Anda di halaman 1dari 3

Jalan-jalan yang aneh menuju Ketep Pass & Air Terjun Kedung Kayang

Tanggal berapa ya itu tepatnya? Oh tanggal 29 November 2013 saya jalan-jalan lagi
dengan teman saya, sebut saja Dwiki (nama sebenarnya). Sebenarnya, dari awal
kami merencanakan untuk pergi ke arah Magelang dengan tujuan Candi Selogriyo &
Air terjun Kedung Kayang, tapi berhubung cuaca yang tidak terlalu cerah hari itu,
kami akhirnya pindah haluan ke Ketep Pass & Air terjun saja.

Sudah beberapa hari sebelumnya kami menentukan hari itu sebagai hari
keberangkatan karena memang hari itu saja kami selo, bahkan kami juga sudah
berencana untuk melihat ramalan cuaca dulu untuk menentukan apakah kami jadi
berangkat atau tidak. Ramalan cuaca untuk hari itu sih sebenarnya hujan ringan,
tapi toh kami tetap nekat berangkat juga.

Hahaha ada yang lucu (dan menyebalkan) saat jalan-jalan itu. Sebelumnya, karena
suatu sebab, kami ngambek satu sama lain. Jadi bayangkan saja, dalam perjalanan
berangkat yang menghabiskan waktu satu jam lebih itu, kami saling diem-dieman.
Saya yang biasanya rame dan nanya ini-itu sepanjang jalan, saat itu hanya diam saja
nahan dongkol. Dwiki juga, dia juga diammmmmm. Mungkin sungkan sama saya *eh
*dibalang.

Untuk menuju ke Ketep Pass, kami tidak melalui Jalan Magelang, melainkan melalui
jalan yang pokoknya nembusnya Kalibawang yang berupa jalan perbukitan.
Walaupun memang agak lama tapi pemandangan sepanjang jalan menyenangkan,
tidak melulu jalan raya yang ramai. Ya begitulah, sebenarnya awalnya Dwiki yang
ngambek duluan sama saya, tapi akhirnya saya juga ikutan ngambek hahahaha :p

Berangkat dari kosan saya, cuaca sudah mendung. Lalu tiba-tiba turunlah hujan di
daerah Jombor. Sejak saat itu, kami memakai jas hujan sepanjang perjalanan karena
memang hujan turun berkali-kali, dan tetap saja diem-dieman :p

Jalan menuju Ketep Pass selepas Jalan Magelang merupakan jalan yang berliku-liku
dan menanjak. Awalnya saya juga belum tau di Ketep Pass itu ada apa, jane pengen
takon tapi kan lagi nesunan, hahahaha. Semakin naik ke atas, udara semakin dingin,
hujan lebat, dan kabut putih di mana-mana. Saya pasrah sajalah mau dibawa
kemana. Mau dibawa kemana hubungan kitaaaaaaaa~ Akhirnya, sampai juga di
Ketep Pass yang ternyata sangat tinggi sekali. Di parkiran sampai mushola, kami
sempet ngobrol-ngobrol. Tapi setelah itu diem-dieman lagi… nananina. Ternyata di
Ketep Pass Itu ada museum mengenai Gunung Merapi, ada diorama dan foto-foto
gitu. Fotonya keren-keren, kebanyakan foto Gunung Merapi dari berbagai sudut
pandang, foto-foto Merapi lama juga ada. Ada juga replika Gunung Merapi yang
sebenernya panjat-able, tapi nggak boleh dipanjat. Keluar dari gedung museum itu,
kita bisa melihat pemandangan daerah pegunungan. Berhubung Ketep berada di
daerah yang tinggi, jadi pemandangannya bagus banget, hijau di mana-mana…
pohon-pohon, terasering, rumah penduduk. Keren bangetlah. Sayangnya saat itu
banyak kabut karena memang sedang turun hujan, jadi kami tidak bisa melihat
pemandangan di bawah dengan jelas. Aaah sayangnya di sana saya nggak sempet
foto-foto, males juga gara-gara lagi marahan jadi nggak mood. Mau motret
pemandangan juga nggak keliatan bagus di kamera karena lagi kabut.

Setelah cukup jalan-jalan di Ketep Pass, kami pun pergi lagi. Sebenernya saat itu
saya kira kami mau langsung pulang, tapi ternyata Dwiki menuju ke arah Air Terjun
Kedung Kayang. Saya sih diem aja, pasrah aja, mau tanya juga males :p Lokasi Air
terjun Kedung Kayang ini kalau dikira-kira adalah di bawah Ketep Pass. Tapi nggak
di bawahnya banget sih. Saat kami kesana, hujan sudah mulai mereda. Setelah
parkir dan Dwiki membayar tiket masuk, kami pun berjalan kaki ke arah air terjun.
Pada awalnya kami sempet salah jalan, padahal udah jalan lumayan jauh dengan
jalan turun berundak-undak. Berhubung salah jalan, Dwiki pun naik lagi ke atas,
saya ngikutin lah… kan nggak tau jalan. Nah pas naiknya itu Subhanallah, capeknya
pake banget. Kaki saya sempet mau copot *malah medeni. Tapi saya diem aja,
ngikutin ritmenya Dwiki yang biasa aja gitu kayak nggak ada capek-capeknya sama
sekali, hish. Setelah kembali di atas, kami akhirnya menemukan jalan yang benar.
Untuk menuju air terjun itu, jalan yang dilewati lumayan jauh, berundak-undak naik
turun juga, bikin capek jelas. Akhirnya sampai juga di ujung undak-undakan, di sana
kami bisa melihat air terjun secara langsung di depan mata. Di sana posisinya masih
di atas, sehingga yang ada di depan kami adalah bagian tengah air terjun yang kata
Dwiki tingginya total sekitar 40 meter.

Kemudian Dwiki mengajak saya menuju bawah air terjun. Untuk menuju ke bawah,
trek yang dilalui lumayan mulus sih, tapi tetep harus hati-hati karena jalannya
menurun dan sampingnya berupa jurang. Di perjalanan, ada beberapa semacam
saung yang bisa digunakan sebagai tempat peristirahatan sementara, karena tempat
peristirahatan yang selamanya adalah kuburan. Nah di salah satu tempat
peristirahatan itulah akhirnya saya dan Dwiki baikan, yeeeee tepuk tangan. Dia sih
yang ngajak baikan duluan, hihihi. Akhirnya saya pun luluh dan berisik lagiiiiiiiiii,
uwuwuwuw.

Sampai juga di bawah air terjun. Nggak di bawahnya banget sih, tapi di sungai
beberapa puluh meter di samping air terjun. Saya nggak berani nyebrang takut
celana saya basah. Dwiki yang nyebrang lalu menuju bawah air terjun, saya nunggu
di batu-batu sambil berkhayal jadi kepiting. Waktu saya ke sana, ada beberapa
rombongan juga yang sedang bertamasya, kebanyakan adalah rombongan orang…
pacaran :| *nendangwatu*

Mengantisipasi hal-hal yang tidak diinginkan akibat cuaca yang buruk, kami pun
kembali lagi naik ke atas menjauhi sungai. Saya sempat pesimis bisa naik lagi ke atas
nggak.. ya maklum, walaupun saya celelekan tapi saya gampang capek, kalo udah
capek banget njuk biasanya pilek. Sungguh tidak elit. Tapi akhirnya dengan
mengamalkan jurus kura-kura—biar lambat asal nyampe—akhirnya saya bisa
kembali ke atas dan mengalahkan rombongan lain yang sudah naik duluan.
Yeeeeey, tepuk tangan lagiiiii prok prok prok jadi apa prok prok prok.

Akhirnya selesai sudah petualangan kami hari itu. Agak nyebelin tapi kalo diinget-
inget lucu juga. Kami pulang melalui jalan yang hampir sama dengan jalan saat kami
berangkat, dengan sedikit modifikasi di beberapa bagian *halah. Perjalanan pulang
dilalui dengan cuaca yang cerah ceria secerah masa depan kita semua.

Anda mungkin juga menyukai