peserta didik. Guru menjadi garis terdepan dalam meningkatkan
kemampuan peserta didik. Pertumbuhan dan peningkatan kemampuan
mengajar guru perlu terus dikembangkan. Kepala sekolah, pengawas, dan
guru yang memiliki kemampuan lebih perlu melakukan supervisi
pengajaran agar guru memperoleh bantuan mengembangkan
kemampuannya dalam melaksanakan pembelajaran.
1
Darwin Siregar, ‘Peningkatan Kemampuan Guru Dalam Perencanaan Dan Pelaksanaan
Pembelajaran Matematika Melalui Supervisi Akademik Dengan Teknik Kunjungan Kelas’,
Aksioma, 8.1 (2019), 1–12 <https://doi.org/10.22487/aksioma.v8i1.198>.
2
Erlinda Erlinda, ‘Peningkatan Kinerja Guru Dalam Pengembangan Evaluasi Pembelajaran
Melalui Supervisi Akademis Kepala Sekolah Di Smp Negeri 4 Lubuklinggau’, Jurnal Perspektif
Pendidikan, 15.1 (2021), 23–36 <https://doi.org/10.31540/jpp.v15i1.1263>.
teks, artikel ilmiah dan sumber belajar lainnya berupa hard copy, bisa
juga diunduh dari internet serta sumber belajar dari lingkungan sekolah.
Kemampuan guru dalam menggunakan variasi model dan material
pembelajaran yang tepat dan bervasriasi menjadi perhatian supervisor. 3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
3
‘Bahan Supervisi PKBM_1554108044’.
4
Erlinda.
BAB II
PEMBAHASAN
5
Maisyaroh Aan ansori, Ali Imron, ‘Pelaksanaan Supervisi Pengajaran Dalam Meningkatkan
Kemampuan Profesional Guru Di SMA Negeri Kabupaten Besar’, Magister Administrasi
Proses pembelajaran yang baik tentu harus melalui persiapan
perencanaan yang baik. Untuk itu guru harus memahami permasalahan yang
dialami siswa dan kebutuhan siswa dalam memperoleh suatu ilmu sesuai
kemampuan dan berkaitan dengan kehidupan siswa. Selain itu, guru harus
memahami dengan baik tindakan yang harus dilakukannya dalam
melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya sebagai guru di bidang
pendidikan.
b. Urgensi Pelaksanaan Pembelajaran
Ada tiga tugas utama yang harus dilakukan oleh guru, yakni (a)
merencanakan pembelajaran, (b) melaksanakan pembelajaran, dan (c) menilai
pembelajaran. Ketiga tugas utama yang harus dilakukan guru tersebut,
perencanaan pembelajaran memiliki peranan yang sangat penting karena
pelaksanaan dan penilaian pembelajaran dapat terlaksana dengan baik jika
guru mampu membuat perencanaan pembelajaran dengan baik. Sebaliknya,
seorang guru mengalami kegagalan dalam melaksanakan kegiatan dan
penilaian pembelajaran terhadap siswa jika tidak direncanakan dengan baik. 6
Menurut Nasution dalam (Jasmani & Syaiful, 2013) menyebutkan
bahwa: 1) mengajar ialah menanamkan pengetahuan kepada murid, 2)
menyampaikan kebudayaan kepada anak, 3) aktivitas mengorganisasikan atau
mengatur lingkungan dengan sebaik-baiknya dan menghubungkan dengan
anak sehingga terjadi proses belajar-mengajar. Proses belajar merupakan inti
dari proses pendidikan secara keseluruhan dengan guru sebagai pemegang
peran utama.
Proses belajar merupakan suatu proses yang mengandung
serangkaian perbuatan guru dan siswa atas dasar hubungan timbal balik yang
berlangsung dalam situasi edukatif untuk mencapai tujuan tertentu. Sebagai
seorang demonstrator guru hendaknya senantiasa menguasai bahan atau
materi pelajaran yang akan diajarkan serta senantiasa mengembangkannya
dalam artian meningkatkan kemampuannya terhadap keilmuan yang
7
Ahmad Zain Sarnoto, ‘Urgensi Supervisi Pengajaran Dalam Meningkatkan Profesionalisme
Guru’, Jurnal Statement : Media Informasi Sosial Dan Pendidikan, 2.2 (2020), 55–66
<https://doi.org/10.56745/js.v2i2.22>.
pendidikan. Melalui perencanaan yang baik, guru akan lebih mudah
dalam melaksanakan pembelajaran dan siswa akan lebih terbantu dan
mudah dalam belajar. Perencanaan pembelajaran dikembangkan sesuai
dengan kebutuhan dan karakteristik peserta didik, kondisi sekolah, mata
pelajaran, dan kondisi lingkungan. Setiap guru pada satuan pendidikan
berkewajiban menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) secara
lengkap dan sistematis agar pembelajaran berlangsung secara interaktif,
inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk
berpartisipasi aktif. Perencanaan menyangkut penetapan tujuan dan
kompetensi serta memperkirakan cara mencapainya. Menurut Mulyasa
(2009:77) perencanaan merupakan fungsi sentral dari manajemen
pembelajaran dan harus berorientasi ke masa depan.8
Secara implisit dalam pengajaran terdapat kegiatan memilih,
menetapkan, dan mengembangkan metode untuk mencapai hasil
pengajaran yang diinginkan. Pemilihan, penetapan dan pengembangan
metode didasarkan pada kondisi pengajaran yang ada. Lebih lanjut
diungkapkan, bahwa istilah pembelajaran memiliki hakikat perencanaan
atau desain sebagai upaya untuk membelajarkan siswa (Jasmani &
Syaiful, 2013). Dengan definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa,
perencanaan atau persiapan perangkat kegiatan belajar mengajar sangat
penting dilakukan dalam kerangka keterarahan, keefektifan, dan
keefisiensian dalam pelaksanaan pembelajaran. Sedangkan persiapan-
persiapan sebelum melaksanakan pembelajaran oleh seorang guru yaitu
pembatan program tahunan (prota), pembuatan program semesteran
(prosem), pembuatan perangkat mengajar (silabus, RPP), dan persiapan
batasan mengajar juga sangat penting. Inilah yang harus dipersiapkan
oleh seorang guru dalam melaksanakan proses belajar mengajar, karena
perangkat-perangkat tersebut akan berpengaruh besar terhadap tujuan
yang ingin dicapai.
2. Keterampilan Dasar Mengajar
Keterampilan mengajar memiliki peran yang sangat penting dalam
8
Siregar.
mencapai tujuan pembelajaran. Keterampilan mengajar terkait erat
dengan pelaksanaan penyampaian pengajaran. Di bawah ini beberapa
keterampilan dasar mengajar yang harus dimiliki oleh guru.
1. Keterampilan Bertanya dalam proses belajar mengajar
Bertanya memainkan peranan penting. Sebab pertanyaan yang
tersusun dengan baik dan teknik pelontaran yang tepat pula akan
memberikan dampak positif terhadap siswa, yaitu (1) meningkatkan
partisipasi siswa dalam kegiatan belajar mengajar, (2) membangkitkan
minat dan rasa ingin tahu terhadap masalah yang sedang dibahas, (3)
mengembangkan pola dan cara belajar aktif, (4) menentukan proses
berpikir siswa, (5) memusatkan perhatian siswa terhadap masalah
yang sedang dibahas (Jasmani & Syaiful, 2013).
2. Keterampilan Memberi penguatan
Penguatan adalah segala bentuk respons, apakah bersifat verbal
ataupun nonverbal, yang merupakan bagian dari modifikasi tingkah
laku guru terhadap tingkah laku siswa yang bertujuan untuk
memberikan informasi atau umpan balik bagi siswa atas perbuatannya
sebagai suatu tindak, dorongan, ataupun koreksi (Jasmani & Syaiful,
2013). Tujuan memberikan penguatan adalah meningkatkan perhatian
siswa, merangsang, meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan
kegiatan belajar, dan membina tingkah laku yang produktif.
Sementara prinsip penguatan adalah kehangatan, kebermaknaan,
kedekatan, memunculkan keberanian siswa, menghindari penggunaan
respons yang negatif serta keterampilan mengadakan variasi.
3. Keterampilan Menjelaskan
Keterampilan menjelaskan dalam pengajaran adalah penyajian
informasi secara lisan yang diorganisasikan secara sistematik untuk
menunjukkan adanya hubungan yang satu dengan yang lainnya.
Tujuan memberikan penjelasan antara lain (1) membimbing siswa
untuk memahami fakta dan prinsip seara objektif dan bernalar, (2)
berpikir dalam memecahkan masalah atau pertanyaan, (3) untuk
mendapatkan balikan dari siswa mengenai tingkat pemahamannya dan
mengatasi kesalah pahaman, (4) membimbing siswa untuk menghayati
dan mendapat proses penalaran dan menggunakan bukti-bukti dalam
pemecahan masalah (Jasmani & Syaiful, 2013).
4. Keterampilan Membuka dan Menutup Pengajaran
Keterampilan membuka pengajaran adalah bagian dari kegiatan
belajar mengajar yang dilakukan guru untuk menciptakan suasana
sikap mental dan menimbulkan perhatian siswa agar terpusat pada hal-
hal yang akan dipelajarinya atau membangkitkan minat agar siap
memasuki persoalan yang akan dipelajari atau dibicarakan. Sementara
menutup pelajaran adalah kegiatan yang dilakukan oleh guru untuk
mengakhiri pelajaran atau kegiatan belajar mengajar. Usaha menutup
pelajaran dimaksudkan untuk memberikan gambaran menyeluruh
tentang apa yang dipelajari siswa, mengetahui tingkat pencapaian
siswa dan tingkat keberhasilan guru dalam proses belajar
mengajar(Jasmani & Syaiful, 2013). Bentuk usaha mengakhiri
kegiatan belajar mengajar adalah merangkum atau membuat garis-
garis besar persoalan yang dibahas, mengonsolidasikan perhatian
siswa terhadap hal-hal yang pokok dalam pelajaran,
mengorganisasikan semua kegiatan atau pelajaran yang telah
dipelajari dan memberikan tindak lanjut berupa saran-saran serta
ajakan.
5. Keterampilan Mengelola Kelas
Pengelolaan kelas adalah keterampilan guru untuk menciptakan dan
memelihara kondisi belajar yang optimal dan mengembalikannya bila
terjadi gangguan dalam proses belajar mengajar. Suatu kondisi belajar
yang optimal dapat tercapai jika guru mampu mengatur siswa dan
sarana pengajaran serta mengendalikan dalam suasana yang
menyenangkan untuk mencapai tujuan pengajaran (Jasmani & Syaiful,
2013).9
9
Siregar.
pelaksanaan pembelajaran dari Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan pada kurikulum merdeka:
B. Supervisi Pendidikan dalam Evaluasi Pembelajaran
a. Evaluasi Pembelajaran
Pada bidang pendidikan, evaluasi memiliki beberapa pengertian.
Menurut Tyler dalam Arikunto (2012), evaluasi adalah sebuah proses
pengumpulan data untuk menen- tukan sejauh mana, dalam hal apa, dan
bagian mana tujuan pendidikan sudah tercapai. Penjelasan lebih luas
dikemukakan oleh Conbanch dan Stufflebeam dalam Arikunto (2012),
bahwa proses evaluasi bukan sebatas mengukur sejauh mana tujuan
tercapai, tetapi digunakan untuk membuat keputusan dalam program
pembelajaran selanjutnya. Jadi, evaluasi pembelajaran dapat diartikan
sebagai proses pengumpulan data untuk menentukan kualitas
pembelajaran, mengetahui sejauh mana tujuan pendidikan sudah tercapai
dalam rangka mengambil suatu keputusan untuk program pembelajaran
selanjutnya.
b. Urgensi Evaluasi Pembelajaran
Pada pembelajaran yang terjadi di sekolah, guru sebagai subjek
evaluasi merupakan salah satu pihak yang bertanggung jawab terhadap
hasil belajar siswa. Oleh karena itu, dalam melakukan evalausi sudah
sepatutnya guru mengetahui tujuan dan fungsi evaluasi. Menurut Riadi
(2017) tujuan evaluasi secara umum, yaitu: (a) Memperoleh data
pembuktian yang akan menjadi petunjuk sampai mana tingkat
kemampuan dan keberhasilan siswa dalam mencapai tujuan kurikuler
setelah menempuh proses pembelajaran dalam jangka waktu yang
ditentukan; (b) Mengukur dan menilai sampai mana efektivitas mengajar
dan metode mengajar yang telah diterapkan oleh pendidik, serta kegiatan
belajar yang dilaksanakan oleh siswa.
Menurut Slameto dalam Riadi (2017) secara garis besar fungsi
evaluasi ialah untuk (a) Mengetahui kemajuan kemampuan belajar siswa;
(b) Mengetahui status akademis siswa dalam kelas; (c) Mengetahui
penguasaan, kekuatan dalam kelemahan siswa atas suatu unit pelajaran;
(d) Mengetahui efisiensi metode mengajar yang digunakan guru; (e)
Menunjang pelaksanaan BK di sekolah; (f) Memberi laporan kepada
siswa dan orang tua; (g) Hasil evaluasi dapat digunakan untuk keperluan
promosi siswa, pengurusan (streaming), dan perencanaan pendidikan; (h)
Merupakan feedback bagi siswa, guru, dan program pembelajaran; i)
Sebagai alat motivasi brelajar mengajar; (j) Pegembangan dan perbaikan
kurikulum sekolah yang bersangkutan. Selain pentingnya pengetahuan
guru terhadap tujuan dan fungsi evaluasi, maka guru juga perlu
mengetahui beberapa model evaluasi yang tepat.
Menurut Purwanto dalam Muryadi (2017), mengemukakan model
evaluasi yang diungkapkan Scriven ada 2, yaitu evaluasi formatif dan
suamatif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilaksanakan pada
sistem masih dalam pengembangan yang penyempurnaannya terus
dilakukan atas dasar hasil evaluasi. Sementara itu, evaluasi sumatif
adalah evaluasi yang dilakukan setelah sistem sudah selesai menempuh
pengujian dan penyempurnaan. Model evaluasi di atas tentunya
disesuaikan dengan kebutuhan dalam pembelajaran. 10
Selain untuk mencapai tujuan pendidikan, hal yang pokok
adalah menjadi jembatan untuk meningkatkan dan memperkuat
kompetensi guru dalam mengevaluasi. Kompetensi guru dalam
mengevaluasi siswa merupakan hal yang penting dan sangat berpengaruh
dalam menyokong kemajuan pendidikan, terutama pencapaian tujuan
pendidikan. Melalui pemahaman evaluasi, guru dapat mengetahui apakah
pembelajaran yang selama ini dilakukan dapat berjalan efektif dan
mendatangkan perubahan yang lebih baik atau tidak. Oleh karena itu,
sikap profesionalisme menjadi tuntutan bahkan tantangan bagi guru.
Menurut Riadi (2017) profesi guru menjadi lebih berat tatkala
menyangkut peningkatan kemampuan siswa. Sementara itu, kemampuan
dirinya mengalami stagnasi, sehingga guru seharusnya juga
meningkatkan kualitas dengan memperkuat kompetensi profesi keguruan.
Namun kenyataannya, pada pendidikan kini masih ada permasalahan
terlebih dalam ketidakberhasilan guru melakukan evaluasi pembelajaran
dalam mancapai tujuan pendidikan di era merdeka belajar.
c. Problematika Evaluasi Pembelajaran
Ketidakberhasilan guru dalam mengevaluasi bisa dilihat dengan
kegagalan guru dalam menilai. Menurut Riadi (2017) beberapa kegagalan
guru dalam melakukan penilaian, yaitu: 1. Pada mata pelajaran
matematika hampir semua guru telah melaksanakan evaluasi di akhir
proses pembelajaran. Namun, hasil yang diperoleh terkadang kurang
memuaskan, hasil yang dicapai di bawah standar atau di bawah rata-rata.
2. Pada mata pelajaran lainnya (selain matematika) evaluasi
diilaksanakan pada akhir pelajaran dan saat proses pembelajaran
berlangsung. Kapan waktu pelaksanaan evaluasi tersebut tidak menjadi
masalah bagi guru, yang terpenting dalam satu kali pertemuan ia telah
melaksanakan penilaian terhadap siswa. 3. Selain kondisi tersebut,
10
Moh. Syaiful Bahri, ‘Problematika Evaluasi Pembelajaran Dalam Mencapai Tujuan Pendidikan
Di Masa Merdeka Belajar’, JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan, 6.4 (2023), 2871–80
<https://doi.org/10.54371/jiip.v6i4.1954>.
terdapat pula guru yang enggan melaksanakan evaluasi di akhir
pembelajaran karena keterbatasan waktu. Guru beranggapan lebih baik
menjelasskan semua materi sampai selesai untuk satu kali pertemuan.
Pada pertemuan berikutnya di awal pembelajaran siswa diberi tugas atau
beberapa soal yang berkaitan dengan materi tersebut. 4. Penilaian di akhir
pembelajaran tidak mutlak dengan tes tertulis, bisa dengan tes lisan atau
tanya jawab. Hal tersebut karena guru merasakan kepraktisan, guru tidak
perlu susah payah mengoreksi hasil evaluasi siswa. Adapun akibat dari
teknik tersebut adalah siswa merasa gugup sehingga tidak mampu
menjawab dengan tepat meskipun tahu jawaban soal yang diajukan.
Selain itu, tes lisan terlalu menghabiskan waktu dan guru harus memiliki
banyak persediaan soal. 5. Pada tes lisan tersebut, terdapat pula guru yang
mewakilkan beberapa siswa yang pandai, siswa yang kurang pandai, dan
beberapa siswa yang sedang kemampuannya untuk menjawab beberapa
pertanyaan atau soal yang berkaitan dengan materi.
Permasalahan lain dalam evaluasi pembelajaran adalah teknik
penilaian yang dilaksankan di suatu instansi pendidikan sangat monoton,
dalam bentuk tes tertulis, lisan, dan portofolio. Penyebabnya karena
kurang pemahaman dari guru terkait evaluasi, termasuk dalam proses
pembelajaran terkadang guru bukan karena mahir dalam hal tertentu
melainkan karena tidak dikuasainya hal-hal lain. Selain itu, guru hanya
menilai pada evaluasi hasil belajar saja. Guru tidak memperhatikan pada
proses, jujur atau tidaknya dalam mengerjakan soal evaluasi bukanlah
suatu hal yang utama. Realitanya pun menunjukkan hal serupa, yang
mana nilai rapor atau ijazah yang tinggi dapat menentukan diterima atau
tidaknya sang pemilik nilai dalam melamar kerja. Hal tersebut
menjadikan sesuatu yang tak aneh lagi ketika dalam instansi pendidikan,
siswa lebih mengejar nilai akademik yang tinggi dan mengabaikan proses
yang baik. Kaitannya dalam permasalahan evaluasi, saat interaksi
pembelajaran siswa juga memperlukan hubungan emosional dari guru.
Guru perlu membentuk hubungan emosional dengan siswa sebagai
pendukung proses pembelajaran. Ketika proses pembelajaran disertai
dengan hubungan emosional antara guru dan siswa, maka proses
pembelajaran menjadi menyenangkan dan suasana itulah yang diharapkan
siswa. (Ali M, 2015) Permasalahan evaluasi bahwa guru hanya menilai
pada evaluasi hasil akhir, Sawali (2015) menambahkan terkait evaluasi
yang dilakukan seharusnya bukan sebatas evaluasi hasil belajar, namun
melibatkan evaluasi program, dan proses. Dengan demikian, guru perlu
menyediakan bahan kajian evaluasi dari siswa, sehingga guru dapat
berusaha mencari dan mengumpulkan data atau informasi tentang siswa
yang akan dievaluasi. Setelah itu, guru bisa memberi keputusan sesuai
tujuan evaluasi. Adanya hasil evaluasi tersebut dapat terlihat letak
kekurangan dan memperbaiki untuk pembelajaran ke depannya. Selain
itu, evaluasi juga dapat dijadikan feed back bagi guru sehingga
memperbaiki dan menyempurnkan program dan kegiatan selanjutnya di
sekolah. Evaluasi yang selama ini menunjukkan bahwa pelaksanaan
evaluasi sebatas sumatif saja. Padahal, dari model evaluasi yang ada,
yaitu formatif dan sumatif kedua duanya saling melengkapi untuk
menyempurnakan program pendidikan. Evaluasi formatif dilaksanakan
pada sistem masih dalam pengembangan, sedangkan evaluasi sumatif
dilakukan setelah sistem sudah selesai menempuh pengujian dan
penyempurnaan. Dengan demikian, sudah sepatutnya guru mulai
megadakan perubahan. Evaluasi yang dilakukan harus menacakup
evaluasi formatif dan sumatif, evaluasi yang dilaksanakan pada saat
sistem pembelajaran masih dalam pengembangan dan setelah sistem
tersebut sudah selesai menempuh pengujian dan penyempurnaan.
Beberapa masalah di atas menjadikan kegiatan evaluasi tidak
berfungsi, terlebih di era merdeka belajar. Era merdeka bealajar
mengharapkan kondisi di mana siswa bisa mencapai tujuan pendidikan
melalui evaluasi yang merdeka. Kemerdekaan evaluasi yang dimaksud
adalah adanya rasa senang dan nyaman dari guru dan siswa dalam
kegiatan evaluasi. Selain itu, bagi guru adanya kebebasan melakukan
evaluasi tentunya berdasar kompetensi profesi keguruannya bukan karena
unsur keuntungan pribadi. Sementara bagi siswa, kemerdekaan evaluasi
ialah evaluasi yang mampu mengembangkan potensi sebagai peserta
didik, sesuai tujuan pendidikan. Namun sebaliknya, evaluasi yang
seharusnya mampu menjadi tolak ukur kemampuan siswa dan
mengetahui sejauh mana tingkat keefektifan pembelajaran, kini tidak
sepenuhnya dapat dijadikan alat ukur pendidikan. Termasuk kebebasan
guru yang berlebih tanpa disertai kompetensi. Pada pembelajaran, siswa
tidak merasa tertarik dan nyaman. Rasa kemerdekaan belajar dalam
evaluasi tersebut terhambat, baik bagi guru dan siswa. 11
Berikut adalah contoh rubrik penilaian supervisi akademik evaluasi
pembelajaran:
11
Bahri.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Supervisi pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan kemampuan
profesional guru dalam proses dan hasil pembelajaran melalui pemberian
layanan profesional kepada guru. Tugas pokok guru adalah menyusun
perencanaan pembelajaran, melaksanakan embelajaran, dan menilai hasil belajar
siswa. Agar mutu pendidikan dapat dicapai secara optimal, maka pelaksanaan
tugas pokok guru tersebut harus mendapat pengawasan, baik dari pengawas
maupun kepala sekolah sebagai supervisor.
Pembelajaran yang berkualitas adalah pembelajaran yang mampu
meningkatkan aktivitas, disiplin belajar, dan motivasi belajar peserta didik.
Dengan demikian suasana pembelajaran akan diwarnai oleh keterlibatan aktif
peserta didik baik fisik, mental, maupun sosial, di samping kegairahan belajar
yang tinggi, semangat belajar yang besar, dan rasa percaya diri sendiri yang
tinggi. .
Pada era merdeka belajar mencakup kondisi merdeka dalam mencapai
tujuan, metode, materi, dan evaluasi pembelajaran. Kegiatan evaluasi inilah yang
menjadikan guru berperan sebagai perantara untuk mewujudkan tujuan
pendidikan di era merdeka belajar. Guru harus memahami tujuan dan fungsi
evaluasi pembelajaran. Selain itu, Guru diharapkan mampu mewujudkan
pembelajaran yang nyaman, menyenangkan, dan menarik, sehingga kegiatan
evaluasi pun berfungsi sebagaimana mestinya.
Saran
Atas dasar kesimpulan yang dibuat maka penulis memberikan saran agar
guru dapat memahami kebutuhan dan karakteristik masing-masing siswa
sehingga guru mampu menyusun rencana pembelajaran dengan baik karena
memiliki tujuan pembelajaran berdasarkan fakta yang ada pada siswa. Jika guru
memahami hal demikian, guru akan mengajar dengan baik dan memberikan
penilaian yang bermanfaat bagi siswa di kehidupan sehari-hari. Selain itu guru
harus memiliki motivasi untuk mencerdaskan siswa.
Peran guru sebagai evaluator juga perlu ditingkatkan. Begitu pula
pemahaman guru dalam tujuan dan fungsi diadakannya evaluasi. Pada
dasarnya, guru harus meningkatkan dan mengembangkan kompetensi profesi
keguruan, dengan kompetensi yang ada mampu menjadikan guru yang
profesional.
Daftar Pustaka