Anda di halaman 1dari 2

Nama: Muhammad Hafiz

NIM: 220501110081
Tugas: Studi Kasus Leasing&Anjak Piutang
Mata Kuliah: Bank&Lembaga Keuangan
Dosen Pengampu: Nur Laili Fikriah, SE., M.Sc

Kasus 1
Referensi; https://www.cnbcindonesia.com/opini/20221101103735-14-
384118/memperbaiki-perjanjian-leasing-pesawat-di-indonesia/amp
Kesimpulan
Pada Kasus Ini Mayoritas maskapai dalam industri penerbangan lebih memilih untuk
menyewa (lease) pesawat ketimbang membeli. Dikarenakan keuntungan dari leasing sendiri
adalah untuk menghemat modal Juga untuk Pembiayaan Proyek Skala Besar karena jika
dilihat kembali pesawat sendiri adalah kendaraan yang memakan banyak pembiayaan
ketimbang kendaraan lain seperti bus dll. Sebagian besar perusahaan penerbangan memilih
untuk menyewa ketimbang membeli pesawat untuk mendapatkan keuntungan dari leasing
tersebut. Bentuk kerja sama penyewaan ini secara garis besar terbagi dua, yaitu dry leasing
atau wet leasing. Wet leasing adalah penyewaan jangka pendek untuk periode 1-24 bulan,
sedangkan dry leasing merupakan penyewaan jangka panjang, minimal untuk dua tahun.
Dalam kasus ini, Seluruh pihak maskapai di Indonesia perlu melakukan pembaharuan
ulang perjanjian dengan pihak lessor, terutama terkait dengan urgensi klausul kondisi darurat
force majeure. Ketika pesawat diserahkan kepada maskapai, maka seluruh kewajiban
pembayaran dan pemeliharaan harus dilakukan sesuai dengan kontrak. Sebenarnya dalam
ketentuan pemerintah disebutkan bahwa maskapai yang punya banyak pesawat tapi statusnya
hanya sewa juga bisa dicabut izinnya. Alasan dari Aturan tersebut ialah untuk memberikan
jaminan pelayanan bahwa alat produksi tidak bermasalah. Hal ini juga untuk memberikan
kepastian tentang status kepemilikan modal. Apalagi jika terjadi kasus sengketa bisnis
akibatnya pesawat bisa ditarik oleh perusahaan leasing tanpa memperdulikan aspek
kebutuhan konektivitas daerah dan kepentingan konsumen.
Kasus 2
Referensi;https://www.cnbcindonesia.com/news/20181211171405-4-45897/terungkap-
tunggakan-bpjs-kesehatan-ke-rumah-sakit-rp-172-t
Kesimpulan
Kementerian Kesehatan mencatat, hingga 30 November 2018, BPJS Kesehatan masih
memiliki tunggakan ke rumah sakit mencapai Rp 1,72 triliun. Bahkan sejumlah rumah sakit
mengeluh soal tagihan rumah sakit yang belum dibayarkan BPJS Kesehatan.Untuk solusi dari
ini semua, sesuai perkataan dari Direktur utama BPJS kesehatan yaitu Fahmi Idris
menyatakan bahwa , ‘’untuk mengatasi masalah ini BPJS Kesehatan memberikan solusi
dengan skema anjak piutang atau supply chain financing. Dalam skema ini bank menalangi
lebih dahulu tagihan dari rekanan rumah sakit BPJS Kesehatan.’’
Dengan rangka ini BPJS Kesehatan dapat menghindari denda yang harus ditanggung karena
telat membayar tagihan. Saat ini BPJS Kesehatan telah kerja sama dengan 16 bank dengan
skema anjak piutang tersebut.

Anda mungkin juga menyukai