Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KOMUNIKASI EFEKTIF DALAM KELUARGA

Untuk memenuhi tugas mata kuliah


“KebidananKeluarga 1”
Dosen Pengampu : Lili Farlikhatun, M.Keb

Disusun oleh :
1. Ade Khilwatul. U
2. Devi Lukiana
3. Eka Rahayunigsih
4. Erdawati
5. Erika Putri. N
6. Fitriani Suroso
7. Hartatiningsih
8. Hj. Rusmiati
9. Irma Ayu. W
10. Ita Nita. T
11. Mernawati Cahya. N
12. Nur Fitriana
13. Titin Sumarni
14. Windy Syifa. A
15. Yuli Amalia

PRODI S1 KEBIDANAN
STIKES ABDI NUSANTARA JAKARTA
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang dan tak lupa
pula kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpah kan rahmat
dan hidayah kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Komunikasi Efektif
Dalam Keluarga dengan tepat waktu. Dan juga kami berterimakasih kepada ibu Lili Farlikhatun,
M. Keb selaku dosen mata kuliah kebidanan keluarga I yang telah memberikan tugas ini kepada
kami. Adapun makalah Komunikasi Efektif Dalam Keluarga ini telah kami usshakan
semaksimal mungkin dan tentunya dengan bantuan berbagai referensi buku dan jurnal sehingga
dapat memperlancar makalah ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan serta
pengetahuan kita mengenai Komunikasi Efektif Dalam Keluarga. Kami juga menyadari
sepenuhnya bahwa didalam makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh
sebab itu, kami berharap adanya kritik, saran, dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat dimasa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna tanpa sarann
yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang membacanya. Sekiranya
makalah yang disusun ini dapat berguna bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya.
Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata – kata yang kurang berkenan dan
kami memohon kritik dan saran yang membangun.

Jakarta. September 2021


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………..................................................................................


DAFTAR ISI …………………………………………………………………………………..
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………………………..
1.1 Latar Belakang …………………………………..............................................
1.2 Rumusan Masalah …………………………………........................................
1.3 Tujuan …………………………………………………..................................
1.4 Manfaat ……………………………………………........................................

BAB II PEMBAHASAN ……………………………………………………………………..


2.1. Komunikasi ………………………………………………….........................
2.1.1 Pengertian Komunikasi ………………………………......................
2.1.2 Model-model komunikasi ……………………………………………
2.2 Keluarga ……………………………………………………………………..
2.2.1 Pengertian Keluarga………………………………………………….
2.2.2 Struktur Keluarga …………………………………………………….
2.2.3 Tugas dan Fungsi Keluarga ………………………………………….
2.2.4 Komunikasi Efektif dalam Keluarga ……………………………….

BAB III PENUTUP …………………………………………………………………………

3.1 Kesimpulan …………………………………………………………………..


3.2 Saran …………………………………………………………………………
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keluarga  merupakan  kelompok  sosial  pertama  dalam  kehidupanmanusia
dimana ia belajar dan menyatakan diri sebagai manusia sosial dalam interaksi dengan
kelompoknya. Dalam keluarga yang sesungguhnya, komunikasi   merupakan   sesuatu  
yang   harus   dibina,   sehingga   anggota keluarga merasakan ikatan yang dalam serta
saling membutuhkan. Keluarga merupakan kelompok primer paling penting dalam
masyarakat, yang terbentuk dari hubungan laki-laki dan perempuan, hubungan ini yang
paling berlangsung lama untuk menciptakan, membentuk dan membesarkan anak- anak.
(Risna, 2017).
Keluarga dalam bentuk yang murni merupakan kesatuan sosial yang terdiri dari
ayah, ibu dan anak-anak. Setiap anggota keluarga memiliki hakdan kewajiban masing-
masing. Termasuk kewajiban dalam mendengarkan, memahami dan merespon setiap
waktu demi waktu yang dilalui bersama. Untuk itu semua, komunikasi adalah cara yang
tepat dalam mengikatkan hubungan   menjadi   lebih   erat.   Namun   tidak   semua  
orang   memiliki komunikasi  yang  baik,  termasuk  dalam  keluarganya  sendiri.   Hal 
ini terbentuk tidak dalam satu hari melainkan dari kebiasaan yang dilakukan dari kecil
hingga dewasa.
Komunikasi dalam keluarga dapat berlangsung secara timbal balik dan silih
berganti, bisa dari orang tua ke anak; dari anak ke orang tua; atau dari anak ke anak.
Awal terjadinya komunikasi karena ada sesuatu pesan yang ingin disampaikan. Siapa
yang berkepentingan untuk menyampaikan suatu  pesan  berpeluang  untuk  memulai 
komukasi.  Yang  tidak berkepentingan untuk menyampaikan suatu pesan cenderung
menunda komukasi.
Kenapa komunikasi penting dalam tatanan keluarga? Dewasa ini, suami dan istri
yang sibuk bekerja menjadikan pribadi mereka lupa akan hak dan kewajiban masing-
masing, komunikasi dengan anak-anak mereka pun tidak terbangun dengan baik. Hal ini
menjadikan keluarga bukan lagi tempat yang nyaman untuk berbagi suka dan duka.
Realitas tersebut terjadi akibat kurang terjalinnya komunikasi yang baik dalam keluarga,
komunikasi yang positif   merupakan   komponen   dalam   resolusi   konflik   keluarga.  
Bila keintiman keluarga terjaga maka penyesuaian terhadap konflik apapun akan selalu
terselesaikan. Maka dari itu sangat penting dalam sebuah keluarga membangun
komunikasi dan interaksi yang baik antara anggota keluarga yang   akan   mempengaruhi
pada   keharmonisan   sebuah   rumah   tangga. Penelitin ini meninikberatkan kepada
pentingnya komuikasi dan interaksi di dalam keluarga. Penelitian ini menggunakan
metode kualitatif deskriftif .

B. Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatad diperoleh beberapa rumusan masalahnya yaitu antara lain:
1. Apa pengertian komunikasi ?
2. Apa saja macam-macam komunikasi ?
3. Apa pengertian keluarga ?
4. Apa saja struktur keluarga ?
5. Apa saja tugas dan fungsi keluarga ?
6. Bagaimana komunikasi efektif dalam keluarga ?

C. Tujuan
Dari rumusan masalah diatas dapat diambil beberapa tujuan, diantaranya:
1. Untuk mengetahui pengertian komunikasi
2. Untuk mengetahui macam-macam komunikasi
3. Untuk mengetahui pengertian keluarga
4. Untuk mengetahui struktur keluarga
5. Untuk mengetahui tugas dan fungsi keluarga
6. Menjelaskan komunikasi efektif dalam keluarga

D. Manfaat
1. Makalah ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap pengembangan ilmu
komunikasi dalam keluarga
2. Diharapkan dapat memperkaya pengetahuan khususnya bidang komunikasi yang di
terapkan dalam keluarga
3. Diharapkan dapat menjadi salah satu informasi dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
khususnya komunikasi dalam keluarga yang ada hubungannya dengan Program Study
Kebidanan Keluarga.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Komunikasi
1.1 Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah proses berbagi makna melalui perilaku verbal danperilaku 
nonverbal. Komunikasi  terjadi  jika  setidaknya suatu sumber membangkitkan
respons pada penerima melalui penyampaian suatu pesan dalam bentuk tanda atau
simbol, baik berbentuk verbal (kata- kata) atau bentuk non-verbal (non kata-kata).
Sementara komunikasi efektif berarti bahwa komunikator dan komunikan sama-sama
memiliki pengertian yang sama tentang suatu pesan. Oleh karena itu, dalam bahasa
asing orang menyebutnya “the communication is in tune”, yaitu kedua belah pihak
yang berkomunikasi sama-sama mengerti apa pesan yang disampaikan. (Rahmawati,
2018)
Berbicara tentang komunikasi sebagai suatu sistem, berarti membicarakan unsur-
unsur yang terkait dalam proses dimana komunikasi berlangsung.
Komponen-komponen tersebut secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:
(a) Pengirim pesan /komunikator adalah oarng atau individu yang mengirim
(b) Pesan adalah informasi yang akan dikirim kepada sipenerima,
(c) Media adalah perantara dalam menyampaikan atas mengu menyalurkan atau jalan
yang dilalui pesan dari sipengirim pesan dan sipenerima,
(d) Penerima pesan adalah yangmenganalisis dan menginterpretasikan isi pean yang
diterima.
(e) Balikan adalah respon terhadap pesan yang diterimah yang dikirim kepada
sipenerima pesan.
Dari beberapa komponen komunikasi yang telah dijelaskan diatas maka
sebagai orang tua memang sangat penting memahami dari komponen tersebut.
Karena sebagai orang tua apabila hendak berkomunikasi dengan anggota keluarga
yang lain utamanya dengan anak-anak yang ada dirumah, isi atau pesan yang akan
disampaikan harus jelas dan terarah supaya anggota keluarga yang mendengarkan
dapat memahami dengan baik dan benar tidak ada pemahaman ganda dalam
berkomunikasi dan sebaiknya ada feedback diantara mereka dan tidak seolah-olah
menggurui mereka, dan mereka juga merasa dihargai dalam sebuah keluarga. .Hal
seperti ini termasuk komunikasi yang sifatnya demokratis.
Selanjutnya dalam proses komunikasi dapat dibedakan antara proseskomunikasi
psikologis dengan proses komunikasi mekanistis sebagai berikut.
1. Proses komunikasi dalam dalam perseptif psikologis. Proses komunikasi
perseptif ini terjadi pada komunikator dan komunikan.Selanjutnya ketika
komunikator akan menyampaikan suatu pesan maka dalam dirinya terjadi suatu
proses yang terdiri dari dua pesan yaitu isi pesan dan lambang.Adapun yang
dimaksud dengan isi pesan adalah pikiran sedangkan lambang adalah bahasa yang
dipakai oleh komunikator.
2. Proses komunikasi dalam perspektif mekanistik adalah proses yang
berlangsung ketika komunikator melemparkan pesan sampai ditangkap oleh
komunikan dan komunikan ini dapat dilakukan baik melalui indera telinga atau
indra mulut atau indra indra yang lain.

1.2 Model-model komunikasi


a. Komunikasi Verbal
Komunikasi adalah pesan yang dikirim seseorang kepada satu atau lebihpenerima
dengan maksud mempengaruhi tingkah laku penerima. Dalam setiap bentuk
komunikasi setidaknya dua orang mengirimkan lambang-lambang yang memiliki
makna tertentu. Lambang-lamabang tersebut bisa bersifat verbal berupa kata-kata
(Rahmawati, 2018).
Komunikasi verbal adalah suatu keinginan komunikasi antara individu atau
kelompok yang mempergunakan bahasa sebagai alat perhubungan. Proses
komunikasi dapat berlangsung dengan baik bila komunikan dapat menafsirkan
dengan tepat pesan yang disampaikan komunikator melalui bahasa dalam bentuk
kata-kata atau kalimat.
Dari pengertian tersebut diatas dapat dikatakan bahwa kegiatan komunikasi verbal
menempati frekuensi yang banyak dalam keluarga. Setiap hari orang tua selalu
ingin berbincang-bincang dengan anaknya. Canda dan tawa menyertai dialog
antara orang tua dan anak. Perintah, larangan, teguran, dan lain sebagainya
merupakan alat pendidikan yang sering digunakan dalam lingkungan keluarga.
Oleh karena itu hubungan antara orang tua dan anak saling terjadi interaksi.Orang
tua akan berusaha mempengaruhi anak untuk terlibat secara pikiran dan emosi
untuk memperhatikan apa yang akan disampaikan. Anak mungkin berusaha untuk
mendengarkan pesan-pesan yang disampaikan oleh orang tuanya.
b. Komunikasi Non Verbal atau Isyarat
Komunikasi nonverbal adalah pesan yang berbentuk nonverbal, tanpa kata atau
bahasa yang dikenal dengan istilah bahasa diam (silent language), fungsinya
untuk melengkapi, bahkan menggantikan keberadaan komunikasi verbal, baik itu
melalui ekspresi wajah, gerakan tangan dan sebagainya (Firdaus, 2020).
c. Komunikasi Tulisan
Komunikasi tertulis adalah tindakan menulis, mengetik atau mencetak simbol
seperti huruf dan angka untuk menyampaikan informasi. Hal ini membantu
karena memberikan catatan informasi untuk referensi. Menulis biasanya
digunakan untuk berbagi informasi melalui buku, pamflet, blog, surat, memo dan
lainnya (Fisipol, 2020)
d. Komunikasi Visual
Komunikasi visual adalah tindakan menggunakan foto, seni, gambar, sketsa,
bagan, dan grafik untuk menyampaikan informasi. Visual sering digunakan
sebagai bantuan selama presentasi untuk memberikan konteks yang membantu di
samping komunikasi tertulis dan / atau verbal. Karena orang memiliki gaya
belajar yang berbeda, komunikasi visual mungkin lebih membantu bagi beberapa
orang untuk mengonsumsi ide dan informasi (Fisipol, 2020).

2. Keluarga
2.1 Pengertian Keluarga
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 1988 telah
mendefinisikan keluarga sebagai unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang terkumpul, serta tinggal di suatu tempat di bawah
satu atap dalam keadaan saling ketergantungan. Definisi ini digunakan pada
pengajaran di sekolah-sekolah, seperti yang terdapat pada salah satu modul
pengajaran sosiologi yang menjelaskan bahwa keluarga adalah kelompok sosial
terkecil dalam masyarakat, yang terdiri dari orang tua (ayah dan ibu) serta anak
(Soemanto, 2002). Modul tersebut juga menyebutkan bahwa setiap anggota dalam
keluarga memiliki peranan yang berbeda. Lebih lanjut, Soemanto (2002)
menyebutkan bahwa, pada masa lampau, peran ayah seringkali diasosiasikan sebagai
pencari nafkah utama. Sementara itu, ibu mengurus semua kebutuhan di rumah,
seperti memasak, membersihkan rumah, dan mengasuh anak. Namun, mereka adalah
satu kesatuan yang tidak terpisahkan.
Secara umum, hubungan-hubungan sosial keluarga didasarkan atas ikatan
perasaan dan batin yang kuat, serta orang tua berperan mengawasi dan memotivasi
pengembangan tanggung jawab sosial dalam keluarga dan masyarakat. Lebih lanjut,
keluarga juga dapat didefinisikan sebagai “sekumpulan orang yang tinggal dan hidup
bersama di bawah satu atap (rumah)” (Soemanto, 2002:17). Keluarga juga terdiri atas
orang-orang yang berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain sesuai perannya
masing-masing, misalnya sebagai suami, istri, ayah, ibu, anak laki-laki, anak
perempuan, serta kakak atau adik laki-laki atau perempuan (Wiratri, 2018).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan “Keluarga” adalah : ibu bapak
dengan anak-anaknya, satuan kekerabatan yang sangat mendasar di masyarakat.3
Keluarga merupakan sebuah institusi terkecil di dalam masyarakat yang berfungsi
sebagai wahana untuk mewujudkan kehidupan yang tenteram, aman, damai dan
sejahtera dalam suasana cinta dan kasih sayang diantara anggotanya. Suatu ikatan
hidup yang didasarkankarena terjadinya perkawinan, juga bisa disebabkan karena
persusuan atau muncul perilaku pengasuhan (Widad, 2011).

2.2 Struktur Keluarga


Yatmini (2011:25) mengungkapkan bahwa struktur keluarga adalah kumpulan
dua orang atau lebih individu yang terikat tali perkawinan, karena hubungan darah
atau adopsi, hidup dalam satu rumah tangga, saling berhubungan satu sama lainnya
dalam perannya menciptakan dan mempertahankan budaya. Sementara itu menurut
Lestari (2012:27), bahwa struktur keluarga adalah serangkaian tuntutan fungsional
tidak terlihat, yang mengorganisasi cara-cara anggota keluarga dalam berinteraksi.
Sebuah keluarga merupakan sistem yang saling berinteraksi antara satu sama lain
dengan membentuk pola bagaimana, kapan, dan dengan siapa berelasi. Menurut
pandangannya struktur dalam keluargaada dua, yakni :Keluarga inti (nuclear family),
yaitu keluarga yang di dalamnya hanya terdapat tiga posisi sosial, yaitu suami-ayah,
istri-ibu, anak-sibling. Struktur keluarga yang demikian menjadi keluarga sebagai
orientasi bagi anak, yaitu keluarga tempat ia dilahirkan.
Keluarga batih adalah keluarga yang di dalamnya terdapat posisi lain selain ketiga
posisi di atas, yakni dalam keluarga tersebut terdapat seorang anak yang sudah
menikah tapi masih tinggal di rumah orang tuanya dan terdapat generasi ketiga
(cucu).
Menurut Setyawan (2012:7) bahwa struktur keluarga memberikan
gambarantentang bagaimana suatu keluarga itu melaksanakan fungsinya dalam
masyarakat. Lebih lanjut Setyawan mengatakan struktur keluarga itu dapat dibedakan
menjadi 10, yaitu :
a. Tradisional Nuclear adalah Keluarga inti (ayah, ibu, anak) yang tinggal dalam
satu rumah yang ditetapkan oleh sanksi-sanksi legal dalam suatu ikatan
perkawinan, dimana salah satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.
b. Niddle Age/Aging Couple, yaitu suatu keluarga dimana suami sebagai pencari
uang dan istri di rumah atau kedua-duanya bekerja di rumah, sedangkan anak-
anak sudah meninggalkan rumah karena sekolah/menikah/meniti karir.
c. Diadic Nuclear, yaitu suatu keluarga dimana suami-istri sudah berumur dan tidak
mempunyai anak yang keduanya atau salah satunya bekerja di luar rumah.
d. Single Parent, yaitu keluarga yang hanya mempunyai satu orang tua sebagai
akibat perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat tinggal di
rumah atau di luar rumah.
e. Dual Carrier, yaitu keluarga dengan suami-istri yang kedua-duanya orang karier
dan tanpa memiliki anak.
f. Three Generation, adalah keluarga yang terdiri atas tiga generasi atau lebih yang
tinggal dalam satu rumah.
g. Comunal adalah keluarga yang dalam satu rumah terdiri dari dua pasangan suami-
istri yang monogamy berikut anak-anaknya dan bersama-sama dalam penyediaan
fasilitas.
h. Cohibing Couple/Keluarga Kabitas adalah keluarga dengan dua orang atau satu
pasangan yang tinggal bersama tanpa ikatan perkawinan.
i. Composit/Keluarga berkomposisi, adalah sebuah keluarga dengan perkawinan
poligami dan hidup/tinggal secara bersama-sama dalam satu rumah.
j. Gay dan Lesbian Family, adalah sebuah keluarga yang dibentuk oleh pasangan
yang berjenis kelamin sama.

2.3 Tugas dan Fungsi Keluarga


2.3.1 Tugas Keluarga
Tugas dan tanggung jawab kedua orang tua terhadap anaknya menurut UU
No.1 Tahun 1974 tentang perkawinan dalam Pasal 45 disebutkan sebagai
berikut :
Kedua orang tua wajib memelihara dan mendidik anak-anak mereka sebaik-
baiknya.
Kewajiban orang tua yang dimaksud dalam ayat (1) pasal 1 berlaku sampai
anak itu kawin atau berdiri sendiri, kewajiban berlaku meskipun perkawinan
antara keduanya putus.
Selain mengacu kepada perundang-undangan yang berlaku, tugas orangtua
menurut Nizam (2005:5) yakni memikul kewajiban untuk mengasuh dan
memelihara anak-anak mereka, baik mengenai pertumbuhan fisik
maupunperkembangan sosio-emosionalnya.

2.3.2 Fungsi Keluarga


Selain memiliki tugas, keluarga juga memiliki fungsi tertentu. Menurut Berns
(2004, dalam Lestari, 2012:22) keluarga memiliki lima fungsi dasar, yaitu :
a. Reproduksi, keluarga memiliki fungsi untuk mempertahankan populasi
yang ada di dalam masyarakat.
b. Sosialisasi/edukasi, keluarga menjadi sarana untuk transmisi nilai,
keyakinan, sikap, pengetahuan, keterampilan, dan teknik dari generasi
sebelumnya kegenerasi yang lebih muda.
c. Penugasan peran sosial, keluarga memberikan identitas pada para
anggotanya seperti ras, etnik, religi, sosial ekonomi, dan peran gender.
d. Dukungan ekonomi, keluarga menyediakan tempat berlindung, makanan,
dan jaminan kehidupan.
e. Dukungan emosi/pemeliharaan, keluarga memberikan pengalaman
interaksi sosial yang pertama bagi anak. Interaksi yang terjadi bersifat
mendalam, mengasuh, dan berdaya tahan sehingga memberikan rasa aman
pada anak.

Senada dengan pendapat Berns di atas, Friedman (dalam Setyawan,


2012:7) menambahkan fungsi yang dapat dijalankan oleh suat keluarga,
diantaranya adalah sebagai berikut :

a. Fungsi Afektif, yaitu mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapk


anggota keluarganya dalam berhubungan dengan orang lain.
b. Fungsi Sosialisasi, yaitu sebagai tempat melatih anak untuk berkehidupan
sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain
diluar rumah.
c. Fungsi Reproduksi, yaitu untuk mempertahankan generasi dan menjaga
kelangsungan keluarga.
d. Fungsi Ekonomi, yaitu untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara
ekonom dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam
meningkatkat penghasilan dalam rangka memenuhi kebutuhan keluarga.
e. Fungsi pemeliharaan kesehatan, yaitu mempertahankan keadaan kesehatan
anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi (Uin
Suska,
2.4 Komunikasi efektif dalam keluarga
Keterampilan yang harus dimiliki dalam melakukan komunikasi efektif adalah
keterampilan mendengarkan dan bertanya. Dalam proses berkomunikasi, seseorang
harus mampu mendengarkan dan memahaminya dengan baik. Kemudian mengajukan
pertanyaan pertanyaan yang saling memiliki keterkaitan dan mengarah pada suatu
solusi atau ketenangan untuk masing-masing pihak. Sehingga tujuan utama dalam
komunikasi yang efektif adalah sebuah solusi. Tak ada satupun orang yang mau
disalahkan, inilah konsep dasar dari komunikasi efektif.
Komunikasi dapat dikatakan efektif apabila pesan diterima dan dimengerti 
sebagaimana  dimaksud  oleh  pengirim  pesan,  pesan  ditindak lanjuti dengan sebuah
perbuatan secara suka rela oleh penerima pesan, sehingga dapat meningkatkan
kualitas hubungan antarpribadi, dan tidak ada hambatan.2 Pengirim dan penerima
pesan komunikasi harus dalam sistem yang sama, jika tidak sama, maka komunikasi
tidak akan pernah terjadi (Abdullah, 1984). Berdasarkan definisi tersebut, dapat
dikatakan komunikasi dapat dikatakan efektif apabila memenuhi tiga persyaratan
utama, yaitu: 1) Pesan yang dapat diterima dan dipahami oleh komunikan sebagaiman
dimaksud oleh komunikator; 2) Ditindak lanjuti dengan perbuatan secara suka rela;
dan 3) Meningkatkan kualitas hubungan antarpribadi.

Manusia sebagai pribadi maupun makhluk sosial akan saling berkomunikasi dan
saling mempengaruhi satu sama lain dalam hubungan yang beraneka ragam, dengan
gaya dan cara yang berbeda pula. Komunikasi merupakan dasar dari seluruh interaksi
antar manusia. Interaksi manusia baik antara perorangan, kelompok maupun
organisasi tidak mungkin terjadi tanpa komunikasi. Begitupun dalam interaksi
keluarga, baik antar pribadi anggota keluarga, orang tua dengan anak maupun dengan
keluarga yang lain sebagai perorangan, kelompok maupun sebagai keluarga itu
sendiri (Kartini, 1992).
Komunikasi keluarga mengacu pada pertukaran informasi secara verbal (ujaran)
dan nonverbal (bahasa tubuh) antar anggota keluarga. Komunikasi melibatkan
kemampuan untuk memperhatikan apa-apa yang disampaikan, dipikirkan dan
dirasakan oleh orang lain. Dengan kata lain, bagian terpenting dari komunikasi
keluarga tidak semata-mata hanya berbicara, tetapi menyimak apa yang akan
dikatakan oleh orang lain.

Komunikasi dalam interaksi keluarga yang dianggap penting untuk mencapai


tujuan tertentu, biasanya direncanakan dan diutamakan. Komunikasi dikatakan
berhasil kalau menghasilkan sesuatu yang diharapkan. Komunikasi demikian harus
dilakukan dengan efektif. Tanpa komunikasi, sepilah  kehidupan  keluarga  terasa 
hilang,  karena  di  dalamnya  tidak  ada
kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran, dan sebagainya, sehingga
kerawanan hubungan antara orang tua dan anak sukar untuk dihindari. Oleh karena
itu, komunikasi merupakan sesuatu yang esensial dalam kehidupan keluarga (Saeful,
2004).
Keluarga hendaknya menggunakan bentuk komunikasi dengan orientasi
konformitas (conformity orientation) yaitu interaksi keluarga yang menanamkan
kepada kesamaan antara anggota keluarga sehingga anak bisa terlibat dalam
mengambil keputusan, mempunyai karakter interaksi yang berfokus pada interaksi
keluarga yang menanamkan kesamaan anggota keluarga sehingga anak bisa terlibat
dalam pengambilan keputusan (Dasrun,
2012).
Hubungan akrab antara orang tua dan anak sangat penting untuk dibina dalam
keluarga. Keakraban hubungan itu dapat dilihat dari frekuensi pertemuan antara orang
tua dan anak dalam suatu waktu dan kesempatan. Sebenarnya, pertemuan anggota
keluarga untuk duduk bersama dalam satu waktu dan kesempatan sangat penting
sebagai simbol keakraban keluarga. Untuk menjalin hubungan yang akrab dalam
keluarga tidak mesti harus diawali dengan pertemuan formal. Pertemuan informal
juga memiliki nilai strategis dalam mengakrabkan hubungan orang tua dengan anak.
Terkadang via  pertemuan  informal  pesan-pesan  kebaikan  dapat  tersalurkan 
secara efektif. Ketika anak-anak duduk bersama antarsesama mereka, orang tua harus
pandai memanfaatkan moment tersebut untuk duduk bersama mereka, memahami
mereka, bermain bersama mereka, berbicara dan berdialog yang disesuaikan dengan
tingkat berpikir dan dunia anak-anak.
Disini orang tua harus proaktif untuk mewakili pembicaraan. Jangan paksa  anak 
untuk  memahami  dunia  orang  tua,  berpikir  dan  berperilaku seperti orang tua. Jika
hal itu terjadi, maka komunikasi antara orang tua dan anak tidak dapat berlangsung
dengan baik dan efektif.
Agar komunikasi yang  dilakukan mencapai maksud dan tujuannya maka pada
saat proses komunikasi keluarga itu berlangsung diperlukan beberapa faktor
pendukungnya (Sven, 1988), yaitu:
a. Sikap saling percaya. Apabila tidak ada unsur saling mempercayai, komunikasi
tidak akan berhasil. Sebab kedua belah pihak dikuasai oleh perasaan curiga.
b. Pertalian. Keberhasilan komunikasi berhubungan erat dengan situasi atau kondisi
lingkungan pada waktu komunikasi berlangsung. Misalnya situasi atau keadaan
yang sedang kacau, maka komunikasi akan terhambat sehingga komunikasi tidak
berhasil.
c. Kepuasan.  Komunikasi  harus  dapat  menimbulkan  rasa  kepuasan antara kedua
belah pihak. Kepuasan ini tercapai apabila isi berita dapat dimengerti oleh pihak
penerima berita dan sebaliknya penerima berita mau memberikan respon positif
kepada pemberi berita.
d. Kejelasan.  Dalam  berkomunikasi  dibutuhkan  kejelasan  isi  berita, tujuan yang
hendak dicapai dan kejelasan makna istilah yang dipergunakan.
e. Keterbukaan. Bersikap terbuka berarti rela mengungkapkan semua informasi 
yang  relevan  dan  dibutuhkan  untuk  menjalin  hubungan kerja sama yang
harmonis dengan sesama.
f. Dukungan. Situasi keterbukaan belum cukup apabila komunikasi kita berada
dalam tekanan dan ketakutan. Apabila akan dikritik dan dicaci maka seharusnya
akan segan untuk berbicara. Oleh sebab itu, situasi yang mendukung akan
mendukung keberhasilan komunikasi.
Secara umum terdapat empat hambatan komunikasi yang dihadapi kebanyakan
orang, khususnya terkait komunikasi dengan keluarga.

1.   Hambatan fisik atau lingkungan. Ini memang dirasakan dan dihadapi banyak
keluarga yang terpaksa terpisah satu sama lain akibat jarak dan pekerjaan.

2.   Hambatan situasional, misalnya saat seorang ibu hamil tengah moody dan
akhirnya orang di sekitarnya enggan melakukan komunikasi dengannya  akibat 
perilakunya  yang  kurang  memberi  kenyamananbagi orang di sekitarnya.

3.   Adanya  hambatan  psikologis,  dimana  seseorang  sudah  terlebih dahulu merasa


takut ditolak atau tidak diterima sebelum memulai komunikasi.

4.   Hambatan  gender  yang  melihat  bahwa  wanita  dan  pria  masing- masing
memiliki cara berbeda dalam upaya berkomunikasi.

Komunikasi merupakan cara terbaik dalam mengenal pridabi seseorang termasuk


dalam suatu keluarga. Tidak semua orang memiliki komunikasi yang baik bahkan
didalam keluarganya sendiri; hal ini tidak terbentuk dalam satu hari melainkan dari
kebiasaan yang dilakukan baik dari masih kecil hingga dewasa. Adapun beberapa
cara untuk menumbuh kembangkan komunikasi dalam keluarga.

Pertama, luangkan waktu untuk mendengarkan (2017) Ketika mencoba untuk


meningkatkan hubungan, mendengarkan jauh lebih penting daripada berbicara, jadi
ketika menginginkan komunikasi yang baik dalam keluarga, lebih baik menjadi
pendengar dengan menjadi pendengar empat kali lebih lama daripada yang berbicara.
Dan juga, berpikirlah dua kali tentang apa yang akan disampaikan kepada anggota
keluarga. Kadang- kadang apabila anak ingin berkomunikasi dengan orang tua,
reaksi pertama orang tua adalah berteriak-teriak dan mengomel, terutama untuk
berita yang negatif. Untuk menghindari hal ini, jika secara spontan reaksi orang tua
meledak sebelum anak selesai mengungkapkan ceritanya, orang tua diharapkan tidak
gengsi mengucap maaf. Minta maaflah dengan segera dan yakinkan dia bahwa
sekarang waktu yang tepat untuk menyampaikan pesannya atau kisahnya.
Kedua, ciptakan kesempatan untuk saling berkomunikasi satu sama lain. Bukan
menjadi suatu rahasia lagi bahwa terkadang banyak orang tua yang sibuk dengan
urusan pekerjaan dan sosialita mereka, hingga terkadang tidak terlalu berkomunikasi
dengan anak-anaknya. Disatu sisi, anak-anak pun mulai beranjak remaja dan semakin
sibuk dengan kegiatan sekolahnya serta lebih memilih menghabiskan waktunya
bersama dengan teman-temannya, kegiatan ekstrakulikulernya, atau pun berada di
kamarnya. Seiring dengan berjalannya waktu, semakin disadari adanya krisis
komunikasi yang terjadi diantara anggota keluarga. Inilah saat yang tepat untuk
mulai merubahnya. Ciptakan kesempatan untuk saling berkomunikasi satu sama lain.
Kurangi kegiatan dan mintalah waktu luang agar keluarga dapat berkumpul
menghabiskan satu hari dan dapat menciptakan komunikasi dengan lebih baik.

Ketiga, pergi liburan bersama. Pergi berlibur bersama merupakan salah satu cara
untuk menghabiskan waktu dengan anggota keluarga dan membuat keluarga menjadi
semakin dekat satu sama lain. Pergi liburan bersama tidak harus ke tempat-tempat
yang mahal atau pun jauh, liburan juga dapat dilakukan disalah satu tempat rekreasi
di sekitar daerah rumah yang mungkin sudah lama tidak pernah dikunjungi
sekeluarga. Ini akan menjadi seperti suatu pertualangan bersama yang dapat
dinikmati bersama. Dengan berlibur bersama ini dapat memberikan waktu pada
masing-masing anggota keluarga untuk lebih banyak berkomunikasi dan berinteraksi
yang membuat hubungan keluarga semakin sejahtera.

Keempat, jadwalkan bersama waktu untuk berkomunikasi (Kathleen,2001).  Tiap 


keluarga  wajib  mengatur  waktu  untuk  berbicara  dan menciptakan sesuatu untuk
dibicarakan. Mendorong satu sama lain untuk menceritakan pengalaman masing-
masing, maupun mengenai keluarga, atau mengenai masa lalu masing-masing adalah
hal yang akan menghangatkan hubungan suami-istri maupun orang tua-anak. Sebab
itu bawalah topik-topik untuk didiskusikan yang akan menarik perhatian anggota
keluarga yang lain. Saat saling berkomunikasi haruslah menjadi waktu yang
menyenangkan.

Kelima, pertahankan waktu berkomunikasi setiap hari. Tentukan waktu setiap hari
untuk membicarakan masalah hidup. Pembicaraan setiap hari ini bukanlah untuk
penyelesaian masalah rumah tangga yang dalam,namun untuk melibatkan
komunikasi dalam pembicaraan mengenai kehidupan setiap hari yang dapat meliputi
masalah anak-anak, pekerjaan, tetangga, atau apa yang terjadi pada hari itu.
Informasi-informasi ini akan melibatkan seseorang dalam hubungan keluarga
semakin kuat dan sejahtera. Banyak orang tua dan anaknya yang menggunakan
waktu 10-15 menit untuk mempersatukan kembali hubungan satu sama lain setelah
kegiatan sepanjang hari.   Sebagian   menggunakan   waktu   makan   untuk  
perbincangan   ini, sedangkan sebagian orang menggunakan waktu setelah makan
malam. Masalah waktunya bukanlah masalah, namun yang penting ialah adanya
waktu yang disediakan khusus untuk pembicaraan anggota keluarga setiap hari.

Keenam, mengadakan rapat keluarga. Hal yang sangat ideal adalah bila  setiap 
rumah  tangga  memiliki  rapat  keluarga  yang  telah  disetujui bersama satu kali atau
dua kali dalam satu minggu. Inilah waktunya dimana masalah keluarga dapat dibahas
bersama. Perencanaan keluarga dapat didiskusikan dan masalah keluarga
dirundingkan dan diatasi bersama. Kegiatan-kegiatan keluarga untuk minggu depan
dapat dibahas dan disetujui bersama. Suasana rapat keluarga haruslah dalam suasana
yang santai, dengan tidak adanya interupsi. Perencanaan bersama dan keputusan
bersama akan menghindarkan suatu keadaan dimana hanya salah satu saja yang
mengambil keputusan. Menghargai pendapat, dan memutuskan bersama
menunjukkan masing-masing memiliki identitas diri, dan membina hubungan
keluarga dengan saling menghargai satu sama lain.

Ketujuh, pembicaraan di dalam kendaraan. Salah satu cara untuk menggunakan


waktu bersama semaksimal mungkin ialah dengan berkomunikasi saat mengendarai
kendaraan. Apakah ini dilakukan dalam masa berlibur, atau dalam perjalanan untuk
berbelanja, atau kegiatan lainnya, pembicaraan   di   dalam   kendaraan   akan   ikut  
menolong   memperbaiki hubungan satu sama lain.

Kedelapan, kegiatan bersama. Kegiatan bersama dalam bentuk bermain bersama


merupakan kesempatan untuk berkomunikasi tanpa suatu tekanan. Bermain bersama
akan memberikan kesempatan untuk berbicara serta menghilangkan kebosanan dari
kegiatan rutin. Kebersamaan keluarga akan memberikan pendapat atau ide, yang
akan dapat menumbuhkan hubungan komunikasi keluarga yang baik.

Kesembilan, memberikan kasih sayang dengan kata-kata. Pernyataan kasih


sayang dengan kata-kata boleh jadi mengukuhkan perasaan diterima, dihargai, atau
dihormati oleh masing-masing anggota keluarga. Betapa sering kita tidak terbiasa
untuk menyatakan kasih sayang dengan kata-kata mesra, dengan berpendapat bahwa
yang terpenting adalah menyatakan kasih sayang dengan perbuatan. Namun kasih
sayang yang tidak dikatakan akan makin lama makin dilupakan. Pernyataan kasih
sayang setiap hari adalah salah satu teknik yang berdayaguna untuk mempermudah
dalam menghadapi masa- masa yang sukar di masa mendatang.

Banyak orang yang segan untuk berbiacara kepada pasangan maupun anaknya
dengan merasa bahwa ini bukan masanya, mereka tidak tahu apa yang akan
dikatakan, mereka mungkin mengatakan kata-kata yang salah atau mereka sedang
marah satu sama lain. Permasalahannya ialah bila masing- masing anggota keluarga
gagal dalam berbicara satu sama lain, mereka dapat kehilangan hubungan yang
harmonis satu sama lain. Sebab itu sangat penting untuk memperbaiki hubungan satu
sama lain dengan membiasakan berkomunikasi yang baik antar anggota keluarga.

Keluarga sejahtera (masaalihul usrah) menurut Asnawi Latief, memiliki  unsur-


unsur  yang  meliputi  suami  (ayah),  istri  (ibu),  dan  anak. Semua itu harus
terjelma:

(a) Suami istri yang saleh/salehah. Artinya yang dapat mendatangkan manfaat
dan faedah untuk dirinya, anak-anaknya, dan masyarakatnya. Sehingga
tercermin tindak tanduk dan perbuatan yang dapat menjadi contoh teladan,
“uswatun hasanah” bagi anak-anaknya maupun orang lain;
(b) Anak-anaknya abror (baik) dalam pengertian berkualitas, berakhlak, sehat
rohani dan jasmani. Artinya produktif dan kreatif, sehingga kelak tidak
menjadi beban orang lain atau masyarakat dan dapat hidup berdikari;
(c) pergaulannya baik. Artinya pergaulan anak-anaknya terarah, hanya dengan
anak-anak yang bermental baik, berpendidikan yang sepadan. Mengenal
lingkungan yang baik dan bertentangga yang supel tanpa mengorbankan
prinsip dan pendirian hidupnya;
(d) berkecukupan rezekinya (sandang, pangan, dan papan). Cukup disini artinya
dapat membiayai hidup dan kehidupan keluarganya, baik untuk sandang,
pangan, dan papannya. Maupun untuk biaya pendidikan dan ibadahnya.
(Hasan, 1999)

Membangun keluarga sejahtera seperti tersebut adalah sebuah cita- cita yang
selalu didambakan oleh setiap pasangan suami istri dalam berumah tangga. Cita-
cita itu sudah mereka sepakati bersama jauh sebelum mereka melangsungkan
pernikahan. Namun sayangnya, tidak semua orang dapat mewujudkannya. Hanya
keluarga tertentu yang dapat mewujudkannya. Banyak faktor yang diduga sebagai
penyebabnya. Misalnya konflik keluarga, tidak saling membutuhkan, kerawanan
hubungan perasaan, kemiskinan keinginan untuk saling memberi perhatian, dan
sebagainya.

Masalah konflik keluarga adalah suatu hal yang sulit untuk dihindari jika
kondisi yang dapat menyulut konflik itu sendiri tidak dihindari. Adanya konflik
tidak mesti dalam keluarga miskin, dalam keluarga kaya juga sering terjadi
konflik. Tak peduli bagi keluarga yang tinggal di pedesaan atau diperkotaan, 
tanpa  pandang  status,  golongan,  atau  jabatan,  konflik  selalu mengintai
dimana dan kapan saja.

Menurut Agus M. Hardjana, konflik muncul manakala dalam hubungan


antara dua orang atau kelompok muncul adanya perasaan bahwa antarmereka
terdapat tujuan hidup yang tak terpadukan, berlawanan, dan menganggu. Tujuan
yang berbeda itu pada gilirannya melahirkan tindakan dan perbuatan yang
menghambat, melawan, merugikan, menutup kemungkinan, atau membuat orang-
orang yang satu atau kedua-duanya, tak mencapai tujuannya. (Ma’rif, 1999).

Konflik bukanlah masalah yang berdiri sendiri, tetapi ada sejumlah faktor
yang menyebabkannya. Misalnya karena salah pengertian atau salah paham
karena kegagalan komunikasi, masalah pembagian wewenang dan tanggung
jawab, penafsiran yang berbeda atas suatu hal, kurangnya kerja sama,  dan 
sebagainya.  Sedangkan  kondisi  yang  mendukung  terjadinya konflik juga
bermacam-macam, Misalnya karena perbedaan pendapat yang sulit untuk
dimusyawarahkan, karena salah bicara mengakibatkan cekcok, mau menang
sendiri padahal pendapatnya salah, atau pun kondisi-kondisi yang diakibatkan dari
gagalnya komunikasi.

Dari  kondisi  komunikasi  yang  tidak  harmonis  itu  mana  mungkin dapat
diciptakan keluarga yang sejahtera. Padahal untuk menciptakan keluarga sejahtera
harus diawali dengan terbangunnya komunikasi yang harmonis diantara orang tua
dan anak dalam keluarga. Oleh karena itu, tidak ada cara lain yang harus
dilakukan kecuali mengelola konflik itu dengan sebaik-baiknya sehingga
komunikasi yang harmonis dalam keluarga dapat terwujud. Persoalannya
sekarang adalah bagaimana cara mengelola konflik?

Ada salah satu cara mengelola konflik dengan efektif yaitu dengan
mengkomunikasikan kata “maaf”. Konsep maaf ini secara implisit dimaksudkan
untuk menepis perasaan permusuhan, pertentangan batin, atau perkelahian,   dan  
sebagainya,   yang   berpotensi   mencerai-beraikan   tali ukhuwah dan
merenggangkan hubungan keluarga. Betapa indahya kata maaf. Mudah untuk
diminta tapi sulit untuk memberikannya (diucapkan). Cukup banyak orang yang
ingin meminta maaf atas kesalahannya dan sangat sedikit orang yang mau
memberi maaf atas kesalahan orang lain. Hanya mungkin karena  harga  diri 
sangat  sulit  untuk  memaafkan  kesalahan  orang  lain. Padahal dalam perspektif
psikologis memberi maaf itu menjadikan jiwa menjadi tenang. Jika dalam
perspektif keimanan memberi maaf itu lebih dengan keada takwa. Maka dalam
perspektif akhlak memberi maaf itu lebih mulia daripada yang meminta maaf.

Dalam kehidupan keluarga, kata maaf ini harus ditradisikan oleh semua
anggota keluarga. Suami (Ayah) dan istri (Ibu) jangan pelit saling memaafkan.
Orang tua tidaklah hina meminta maaf kepada anak atas kesalahan yang telah
diperbuatnya. Betapa murah hatinya bila anggota keluarga yang saling
memaafkan antarsesama mereka. Saling membuka diri, berkata jujur, dan
pengertian adalah pintu-pintu kemaafan yang dapat mengharmoniskan hubungan
antara orang tua dan anak dalam keluarga.

Ketika konflik dalam keluarga sudah dikelola dengan baik, maka terbukalah
jalan untuk membangun komunikasi yang harmonis dengan mempertahankan 
aturan  hubungan  dalam  keluarga.  Sedangkan  landasan untuk membentuk
keluarga sejahtera harus melibatkan unsur-unsur saling membutuhkan, ada
hubungan perasaan, dan saling memberi perhatian.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak dapat terlepas denganaktivitas  sosial 
baik  itu  dengan  keluarga,  kerabat,  atau  pun  masyarakat sekitar. Maka dari itu
manusia pasti akan saling berkomunikasi dan berinteraksi  dengan  individu  yang  lain. 
Sebelum  seseorang  terjun  ke  ke dalam lingkungan masyarakat, ia akan lebih banyak
melakukan komunikasi dan interkasi di lingkungan keluarga terlebih dahulu. Komunikasi
dalam keluarga yang terjalin merupakan komunikasi yang dapat memberikan suatu hal
kepada setiap anggota keluarga lainnya. Dengan adanya komunikasi, permasalahan yang
terjadi diantara anggota keluarga dapat dibicarakan dengan mengambil solusi
terbaik.alam sebuah keluarga sangat dianjurkan untuk dapat menumbuh kembangkan
komunikasi dan interaksi antar masing- masing anggota keluarga demi terjalinnya
komunikasi yang harmonis guna menciptakan keluarga yang selalu hidup rukun. Adapun
contoh-contoh kegiatan komunikasi dan interaksi yang dapat diterapkan guna menumbuh
kembangkan komunikasi yang harmonis ialah, membiasakan saling menjalin komunikasi
walaupun hanya dalam beberapa menit di sela-sela kesibukan, sering mengadakan
kegiatan yang dapat membuat komunikasi dan interaksi dapat berjalan dengan baik, dan
saling menunjukkan kata-kata kasih sayang terhadap anggota keluarga yang
lain.Komunikasi dalam keluarga dilaksanakan sebagai upaya untuk menciptakan keluarga
yang saling mengenal   dan   saling   memahami   sesama   anggota   keluarga.   Dengan
terjalinnya komunikasi yang baik dapat mempererat hubungan keluarga sehingga bisa
saling mengenal dengan lebih baik; menjadi jembatan untuk dapat mencari solusi
terhadap permasalahan yang muncul; membangun kehangatan dan keceriaan dalam
keluarga; dan komunikasi yang baik dan efektif pun akan membentuk kepribadian anak
menjadi terbuka, luwes, dan bersahabat. Sehingga dari situ dapat tercipta suasana yang
harmonis dan sejahtera dalam keluarga seperti yang diidamkan oleh semua orang.

3.2 Saran
Peran orang tua sangatlah penting untuk menjalin hubungan komunikasi yang baik di
dalam keluarga. Dari komunikasi yang baik dalam keluarga antar anak dengan orang tua
dapat diperoleh hubungan yang harmonis di dalam keluarga. Selain harmonis, biasanya
komunikasi yang baik dari orang tua akan mendidik anak-anaknya kea rah hal yang lebih
baik.
DAFTAR PUSTAKA

Firdaus. 2020. Komunikasi Nonverbal Guru Terhadap Siswa Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK)di Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) Kelurahan Jatiwangi Kecamatan AsakotaKota
Bima. https://komunikasistisip.ejournal.web.id. (11 September 2021).

Fisipol. 2020. 4 Jenis Komunikasi. https://ilmukomunikasi.uma.ac.id. (11 September 2021).

https://repository.uin-suska.ac.id. (11 September 2021).


Rahmawati. 2018. Pola Komunikasi Dalam Keluarga.
https://download.garuda.ristekdikti.go.id. (11 September 2021).

Sobandi, O. 2017. URGENSI KOMUNIKASI DAN INTERAKSI DALAM KELUARGA.


https://journal.unisgd.ac.id. (11 September 2021).

Widad. 2011. Psikologi Keluarga Islam Berwawasan Gender. https://etheses.uin-malang.ac.id.


(11 September 2021).

Wiratri, Amorisa. 2018. Jurnal Kependudukan


Indonesia.https://ejurnal.kependudukan.lipi.go.id. (11 September 2021).

Anda mungkin juga menyukai