Anda di halaman 1dari 61

PAPER

REKAYASA TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN

Oleh:
Farih Hardiansyah
NIM A1D018146

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2023

1
DAFTAR ISI

Halaman
KAJIAN TENTANG BAHAN ORGANIK ............................................................... 4
I. PENDAHULUAN ................................................................................................ 5
A. Latar Belakang ....................................................................................... 5
B. Tujuan .................................................................................................... 6
C. Rumusan Masalah .................................................................................. 6
II. PEMBAHASAN ................................................................................................... 7
III. KESIMPULAN ................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 17
KAJIAN TENTANG HUBUNGAN BAHAN ORGANIK DAN MIKROBA ...... 19
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 20
A. Latar Belakang ..................................................................................... 20
B. Tujuan .................................................................................................. 20
C. Rumusan Masalah ................................................................................ 21
II. PEMBAHASAN ................................................................................................. 22
III. KESIMPULAN ................................................................................................... 30
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 31
KAJIAN TENTANG HUBUNGAN MIKROBA DAN PERTUMBUHAN
TANAMAN ................................................................................................................ 32
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 33
A. Latar Belakang ..................................................................................... 33
B. Tujuan .................................................................................................. 33
C. Rumusan Masalah ................................................................................ 34
II. PEMBAHASAN ......................................................................................... 35
III. KESIMPULAN ................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 44
KAJIAN TENTANG EFISIENSI NITROGEN ....................................................... 45
I. PENDAHULUAN .............................................................................................. 46
A. Latar Belakang ..................................................................................... 46

2
B. Tujuan .................................................................................................. 46
C. Rumusan Masalah ................................................................................ 47
II. PEMBAHASAN ......................................................................................... 48
III. KESIMPULAN ................................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 61

3
PAPER
REKAYASA TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN

KAJIAN TENTANG BAHAN ORGANIK

Oleh:
Farih Hardiansyah
NIM A1D018146

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO

4
2023
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Budidaya tanaman dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan


masyarakat. Meningkatnya populasi akan meningkatkan tingkat kebutuhan
pangan tetapi hal ini tidak sebanding dengan peningkatan hasil produksi. Dalam
mengejar target tersebut, maka dilakukanlah revolusi hijau yang menambahkan
input pupuk sintetik dalam skala besar. Penggunaan pupuk sintetik yang terus-
menerus dan terangkutnya hara melalui hasil dan jerami yang keluar areal lahan
meenyebabkan menurunnya kualitas lahan dengan dicirikan kekurangan bahan
organik. Rata-rata tingkat penurunan tahunan bahan organik adalah 0.5% dan
pada tanah tererosi berat terjadi penurunan sebesar 1,35% (Sismiyanti et al.,
2018).
Tanah merupakan tempat hidup berbagai mahluk hidup baik flora maupun
fauna yang ada di dalam tanah. Mahluk hidup ini hidup di dalam tanah dengan
memanfaatkan bahan organik yang terkandung di dalam tanah. Bahan organik
adalah bahan-bahan yang sudah mengalami perombakan baik secara alami atau
thermally di dalam atau di permukaan tanah, baik yang mati dan yang hidup akan
tetapi tidak termasuk kedalam bagian tanaman di atas permukaan tanah yang
masih hidup (Saidy, 2018).
Bahan organik penting dalam menciptakan kesuburan tanah, baik secara
fisik, kimia, maupun biologi tanah. Proses penting yang berlangsung dan
berhubungan dengan pembentukan tanah adalah penimbunan bahan organik yang
selalu mencapai tingkat keseimbangan. Tingkat penimbunan bahan organik dalam
tanah tergantung pada sifat lingkungan pembentukan tanah yang mencakup dua
proses yaitu penambahan residu atau sisa-sisa hewan dan perombakan bahan
organik tersebut oleh jasad mikro perombak tanah.
Berdasarkan uraian di atas maka perlu dilakukan kajian mengenai bahan
organik agar tanah dapat dikelola dengan baik. Tanah sangat vital peranannya

5
bagi semua kehidupan di bumi karena tanah mendukung kehidupan tumbuhan
dengan menyediakan hara dan air sekaligus sebagai penopang akar. Struktur tanah
yang baik juga menjadi tempat yang baik bagi akar untuk bernafas dan tumbuh.
Tanah juga menjadi habitat hidup berbagai mikroorganisme.

B. Tujuan

Tujuan dari tugas paper ini adalah sebagai berikut:


1. Mengetahui arti dan pengelompokkan bahan organik.
2. Mengetahui fungsi dari bahan organik.
3. Mengetahui faktok-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang didapatkan adalah sebagai berikut:


1. Apa definisi dari bahan organik?
2. Apa saja pengelompokkan bahan organik?
3. Apa fungsi dari bahan organik terhadap struktur tanah?
4. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi dekomposisi bahan organik?

6
II. PEMBAHASAN

Saat 200 tahun yang lalu sudah dimulai penelitian tentang fraksi bahan
organik. Ditahun 1786, Achard mengisolasi lapisan tidak berstruktur berwarna
gelap dari gambut dengan metode ekstraksi menggunakan larutan asam dan alkali.
Penelitian lain yaitu pada tahun 1840 oleh Liebig dan tahun 1887 oleh Muller
tentang pengaruh bahan organik dari kotoran hewan terhadap ketersediaan N,
mempertahankan kesuburan tanah dan pengaruh jenis tanah dan spesies pohon
terhadap pembentukan humus (Saidy, 2018). Menurut Sismiyanti et al., (2018),
peranan bahan organik sangat penting dalam meningkatkan kesuburan tanah dan
menentukan tingkat produktifias tanah. Hal tersebut mengindikasikan proses
dalam keingintahuan peranan bahan organik di dalam tanah. Semakin
berkembangnya zaman, metode untuk menganalisis struktur kimia dari bahan
organik menghasilkan suatu teori bahwasannya bahan organik tanah tersusun dari
campuran heterogen yang didominasi oleh substansi koloid organik yang terdiri
dari gugus fungsional dan nitrogen. Bahan organik diistilahkan sebagai materi
organik yang berada di dalam tanah tetapi tidak termasuk arang, jaringan tanaman
dan binatang yang tidak melapuk serta biomassa tanah yang hidup (Saidy, 2018).

Gambar 1. Konsep Pengelompokkan Bahan Organik (Saidy, 2018)

7
Bahan organik dapat dikelompokkan menjadi dua komponen, yaitu
komponen yang mati dan komponen yang hidup. Komponen hidup bahan organik
dapat terdiri dari akar tanaman, binatang di dalam tanah dan mikroorganisme
biomassa dan komponen mati terdiri dari residu organik yang terdekomposisi
secara biologi dan kimia. Komponen mati bahan organik juga dapat dibedakan
menjadi materi yang tidak berubah ciri morfologi material aslinya masih terlihat
dan produk atau material yang sudah mengalami transformasi (Saidy, 2018).
Bahan organik adalah semua bahan organik yang telah mengalami
perombakan baik secara alami di dalam dan di permukaan tanah, baik yang masih
hidup atau yang mati tetapi tidak termasuk bagian tanaman di atas permukaan
tanah yang masih hidup. Bahan organik terdiri dari 2 yaitu komponen hidup dan
komponen mati. Komponen hidup terdiri dari biomassa mikroorganisme dan
biomassa fauna. Komponen mati terdiri dari bahan organik partikulat (serasah,
residu tanaman di permukaan tanah, bahan organik makro), bahan organik
terlarut, humus (non-humus substansi dan humus substansi) dan bahan organik
lembam (Saidy, 2018). Menurut Sismiyanti et al., (2018), menyebutkan jenis
bahan organik yang dapat dikembalikan ke tanah sangatlah banyak. Produk-
produk sampah, perusahaan pertanian, pengolahan makanan, sampah kota,
sampah industri dan jerami hasil produksi pertanian dapat dijadikan sumber bahan
organik. Menurut Surya et al., (2017), pengembalian sisa panen disertai
penambahan pupuk organik mampu memperbaiki kondisi agregasi tanah,
pemeabilitas tanah, mengurangi pemadatan tanah, dan porositas tanah.
Menurut Chairunnisak et al., (2023), pemberian bahan organik yaitu pupuk
kandang ayam dapat meningkatkan tinggi tanaman, jumlah daun, dan cabang yang
lebih tinggi. Hal ini karena bahan organik mempengaruhi kesuburan tanah dan
produksi biomassa tanaman. Peningkatan variabel yang diamati juga berkaitan
dengan ketersediaan unsur hara penting untuk tanaman seperti unsur N 3,22% , P
9,34%, dan K 0,21%. Ketersediaan fosfor sangat penting bagi pertumbuhan
tanaman. Menurut Razaq et al., (2017), kandungan fosfor dalam pupuk organik
penting karena diperlukan untuk mempertahankan produksi dan kualitas hasil
tanaman yang optimal. Fosfor diperlukan untuk pembelahan sel, reproduksi, dan

8
metabolism. Menurut Chairunnisak et al., (2023), kandungan fosfor yang tinggi
kaitannya dengan meningkatnya pertumbuhan tanaman adalah sistim perakaran
yang tumbuh dengan baik karena tersedianya fosfor akan menunjang penyerapan
unsur hara dan berakibat pada meningkatnya pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Tersedianya unsur nitrogen juga membantu tanaman dalam melakukan
proses vegetatif yang lebih optimal. Bahan organik yang menyediakan unsur
penting bagi tanaman juga membantu perbaikan tanah. Tanah yang tanpa diberi
bahan organik akan berstruktur padat dan miskin hara. Struktur tanah yang padat
akan menyebabkan pertumbuhan tanaman yang kurang baik karena akar akan sulit
tumbuh yang mengakibatkan terkendalanya penyerapan unsur hara dan air.
Bahan organik menjadi salah satu pembenah tanah yang dapat membantu
memperbaiki sifat tanah, baik secara fisik, kimia dan biologi. Sifat fisik yang
diperbaiki adalah kesuburan tanah, struktur tanah, tingkat perkembangan struktur
tanah, dan pembentukan agregat tanah (Hasibuan, 2015). Sejalan dengan
Mawaddah et al., (2023), kesuburan tanah merupakan standar dalam menentukan
mutu tanah untuk melakukan kegiatan bercocok tanam yang ditentukan oleh
interaksi sifat kimia, fisik, dan biologi tanah. Selaras juga dengan Chairunnisak et
al., (2023), penambahan bahan organik pada tanah dapat memperbaiki sifat kimia,
fisik dan biologi tanah untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Menurut Saidy
(2018) menyatakan bahwa ada 3 fungsi dari bahan organik yaitu fungsi struktur
fisik, struktur kimia, dan struktur biologi.
1. Fungsi Struktur Fisik
Stabilitas struktur tanah berhubungan dengan ketahanan susunan pori dan
partikel tanah terhadap tekanan dari luar (misalnya penanaman, kompaksi dan
irigasi). Penambahan bahan organik ke tanah tidak saja menurunkan berat isi
tanah dan meningkatkan kemampuan tanah dalam menahan air, tetapi juga
meningkatan kemantapan agregat tanah. Sesuai dengan Surya et al., (2017),
penurunan berat isi tanah dikarenakan penambahan bahan organik yang
berdampak pada peningkatan jasad mikro. Minimum 2% kandungan karbon
organik di tanah diperlukan untuk menjaga kemantapan agregat di tanah dan
kandungan karbon organik sebesar 1,2-1,5% menyebabkan kemantapan agregat

9
tanah menurun. Proses pembentukan agregat tanah dengan ukuran yang berbeda
dilakukan oleh agen pengikat organik yang berbeda. Agregat makro (>250 μm)
dihipotesiskan terbentuk dari partikel tanah yang diikat oleh jaringan akar halus
pada tanah dengan kandungan C-organik >2%. Agregat mikro (20-250 μm)
terbentuk dari agregasi partikel tanah dengan berbagai pengikat anorganik dan
bahan organik partikulat yang berfungsi sebagai substrat untuk aktivitas
mikroorganisme yang akhirnya menghasilkan bahan-bahan pengikat organik.
Menurut Dultz et al., (2018), penggunaan bahan organik ternyata dapat dijadikan
pembentuk agregat tanah. Hal ini penting karena agregat tanah akan membentuk
pori-pori tanah yang berperan dalam mengatur air dan udara didalam tanah.
Kemampuan tanah dalam menahan air dipengaruhi secara langsung maupun
tidak langsung (Saidy, 2018). Pemakaian mulsa yaitu pemberian bahan organik
pada permukaan tanah dapat mengurangi evaporasi sehingga dapat mengurangi
kehilangan air. Bahan organik yang ditambahkan akan mempengaruhi sebaran
pori tanah agar menyebabkan perubahan kemampuan tanah dalam menyimpan air.
Menurut Mawaddah et al., (2023), bahan organik yang ditambahkan dapat
meningkatkan kemampuan menahan air. Air yang disimpan dalam tanah
diharapkan dapat mencapai kapasitas lapang dan menghindari dari titik layu
permanen. Kemampuan tanah menahan air pada dasarnya ditentukan oleh jumlah
pori dan sebaran ukuran pori di dalam tanah serta luas permukaan butiran tanah.
Menurut Surya et al., (2017), bahan organik dapat mempengaruhi besar kecilnya
daya serap terhadap air.
2. Fungsi Struktur Kimia
Kapasitas tukar kation atau KTK adalah kemampuan tanah dalam
memegang kation tukar dan mengindikasikan jumlah muatan negatif per massa
tanah. Tanah dengan KTK yang tinggi sering dianggap lebih baik dalam hal
kesuburan tanah karena mempunyai kemampuan yang tinggi dalam menahan
unsur hara dalam bentuk kation. KTK tanah ditentukan oleh muatan negatif tanah
yang dapat berupa muatan tanah permanen (permanent charge) dan muatan yang
dapat berubah (variable charge). Menurut Surya et al., (2017), pemberian bahan
organik dapat meningkatkan kapasitas tukar kation yang menjadi pusat hara untuk

10
dimanfaatkan tanaman. Menurut Hasibuan (2015) menyatakan bahwa pemberian
kotoran sapi, kotoran ayam, daun gamal dan daun angsana dapat meningkatkan
dan memperbaiki sifat kimia tanah. Pemberian kompos daun angsana menjadi
pemberian dengan pengaruh terbaik dalam memperbaiki sifat kimia tanah. Terkait
peningkatan pH tanah terhadap adanya bahan organik, menurut Indriyati et al.,
(2023), pemberian bahan organik secara nyata dapat meningkatkan pH tanah
terutama terhadap tanah masam.
3. Fungsi Struktur Biologi
Fungsi penting dari bahan organik adalah sumber energi atau sumber
metabolisme yang menggerakkan proses biologi tanah. Penyediaan energi ini pada
dasarnya merupakan proses transformasi karbon oleh tanaman, proses mikro dan
makro biologi yang menghasilkan energi dan membentuk satu siklus yang
menghubungkan transformasi energi antara komponen di atas dan di bawah
permukaan tanah. Menurut Kamsurya dan Botanri (2022) mengemukakan bahwa
adanya bahan organik dijadikan sebagai sumber energi bagi mikroorganisme
untuk memacu mengeluarkan enzim yang mereduksi bahan organik sehingga
menambah jumlah unsur hara. Tanaman yang menjadi produsen primer bahan
organik tanah melalui proses fotosintesis yang menggunakan energi matahari dan
mengambil karbon dioksida dari atmosfer untuk memproduksi glukosa. Karbon
organik dari tanaman kemudian masuk ke dalam tanah melalui serasah tanaman
yang jatuh ke permukaan tanah, akar tanaman yang mati dan eksudat akar. Bahan-
bahan organik inilah yang menyediakan substrat untuk proses perombakan yang
melibatkan fauna tanah dan mikroflora tanah (bakteri, jamur dan cacing).
Bahan organik tanah merupakan sumber unsur hara nitrogen, fosfor dan
sulfur. Komponen atau bagian bahan organik tanah yang dianggap penting dalam
penyediaan unsur hara makro ini adalah bahan organik partikulat. Unsur-unsur
hara ini dihasilkan dari proses mineralisasi bahan organik tanah dan akan dirubah
menjadi bentuk yang dapat diserap oleh tanaman. Sebagian dari unsur hara dari
proses perombakan bahan organik digunakan untuk pembentuk biomassa yang
baru, sebagian mengalami immobilisasi dan sebagian dimineralisasi dan
dilepaskan ke dalam bentuk anorganik/mineral yang merupakan bentuk hara yang

11
tersedia bagi tanaman. Beberapa hasil penelitian memperlihatkan bahwa >95%
unsur hara N dan S serta 20-75% unsur P berada di dalam bahan organik tanah
(Saidy, 2018).
Bahan organik juga membantu mempertahankan sifat resiliensi. Sifat ini
diartikan sebagai kemampuan dalam bertahan dari suatu gangguan dan
kemampuan memulihkan kembali fungsi dasar pentingnya. Hal ini bisa digunakan
sebagai indikator dalam menentukan kemampuan pemulihan dari suatu ekosistem
dari gangguan. Bersama dengan ketahanan tanah yaitu resiliensi ekosistem
merupakan fungsi dari stabilitas tanah. Resiliensi suatu ekosistem sangat
dipengaruhi oleh komponen ekosistem. Salah satunya adalah bahan organik tanah.
Peranan penting bahan organik tanah dalam resiliensi ekosistem dapat ditinjau
dari perbandingan kandungan energi kimia dan unsur hara yang tersimpan dalam
fraksi-fraksi organik pada beberapa ekosistem yang berbeda.
Dalam ekosistem pertanian, mikroorganisme dan bahan organik mendukung
sistem pertanian melalui beberapa cara menurut Saidy (2018), yaitu sebagai
berikut:
1. Penyimpanan, transportasi dan tranformasi sumber-sumber karbon.
2. Penyimpanan, transportasi dan transformasi unsur hara.
3. Penyimpanan dan transportasi udara dan air.
4. Melindungi tanah dari proses pemadatan dan erosi tanah.
5. Mempengaruhi aktivitas biota tanah lain.
6. Detoksifikasi dan filtrasi kontaminan tanah
Dekomposisi bahan organik adalah suatu proses bahan organik diubah
menjadi senyawa yang lebih sederhana. Hasil akhirnya adalah proses mineralisasi
bahan organik yaitu diubahnya bahan organik menjadi senyawa-senyawa
anorganik (mineral). Dekomposisi bahan organik meliputi proses abiotik dan
biotik. Proses abiotik meliputi proses mekanik seperti siklus pembekuan-
pencairan dan pengeringan-pembasahan. Proses biotik merupakan reakasi-reaksi
biokimia perombakan senyawa-senyawa organik yang dibantu oleh bakteri dan
jamur. Mikroorganisme tanah ini berperan dalam hampir 95% dari proses biotik
dekomposisi bahan organik tanah (Saidy, 2018). Menurut Kamsurya dan Botanri

12
(2022) juga mengemukakan hal yang sama yaitu bahan organik baru dapat
dimanfaatkan oleh tanaman setelah melalui proses dekomposisi dan mineralisasi.
Proses akhir akan menghasilkan ion-ion yang diserap oleh tanaman sebagai bahan
awal metabolism.
Mikroba perombak menghasilkan enzim yang akan terdifusi melalui lapisan
air ke substrat. Jenis bahan organik yang berbeda (lignin, karbohidrat, sellulosa
dan lain-lain) memerlukan enzim yang berbeda pula untuk proses dekomposisi.
Enzim yang didapatkan berasal dari berbagai macam mikroorganisme seperti
bakteri, jamur, dan hewan tanah (Moinet et al., 2018). Perombakan bahan organik
yang didominasi oleh lignin memerlukan enzim lignolitik. Kecepatan enzim
dalam merombak komponen-komponen bahan organik salah satunya dipengaruhi
oleh temperatur tanah. Kadar air tanah juga berpengaruh dalam dekomposisi
bahan organik tanah melalui peranannya dalam transportasi enzim menuju
substrat dan substrat menuju mikroba perombak. Kualitas substrat dari bahan
organik juga berpengaruh terhadap kecepatan perombakan bahan organik tanah.
Dengan demikian kecepatan perombakan bahan organik tanah ditentukan oleh
kualitas substrat bahan organik dan faktor-faktor lingkungan (Saidy, 2018).
1. Kualitas Substrat
Komposisi kimia bahan organik merupakan faktor yang sangat penting
dalam menentukan kecepatan perombakan bahan organik. Dalam beberapa
model mineralisasi nitrogen, komposisi kimia residu merupakan faktor utama
yang menentukan proses dekomposisi. Beberapa faktor seperti C/N rasio,
kandungan lignin, kandungan polyphenol atau kombinasi dari faktor-faktor
tersebut. Menurut Sismiyanti et al., (2018), juga menyebutkan kualitas dan
kecepatan dalam pelapukan bahan organik dipengaruhi dari C/N, C/P, C/S dan
kandungan lignin.
2. Kadar Air
Pengaruh kadar air terhadap kecepatan perombakan bahan organik
terjadi secara langsung dan tidak langsung. Pengaruh secara langsung terjadi
melalui proses ketersediaan air untuk aktivitas mikroorganisme dan pengaruh
tidak langsung terjadi melalui pengaruh air dalam mengontrol difusi oksigen

13
di dalam tanah untuk aktivitas mikroorganisme. Dekomposisi bahan organik
di dalam tanah meningkat dengan meningkatnya kadar air karena peningkatan
ketersediaan air untuk aktivitas mikroorganisme dan kemudian menurun
karena ketersediaan oksigen yang semakin menipis dengan meningkatnya
kadar air. Aktivitas mikroorganisme mencapai kecepatan optimum pada
tingkat ketersediaan air dan ketersediaan oksigen seimbang (Saidy, 2018).
Kekurangan oksigen pada kondisi kadar air yang terlalu tinggi
menyebabkan terjadinya penurunan aktivitas mikroorganisme yang pada
akhirnya menyebabkan penurunan dekomposisi bahan organik. Meningkatnya
kadar air pada tanah mengurangi ketersediaan oksigen di dalam tanah, dimana
jika terjadi penurunan sampai oksigen tidak tersedia maka akan terbentuk
kondisi anaerob. Pada saat yang bersamaan terjadi perubahan mikroorgansime
dari yang didominasi oleh mikroorgansime aerob menjadi mikroorganisme
yang fakultatif anaerob, dan dengan tidak tersedianya oksigen akan
berkembang mikroorganisme yang obligat anaerob.
3. Reaksi pH Tanah
Reaksi pH tanah merupakan faktor penting dalam perombakan bahan
organik. Mikroorganisme tanah mempunyai respon yang berbeda terhadap pH
tanah. Bakteri acidophilic seperti Thiobasillus, Thermophalus dan Sulfolobus
yang mengoksidasi sulfur menjadi asam sulfat berkembang pada kisaran pH
1–6, sedangkan jamur biasanya tumbuh optimal pada pH berkisar antara 4-6
(Saidy, 2018). Pengaruh pH tanah terhadap mineralisasi karbon dan nitrogen
telah banyak diteliti menggunakan tanah mineral bahwa peningkatan pH tanah
dari kisaran 5,7–5,8 menjadi 7,3–7,4 dengan penambahan Ca(OH)2
menyebabkan 2-3 kali peningkatan dalam mineralisasi karbon dan nitrogen.
Peningkatan mineralisasi karbon dan nitrogen ini disebabkan oleh
meningkatnya bahan organik terlarut dengan meningkatnya pH tanah.
4. Temperatur
Mikroba perombak bahan organik mempunyai temperatur optimum yang
berbeda untuk pertumbuhannya. Bakteri yang dikelompokkan ke dalam
psychrophiles berkembang pada temperatur (-5)-25oC, bakteri mesophiles

14
mempunyai temperatur optimum 15-45oC dan temperatur optimum untuk
bakteri Thermophiles adalah 45-70oC. Kecepatan perombakan bahan organik
lebih tinggi pada temperatur yang tinggi. Setiap peningkatan temperatur
sebesar 1oC dapat menyebabkan peningkatan mineralisasi karbon sebesar 10%
pada daerah yang mempunyai temperatur rata-rata 5oC, sedangkan pada
daerah dengan temperatur rata-rata 30oC setiap kenaikkan temperatur sebesar
1oC menyebabkan peningkatan mineralisasi karbon sebesar 3%. Mineralisasi
nitrogen juga meningkat dengan meningkatnya temperatur sampai 25oC
(Saidy, 2018).

15
III. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:


1. Bahan organik tanah adalah semua bahan organik yang telah mengalami
perombakan baik secara alami di dalam dan di permukaan tanah, baik yang
masih hidup atau yang mati tetapi tidak termasuk bagian tanaman di atas
permukaan tanah yang masih hidup.
2. Bahan organik tanah berfungsi memperbaiki struktur tanah baik struktur fisik,
kimia dan biologi.
3. Dekomposisi bahan organik dipengaruhi oleh jenis substrat, kadar air, reaksi
pH tanah dan temperatur.

16
DAFTAR PUSTAKA

Chairunnisak., Yefriwati., & Darmansyah. 2023. Respon pertumbuuhan dan hasil


tanaman cabai rawit (Capsicum frutescens) terhadap kombinasi bahan
organik dan fungi mikoriza arbuskular (FMA). Jurnal Agronida, 9(1): 19-
25.

Dultz, S., Steinke, H., Mikutta, R., Woche, S. K., & Guggenberger, G. 2018.
Impact of organic matter types on surface charge and aggregation of
goethite. Journal Colloids and Surface, 554: 156-168.

Hasibuan, Andi Surya Zannah. 2015. Pemanfaatan bahan organik dalam


perbaikan beberapa sifat tanah pasir pantai selatan kulon progo. Planta
Tropika Journal of Agro Science, 3(1): 31-40.

Indriyati, L. T., Nugroho, B., & Hazra, F. 2023. Detoksifikasi alumunium dan
ketersediaan fosfor dalam tanah masam melalui aplikasi bahan organik.
Jurnal Ilmu Pertanian Indonesia, 28(1): 10-17.

Kamsurya, M. Y. & Botanri, S. 2022. Peran bahan organik dalam


mempertahankan dan perbaikan kesuburan tanah perantanian. Jurnal
Agrohut, 13(1): 25-34.

Mawaddah, A., Dulur, N. W. D., & Kusnarta, I. G. M. 2023. Pengaruh aplikasi


bahan organik dan teknik budidayanya (konvendional dan aerobik) terhadap
beberapa sifat fisika tanah serta pertumbuhan padi beras merah pada
bedengan permanen. Journal of Soil Quality and Management, 2(1): 14-26.

Moinet, G. Y., Hunt, J. E., Kirschbaum, M. U., Morcom, C. P., Midwood, A. J., &
Millard, P. 2018. The temperature sensitivity of soil organic matter
decomposition is constrained by microbial access to substrate. Soil Biology
and Biochemistry, 116: 333-339.

Qiu, H., Ge, T., Liu, J., Chen, X., Hu, Y., Wu, J., Su, Y., & Kuzyakov, Y. 2018.
Effect of biotic and abiotic factors on soil organic matter mineralization:
experiments and structure modeling analysis. European Journal of Soil
Biology, 84: 27-34.

Razaq, M., Zhang, P., Shen, H. I., & Salahuddin. 2017. Influence of nitrogen and
phosphorous on the growth and root morphology of Acer mono. Plos One,
12(2): 1-13.

17
Saidy, Akhmad Rizalli. 2018. BAHAN ORGANIK TANAH: Klasifikasi, Fungsi
dan Metode Studi. Lambung Mangkurat University Press, Banjarmasin.

Sismiyanti., Hermansyah., & Yulnafatmawita. 2018. Klasifikasi beberapa sumber


bahan organik dan optimalisasi pemanfaatannya sebagai biochar, J. Solum.
15(1): 6-16.

Surya, J. A., Nuraini, Y., & Widianto. 2017. Kajian porositas tanah pada
pemberian beberapa jenis bahan organik di perkebunan kopi robusta. Jurnal
Tanah dan Sumberdaya Lahan, 4(1): 463-471.

18
TUGAS PAPER
REKAYASA TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN BAHAN ORGANIK DAN MIKROBA

Oleh:
Farih Hardiansyah
NIM A1D018146

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2023

19
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peranan bahan organik terhadap kesuburan tanah sangatlah banyak.


Terutama dalam memperbaiki struktur tanah baik struktur kimia, fisik dan biologi.
Menurut Sismiyanti et al., (2018), peranan bahan organik sangat penting dalam
meningkatkan kesuburan tanah dan menentukan tingkat produktifias tanah. Tanah
yang baik akan memberikan tingkat produktifitas yang tinggi. Tingkat
produktifitas yang tinggi akan menunjang pertumbuhan tanaman dengan baik.
Bahan organik yang memperbaiki struktur tanah, khususnya struktur biologi
akan memberikan kesempatan mikroba untuk hidup. Menurut Saidy (2018),
fungsi penting dari bahan organik adalah sumber energi atau sumber metabolism
yang menggerakkan proses biologi tanah. Beberapa mikroba ada yang
memberikan efek positif dan ada yang memberikan efek negatif. Mikroba yang
memberikan efek buruk adalah mikroba yang menyebabkan gejala patologis pada
tanaman. Salah satu mikroba yang baik untuk tanaman adalah mikroba
mempunyai peranan dalam membantu tanaman untuk menyediakan unsur hara.
Berkaitan dengan tugas paper yang diberikan pekan lalu, yaitu kajian
tentang bahan organik dan dilanjutkan dengan kajian hubungan antara bahan
organik dan mikroba. Berdasarkan uraian tersebut, maka kajian ini akan
membahas terkait peran mikroba bagi tanaman dan hubungannya dengan
ketersediaan bahan organik ditanah. Hal yang dibahas adalah bagaimana pengaruh
ketersediaan bahan organik dan mikroba untuk tanaman terutama tersedianya
unsur yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dan perkembangan.

B. Tujuan

Tujuan dari tugas paper ini adalah sebagai berikut:


4. Mengetahui pengaruh hubungan bahan organik dan mikroba.

20
5. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan peningkatan peran
mikroba.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang didapatkan adalah sebagai berikut:


5. Bagaimana pengaruh dan hubungan bahan organik dan mikroba?
6. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan peningkatan
mikroba?

21
II. PEMBAHASAN

Bahan organik adalah semua bahan organik yang telah mengalami


perombakan baik secara alami di dalam dan di permukaan tanah, baik yang masih
hidup atau yang mati tetapi tidak termasuk bagian tanaman di atas permukaan
tanah yang masih hidup. Bahan organik terdiri dari 2 yaitu komponen hidup dan
komponen mati. Komponen hidup terdiri dari biomassa mikroorganisme dan
biomassa fauna. Komponen Mati terdiri dari bahan organik partikulat (serasah,
residu tanaman di permukaan tanah, bahan organik makro), bahan organik
terlarut, humus (non-humus substansi dan humus substansi) dan bahan organik
lembam (Saidy, 2018).
Bahan organik adalah bahan yang berasal dari hijauan (jerami, batang
pisang, dan hijauan lainnya} dan kotoran hewan (kotoran kambing, sapi, ayam,
kelinci, kerbau, dan sebagainya). Bahan organik ini dapat menjadi pupuk organik
dan dapat diaplikasikan ke lahan pertanian (Andoko, 2002). Menurut Kariada dan
Sukadana (2000), disaat ini sudah banyak bahan organik yang dijadikan pupuk
organik dengan berbagai macam cara akibat hasil inovasi teknologi untuk
memenuhi kebutuhan unsur mikro dan makro. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa bahan organik berfungsi sebagai penyangga biologi yang mempunyai
fungsi dalam memperbaiki sifat fisik, kimia, dan biologi tanah, sehingga tanah
dapat menyediakan hara dalam jumlah berimbang. Menurut Mukhlis (2014),
bahan organik sebagai sumber pupuk organik sangat bermanfaat bagi peningkatan
produksi pertanian baik kualitas maupun kuantitas, mengurangi pencemaran
lingkungan, dan meningkatkan kualitas lahan secara berkelanjutan.
Menurut Kariada dan Sukadana (2000), bahan organik yang dijadikan pupuk
organik mempunyai keunggulan sebagai berikut:
1. Mempercepat dekomposisi bahan-bahan organik secara fermentasi.
2. Melarutkan P yang tidak tersedia menjadi bentuk P yang tersedia bagi
tanaman.
3. Mengikat N dari udara.

22
4. Menghasilkan berbagai enzim dan hormon sebagai senyawa bioaktif untuk
pertumbuhan tanaman.
5. Menekan bau busuk.
Menurut Departemen Pertanian (2002), kelebihan dari bahan organik adalah
mampu menyediakan unsur hara, baik mikro maupun makro dalam jumlah cukup
sesuai kebutuhan tanaman. Hal tersebut dapat diartikan sebagai kemampuan
dalam mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah. Kaitannya dengan
mikroba adalah dapat meningkatkan metabolism jasad mikro di tanah sehingga
dapat menunjang pertumbuhan tanaman. Pertumbuhan tanaman yang baik, artinya
meningkatkan daya tahan tanaman dan meningkatkan kualitas dan jumlah hasil
produksi. Hal ini bisa menjadi pertimbangan yang baik bagi penggunaan bahan
organik karena bahan organik dapat memperbaiki kerusakan tanah, memenuhi
jumlah unsur hara dalam jumlah cukup dan meningkatkan pertumbuhan tanaman.
Menurut Sharma (2002), upaya mengatasi masalah yang terjadi karena
penggunaan input sintetis yang merusak ekosistem pertanian dapat dilakukan
dengan meningkatkan peran mikroba tanah yang bermanfaat melalui berbagai
aktivitasnya, yaitu sebagai berikut:
1. Meningkatkan kandungan beberapa unsur hara di dalam tanah.
2. Meningkatkan ketersediaan unsur hara di dalam tanah.
3. Meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara.
4. Menekan mikroba tular tanah patogen melalui interaksi kompetisi.
5. Memproduksi zat pengatur tumbuh yang dapat meningkatkan perkembangan
sistem perakaran tanaman.
6. Meningkatkan aktivitas mikroba tanah heterotrof yang bermanfaat melalui
aplikasi bahan organik.
Tanaman dapat menyerap unsur hara melalui akar atau melalui daun.
Sebagian besar unsur hara diserap dari dalam tanah, hanya sebagian kecil yaitu
unsur C dan O diambil tanaman dari udara melalui stomata. Tanaman menyerap
unsur hara dari dalam tanah umumnya dalam bentuk ion (NH4+, NO3-, H2PO4-, K+,
Ca2+. Unsur hara tersebut dapat tersedia di sekitar akar tanaman melalui aliran
massa, difusi dan intersepsi akar. Sistem perakaran sangat penting dalam

23
penyerapan unsur hara karena sistem perakaran yang baik akan memperpendek
jarak yang ditempuh unsur hara untuk mendekati akar tanaman. Bagi tanaman
yang sistem perakarannya kurang berkembang, peran akar dapat ditingkatkan
dengan adanya interaksi simbiosis dengan Jamur mikoriza (Douds dan Millner,
1999). Selain itu juga menurut Lugtenberg dan Kravchenko (1999), mikroba tanah
akan berkumpul di dekat perakaran tanaman (rhizosfer) yang menghasilkan
eksudat akar dan serpihan tudung akar sebagai sumber makanan mikroba tanah.
Bila populasi mikroba di sekitar rhizosfir didominasi oleh mikroba yang
menguntungkan tanaman, maka tanaman akan memperoleh manfaat yang besar
dengan hadirnya mikroba tersebut. Tujuan tersebut dapat tercapai hanya apabila
kita menginokulasikan mikroba yang bermanfaat sebagai inokulan di sekitar
perakaran tanaman. Menurut Marwan et al., (2015), kandungan bahan organik
total dan total bakteri yang terdapat di perairan muara Sungai Babon, Semarang
memiliki tingkat keeratan sebesar 92% yang artinya kekuatan hubungan sangat
tinggi dan kuat.
Sebagian besar penyebab kekurangan unsur hara didalam tanah adalah
karena jumlah unsur hara (makro) sedikit atau dalam bentuk tidak tersedia yaitu
diikat oleh mineral liat atau ion-ion yang terlarut dalam tanah. Untuk
meningkatkan kuantitas unsur hara makro terutama N dapat dilakukan dengan
meningkatkan peran mikroba penambat N simbiotik dan non simbiotik.
Ketersediaan P dapat ditingkatkan dengan menanfaatkan mikroba pelarut P,
karena masalah pertama P adalah sebagian besar P dalam tanah dalam bentuk
tidak dapat diambil tanaman atau dalam bentuk mineral anorganik yang sukar
larut seperti C32(HPO4). Jamur mikoriza dapat pula meningkatkan penyerapan
sebagian besar unsur hara makro dan mikro terutama unsur hara immobil yaitu P
dan Cu (Sharma, 2002).
Mikroba tanah juga menghasilkan metabolit yang mempunyai efek sebagai
zat pengatur tumbuh. Bakteri Azotobacter selain dapat menambat N juga
menghasilkan thiamin, riboflavin, nicotin, indol, acetic acid dan giberelin yang
dapat mempercepat perkecambahan bila diaplikasikan pada benih dan merangsang
regenerasi bulu-bulu akar sehingga penyerapan unsur hara melalui akar menjadi

24
optimal. Metabolit mikroba yang bersifat antagonis bagi mikroba lainnya seperti
antibiotik dapat pula dimanfaatkan untuk menekan mikroba patogen tular tanah
disekitar perakaran tanaman. Untuk memenuhi kebutuhan hidupnya mikroba
tanah melakukan immobilisasi berbagai unsur hara sehingga dapat mengurangi
hilangnya unsur hara melalui pencucian. Unsur hara yang diimobilisasi diubah
sebagai massa sel mikroba dan akan kembali lagi tersedia untuk tanaman setelah
terjadi mineralisasi yaitu apabila mikroba mati. Peran mikroba tanah dalam siklus
berbagai unsur hara di dalam tanah sangat penting, sehingga bila salah satu jenis
mikroba tersebut tidak berfungsi maka akan terjadi ketimpangan dalam daur unsur
hara di dalam tanah. Ketersediaan unsur hara sangat berkaitan dengan aktivitas
mikroba yang terlibat didalamnya.
Jumlah utaman unsur N berada di atmosfer. Beberapa mikroorganisme dapat
mengggunakan nitrogen dan proses ini disebut fiksasi nitrogen. Proses ini dapat
merubah bentuk nitrogen menjadi amoniak dan nitrat. Fiksasi nitrogen dapat juga
terjadi secara kimiawi di dalam atmospir melalui petir dan suatu jumlah tertentu
fiksasi nitrogen terjadi di dalam industri produksi pupuk nitrogen. Amoniak
diproduksi selama dekomposisi dari bahan nitrogen organik (ammonifikasi) dan
terjadi pada pH netral sebagai ion ammonium (NH4). Di bawah kondisi anaerob
amoniak adalah stabil dan itu bentuk nitrogen mendominasi di dalam sedimen
paling anaerob. Di dalam tanah, sebagian besar amoniak yang dilepaskan oleh
dekomposisi aerobik dengan cepat didaur ulang dan dikonversi ke asam amino
didalam tumbuhan. Sebab amoniak mudah menguap, beberapa kehilangan dapat
terjadi dari tanah (terutama tanah sangat bersifat alkali) dengan penguapan dan
hilangnya amoniak utama pada atmospir terjadi di dalam areal populasi binatang
padat (sebagai contoh, peternakan lembu). Suatu kelompok khusus bakteri yaitu
bakteri nitrifikasi adalah katalisator biologi yang mengoksidasi amoniak ke nitrat
didalam suatu proses yang disebut nitrifikasi.
Nitrifikasi adalah suatu proses aerobik utama yang terjadi dengan baik pada
tanah pH netral dan dapat dihambat oleh kondisi anaerob atau di dalam tanah
sangat asam. Nitrifikasi dapat terjadi kondisi anaerob jika tingkat nitrat tinggi.
Jika material nitrogen tinggi dalam protein seperti limbah atau pupuk lalu

25
ditambahkan kedalam tanah menjadikan tingkat nitrifikasi menjadi meningkat.
Walaupun nitrat siap berasimilasi dengan tumbuhan tetapi mudah larut dalam air
dan dengan cepat tercuci dari tanah apabila curah hujan tinggi. Penambahan
penghambat nitrifikasi dapat meningkatkan efisiensi pemupukan dan membantu
mencegah polusi dari pelepasan nitrat dari tanah yang dipupuk. Komponen utama
nitrogen di atas bumi adalah N2 yang mana dapat digunakan sebagai nitrogen
sumber oleh bakteri pengfiksasi nitrogen. Amoniak yang dihasilkan oleh fiksasi
nitrogen atau oleh ammonifikasi dari nitrogen bahan campuran organik dapat
berasimilasi ke bahan organik atau dapat dioksidasi ke nitrat oleh bakteri
nitrifikasi. Hilangnya nitrogen dari biosphere terjadi sebagai hasil denitrifikasi,
dimana nitrat dikompersikan kembali ke N2 (Madigan et al., 2000).
Di dalam tanah kandungan unsur N relatif kecil (<2%), sedangkan di udara
kandungan N berlimpah. Hampir 80% kandungan gas di udara adalah gas N2.
Sebagian besar tanaman tidak dapat memanfaatkan N langsung dari udara, hanya
sebagian kecil tanaman legum yang bersimbiosis dengan bakteri Rhizobium yang
dapat memanfaatkan sumber N yang berlimpah dari udara. Tanaman non legume
masih dapat memanfaatkan N dari udara apabila diinokulasi dengan mikroba
penambat N nonsimbiotik. Tabel di bawah ini merangkum jenis mikroba
penambat N non simbiotik yang dapat dimanfaatkan untuk tanaman non legum.
Faktor yang mempengaruhi aktivitas bakteri penambat N sebagai berikut:
1. Ketersediaan senyawa nitrogen.
2. Ketersediaan nutrisi anorganik.
3. Sumber energi yaitu heterotroph dan autotroph.
4. pH contohnya Azotobacter, Sianobakteri peka terhadap pH<6.
5. Kelembaban.
6. Suhu.
Mikroba peiarut fosfat terdiri dari golongan bakteri dan Jamur. Kelompok
bakteri pelarut fosfat adalah Pseudomonas, Bacillus, Escherichia, Brevibacterium
dan Seralia, sedangkan dari golongan jamur adalah Aspergillus, Penicillium,
Culvularia, Humicola dan Phoma. Mikroba pelarut fosfat bersifat menguntungkan
karena mengeluarkan berbagai macam asam organik seperti asam formiat, asetat,

26
propional, laktat, glikolat, fumarat, dan suksinat. Asam-asam organik ini dapat
membentuk khelat organik (kompleks stabil) dengan kation Al, Fe atau Ca yang
mengikat P sehingga ion H2PO42-, menjadi bebas dari ikatannya dan tersedia bagi
tanaman untuk diserap. Bakteri pengoksidasi sulfur (Thiobacillus) dan
pengoksidasi ammonium (Nitrosomonas) dapat pula mengeluarkan asam
anorganik (asam sulfat dan asam nitrit) yang dapat mengkhelat kation Ca dari
Ca3(P04)2- menjadi HPO42- yang dapat diserap tanaman. Beberapa spesies jamur
dari genus Aspergillus mempunyai kemampuan yang lebih tinggi dalam
melarutkan fosfat terikat dibandingkan dengan bakteri. Hal ini memberi peluang
yang baik untuk dikembangkan di daerah tropis yang tanahnya masam, karena
jamur menyukai lingkungan pertumbuhan yang bersifat masam.
Menurut Marbun et al., (2015), mikroba pelarut fosfat dalam kegiatannya
mengeluarkan asam organik, ZPT dan enzim fosfatase yang dapat membantu
pelarutan fosfat dalam tanah hingga mencapai 44,08 ppm. Sedangkan hasil
peneltian Abubakar et al., (2013) mengatakan bahwa interaksi pupuk hayati dan
mikroba pelarut fosfat mampu meningkatkan ketersediaan P dan meningkatkan
bobot tanaman kering dari 3,71 g menjadi 7,73 g atau terjadi peningkatan bobot
kering tanaman sebesar 4,0 g. Mikroba pelarut fosfat menurunkan fosfor yang
terjerap oleh Andisol yaitu sebesar 13-36%, dan asam sitrat menurunkan jerapan P
oleh Andisol sebesar 46-40% (Tamad et al, 2013).
Mikoriza yang secara harfiah berarti "jamur akar" dan mengacu pada
asosiasi yang simbiotik yang ada antara jamur dan akar tumbuhan. Mungkin akar
dari mayoritas dari tumbuhan terestrial adalah mycorrhizal. Ada dua kelas umum
mikoriza yaitu ektomikoriza dimana sel jamur membentuk suatu bungkus
pelindung luas di sekitar bagian luar dari akar dengan hanya sedikit penetrasi ke
dalam jaringan akar dan ericoid mikoriza, di mana miselium jamur ditempelkan di
dalam jaringan akar. Ektomikoriza ditemukan sebagian besar di dalam pohon
hutan terutama pohon jarum, pohon besar dan pohon oak yang banyak
dikembangkan pada hutan daerah temperata. Kebanyakan jamur mikoriza tidak
menyerang selulosa dan serasah daun tetapi sebagai gantinya menggunakan
karbohidrat sederhana untuk pertumbuhan dan pada umumnya mempunyai

27
kebutuhan akan satu atau lebih vitamin, mereka memperoleh nutrisi dari sekresi
akar. Jamur ini menghasilkan substansi pertumbuhan tanaman dengan induksi
perubahan morfologi di dalam akar, menyebabkan dibentuk akar bercabang
dikotom pendek. Efek yang diuntungkan pada tumbuhan dari jamur mikoriza,
terbaik diamati pada lahan miskin, dimana pohon yang tumbuh dengan subur ada
mikoriza, tetapi tidak ada mikroriza tidak ada pertumbuhan. Mikoriza tumbuhan
bisa menyerap nutrisi dari lingkungannya lebih efisien dibanding dengan
pengerjaan non-mikoriza. Penyerapan nutrisi dapat ditingkatkan dengan semakin
besar area permukaan yang disajikan oleh miselium jamur (Madigan et al., 2000).
CMA menginfeksi hampir 95 % semua tanaman (crop plant).Simbiosis ini
bersifat mutualistic dimana jamur mendapatkan karbohidrat dari tanaman dimana
aliran nutrisi diregulasi oleh tanaman inang. Fotosintat tanaman inang diabsorpsi
jamur, khususnya pada arbuskula yang mempunyai luas permukaan kontak yang
besar antara jamur dengan tanaman inang. Fungsi CMA dalam meningkatkan
pertumbuhan tanaman adalah sebagai fasilitator dalam penyerapan berbagai unsur
hara, pengendali hayati penyakit tular tanah, penekan stress abiotik (kekeringan,
salinitas, logam berat) dan sebagai penstabil tanah (stabilator agregat tanah).
CMA yang menginfeksi akar tanaman akan membentuk hifa internal didalam sel
epidermis dan korteks akar, arbuskula terbentuk di dalam korteks akar dan hifa
eksternal berada di luar akar tanaman. Hifa eksternal sangat penting dalam
penyerapan unsur hara karena panjang hifa eksternal dapat mencapai beberapa
kali panjang akar sehingga memperluas permukaan akar dalam menyerap larutan
nutrisi dalam tanah (Douds and Millner, 1999)
Keberhasilan peningkatan peran mikroba tanah yang bermanfaat untuk
meningkatkan pertumbuhan dan hasil suatu tanaman perlu ditunjang langkah
berikut:
1. Seleksi isolat unggul. Isolat yang diperoleh harus diseleksi keunggulannya
dengan menguji efektivitas terhadap pertumbuhan tanaman. Seleksi bakteri
penambat N dapat melalui uji kuantitas N yang ditambatnya dengan metode
reduksi asetilen. Mikroba pelarut fosfat diseleksi berdasarkan pelarutan P
tidak larut secara kualitatif (zona bening) dan kuantitatif (jumlah P

28
tersedia/terlarut). CMA diseleksi berdasarkan besarnya derajat infeksi pada
akar atau peningkatan serapan P tanaman dibanding kontrol.
2. Perbanyakan isolat yang unggul sebagai inokulan dalam carrier/pembawa
yang cocok. Populasi mikroba yang akan digunakan sebagai produk inokulan
harus tinggi (>108 CFU/ g media) atau inokulan mikoriza mengandung spora
>50 buah/gram carrier.
3. Viabilitas mikroba tetap tinggi pada saat diaplikasikan. Kontrol viabilitas
perlu dilakukan selama masa penyimpanan produk inokulan. Pada umumnya
kualitas inokulan yang sudah dikemas akan menurun setelah masa simpan 6
bulan.
4. Aplikasi dilapangan harus tepat baik waktu, dosis dan caranya. Inokulasi
mikroba yang bermanfaat akan lebih efektif bila dilakukan bersamaan dengan
penanaman benih sehingga mikroba tersebut akan segera mengkolonisasi
benih yang berkecambah. Dosis yang digunakan harus sesuai dengan anjuran
pada kemasannya. Dosis yang tepat dapat mendukung keberhasilan dominasi
mikroba introduksi di rhizosfer tanaman. Cara pemberian inokulan selain
bersamaan dengan benih (seed inoculation) dapat pula dilakukan di
pembibitan (seedling inoculation).

29
III. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:


4. Hubungan mikroba dengan bahan organik adalah meningkatkan kandungan
beberapa unsur hara di dalam tanah, meningkatkan ketersediaan unsur hara di
dalam tanah, meningkatkan efisiensi penyerapan unsur hara dan menekan
mikroba tular tanah patogen melalui interaksi kompetisi
5. Faktor yang mempengaruhi keberhasilan peran mirkoba adalah seleksi isolat
unggul, perbanyakan isolat yang unggul, viabilitas mikroba dan aplikasi
dilapangan harus tepat baik waktu, dosis dan caranya.

30
DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, T., Ariati & Muryanto, J. 2013. Penggunaan pupuk hayati dan batuan
fosfat alam pada budidaya stroberi pada tanah andisol. Journal Agronomika,
13(1).

Andoko, A .2002. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya, Jakarta.

Departemen Pertanian. 2002. Kebijaksanaan Nasional Penyelenggaraan


Penyuluhan Pertanian. Departemen Pertanian, Jakarta.

Douds D. D. & Millner, P. D. 1999. Biodiversity of arbuscular mycorrhizal fungi


in agroecosystems. Agriculture, Ecosystems and Environment. 74: 77-93.

Lugtenberg B. J. J. & Kravchenko, L. V. 1999. Tomato seed and root exudate


sugars: composition, utilization by pseudomonas biocontrol strains and role
in rhizosphere colonization. Enviromental Microbiology. Vol 1(5): 439-446.

Madigan, M.T; Martinko, J. M., & Parker, J. 2000. Biology of Microorganisms.


Eighth edition. Prentice Hall, International Inc.

Marbun, S., Sembiring, M., & Bintang. 2015. Aplikasi mikroba pelarut fosfat dan
bahan organik untuk meningkatkan serapan P dan pertumbuhan kentang
pada andisol terdampak erupsi gunung sinabung. Jurnal Agroteknologi.
4(1): 1651-1658.

Marwan, A. H., Widyorini, N., dan Nirisupardjo, M. 2015. Hubungan total bakteri
dengan kandungan bahan organik total di muara sungai babon, semarang.
Management Of Aquatic Resources. 4(3): 170-179.

Mukhlis. 2014. biodegradasi bahan organik oleh mikroba dan pengaruhnya


terhadap tanaman padi di lahan gambut. AGRIC. 26(1): 37-44.

Saidy, A. R. 2018. BAHAN ORGANIK TANAH: Klasifikasi, Fungsi dan Metode


Studi. Lambung Mangkurat University Press, Banjarmasin.

Sharma, A. K. 2002. Organic farming. Central Arid Zone Research institute


Jodhpur. Agrobios. India

Tamad, A. M., Radjagukguk, B., Hanudin, E., & Widada, J. 2013. Ketersediaan
fosfor pada tanah andisol untuk jagung (Zea mays L.) oleh inokulum bakteri
pelarut fosfat. J. Agron. Indonesia, 41(2): 112–117.

31
TUGAS PAPER
REKAYASA TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN

KAJIAN TENTANG HUBUNGAN MIKROBA DAN PERTUMBUHAN


TANAMAN

Oleh:
Farih Hardiansyah
NIM A1D018146

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2023

32
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Keberadaan mikroba tanah bukan hanya sebagai hiasan dari biodiversitas


makhluk hidup tetapi mempunyai peran yang signifikan terhadap tanaman.
Interaksi yang terjadi dinamakan sebagai suatu komunikasi sebagai isyarat yang
dilakukan oleh makhluk hidup seperti mikroba dan tanaman. Gaya pesan ini
dilakukan tanaman dengan menunjukkan bahwa eksudat akar dapat memulai
interaksi dengan mikroba. Eksudat akar juga dapat mempertahankan keberadaan
mikroba dan mendukung keragaman spesies mikroba tertentu sehingga
menunjukkan awal hubungan yang dimulai dari zaman dahulu hingga sekarang
yang dijalin erat (Triyani dan Hafsan, 2021).
Ditengah gemparnya konsep pertanian yang ramah lingkungan yaitu
pertanian organik, dibutuhkan suatu solusi terhadap pengurangan input sintetik
terutama pupuk sintetik. Interaksi mikroba tanah menjadi salah satu solusi
terdekat dalam mengurangi ketergantungan pupuk sintetik. Interaksi ini sudah
banyak diteliti oleh mahasiswa dan dosen, dimana hasil penelitian menunjukkan
adanya dampak positif terhadap pertumbuhan tanaman dan bermanfaat dalam
mengendalikan patogen tular tanah lewat persaingan antar mikroba.
Berkaitan dengan tugas paper yang diberikan pekan lalu, yaitu kajian
tentang hubungan antara bahan organik dan mikroba. Berdasarkan uraian tersebut,
maka kajian ini akan membahas terkait interaksi mikroba tanah bagi pertumbuhan
tanaman dan manfaatnya bagi tanaman.

B. Tujuan

Tujuan dari tugas paper ini adalah sebagai berikut:


6. Mengetahui cara komunikasi mikroba dan tanaman.
7. Mengetahui bagaimana mikroba mempengaruhi pertumbuhan tanaman.

33
C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang didapatkan adalah sebagai berikut:


7. Bagaimana cara berkomunikasi mikroba dengan tanaman?
8. Bagaimana interaksi mikroba tanah dengan pertumbuhan tanaman?
9. Apa saja manfaat mikroba tanah bagi tanaman?

34
II. PEMBAHASAN

Keberlangsungan kehidupan setiap organisme di bumi sangat bergantung


interaksi dengan organisme di sekelilingnya untuk menunjang semua aspek
kehidupannya. Hubungan ini dilakukan dengan cara komunikasi sebagai isyarat
dalam berinteraksi antar makhluk hidup tidak hanya dilakoni oleh manusia
melainkan tumbuhan, hewan, dan mikroba juga berkomunikasi satu sama lain.
Sebagian besar asosiasi ini difasilitasi oleh sinyal kimia yang dipertukarkan antara
inang dan simbion. Di rhizosfer yang meliputi akar tanaman dan area tanah di
sekitarnya yang dipengaruhi oleh akar, tanaman menghasilkan bahan kimia untuk
berkomunikasi secara efektif dengan organisme tanah di sekitarnya (Triyani dan
Hafsan, 2021).
Tumbuhan sebagai makhluk autotrof mempunyai peranan dalam menopang
kehidupan sekitarnya. Tumbuhan bertindak dengan memberikan atau melepaskan
serangkaian sinyal kimiawi untuk berinteraksi dengan organisme lainnya. Sistem
akar yang secara umum menyediakan topangan dan penyerapan nutrisi dan air
adalah tempat kimia yang mewadahi berbagai interaksi bawah tanah. Salah satu
bentuknya adalah asosiasi mutualisme dengan mikroba menguntungkan seperti
rhizobia, mikoriza, endofit, dan rhizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman
(Triyani dan Hafsan, 2021).
Sebelum membahas interaksi mikroba dan tanaman maka hal yang perlu
diketahui terlebih dahulu adalah rhizosfer. Rhizosfer merupakan area yang
termasuk akar tanaman dan tanah di sekitarnya. Disini terjadi interaksi biologis
dan kimiawi yang sangat beragam, kompleks, dan dinamis yang melibatkan antara
akar tanaman, biota tanah (mikro), dan lingkungan fisikokimia tanah (Triyani dan
Hafsan, 2021).
Tanaman menyediakan aliran substrat dan energi di rhizosfer dan
mendapatkan kembali nutrisi penting untuk perkembangan dan pertumbuhannya.
Biota tanah heterotrofik biasanya terbatas dalam pasokan karbon dan energi. Biota
tanah (bakteri, fungi, dan mikrofauna) yang tertaut dalam jaring makanan

35
menjadikan interaksi tanaman dengan dunia mikroba serta mikro dan mesofauna
penting untuk dipahami, khususnya proses yang berlangsung di rhizosfer (Dodds
& Whiles, 2020).
Dari sudut pandang tanaman, adanya rhizosfer diibaratkan sebagai investasi
tumbuhan dalam pengembangan yang berfungsi sebagi penyerapan air dan unsur
hara. Hal yang pasti terjadi diakar adalah adanya pengelupasan sel akar
(khususnya pada ujung akar), kematian akar (sel rambut akar dan sel epidermis
pada bagian akar yang lebih tua), dan pengeluaran senyawa karbon merupakan
proses yang mendukung biota tanah dan sesuai dengan fungsinya. Pada fase
vegetatif tanaman membutuhkan dukungan dari mikroba tanah untuk ketersediaan
nutrisi dan air. Sebaliknya, sejumlah besar mikroba tanah memiliki karakteristik
yang memungkinkan mereka berinteraksi secara lebih efisien dengan akar dan
bertahan dalam kondisi kehidupan rhizosfer yang cukup menantang (Dodds &
Whiles, 2020). Selanjutnya, kolonisasi bagian dalam akar tanaman oleh mikroba
endofit dan PGPR muncul sebagai tujuan yang paling menarik dikarenaka di sana
sumber hara tanaman dapat dieksplorasi lebih efektif lagi tanpa persaingan yang
ketat dengan banyaknya mikroba lain yang menjajah permukaan dan lingkungan
akar. Tumbuhan membatasi atau mengarahkan perkembangan organisme yang
tertarik dengan cara untuk mengendalikan tamu-tamu ini dengan mengeluarkan
campuran zat yang cukup selektif yang menyediakan kondisi selektif untuk
organisme rhizosfer. Dari sudut pandang mikroba, tanaman akan memberikan
senyawa kimia tertentu tergantung dari mikroba yang tersedia (Triyani dan
Hafsan, 2021).
Menurut Triyani dan Hafsan (2021) menyatakan bahwa ada 3 cara tanaman
berinteraksi dengan mikroba yaitu sebagai berikut:
1. Pesan melalui senyawa biokimia.
2. Pesan melalui faktor fisiologi.
3. Pesan melalui interaksi molekuler.
Tempat diantara akar dan anah adalah tempatnya mikroba dengan kepadatan
yang tinggi dengan mikroba menguntungkan dan merugikan. Interaksi
menguntungkan tanaman secara kasar dibagi menjadi tiga kategori. Pertama,

36
mikroba yang berasosiasi dengan tanaman bertanggung jawab atas nutrisinya
misalnya mikroba yang dapat meningkatkan suplai nutrisi mineral ke tanaman.
Dalam hal ini, walaupun sebagian besar mungkin tidak berinteraksi langsung
dengan tanaman, pengaruhnya terhadap parameter biotik dan abiotik tanah tentu
berdampak pada pertumbuhan tanaman. Kedua, adanya kelompok mikroba yang
merangsang pertumbuhan tanaman secara tidak langsung dengan cara mencegah
pertumbuhan atau aktivitas patogen. Mikroba tersebut disebut sebagai agen
biokontrol, dan kelompok mikroba tersebut telah banyak didokumentasikan
dengan baik. Kelompok ketiga melibatkan mikroba yang bertanggung jawab
untuk promosi pertumbuhan langsung misalnya, dengan produksi fitohormon
(Triyani dan Hafsan, 2021).

Kelompok Senyawa Komponen Fungsi


Gula arabinosa, deoksiribosa, Pelumas akar menembus
fruktosa, galaktosa, tanah, melindungi dari
glukosa, maltosa, serangan patogen,
oligosakarida, rafinosa, perangkap kimia
rhamnosa, ribosa, (chemoattractants);
sukrosa, xilosa, manitol, pemacu pertumbuhan
polisakarida kompleks mikroba
Asam amino dan amida 20 asam amino Menghambat
proteogenik, γ-asam pertumbuhan akar;
amino memacu
butirat, sistasionin, sistin, pertumbuhan mikroba;
homoserin, asam (chemoattractants),
mugenat, ornitin, pelindung cairan sel akar
fitosiderofot, betain, (osmoprotectants);
stakidrin pengikat besi (iron
scavengers).
Asam alifatik asetat, asetonat, asonitat, Pengatur pertumbuhan
aldonat, butirat, sitrat, tanaman,
eritronat, formiat, chemoattractants
fumarat, glukonat, (pemerangkap kimia)
glutarat,
glikonat, isositrat, laktat,
maleat, malat,
malonat, oksalat,
oksaloasetat,
oksaloglutarat,
piscidat, propionat,
piruvat, sikimat, suksinat,

37
tartrat, tetronat, valerat
Fenol Flavanol, flavon, Pengatur pertumbuhan,
flavanon, antosianin, interaksi alelopati,
isoflavonoid, pertahanan tanaman,
asetosiringon fitoaleksin,
chemoattractants ,
inisiasi legum-rhizobium,
interaksi mikoriza
arbuskula, pemacu
pertumbuhan mikroba
Asam lemak linoleat, linolenat, oleat, Pengatur pertumbuhan
palmitat, stearat tanaman
Vitamin Asam p-aminobenzoat, Pemacu pertumbuhan
biotin, kolin, asam mikroba
nmethionylnikotinat,
niacin, pantotenat,
piridoksin, riboflavin,
tiamin
Sterol Kampestrol, kolesterol, Pemacu pertumbuhan
sitosterol, stigmasterol tanaman
Enzim dan protein Amilase, invertase, Pertahanan tanaman; Nod
fosfatase, factor degradation
poligalakturonase,
protease, hidrolase, lectin
Hormon auksin, etilen dan Pengatur pertumbuhan
prekursornya 1-asam tanaman
aminosiklopropaan-1-
karboksilat (AAK),
putreskin, jasmonat, asam
salisilat
Senyawa lain Saponin, skopoletin, quorum quenching;
nukleotida, kaistegin, pengatur pertumbuhan
trigonelin, santon, tanaman,
strigolakton pertahanan tanaman,
pemacu pertumbuhan
mikroba, inisiator
interaksi mikoriza
arbuskula
Senyawa organik dan enzim pada eksudat akar dan fungsinya di rhizosfer
Sumber : Widyati (2017)

Mikroba yang bekerja sama dengan tanaman akan memperbaiki struktur


tanah. Perubahan kimia ditandai dengan adanya humifikasi bahan organik, di
samping itu, pada rhizosfer juga terjadi mineralisasi berbagai bahan organik (P, S

38
dan N) menjadi bentuk yang siap diserap tanaman oleh aktivitas mikroba. Di
rhizosfer juga dikoloni oleh mikroba yang mampu melakukan fiksasi nitrogen
bebas menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Akar tanaman juga
membangun interaksi berupa simbiosis mutualisme dengan fungi membentuk
asosiasi yang biasa dikenal sebagai mikoriza. Simbiosis ini menyebabkan
meluasnya sistem perakaran sehingga memperluas cakupan akar dalam menyerap
unsur hara (Widyati, 2013). Perubahan fisik rhizosfer oleh kehadiran mikroba
terutama terjadi karena mikroba memproduksi senyawa polimerik ekstraseluler
seperti polisakarida dan glomlin yang akan memperbaiki agregasi dan struktur
tanah. Adanya mucigel di daerah rizoplen sangat penting hubungan antara air
dengan tanaman, senyawa ini dapat mencegah desikasi dengan memelihara
ketinggian kolom air ketika tanaman menghadapi cekaman air (Sylvia, 2005).
Faktor-faktor yang menentukan sifat suatu rhizosfer adalah properti tanah,
jenis tanaman dan populasi mikroba yang mengkoloni rizosfir. Diantara
ketiganya, tanaman memegang peranan yang penting dalam menentukan
keanekaragaman mikroba di rizosfir. Akar tanaman menyebabkan perubahan fisik
dan kimia rizosfir yang akan mempengaruhi diversitas mikroba di dalam dan di
sekitar rizosfir. Eksudat akar akan menyeleksi untuk mengundang atau melawan
populasi mikroba tertentu. Banyak tanaman memiliki sifat genetik toleran atau
resisten terhadap serangan mikroba di rizosfir, varietas tanaman akan menentukan
keanekaragaman komunitas mikroba rizosfir.
Kemampuan tanaman dalam membangun hubungan simbiosis dengan
mikroba tanah juga menentukan komunitas mikroba di rizosfir. Umur tanaman
dan tingkat kesehatan tanaman juga memainkan peranan penting dalam
menentukan dinamika komunitas mikroba di rizosfir. Kadang-kadang tanaman
akan berkompetisi dengan mikroba dalam memanfaatkan air dan unsur hara
tertentu (Sylvia, 2005). Ketika tanaman membangun interaksi simbiotis, tanaman
biasanya menyediakan sumber karbon bagi bakteri atau fungi simbionnya. Banyak
percobaan fiksasi nitrogen biologis menunjukkan bahwa ketersediaan karbon di
rizosfir merupakan faktor pembatas sehingga asosiasi simbiotik secara tidak

39
langsung akan mengundang kompetitor dalam memanfaatkan karbon antara
tanaman, simbion dengan mikroba lain.
Manfaat dari adanya interaksi mikroba tanah dan tanaman adalah
meningkatnya pertumbuhan tanaman dengan cara penyediaan unsur yang
dibutuhkan tanaman, mengurangi jumlah mikroba patogen tanaman, membantu
tanaman dalam hal cekaman dan menguraikan bahan organik. Penyediaan unsur
hara adalah contoh dari mikroba penambat nitrogen dan mikroba pelarut fosfat.
Mikroba pelarut fosfat bersifat menguntungkan karena mengeluarkan berbagai
macam asam organik seperti asam formiat, asetat, propional, laktat, glikolat,
fumarat, dan suksinat. Asam-asam organik ini dapat membentuk khelat organik
(kompleks stabil) dengan kation Al, Fe atau Ca yang mengikat P sehingga ion
H2PO42-, menjadi bebas dari ikatannya dan tersedia bagi tanaman untuk diserap.
Pengurangan jumlah mikroba patogen dapat dilakukan dengan cara
persaingan antar mikroba tanah. Chandran et al., (2020), beberapa mikroba tanah
dapat menjadi pengendali hayati bagi mikroba yang merugikan tanaman.
Beberapa diantaranya seperti mikroba PGPR tertentu mampu mensintesis
antibiotik dan antifungi serta enzim penghancur dinding sel fungi untuk bersaing
dengan mikroba tanah lainnya selama kolonisasi akar untuk relung ekologi atau
substrat. Rhizobakteri mampu menginduksi resistensi sistemik terhadap patogen
dan cekaman abiotik pada tanaman inang. Meena et al., (2017b), anggota genus
Psudomonas dapat memproduksi sianida yang berefek buruk pada mikroba
patogen tanah.
Biosurfaktan merupakan senyawa ampifilik yang dapat merusak membran
sel sehingga menyebabkan kebocoran dan sitolisis. Biosurfaktan memiliki
aktivitas antimikroba terhadap berbagai organisme, termasuk patogen Oomycetes,
Pythium dan Phytophthora, Rhizoctonia, serta sejumlah bakteri Gram-positif dan
Gram-negatif seperti S. aureus dan Proteus vulgaris. Baru-baru ini, telah
dilaporkan bahwa biosurfaktan telah diakui sebagai molekul bioaktif dengan
aktivitas biosidal terhadap bakteri, virus, dan fungi. Beberapa peneliti melaporkan
aktivitas antimikroba dari biosurfaktan (rhamnolipid dan lipopeptida) yang
diperoleh dari P. aeruginosa terhadap fungi patogen dan beberapa bakteri Gram

40
positif. Mekanisme umum dimana surfaktan ini menghambat antagonis adalah
melalui gangguan membran plasma sel bakteri dan ragi oleh akumulasi partikel
intramembran dalam sel dan dengan demikian meningkatkan konduktansi listrik
sel (Chandran et al., 2020).
Mikroba tanah melepaskan enzim ekstraseluler untuk degradasi awal
substrat dengan berat molekul tinggi seperti selulosa, kitin, pektin, dan lignin dan
mineralisasi senyawa organik menjadi mineral N, P, S, dan unsur lainnya. Jumlah
mikroba dan aktivitas enzimatik lebih tinggi di area rhizosfer daripada di tanah
curah. Semakin dekat ke area tanah-akar, semakin tinggi jumlah dan aktivitas
enzim. Diduga bakteri merupakan sumber utama histidinase. Mekanisme lain
dimana rhizobacteria dapat menghambat fitopatogen adalah produksi enzim
fosfatase, glukonase, dan dehidrogenase. Kitinase, protease, dan enzim litik
dinding sel lainnya merupakan faktor antifungi penting yang dihasilkan oleh
mikroba untuk membunuh fitopatogen di rhizosfer (Meena et al., 2017a).
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman dicapai melalui pembelahan sel,
pembesaran sel, dan diferensiasi. Ini melibatkan peristiwa genetik, fisiologis,
ekologis, morfologis dan interaksi kompleks mereka. Kualitas pertumbuhan
tanaman tergantung pada berbagai faktor pembatas abiotik dan biotik. Tanaman
perlu mengatasi faktor-faktor ini untuk pertumbuhan, perkembangan, dan
produktivitasnya dan mampu mengatasi kondisi lingkungan yang merugikan ini
dengan kemampuan metabolism. Seringkali tanaman mengatasi beban tekanan ini
dengan dukungan mikrobioma yang mereka huni. Interaksi tanaman dengan
mikroba merupakan bagian dari ekosistem yang memodulasi mekanisme lokal dan
sistemik pada tanaman. Mereka memberikan dukungan mendasar bagi tanaman
dalam memperoleh nutrisi, ketahanan terhadap penyakit, dan menoleransi
cekaman abiotik. Mikroba yang menguntungkan baik membentuk asosiasi
simbiosis di permukaan atau interaksi endofit di dalam bagian tanaman (Meena,
2018).
Endofit adalah mikroba nonpatogen (fungi atau bakteri) terkait tanaman
yang hidup di dalam lingkungan mikro inang. Mereka menginvasi ruang
intraseluler atau interseluler kompartemen tanaman tanpa menyebabkan

41
perubahan morfologi yang signifikan. Mereka terjadi di lingkungan sekitar
tanaman inang dan terinfeksi melalui pola yang sama dengan mikroba patogen
untuk masuk ke dalam tanaman. Mikroba endofit biasanya masuk ke dalam
tanaman melalui bukaan alami seperti hidatoda, stomata dan lentisel, rambut akar,
dan luka akibat kerusakan mekanis. Begitu mereka masuk ke dalam inang, mereka
berhasil menjajah jaringan tanaman internal dan ditransmisikan ke generasi
berikutnya melalui biji atau bagian tanaman vegetatif.
Kekeringan adalah tekanan lingkungan yang umum tetapi kritis terhadap
produktivitas tanaman. Tingkat keparahan kekeringan tidak dapat diprediksi
karena tergantung pada banyak faktor seperti ketersediaan dan distribusi curah
hujan, permintaan evaporasi, dan kapasitas penyimpanan kelembaban tanah.
Penyerapan air diperlukan untuk semua tahap pertumbuhan tanaman. Cekaman
kekeringan dianggap sebagai faktor pembatas pertumbuhan dan pengaruhnya
berkisar dari tingkat morfologi hingga molekuler. Pada Hordeum vulgare,
cekaman kekeringan menurunkan hasil gabah dengan mengurangi jumlah anakan,
paku, dan gabah per tanaman dan berat gabah individu.
Endofit Tanaman Inang Perubahan fisiologis
tumbuhan
Sinorhizobiummelilotii Medicago sativa FeSOD dan CU/ZnSOD
diatur ke atas
Trichoderma hamatum Theobroma cacao Kekeringan yang tertunda
menyebabkan perubahan
konduktansi stomata dan
fotosintesis bersih
Piriformospora indica Brassica campestris Peningkatan tingkat
peroksidase, katalase, dan
superoksida dismutase
Pantoea agglomerans Saccharum IAA dan produksi prolin
offincinarum
Trichoderma harzianum Oryza sativa Meningkatkan regulasi gen
aquaporin,
dehydrinandmalonialdehyde
Sumber : (Triyani dan Hafsan, 2021)

42
III. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:


6. Hubungan interaksi antara tanaman dan mikroba tanah dapat terjadi akibat
adanya komunikasi antara tanaman dan mikroba.
7. Hubungan atau interaksi mikroba tanah dan tanaman dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman dengan cara penyediaan unsur yang dibutuhkan
tanaman, mengurangi jumlah mikroba patogen tanaman, membantu tanaman
dalam hal cekaman lingkungan dan menguraikan bahan organik.

43
DAFTAR PUSTAKA

Chandran, V., Shaji, H., & Mathew, L. 2020. Endophytic microbial influence on
plant stress responses. In Microbial Endophytes, Elsevier.

Dodds, W. K. & Whiles, M. R. 2020. Freshwater Ecology. Elsevier.

Meena, V. S., Mishra, P. K., Bisht, J. K., & Pattanayak, A. 2017a. Agriculturally
Important Microbes for Sustainable Agriculture. Agriculturally Important
Microbes for Sustainable Agriculture (Vol. 2). Springer Singapore.

Meena, V. S., Mishra, P. K., Bisht, J. K., & Pattanayak, A. 2017b. Applications in
Crop Production and Protection. In Agriculturally Important Microbes for
Sustainable Agriculture (Vol. 2). Springer Singapore.

Sylvia, D., Fuhrmann, J., Hartel, P., & Zuberer, D. 2005. Principles and
Applications of Soil Microbiology. Pearson Education Inc, NewJersey.

Triyani, Ulfah. & Hafsan. 2021. MENGUNGKAP MISTERI (Interaksi antara


Mikroba dan Tanaman). Alauddin University Press, Gowa.

Widyati, E. 2013. Memahami interaksi tanaman-mikroba. Tekno Hutan Tanaman.


6(1): 13-20.

Widyati, E. 2017. Memahami komunikasi tumbuhan-tanah dalam areal rhizosfir


untuk optimasi pengelolaan lahan. Jurnal Sumberdaya Lahan. 1(1): 33-42.

44
TUGAS PAPER
REKAYASA TEKNOLOGI PRODUKSI TANAMAN

KAJIAN TENTANG EFISIENSI NITROGEN

Oleh:
Farih Hardiansyah
NIM A1D018146

KEMENTERIAN PENDIDIKAN, KEBUDAYAAN, RISET, DAN


TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2023

45
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pupuk nitrogen diproduksi secara masif oleh perusahaan baik swasta


maupun negeri. Hal ini sebagai bentuk untuk menunjang ketahanan pangan
melalui peningkatan produksi hasil pertanian. Pupuk N didapatkan melalui gas
alam yang tidak terbarukan dan dapat mencemari lingkungan karena aktifitas
produksinya. Di Indonesia, kebutuhan paling besar terhadap pupuk N dari sektor
pertanian. Kebutuhan akan pupuk N sudah terpenuhi sehingga Indonesia tidak
tergantung dengan impor dari luar negeri.
Pupuk nitrogen selain masalah dalam sektor produksinya juga mempunyai
masalah dan kekurangan dalam hal pengaplikasiannya. Ketidakefisien dalam
penyerapan unsur nitrogen oleh tanaman menjadi topik utama dalam kajian ini.
Pupuk N yang tidak terserap maksimal akan menyebabkan biaya input yang
membengkak tetapi tidak dengan peningkatan hasil pertanian. Hal ini dilakukan
bersama dengan peningkatan dosis yang dilakukan oleh petani karena dianggap
jika dosisnya tinggi maka hasilnya tinggi pula. Dosis yang tinggi justru akan
merusak lingkungan terutama struktur tanah. pH tanah turun, penimbunan logam
berat, rusaknya sifat fisik, kimia dan biologi menjadi ancaman nyata dalam
penggunaan pupuk nitrogen.
Berkaitan dengan tugas paper yang diberikan pekan lalu, yaitu kajian
tentang hubungan antara bahan organik dan mikroba. Berdasarkan uraian tersebut,
maka kajian ini akan membahas terkait interaksi mikroba tanah bagi pertumbuhan
tanaman dan manfaatnya bagi tanaman.

B. Tujuan

Tujuan dari tugas paper ini adalah sebagai berikut:


8. Mengetahui proses pembuatan pupuk nitrogen.

46
9. Mengetahi penyebab ketidakefisien unsur nitrogen pada pertanian.
10. Mengetahui cara untuk meningkatkan efisien pemakaian pupuk nitrogen.

C. Rumusan Masalah

Rumusan masalah yang didapatkan adalah sebagai berikut:


10. Darimana sumber pupuk nitrogen?
11. Bagaimana pembuatan pupuk nitrogen?
12. Kenapa harus efisien dalam penggunaan nitrogen?
13. Bagaimana upaya dalam meningkatkan efisien pemakaian unsur nitrogen?

47
II. PEMBAHASAN

Bahan baku utama dari pembuatan pupuk nitrogen adalah gas alam yang
menghasilkan hidrogen (H), nitrogen (N), dan karbon dioksida (CO 2). Gas alam
yang di dalamnya masih mengandung C3H8 (propana), C4H10 (butana) dan C5H12
(pentana) atau yang lebih berat sering disebut dengan gas alam basah. Sedangkan
gas alam yang sudah dipisahkan dari C3H8 (propana), C4H10 (butana), dan C5H12
(pentana), sehingga hanya terdapat CH4 (metana) dan C2H6 (etana) saja, disebut
dengan gas alam kering (Koesnadi et al., 2021).
Tabel 1. Spesifikasi gas alam
Parameter (mol%) Spesifikasi
Metana 84,07
Etana 5,86
Propana 2,2
Butana 0,93
Pentana 0,52
Hexana 0,28
Heptana 0,76
Nitrogen 3,45
Hidrogen Silfida 0,63
Sulfur 0,002
CO2 1,3
(Koesnadi et al., 2021)
Tabel 2. Standarisasi pupuk urea SNI 2801
Ketentuan
Parameter
Butiran (prill) Gelintiran (granular)
Kadar nitrogen (%) Minimal 46 Minimal 46
Kadar air (%) Maksimal 0,5 Maksimal 0,5
Kadar biuret (%) Maksimal 1,2 Maksimal 1,5
Ukuran :
a) 1-3,35 mm (%) Minimal 90
b) 2-4,75 mm (%) Minimal 90
(Koesnadi et al., 2021)
Produksi pupuk di Indonesia mengalami peningkatan untuk memenuhi pasar
dalam negeri maupun luar negeri. Di Indonesia, konsumen pupuk terbanyak
adalah dari sektor pertanian. Salah satu jenis pupuk yang banyak digunakan
adalah pupuk urea. Pemenuhan kebutuhan pupuk urea di Indonesia telah terpenuhi

48
sehingga Indonesia tidak mengimpor pupuk urea. Selain dipasarkan di dalam
negeri, pupuk urea di ekspor ke beberapa negara seperti negara yang terletak di
kawasan Asia Tenggara. Proses pembuatan urea dari gas alam dimulai dengan
proses produksi ammonia terlebih dahulu untuk menghasilkan ammonia yang
digunakan dalam proses produksi urea. Secara garis besar pembuatan ammonia
dengan menggunakan teknologi Haldor Topsoe terbagi menjadi enam proses
yaitu:
1. Desulfurisasi
Proses desulfurisasi digunakan untuk memurnikan gas alam dari
kandungan sulfur organik (R-S) menjadi sulfur anoganik (H2S) yang
selanjutnya akan diabsorb oleh ZnO. Pada tahap ini kadar sulfur ditekan
hingga memiliki kadar 0,05 ppm. Terdapat 2 unit dalam tahap desulfurisasi
yaitu hydrogenerator dan sulfur absorber. Hydrogenerator digunakan untuk
mengubah sulfur organik menjadi H2S dengan menggunakan katalis cobalt-
molybdenum. Sebelum masuk ke hydrogenerator, natural gas mengalami
proses preheating hingga temperaturnya 330-350°C dan memiliki tekanan 41
– 44 bar. Di hydrogenerator, sulfur dikontakkan dengan H2 yang bisa
didapatkan dari discharge syngas compressor atau unit HRU (Hydrogen
Recovery Unit). Selanjutnya gas alam yang keluar dari hydrogenerator
kemudian dialirkan ke sulfur absorber untuk proses absorbsi H2S dengan
menggunakan katalis ZnO. Katalis ini beroperasi pada temperatur 330 -
400°C. Reaksi pada sulfur absorber adalah reaksi eksotermis pada tekanan 40
– 42 bar. Konversi yang terjadi pada tahap ini antara 98 – 99%.
2. Reforming
Tahap awal pembuatan amonia yang digunakan pada proses pembuatan
urea adalah reforming. Tahapan ini bertujuan untuk membentuk synthesis gas
yang terdiri dari CO dan H2 dari gas bumi. Proses reforming yang digunakan
terbagi menjadi 2 unit yaitu primary reformer dan secondary reformer. Di
primary reformer, campuran natural gas dan steam dipanaskan terlebih dahulu
di preheater hingga suhu campuran mencapai 400 - 450°C sebelum masuk ke
prereformer. Rasio jumlah steam dengan total karbon (S/C) adalah 0,4 – 3

49
untuk menghindari carbon formation. Kemudian campuran ini masuk ke heat
exchanger reformer. Rasio jumlah steam dengan total karbon (S/C) adalah 0,4
– 3 untuk menghindari carbon formation. Kemudian campuran ini masuk ke
heat exchanger reformer. Reaksi yang terjadi pada steam reforming adalah
endotermis dimana reaksi ini memerlukan panas dalam proses reaksinya.
Suhu keluaran pada steam reforming sekitar 600 – 850°C namun lebih
disarankan pada suhu 700 – 750°C. Karena reaksi yang terjadi merupakan
endotermis, sehingga perlu pemanas yang berasal dari aliran keluar ATR
(Auto Thermal Reformer). Reformer yang digunakan pada primary reformer
adalah heat exchanger reformer dan menggunakan katalis nikel. Tekanan
operasi pada primary reformer adalah 25 – 45 bar.
Reforming gas dari primary reformer selanjutnya masuk ke secondary
reformer. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi partial oxidation yang
merupakan reaksi eksotermis. Pada secondary reformer, reaktor yang
digunakan yaitu autothermal reformer (ATR). Pada proses ini, ditambahkan
75–85% oksigen untuk bereaksi membentuk synthesis gas. Suhu keluaran
dari ATR adalah 950 - 1100°C dan tekanan 20 – 100 bar dengan katalis
campuran nikel dan ruthenium berbentuk silinder yang bekerja pada suhu
800–1600°C. Synthesis gas keluaran dari ATR didinginkan dengan
menggunakan heat exchanger reformer yang dialirkan melalui shell sehingga
suhu keluaran synthesis gas 450–800 °C. Metana yang tersisa dari reaksi ini
adalah 0,3–1 vol% sehingga konversi yang terjadi sekitar 90%.
3. Shift Conversion
Pada tahap shift conversion, gas CO dan H2 yang telah terbentuk masuk
ke shift conversion untuk mengubah gas CO menjadi CO2 dan H2. Reaksi
yang terjadi merupakan reaksi eksotermis. Ada 2 tahapan shift conversion
yaitu high temperature shift (HTS) and low temperature shift (LTS). HTS
bekerja pada suhu 300 – 400°C dan tekanan 2,3 – 6,5 bar sehingga diperlukan
pendinginan dengan waste heat boiler atau heat exchanger. Suhu keluaran
dari HTS adalah 420 – 520°C dan rasio dari steam dan synthesis gas adalah
0,05 – 0,9. Katalis yang digunakan adalah iron catalyst bebas dari chromium.

50
Pada tahap LTS, suhu reaktor adalah 200°C atau 20°C dibawah dew point gas
dan tekanan pada reaktor sekitar 2,3 bar. Suhu keluaran dari LTS adalah 220–
250°C dengan katalis iron oxide chromium based.
4. CO2 Removal
CO2 removal bertujuan untuk menghilangkan CO2 yang terdapat dalam
syngas sebelum masuk ke tahap synthesis ammonia. Pada tahap CO2
removal, gas CO2 diabsorb dengan cara proses absorbsi. Pada teknologi
Haldor Topsose digunakan proses CO2 removal BASF dengan menggunakan
MDEA (N-methildiethanolamine) 35%, air 60% dan piperazine 5% dengan
rate absorber lebih besar 3% dari rate gas serta kandungan CO2 sebesar 3%
dari rate. Ada 2 bagian dalam tahap CO2 removal yaitu absorbsi dan
stripping. Pada bagian absorbsi digunakan absorbing tower dengan kondisi
operasi 40 – 100°C dan tekanan 10 – 100 bar sehingga 75% CO2 terabsorb.
Medium untuk absorbsi adalah K2CO3. Stripping digunakan untuk
memisahkan CO2 dari larutan pengabsorb. Pada proses stripping diperlukan
kondisi operasi dengan temperatur 90 – 130°C dan tekanan 1 – 3 bar.
5. Purification
Pada tahap purification, proses yang digunakan pada teknologi Haldor
Topsoe adalah methanation. Tujuan pada tahap ini adalah untuk mengubah
gas CO dan CO2 menjadi CH4 sehingga syngas yang akan masuk pada tahap
synthesis ammonia mempunyai kadar CO dan CO2 yang rendah. Reaksi pada
proses methanation merupakan reaksi eksotermis. Methanation dapat
menggunakan katalis alloy nikel. Kondisi operasi pada proses methanation
pada tekanan 20 – 80 bar dan pada suhu 200 – 400°C. Konversi yang
didapatkan sebesar 95 – 100% dengan konsentrasi CO 0,5%. CH4 yang
terbentuk kemudian ditreatment untuk menghilangkan H2O dengan
menggunakan flash separator.
6. Sintesis ammonia
Synthesis ammonia merupakan tahapan utama dalam proses pembuatan
ammonia. Reaksi yang terjadi merupakan reaksi eksotermis. Konversi yang
terjadi pada reaktor 15 –16% sehingga diperlukan synthesis loop. Kondisi

51
operasi reaktor adalah 100 bar dan 500°C. Suhu masuk syngas ke reaktor
adalah 360°C. Synthesis loop beroperasi pada tekanan diatas 250 bar dengan
menggunakan sistem synthesis loop 3 nozzlle design. Katalis yang digunakan
pada converter adalah katalis iron oxide. Sebelum masuk converter akan
dinaikkan temperaturnya hingga 35°C dan dinaikkan tekanannya hingga 130
bar dan selanjutnya dipanaskan hingga suhu 360°C untuk masuk ke
converter. Ammonia didinginkan dengan chiller hingga -5°C dan selanjutnya
ammonia yang terdapat pada gas dipisahkan di separator. Selanjutnya, gas
yang tidak terkondensasi di separator akan disirkulasikan ke converter.
Produk ammonia selanjutnya dialirkan ke storage dengan menurunkan
tekanan 0,03 bar dan menurunkan suhu hingga 33°C. Ammonia yang
teruapkan dari chiller akan masuk ke suction ammonia refrigerant
compressor.

Gambar 1. Proses pembuatan ammonia (Koesnadi et al., 2021)

Ammonia selanjutnya masuk ke dalam proses produksi urea. Uraian proses


pembuatan urea dari ammonia sebagai berikut:
1. High Pressure Section
High pressure section adalah tahap sintesa urea pada tekanan tinggi
(158 kg/cm2G) dengan alat utama yaitu reaktor yang merupakan tempat
terjadinya sintesa urea dari reaksi antara ammonia dan gas karbon dioksida.
Ammonia (NH3) dan karbon dioksida (CO2) bereaksi membentuk ammonium
carbamate (NH2COONH4), yang selanjutnya terhidrasi membentuk urea
(NH2CONH2) dan air (H2O). Urea yang keluar dari reaktor memiliki
konsentrasi 34% berat lalu dilanjut ke stripper yang merupakan tempat
terjadinya dekomposisi sisa karbamat yang tidak bereaksi di reaktor.

52
Keluaran urea memiliki konsentrasi 41% berat lalu feed yang keluar dari
stripper dilanjut ke decomposer untuk permunian urea.
2. Medium Pressure Section
Medium pressure section merupakan langkah pemurnian yang terjadi
pada penguraian bertekanan sedang, yang memurnikan larutan urea menjadi
62% berat. Tekanan pada medium decomposer yaitu 17,8 kg/cm2G, lalu
larutan tersebut dilanjutkan ke permurnian bertekanan lebih rendah pada low
pressure section.
3. Low Pressure Section
Larutan urea dengan konsentrasi 60 – 63% dari medium pressure
decomposer diekspansikan ke tekanan 3,9 kg/cm2 G dan dimasukkan ke low
pressure decomposer bertipe falling film untuk mendekomposisi sisa
karbamat menggunakan saturated steam yang bertekanan 3,5 kg/cm2G. Lalu
dilanjutkan ke preheater sebagai pemanasan awal urea untuk mengurangi
kadar air sehingga urea memiliki kadar 85% berat urea
4. Vaccum Concentration Section
Vaccum concentration section merupakan tahap pemekatan urea untuk
menghasilkan larutan urea 98% berat yang dibutuhkan untuk pembuatan urea
granul dengan menggunakan proses vacuum. Proses ini dilakukan dalam 2
tahap, yaitu evaporator yang pertama untuk memekatkan larutan urea sampai
95% dan evaporator yang kedua menaikkan konsentrasi larutan urea dari 95%
menjadi 98% berat. Kondisi vacuum di 2 evaporator ini dikontrol oleh sistem
vacuum. Kemudian dilanjut ke granulator sebagai tempat untuk membuat
larutan urea menjadi granul.
5. Granulation Unit
Urea granul diproduksi dengan cara menyemprotkan cairan urea ke atas
bibit (seed) yang terfluidisasi. Bibit ini bisa berupa kotoran hewan yang sudah
kering. Proses penambahan ukuran partikel granul dicapai melalui 3 tahapan,
yaitu:
a. Aglomerasi

53
Aglomerasi adalah pengikatan beberapa partikel menggunakan
larutan yang berfungsi sebagai pengikat atau lem. Aglomerasi sering
menghasilkan produk yang tidak homogen dan memiliki sifat mechanical
yang kurang baik.
b. Pelapisan
Pelapisan adalah penambahan ukuran yang dicapai dengan
membentuk lapisan sekitar bibit (seed), sehingga terbentuk struktur
lapisan kulit bawang (onion skin structure). Proses pelapisan dilakukan
dalam satu interval sedemikian rupa sehingga terjadi proses pembekuan
(solidifikasi).
c. Akresi
Akresi adalah pertumbuhan ukuran granul yang dicapai melalui
proses penguapan dan solidifikasi kontinyu dari sebuah tetesan urea ke
atas bibit. Proses ini menghasilkan struktur urea granul yang baik dan
seragam.

Gambar 2. Proses pembuatan urea (Koesnadi et al., 2021)

54
Gambar 3. Diagram perputaran nitrogen

Nitrogen merupakan salah satu unsur hara esensial yang sangat diperlukan
untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dibutuhkan dalam jumlah yang
lebih banyak dibandingkan dengan unsur lain dalam tanah. Peranan dan fungsi
unsur hara nitrogen sangat penting dalam mendukung pertumbuhan dan
perkembangan tanaman terutama pada pembentukan akar, batang dan daun.
Keberadaan unsur hara nitrogen dalam bidang pertanian sangat penting untuk
diperhatikan karena unsur nitrogenmemiliki sifat mudah hilang dalam tanah.
Sumber utama nitrogen tanah adalah bahan organik, yang kemudian akan
mengalami proses mineralisasi menjadi bentuk anorganik (NH4+ dan NO3-) yang
dapat diserap oleh tanaman (Irma, 2020).

55
Ketersedian unsur hara nitrogen dalam tanah dipengaruhi oleh sifat tanah
dan sifat nitrogen itu sendiri. Sebagian besar N di dalam tanah dalam bentuk
senyawa organik tanah dan tidak tersedia bagi tanaman. Untuk memenuhi
kebutuhan nitrogen tanaman maka perlu ditambahkan pupuk nitrogen baik
organik maupun anorganik. Pupuk urea merupakan sumber nitrogen bentuk
anorganik yang paling umum digunakan dalam pertanian. Pupuk urea dikenal
secara luas disebabkan oleh kandungan unsur hara nitrogennya yang tinggi
(sekitar 46%) dan banyak tersedia di pasaran. Selain urea terdapat banyak pupuk
anorganik sumber nitrogen seperti ammonium nitrat dan ZA. Aplikasi pupuk
anorganik N seperti urea seringkali tidak efisien terutama pada daerah tropika
basah dengan curan hujan yang tinggi (Irma, 2020).
Penggunaan pupuk urea selama ini memiliki kekurangan yaitu banyaknya
unsur hara N yang hilang, sehingga produksi pangan menjadi sangat rendah.
Efisiensi penggunaan urea oleh tanaman jagung sekitar 23-30%. Kerugian dari
kehilangan nitrogen pada penggunaan natrium nitrat atau urea dengan dosis 300
kg N/ha dapat mencapai 150 kg N/ha. Kehilangan nitrogen dalam tanah dapat
melalui proses pencucian dan menguap di udara dalam bentuk N 2 dan NH3, terikat
oleh mineral liat tanah atau di gunakan oleh mikroorganisme tanah (Mansyur,
2019).
Nitrogen dapat terpenuhi melalui pemupukan. Salah satu contohnya adalah
pemberian urea. Urea ini memiliki banyak kelemahan yaitu dapat merusak tanah
dan pemborosan biaya jika terlalu banyak dalam memberikannya. Pupuk urea
adalah pupuk yang tergolong cepat hilang, sehingga tingkat keefektifannya rendah
dan cepat kehilangan ini menjadikan tanaman sulit menyerapnya (Kautsar et al.,
2023). Menurut Herniwati dan Nappu (2018) menyatakan bahwa hara nitrogen
bersifat mobile karena penguapan, tercuci dan terbawa air permukaan. Kasus pada
tanah inceptisol dan entisol yang digenangi mempunyai kadar ammonium dan
larutan tanah yang meresap kedalam tanah yang lebih tinggi daripada nitrat. Oleh
karena itu, perlu adanya solusi dalam menghambat cepat hilangnya pupuk urea
agar terjadi efisiensi penggunaan pupuk. Tingkat penyerapan nitrogen bervariasi
tergantung lahan dan tanamannya. Pada tanaman padi, tingkat penyerapannya

56
hanya 20-31% baik lahan irigasi ataupun tadah hujan. Pada tanaman sayuran, tebu
dan jagung menunjukkan keefektifannya sebesar 30-37% saja (Kautsar et al.,
2023).
Pemupukan juga dapat dikatakan sebagai sarana produksi yang memegang
peranan penting dalam meningkatkan produktivitas tanaman. Salah satu
permasalahan yang muncul adalah penggunaan pupuk yang berlebihan atau tidak
efisien. Dosis yang berlebihan akan memunculkan masalah baru yaitu rusaknya
tanah, rusaknya lingkungan dan menurunkan eefisiensi pemupukan. Petani
menganggap bahwa dosis yang tinggi akan sebanding dengan hasil yang diberikan
tanpa melihat status hara di dalam tanah. Kenyatannya, pemberian pupuk urea
dengan dosis tinggi akan mengurangi hasil panen dan memperbesar kehilangan
nitrogen. Oleh karena itu, pemberian pupuk urea yang tepat waktu dan dosis dapat
menjadi penentu dalam peningkatan produktivitas tanaman (Herniwati dan Nappu,
2018)
Biochar dapat diproduksi dari berbagai limbah pertanian yang mengandung
senyawa lignoselulosa, seperti kayu, sisa tanaman (jerami padi, sekam padi,
tandan kosong kelapa sawit dan limbah sagu) dan pupuk kandang. Fungsi dan
peranan biochar sangat ditentukan oleh kualitas biochar yang tergantung pada
bahan baku, dan jumlah yang diberikan. Biochar tandan kosong kelapa sawit dan
kompos gambut dan biochar limbah sagu mampu mengurangi kehilangan nitrogen
N, P dan K. Pemberian biochar limbah kayu dosis 20 g/kg tanah mampu
meningkatkan kemampuan tanah mempertahankan unsur hara (Indrawati, 2018).
Menurut Mansyur (2019), mengemukakan bahwa biochar pada bahan baku yang
berbeda memiliki sifat kimia dan fisika yang berbeda yang akan mempengaruhi
sifat tanah. Lebih lanjut dikatakan bahwa sifat biochar yang penting yang
mempengaruhi kemampuan memegang unsur hara adalah muatan (gugus
fungsional) dalam biochar.
Peningkatan kesuburan tanah akibat penambahan biochar ke tanah telah
terbukti dengan meningkatkan pH, C-organik dan kapasitas lahan menahan air.
Pembenah tanah organik umumnya meningkatkan daya memegang air dan biochar
mempunyai kemampuan besar untuk menahan air karena memiliki jumlah pori-

57
pori mikro dan makro yang tinggi. Penambahan biochar meningkatkan N total
tanah. Aplikasi biochar ke tanah terbukti efisien mempertahankan amonium
(NH4+) melalui penukaran kation dan biochar segar yang diberikan ke tanah
dapat mempertahankan anion seperti nitrat (NO3-) (Irma, 2020).
Untuk mencegah kehilangan N melalui penguapan maupun pencucian,
digunakan bahan mineral alam berupa zeolit. Zeolit merupakan mineral yang
terbentuk dari bahan tuf volkan yang terjadi jutaan tahun lalu. Zeolit dapat
mengikat hara yang diberikan melalui pupuk sehingga mencegah pencucian hara.
Hara yang terikat tersebut akan dilepaskan kembali secara lambat dan langsung
diserap akar. Zeolit mempunyai KTK yang tinggi sehingga dapat digunakan
sebagai bahan pembenah tanah. Serapan N cenderung menurun seiring makin
tingginya takaran zeolit. Hal ini menunjukkan semakin banyak N yang memasuki
pori-pori zeolit dan akan dilepaskan kembali secara perlahan untuk diserap
tanaman (Wulandari dan Damayanti, 2022).
Bahan organik menjadi salah satu pembenah tanah yang dapat membantu
memperbaiki sifat tanah, baik secara fisik, kimia dan biologi. Sifat fisik yang
diperbaiki adalah struktur tanah, tingkat perkembangan struktur tanah, dan
pembentukan agregat tanah. Kapasitas tukar kation atau KTK adalah kemampuan
tanah dalam memegang kation tukar dan mengindikasikan jumlah muatan negatif
per massa tanah. Tanah dengan KTK yang tinggi sering dianggap lebih baik
dalam hal kesuburan tanah karena mempunyai kemampuan yang tinggi dalam
menahan unsur hara dalam bentuk kation. KTK tanah ditentukan oleh muatan
negatif tanah yang dapat berupa muatan tanah permanen (permanent charge) dan
muatan yang dapat berubah (variable charge). Muatan permanen berasal dari
substitusi isomorfik pada struktur mineral liat ketika Al digantikan oleh Mg atau
Si digantikan oleh Al. Muatan dapat berubah ditentukan oleh mineral liat dan
kandungan bahan organik (Saidy, 2018). Menurut Hasibuan (2015) menyatakan
bahwa pemberian kotoran sapi, kotoran ayam, daun gamal dan daun angsana
dapat meningkatkan dan memperbaiki sifat kimia tanah. Pemberian kompos daun
angsana menjadi pemberian dengan pengaruh terbaik dalam memperbaiki sifat
kimia tanah.

58
Mikroba yang bekerja sama dengan tanaman akan memperbaiki struktur
tanah. Perubahan kimia ditandai dengan adanya humifikasi bahan organik, di
samping itu, pada rhizosfer juga terjadi mineralisasi berbagai bahan organik (P, S
dan N) menjadi bentuk yang siap diserap tanaman oleh aktivitas mikroba. Di
rhizosfer juga dikoloni oleh mikroba yang mampu melakukan fiksasi nitrogen
bebas menjadi bentuk yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Akar tanaman juga
membangun interaksi berupa simbiosis mutualisme dengan fungi membentuk
asosiasi yang biasa dikenal sebagai mikoriza. Simbiosis ini menyebabkan
meluasnya sistem perakaran sehingga memperluas cakupan akar dalam menyerap
unsur hara (Widyati, 2013). Perubahan fisik rhizosfer oleh kehadiran mikroba
terutama terjadi karena mikroba memproduksi senyawa polimerik ekstraseluler
seperti polisakarida dan glomlin yang akan memperbaiki agregasi dan struktur
tanah. Adanya mucigel di daerah rizoplen sangat penting hubungan antara air
dengan tanaman, senyawa ini dapat mencegah desikasi dengan memelihara
ketinggian kolom air ketika tanaman menghadapi cekaman air (Sylvia, 2005).
Berbagai mikroba tanah yang hidup bebas pada perakaran sebagai bakteri
penambat nitrogen, diantaranya yaitu, Azotobacter, Azospirillum sp,
Pseudomonas spp, Enterobacteriaceae, Bacillus, dan Herbaspirilum Rhizobia,
Sianobakteria, (gangang hijau biru), telah terbukti mampu melakukan fiksasi
nitrogen (Buak et al., 2022)

59
III. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapatkan adalah sebagai berikut:


1. Pupuk nitrogen didapatkan dengan bahan baku gas alam. Ada 2 proses utama
dalam mendapatkan proses akhir menjadi urea. Proses awalnya pembentukan
ammonium dan proses akhirnya yaitu pembentukan urea siap jadi. Proses awal
terjadi melalui desulfurisasi, reforming, shiht conversion, CO2 removal,
purification dan synthesis ammonium. Proses akhirnya yaitu high pressure
section, medium pressure section, low pressure section, vacuum concentration
section, dan granulation.
2. Pupuk nitrogen menjadi tidak efisien karena tergolong cepat hilang, sehingga
tingkat keefektifannya rendah dan cepat hilang.
3. Cara meningkatkan keefisien penggunaan pupuk nitrogen adalah dengan
penambahan biochar, bahan organik, zeolite dan penggunaan mikroba
penambat N.

60
DAFTAR PUSTAKA

Hasibuan, A. S. Z. 2015. Pemanfaatan bahan organik dalam perbaikan beberapa


sifat tanah pasir pantai selatan kulon progo. Planta Tropika Journal of Agro
Science. 3(1): 31-40.

Herniwati. & Nappu, M. B. 2018. Analisis efisiensi penggunaan pupuk ntorgen


pada padi sawah di tanah inceptosol. Informatika Pertanian. 27(2): 119-127.

Indrawati, V. Y. S. C. 2018. Peran Biochar Untuk Memperbaiki Biochar Kimia


Gambut Ombrogen Dan Peningkatan Hasil Jagung. Disertasi. Tidak
diterbitkan. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada: Yogjakarta.

Irma. 2020. Kajian Pengaruh Jenis dan Dosis Biochar Terhadap Pencucian Unsur
Hara Nitrogen (N) Pada Tanah Masam di Sebatik. Skripsi. Fakultas
Pertanian, Universitas Borneo Tarakan, Tarakan.

Kautsar, V., Mawandha, H. G., & Bimantara, A. 2023. Respon bibit kelapa sawit
terhadap aplikasi urea berlapis zeolite sebagai pupuk slow release nitrogen.
Jurnal Pengelolaan Perkebunaan. 4(1): 1-7.

Koesnadi, C. S., Muhammad, F., & Darmawan, R. 2021. Pra desain pabrik
pembuatan pupuk urea dari gas alam menggunakan metode snamprogetti
dengan kapasitas 626.000 ton/tahun. JURNAL TEKNIK ITS, 10(2): 218-224.

Mansyur, N. I. 2019. Perbaikan Sifat Kimia Tanah Suboptimal dan Efisiensi


Serapan N Oleh Jagung Yang di beri Pupuk N Bermatrik Biochar. Disertasi
Tidak diterbitkan. Fakultas Pertanian. Universitas Gadjah Mada: Yogjakarta

Saidy, Akhmad Rizalli. 2018. BAHAN ORGANIK TANAH: Klasifikasi, Fungsi


dan Metode Studi. Lambung Mangkurat University Press, Banjarmasin.

Sylvia, D., Fuhrmann, J., Hartel, P. and Zuberer, D. 2005. Principles and
Applications of Soil Microbiology. Pearson Education Inc, NewJersey.

Widyati, E. 2013. Memahami interaksi tanaman-mikroba. Tekno Hutan Tanaman.


6(1): 13-20.

Wulandari, R. & Damayanti, R. 2022. Pengaruh pemberian pupuk nitrogen dan


zeolit terhadap peningkatan N-total tanah, kapasitas tukar kation (KTK),
serapan N serta pertumbuhan tanaman padi. Seminar Nasional Multidisiplin
Ilmu, 3(1): 418-424.

61

Anda mungkin juga menyukai