Bagi seorang ahli hadis, mengetahui takhrij al-Hadis sangatlah krusial. Tanpa melakukan
takhrij terlebih dahulu, sulit untuk mengetahui asal-usul riwayat hadis yang akan diteliti,
riwayat-riwayat yang telah meriwayatkan hadis tersebut, dan apakah ada atau tidak koroborasi
(Syahid atau Mutabi‟) dalam sanad hadis yang sedang diteliti. Oleh karena itu, ada beberapa
faktor yang membuat kegiatan takhrij al-hadis menjadi penting, diantaranya: 1
1
Askolan Lubis, “Urgensi Metodologi Takhrij Hadis Dalam Studi Keislaman”
2
Subhi al-Salih, Ulum al Hadis wa Mustalahuhu (Beirut: Dar al-Ilmi li al-Malayin 1977) hal 241
3
Al-Asqolani, Ibn Hajar, Nuzhat al-Nazar: Syarh Matan Nukhbat al-Fikar (Bukittinggi, Port de Coek: al-Islamiyah
1938) hal 11
4
Al-Adlibi, Salah al-Din, Manhaj Naqd al-Matan ‘Inda Ulama’ al-Hadis al-Nabawi (Beirut: Dar al-Afaq 1983) hal 10
Adapun syarat atau kriteria hadis yang berkualitas sahih adalah:”Bersambung sanadnya,
diriwayatkan oleh rawi yang adil dan dabit sampai pada akhir sanad, dan tidak syaz dan ber-
illat.5
Menurut kriteria di atas, penelitian sebuah hadis harus melalui tahap-tahap seperti berikut:
1. Meneliti keadaan para rawi hadis untuk menetapkan keadilan dan kedabitannya,
2. Meneliti sanad atau hubungan antara perawi hadis, sehingga dapat dipastikan adanya
kesinambungan sanad hadis.
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, akhir tujuan dari takhrij hadis adalah untuk
mengidentifikasi dan menetapkan kualitas sanad hadis. Penetapan kualitas ini akan
memengaruhi status dan posisi hadis tersebut. Apakah dapat dijadikan sebagai bukti atau tidak,
dan apakah dapat diamalkan atau tidak. Selama proses takhrij, kita akan memperoleh banyak
manfaat yang sangat membantu dalam mengevaluasi sebuah hadis. Berikut adalah beberapa
manfaat yang dapat diperoleh lewat takhrij hadis:6
Dalam melakukan penelitian hadis, kita harus memperhatikan beberapa prinsip dasar,
yaitu:7
5
Subhi al-Salih, Ulum al Hadis wa Mustalahuhu (Beirut: Dar al-Ilmi li al-Malayin 1977) hal 145
6
Andi Rahman, “Pengenalan Atas Takhrij Hadis”.Jurnal Studi Hadis. Vol, 2 No, 1 (2016). 161.
7
Andi Rahman, “Pengenalan Atas Takhrij Hadis”.Jurnal Studi Hadis. Vol, 2 No, 1 (2016). 160-161
Yang berarti penelitian dilakukan pada satu sanad periwayatan, dan nilai diberikan pada
sanad yang diteliti tanpa harus memeriksa seluruh sanad yang ada. 8
4. Dalam melakukan takhrij hadis perlu diperhatikan substansi dari matan hadis
Variasi redaksional matan (jika terdapat lebih dari satu riwayat), kajian atas sanad berupa
biografi beserta kualitas para perawi, kajian atas kata-kata yang unik dan tidak biasa (gharib al-
lafazh), penelusuran waktu dan tempat terhadap masing-masing perawi sebagai alat bantu
untuk menghubungkan (ittishal) sanad, dan keunikan sughah al-ada' atau ungkapan masing-
masing perawi dalam sanad ketika meriwayatkan hadis.
7. Penilaian terhadap seorang perawi merupakan ijtihad yang didasarkan pada data
biografi yang tersebar dalam literatur biografi perawi (tarajum al-ruwat)
Di sini, perbedaan pendapat di kalangan ulama seputar kualitas seorang perawi merupakan
hal yang wajar. Penggunaan kaedah jarh wa ta'dil dengan proporsional dapat membantu kita
dalam menentukan kualitas seorang perawi.
8. Standar masing-masing ulama jarh wa ta'dil dalam menilai seorang perawi berbeda
Sehingga perlu menelusuri lebih jauh ketika terjadi perbedaan pendapat terkait kualitas
seorang perawi. Seseorang mungkin dinilai dha'if oleh seorang ulama yang memiliki standar
tinggi, sementara bagi yang lain ia dinilai tsiqah. Dengan melakukan kajian lanjutan, kita dapat
mengetahui alasan seseorang didha'ifkan dan kemudian mengevaluasi apakah alasan tersebut
tepat atau tidak.
11
al-Thahhan, M., Ushul al-Takhrij wa Dirasah al-Asanid (Beirut: Dar al-Quran al-Karim 1979) hal 156-157