Anda di halaman 1dari 153

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/357575601

EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR DAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

Book · January 2022

CITATIONS READS

65 26,527

14 authors, including:

Murat Özgür Kes Rahmat Haji Saeni


Dokuz Eylul University Poltekkes Mamuju
23 PUBLICATIONS 210 CITATIONS 14 PUBLICATIONS 123 CITATIONS

SEE PROFILE SEE PROFILE

Some of the authors of this publication are also working on these related projects:

Surveillance View project

All content following this page was uploaded by Rahmat Haji Saeni on 05 January 2022.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


EPIDEMIOLOGI
PENYAKIT MENULAR
DAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

Irma Muslimin,SKM.,M.Kes
Ashriady, SKM., M.Kes
Dina Mariana, SKM.,M. Kes
Dr. Musdalifah Syamsul, SKM.,M.Kes
Henni Kumaladewi Hengky, SKM.,M. Kes
Rahmat Haji Saeni, SKM., MPH
Siti Rahmah, SKM.,MPH
Antonius Adolf Gebang, S.Kep.,M.P.H
Hasnawati S, SKM.,M.Kes
Hadzmawaty Hamzah, SKM.,M.Kes
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
DAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

© viii+144; 16x24 cm
Agustus 2021

Penulis : Irma Muslimin, SKM., M.Kes., Ashriady, SKM., M.Kes.


Dina Mariana, SKM., M. Kes., Siti Rahmah, SKM., MPH.
Dr. Musdalifah Syamsul, SKM., M.Kes.
Henni Kumaladewi Hengky, SKM., M.Kes.
Rahmat Haji Saeni, SKM., MPH., Hasnawati S, SKM., M.Kes.
Antonius Adolf Gebang, S.Kep., M.P.H.
Hadzmawaty Hamzah, SKM., M.Kes.
Editor : Risnawati
Layout &
Desain Cover : Duta Creative

Duta Media Publishing


Jl. Masjid Nurul Falah Lekoh Barat Bangkes Kadur Pamekasan, Call/WA:
082 333 061 120, E-mail: redaksi.dutamedia@gmail.com

All Rights Reserved.


Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dalam bentuk
apa pun tanpa ijin tertulis dari penerbit

ISBN: 978-623-5562-00-1 IKAPI: 180/JTI/2017


Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 19 tahun 2002
Tentang Hak Cipta
Lingkup Hak Cipta
Pasal 2
1. Hak Cipta merupakan hak eksklusif bagi Pencipta atau Pemegang Hak Cipta untuk mengumumkan atau
memperbanyak Ciptaannya, yang timbul secara otomatis setelah suatu ciptaan dilahirkan tanpa
mengurangi pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.

KetentuanPidana
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2
ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat
1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum
suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp
500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

ii | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


Kata Pengantar

Puji Syukur Penulis Panjatkan Kehadirat Allah SWT Tuhan yang


Maha Esa Yang Telah Memberikan Rahmat Serta Karunia-Nya
Kepada Penulis Sehingga Penulis Berhasil Menyelesaikan Buku
Yang berjudul
EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR DAN PENYAKIT TIDAK
MENULAR.
Penulisan Buku ini dilakukan Secara Berkolaborasi Yang Ditulis
Selama sebulan Lebih Sejak Juli sampai Agustus 2021. Sebagai
Perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi Beberapa Dosen Dari
Berbagai Institusi dengan Latar Belakang Keilmuan di Bidang
Epidemiologi. Meningkatnya kasus Penyakit Menular (PM) dan
Penyakit Tidak Menular (PTM) secara signifikan menambah
beban masyarakat dan Pemerintah, karena penanganannya
membutuhkan waktu yang tidak sebentar, Biaya Yang Besar dan
Teknologi Tinggi. Kasus PTM memang tidak ditularkan namun
mematikan dan berbeda dengan PM mengakibatkan individu
menjadi tidak atau kurang produktif. Dalam menurunkan kasus
Penyakit Tidak Menular (PTM) dan Penyakit Menular (PM)
melalui pengendalian faktor risiko di masyarakat maka
diperlukan upaya dan pemahaman yang sama terhadap
pembagian peran dan dukungan manajemen program Penyakit
Tidak Menular (PTM) dan Penyakit Menular (PM) oleh karenanya
Buku ini Hadir sebagai bentuk Kepedulian Penulis dalam rangka
memberikan Pemahaman dan menjadi Referensi bacaan bagi
masyarakat luas dan Buku Pegangan bagi Mahasiwa kesehatan
serta para Peneliti
Buku Ini Membahas Tentang:
1. KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI
2. KONSEP DASAR TIMBULNYA PENYAKIT
3. KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI PENYAKIT TIDAK
MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | iii


4. CARA PENULARAN PENYAKIT DALAM POPULASI
5. STUDI ANALITIK DAN EKSPRIMEN EPIDEMIOLOGI (KASUS
PTM DAN PM)
6. UKURAN MORBIDITAS EPIDEMIOLOGI
7. UKURAN MORTALITAS EPIDEMIOLOGI
8. SURVEILANS PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN PENYAKIT
MENULAR
9. KONSEP WABAH DAN KLB SECARA UMUM
10. PERAN PENYULUH KESEHATAN MASYARAKAT DALAM
PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR DAN
PENYAKIT MENULAR
Akhir kata, Penulis Ucapkan Terima Kasih Kepada Semua Pihak
Yang Telah Berperan Serta Dalam Penyusunan Buku Ini Dari Awal
sampai akhir. Semoga Allah Swt Senantiasa Meridhai Segala Usaha
Kita. Amin.

Tim Penulis

iv | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


DAFTAR ISI

Kata Pengantar ....................................................................................... iii


DAFTAR ISI ................................................................................................. v
BAB 1
KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI.......................................................... 1
(Irma Muslimin, SKM., M.Kes.)
A. Defenisi dan Ruang Lingkup Epidemiologi ............................. 1
BAB 2
KONSEP DASAR TIMBULNYA PENYAKIT....................................... 13
(Ashriady, SKM., M.Kes.)
A. Sejarah Teori Terjadinya Penyakit ........................................... 13
B. Batasan Penyakit ............................................................................. 13
C. Proses Terjadinya Penyakit......................................................... 16
D. Riwayat Alamiah Penyakit ........................................................... 22
BAB 3
KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR
DAN PENYAKIT TIDAK MENULAR ................................................... 28
(Dina Mariana, SKM., M.Kes.)
A. Penyakit Menular ............................................................................ 29
BAB 4
CARA PENULARAN PENYAKIT MENULAR
DALAM POPULASI ................................................................................. 49
(Dr. Musdalifah Syamsul, SKM., M.Kes.)
A. Penularan Penyakit ........................................................................ 49
B. Proses Penularan Penyakit dalam Populasi.......................... 55

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular |v


BAB 5
STUDI ANALITIK DAN EKSPERIMEN EPIDEMIOLOGI
(KASUS PTM) .......................................................................................... 64
(Henni Kumaladewi Hengky, SKM., M. Kes.)
A. Studi Analitik..................................................................................... 64
B. Studi Ekperimental ......................................................................... 69
BAB 6
UKURAN MORBIDITAS EPIDEMIOLOGI ......................................... 86
(Rahmat Haji Saeni, SKM., MPH.)
A. Konsep Penyakit .............................................................................. 86
B. Definisi Morbiditas ......................................................................... 87
C. Ukuran Morbiditas .......................................................................... 87
BAB 7
UKURAN MORTALITAS EPIDEMIOLOGI ........................................ 97
(Siti Rahmah, SKM., MPH.)
A. Ukuran Mortalitas ........................................................................... 97
BAB 8
SURVEILANS PENYAKIT MENULAR DAN PENYAKIT
TIDAK MENULAR .................................................................................106
(Antonius Adolf Gebang, S.Kep., M.P.H)
BAB 9
KONSEP WABAH DAN KLB SECARA UMUM ................................114
(Hasnawati S., SKM., M.Kes.)
A. Defenisi Wabah dan Kejadian Luar Biasa ........................... 114
B. Beberapa Tipe Penyebaran Wabah ....................................... 116
C. Proses Terjadinya Wabah ......................................................... 117
D. Pelacakan Kejadian Luar Biasa ............................................... 124
E. Kriteria kejadian luar biasa. ..................................................... 128
F. Upaya Penanggulangan Kejadian Luar Biasa .................... 129

vi | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


BAB 10
PERAN PENYULUH KESEHATANMASYARAKAT DALAM
PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR
DAN PENYAKIT MENULAR ...............................................................133
(Hadzmawaty Hamzah, SKM., M.Kes.)
A. Penyuluh Kesehatan Masyarakat ........................................... 133
B. Peran Penyuluh Tenaga Kesehatan dalam Pengendalian
Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular ............... 135
PENUTUP................................................................................................144

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | vii


EPIDEMIOLOGI
PENYAKIT MENULAR
DAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

Irma Muslimin,SKM.,M.Kes
Ashriady, SKM., M.Kes
Dina Mariana, SKM.,M. Kes
Dr. Musdalifah Syamsul, SKM.,M.Kes
Henni Kumaladewi Hengky, SKM.,M. Kes
Rahmat Haji Saeni, SKM., MPH
Siti Rahmah, SKM.,MPH
Antonius Adolf Gebang, S.Kep.,M.P.H
Hasnawati S, SKM.,M.Kes
Hadzmawaty Hamzah, SKM.,M.Kes

viii | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


BAB 1
KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI
(Irma Muslimin, SKM., M.Kes.)
Poltekkes Kemenkes Mamuju, Pusat Studi Stunting:
Irmamuslimin.poltekkesmamuju@gmail.com/irmacr_7@yahoo.com

A. Defenisi dan Ruang Lingkup Epidemiologi


1. Defenisi epidemiologi
Epidemiologi merupakan sebuah ilmu yang memberikan
perhatian tentang kejadian penyakit dan masalah kesehatan
lainnya yang menimpa penduduk.Menurut sejarah,
epidemiologi mulai dikenal 200 0 tahun yang lalu, dari
pemikiran Hipocrates bahwa factor-faktor lingkungan dapat
menjadi factor timbulnya penyakit.Kemudian penemuan John
Snow mengenai teori tentang penyebaran penyakit infeksi
yang menyatakan bahwa penyakit kolera menyebar karena
adanya air yang terkontaminasi sehingga menyarankan untuk
menghentikan penyaluran air dari perusahaan yang diduga
terkontamisasi air tersebut.Hasil dari penemuan John Snow ini
memberikan perhatian bahwa penelitian-penelitian
epidemioogi mampu menunjukkan upaya-upaya
penanggulangan penyakit yang tepat. (Alamsyah & Muliawati,
2013)
Epidemiologi merupakan suatu cabang ilmu kesehatan
untuk menganalisis sifat dan penyebaran berbagai masalah
kesehatan dalam suatu penduduk tertentu serta mempelajari
sebab timbulnya masalah kesehatan tersebut untuk tujuan
pencegahan maupun penagggulangannya.(Noor, 2007). Seiring
perjalanan waktu dan perkembangannya, beberapa pakaran
menyusun dan membuat defenisi tersendiri mengenai
epidemiologi. Beberapa defenisi epidemiologi menirit
beberapa pakar dapat dilihat sebagai berikut: (Alamsyah &
Muliawati, 2013)

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular |1


a. Frost (1927)
Epidemiologi adalah suatu pengetahuan tentang fenomena
massal penyakit infeksi atau sebagai riwayat alamiah
penyakit menular
b. Greenwood (1934)
Epidemiologi mempelajari tentang penyakit dan segala
macam kejadian penyakit yang mengenai kelompok
penduduk.
c. Hirsch (1883)
Epidemiologi adalah suatu gambaran kejadian, penyebaran
dan jenis-jenis penyakit pada manusia, pada saat tertentu
di bumi dan kaitannya dengan kondisi eksternal.
d. MacMahon (1970)
Epidemiologi adalah studi tentang penyebaran dan
penyebab kejadian penyakit pada manusia dan mengapa
terjadi distribusi semacam itu.
e. Moris dan Tailor (1967)
Epidemiologi adalah studi atau pengetahuan tentang sehat
dan penyakit dari suatu populasi penduduk.
f. Last (1988)
Epidemiologi adalah studi dari distribusi dan faktor
determinan dari keadaan atau peristiwa yang berhubungan
dengan kesehatan pada populasi penduduk yang spesifik,
serta aplikasinya untuk mengendalikan masalah kesehatan
g. Omran (1974)
Epidemiologi sebagai suatu ilmu mengenai terjadinya dan
distribusi keadaan kesehatan, penyakit dan perubahan
pada penduduk, begitu juga determinannya serta akibat
yang terjadi pada kelompok penduduk.
2. Ruang Lingkup Epidemiologi
Berbagai bentuk dan jenis kegiatan dalam epidemiologi saling
berhubungan antara yangs atu dengan yang lainnya. Bentuk
kegiatan epidemiologi yang erat hubungannya dengan

2 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


deskriptif epidemiologi adalah menilai derajat kesehatan dan
besra kecilnya masalah kesehatan yang terjadi dalam suatu
masyarakat. Perkembangan bidang peneltiian epidemiologi
juga menunjukkan suatu konsep penelitian yang memiliki
sasaran utamanya adalah kelompok tertentu(Noor,
2007).Secara terus menerus perkembangan epidemiologi
mencakup berbagai bida. Antara lain:
a. Epidemiologi penyakit menular
Penyakit menular timbul sebagai hasil interaksi berbagai
faktor dari agen, host maupun lingkungan.Bentuk ini lebih
dikenal sebagai penyebab majemuk (mulitiple causation of
disease) yang merupakan lawan dari penyebab tunggal
(single causation).Para ahli telah mengumpulkan berbagai
pengetahuan mengenai timbulnya penyakit, mereka telah
melakukan berbagai eksperimen terkendali untuk menguji
sampai dimana penyakit itu bisa dicegah sehingga taraf
hidup penderita bisa meningkat (Irwan, Epidemiologi
Penyakit Menular, 2017).Dalam kondisi tertentu, agen
biologis patogenik dapat ditularkan dari individu yang
terinfeksi dalam masyarakat kepada individu sehat yang
rentan.Agens penyakit menular dapat diklasifikasikan lebih
jauh, seperti penejalsan berikut ini. Unsur-unsur di dalam
model penyakit menular sederhana: agen, host dan
lingkungan. Ketiga faktor ini nampaknya membentuk
persyaratan minimal untuk kejadian dan penyebaran
penyakit menular dala populasi. Dalam model ini agen
merupaka unsur yang harua ada agar penyakit dapat
terjadi.Contoh, virus influenza harus ada dalam diri
seseorang agar seseorang tersebut menderita influenza.
Pejamu adalah organisme rentan apapun, organisme bersel
tunggal, apakah itu tumbuhan, binatang, maupun manusia
yang disusupi oleh agen infeksius. Lingkungan, mencakup
semua faktor lain: fisik, biologi, ataupun social yang

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular |3


menghalangi atau memicu penularan penyakit. Penularan
penyakit menular terjadi jika seorang pejamu rentan dan
suatu agen patogenik berada di dalam suatu lingkungan
yang kondusif untuk terjadinya penularan
penyakit(Mc.Kenzie, Pinger, & Kotecki, 2006).
Pada proses terjadinya penyakit menular, seringkali
dijumpai berbagai bentuk manisfestasi klinik mulai dari
gejala klinik yang tidak tampak sampai pada munculnya
gejala klinik yang berat, dimana akhir dari suatu penyakit
adalah sembuh, cacat atau meninggal dunia (Indasah,
2018).
b. Epidemiologi penyakit tidak menular
Penyakit tidak menular mempunyai beberapa karakteristik
yang sama. Meskipun tidak disebabkan oleh
mikroorganisme (namun terdapat beberapa pengecualian),
sebagai contoh, banyak perokok yang tidak menderita
kanker paru, dan sebagian besar pengemudi pengemudi
yang tidak menggunakan sabuk pengaman tidak mati
dalam kecelakaan lalu lintas. Pada kenyataanya, kematian
akibat kanker paru mungkin saja dialami oleh yang bukan
perokok karena ada cara lain untuk menghirup sejumlah
zat kimia karsinogenik (walau tidak ada yang seefisien
perokok). Pada tahun 1886, 38,8%ndari orang yang
berusia 65 tahun di Amerika Serikat memiliki sebagian
keterbatasan aktivitas akibat kondisi korinis yang di
dalaminya, dan lebih dari seperempatnya tidak mampu
melakukan aktivitas mereka. Hamper sepertiga pria di atas
usia 20 tahun sekarang adalah perokok (1985), dan 28,4%
wanita memiliki masalah yang sama. Dari tahun 1976
sampai 1980 sekitar 20,1% penduduk usia 25-74 tahun
menderita tekanan darah tinggi. Angka ini meningka
seiring dengan bertabahnya usia mencapai 34,5%
penduduk usia 65-74 tahun. Penyakit ini lebih umum lagi

4 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


pada orang kulit hitam: 27,7% ddibandingkan 19,2%
dengan orang kulit putih(Pickett & Hanlon, 2008).
Epidemiologi prnyakit tidak menular sebagai sebuah upaya
untuk menemukan berbagai faktor yang beperan dalam
munculnya berbagai penyakit tidak menular tersebut.
Perkembangan zaman yang ditandai dengan kemajuan
dibergai bidang khusunya bidang indusri yang
mempengaruhi keadaan lingkungan menjadi pencetus
munculnya berbagai masalah kesahatan, kondisi ini
memperkuat manfaat bidang epidemiologi penyakit tidak
menular.
c. Epidemiologi klinik
Epidemiologi klinik merupakan salah satu bidang
epidemiologi yang membekali para klinisi dan dokter
dalam hal pendekatan masalah mealui disipilin
epidemiologi. Penerapan epidemiologi klinik adalah
dengan menggunakan prinsip-prinsip epidemiologi dalam
menangani kasus secara individual (Noor, 2007).
d. Epidemiologi kependudukan
Epidemiologi kependudukan merupakan pendekatan ilmu
epidemiolgi dalam meganalisis berbagai masalah yang
berhubungan dengan kependudukan (demografi) serta
faktor yang mempengaruhinya. Sebagai contoh masalah
kependudukan adalah perkawinan yang lebih dini sangat
mempengaruhi fertilitas. Hal ini kemudian ketika dikaji
secara seksama akibat dari fertilitas tersebut akan
menyebabkan lojakan penduduk dimana banyak dampak
negative yang dapat terjadi karenanya. Jumlah penduduk
yang besera dan tidak meratanya lapangan pekerjaan
kemduan dapat menimbulkan masalah baru seperti
kemisikinan yang berujung pada kelaparan yang berakibat
pada munculnya masala kesehatan. Epidemiologi hadir
untuk mengkaji masalah-masalah tersebut sebagai bentuk

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular |5


upaya menemukan akar penyebab masalah yang berkaitan
dengan kependudukan.
e. Epidemiologi pengelolaan pelayanan kesehatan
Epidemiologi pelayanan kesehatan merupakan sistem
pendekatan manajemen dalam menganalisis masalah,
mencari faktor penyebab timbulnya suau masalah serta
penyusunan rencana pemecahan masalah secara
menyelruh dan terpadu. Peranan epidemiologi manajemen
dalam menganalisis jumlah biaya pengobatan serta biaya
pelayanan kesehatan lainnya merupakan hal yang penting.
Para ahli epidemiologi bersama-sama dengan ahli
perencanaan yang pada umumnya berorientasi pada hasil
luaran suatu proses, dapat merupakan suatu tim yang
serasi dalam menyusun suatu rencana pelayanan
kesehatan yang efektif dan efisien(Noor, 2007).
f. Epidemiologi lingkungan, kesehatan dan kesalamatan kerja
Epidemiologi kesehatan lingkungan dan kesehatan
kerja merupakan bidang epidemiiologi yang mencoba
menganalisis munculnya masalah kesehatan akibat
pengaruh keterpaparan pada lingkungan kerja, baik yang
bersifat fisik, kimia, biolois maupun sosial budayaserta
kebiasaan hidup para pekerja.
Manusia berinteraksi dengan lingkungannya sejak
ahir sampai meninggal. Semua kebutuhan hidup manusia
diperoleh dari lingkungannya.Sebagai contoh bahwa
kualitas lingkungan hidup mempengaruhi kesehatan
manusia, misalnya terjadinya pencemaran lingkungan.
Pencemaran lingkungan ini terjadi akibat komponen-
komponen di dalam lingkungan melebihi ambang baku
mutu lingkungan hidup, sehingga berisiko untuk terjadinya
kerusakan atau pencemaran lingkungan. Lingkungan yang
tercemar kemudian akan mempengaruhi kesehatan
masyarakat. Selain lingkungan tempat tinggal seseorang,

6 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


sebagian besar orang di dunia akan terpapar dengan
lingkungan tempat dimana dia bekerja. Untuk dapat
bekerja produktif, pekerjana harus dilakukan dengan cara
kerja dan pada lingkungan kerja yang memenuhi syarat
kesehatan. Kesehatan dan keselamatan kerja (K3)
bertujuan untuk mewujudkan tenaga kesehatan sehat dan
produktif dengan menyelenggarakan upaya promotif,
preventif dan kuratif serta rehabilitative bagi komunitas
tenaga kerja, mengupayakan pelrindungan tenaga kerja
dari kemungkinan pengaruh buruk pekerjaan dan atau
lingkungan kerja terhadap kesehatan dan keselamatan
tenaga kerja serta produktivitas kerjanya (Alamsyah &
Muliawati, 2013).
g. Epidemiologi kesehatan jiwa
Kesehatan jiwa merupakan suatu kondisi sejahtera secara
fisik, social dan mental yang lengkap dan terbebas dari
penyakit atau kecacatan, tidak dalam kondisi tertekan
sehingga dapat mengendalikan stress yang timbul,
memungkinkan individu untuk hidup produktif, dan
mampu melakukan hubungan sosial yang memuaskan.
Pada tahun 1984, WHO menambahkan dimensi agama
sebagai salah satu dari 4 pilarsehat jiwa yaitu: Kesehatan
secara holistik yaitu sehat secara jasmani/ fisik (biologik);
sehatsecara kejiwaan (psikiatrik/ psikologik); sehat secara
sosial; dan sehat secara spiritual (kerohanian/ agama).
Berdasarkan keempat dimensi sehat tersebut, the
American Psychiatric Association mengadopsi menjadi
paradigma pendekatan biopsycho-socio-spiritual
(Nurhalimah, 2016).
Epidemiologi kesehatan jiwa merupakan pendekatan dan
analisis masalah gangguan jiwa dalam masyarakat, baik
mengenai keadaan kelainan jiwa kelompok penduduk
tertentu, maupun analisis berbagai faktor yang

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular |7


mempengaruhi timbulnya gangguna jiwa dalam
masyarakat. Peningkatan keluhan masyarakat yang lebih
banyak mengarah ke masalah kejiwaan tentunya menuntut
suatu cara pendekatan melalui epidemiologi social yang
berkaitan dengan epidemiologi kesehatan jiwa(Noor,
2007).
h. Epidemiologi gizi
Epidemiologi Gizi adalah ilmu yang memelajari distribusi,
frekuensi maupun determinan masalah gizi maupun
penyakit yang berhubungan dengan masalah gizi, serta
penerapannya dalam kebijakan dan program pangan dan
gizi untukmencapai kesehatan penduduk yang lebih baik.
Definisi lain menyebutkan bahwaepidemiologi gizi adalah
ilmu yang terkait kesehatan yang membahas distribusidan
determinan kesehatan dan penyakit terkait gizi dalam
populasi(Suantara & Suiraoka, 2018).
i. Epidemiologi perilaku
Epidemiologi perilaku merupakan bidang yang mencoba
menganalisis perilaku seseorang terhadap munculnya
masalah kesehatan yang dialaminya. Misalnya dewasa ini
kita sedang dihadapkan pada musibah pandemic covid-19,
faktor perilaku seperti penerapan 3 M (menggunakan
masker, menjaga jarak dan mencuci tangan) merupakan
poin penting yang dapat dikaji terhadap masalah
terinfeksinya seseorang oleh virus corona.
3. Prinsip-Prinsip epidemiologi
Prinsip-prinsip epidemiologi meliputi(Syalfina, Mail, &
Anggreni, 2017):
1. Mempelajari sekelompok manusia/masyarakat yang
mengalami masalah kesehatan.
2. Menunjuk kepada banyaknya masalah kesehatan
yang ditemukan pada sekelompok manusia yang
dinyatakan dengan angka frekuensi mutlak atau rasio.

8 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


3. Menunjukkan kepada banyaknya masalah-masalah
kesehatan yang diperinci menurut keadaan-keadaan
tertentu, diantaranya keadaan waktu, tempat, orang yang
mengalami masalah kesehatan.
4. Merupakan rangkaian kegiatan tertentu yang
dilakukan untuk mengkaji masalah kesehatan
sehingga diperoleh kejelasan dari masalah tersebut.
4. Peranan Epidemiologi dalam Kesehatan Masyarakat
Epidemiologi dalam program kesehatan masyarakat mempnya
tiga fungsi utama yaitu:
a. Menjelaskan besarnya masalah kesehatan serta
penyebarannya dalam suatu penduduk tertentu.
b. Menyiapkan data dan informasi yang esensial untuk
keperluan perencanaan, pelaksanaan program serta
evaluasi berbagai kegiaan pelayanan kesehatan pada
masyarakat, apakah kegiatan tersebut berupa pencegahan
dan penanggulangan penyakit maupun bentuk lainnya
serta menentukan skala prioritas terhadap kegiatan
tersebut.
c. Mengidentifikasi berbagai faktor penyebab masalah
kesehatan atau faktor yang berhubungan erat dengan
terjadinya masalah tersebut.
Dalam menerapkan kegiatan guna mewujudkan fungsi
utama tersbetu, ada beberapa bentuk kegiatan epidemioli
yang dilakukan antara lain epidemiologi deskritif dan
penelitian epidemiologi(Noor, 2007).
Epidemiologi deskriptif, mengumpulkan informasi
untuk merangkum semua kejadian atau masalah
kesehatan, mengevaluasi semua keadaan yang berada
disekitar seseorang yang dapat mempengaruhi kejadian
kesehatan(Eliana & Sumiati, 2016).
Penelitian epidemiologi merupakan salah satu bentuk
kegiatan epidemiologi dalam mewujudkna fungsi

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular |9


epidemiologi yakni menemukan faktor determinan
maupun hubungan sebab akibat terjadinya penyakit
maupun masalah kesehatan lainnya dalam kelompok
penduduk tertentu.Pada dasarnya peneltiian epidemiologi
dibagi dalam dua bagian utama yaitu penelitian
observational yang merupakan penelitian yang
berdasarkan pengamatan langsung terhadap berbagai
kejadian dalam suatu populasi tertentu, selanjutnya
penelitian expereminetal yang merupakan penelitian
berdasarkan percobaan atau perlakuan khusus(Noor,
2007).

10 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


REFERENSI

Alamsyah, D., & Muliawati, R. (2013). Pilar Dasar Ilmu Kesehatan


Masyarakat. Semarang: Nuha Medika.
Eliana, & Sumiati, S. (2016). Kesehatan Masyarakat. Jakarta:
BPPSDM Kesehatan, Kemenkes.
Indasah. (2018). Epidemiologi Penyakit Menular. Kediri: Strada
Press.
Irwan. (2017). Epidemiologi Penyakit Menular. Yogyakarta: CV
Absolute Media.
Mc.Kenzie, J. F., Pinger, R. R., & Kotecki, E. J. (2006). Kesehatan
Masyarakat Suatu Pengantar. Jakarta: EGC.
Noor, N. N. (2007). Epidemiologi. Makassar: Hasanuddin
University Press.
Nurhalimah. (2016). Keperawatan Jiwa. Jakarta: BPPSDM
Kesehatan, Kemenkes.
Pickett, G., & Hanlon, J. H. (2008). Kesehatan Masyarakat
Administrasi dan Praktik. Jakarta: EGC.
Suantara, I. R., & Suiraoka, I. P. (2018). Epidemiologi Gizi.
Ponorogo: Forum Ilmiah Kesehatan.
Syalfina, A. D., Mail, E., & Anggreni, D. (2017). Kesehatan
Masyarakat untuk Kebidanan. Surakarta: CV Kekata Group.

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 11


PROFIL PENULIS

Irma Muslimin, SKM, M.Kes


lahir di Pangkep, Sulawesi Selatan pada
tanggal 6 November 1987.Lulus S1 pada
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin, Konsentrasi Epidemiologi pada
tahun 2009 Lulus S2 pada Program Pasca
Sarjana Universitas Hasanuddin konsentrasi
epidemiologi tahun 2011.
Saat ini menjabat sebagai Kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian
FotoPenulis
Masyarakat Poltekkes Kemenkes Mamuju. Pernah menjabat
sebagai ketua Program Studi Kebidanan Universitas Patria Artha
Makassar, Ketua Lembaga Penelitian dan Pengabian Masyarakat,
dan Dekan Fakultas Kesehatan Universitas Patria Artha
Makassar.Pada tahun 2012-2015 menjadi asesor kompetensi pada
Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) pada lembaga
Manajemen Keuangan. Pada tahun 2015 menjadi ASN Dosen di
Poltekkes Kemenkes Mamuju

12 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


BAB 2
KONSEP DASAR TIMBULNYA PENYAKIT
(Ashriady, SKM., M.Kes.)
Poltekkes Kemenkes Mamuju; Jalan Poros Mamuju-Kalukku KM.
16 Tadui, Mamuju Prov. Sulawesi Barat, 085242979292
Email: ashriady.abumuadz@gmail.com

A. Sejarah Teori Terjadinya Penyakit


Istilah penyakit telah dikenal sejak dahulu kala, yang
keberadaanya telah dianggap sebagai faktor penggangu dalam
kehidupan manusia. Pada awal kejadian penyakit telah
dihubungkan dengan adanya gangguan supranatural (makhluk
halus) atau dalam istilah Agama merupakan salah bentuk
kemurkaan Allah Subhanahu Wata’ala. Saat ini keyakinan ini
begitu mengakar di beberapa negara berkembang termasuk
Indonesia namun fenomena ini semakin menguak dengan
munculnya beberapa gangguan kesehatan atau penyakit yang
belum diketahui dengan jelas unsur penyebabnya maupun
proses kejadiannya.

B. Batasan Penyakit
1. Pengertian Penyakit
Pengertian penyakit dapat dilihat dari berbagai sudut
pandang, berikut akan diuraikan berbagai pengertian
penyakit.
a. Penyakit adalah suatu keadaan dimana proses
kehidupan tidak dalam kondisi teratur atau terganggu
perjalanannya (Geerts & Heestermans, 1984).
b. Penyakit adalah sesuatu yang menyebabkan terjadinya
gangguan pada tubuh makhluk hidup (Al-Barry et al.,
2001).
c. Penyakit merupakan kegagalan mekanisme adaptasi
suatu organisme untuk beraksi secara tepat terhadap

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 13


setiap tekanan ataupun rangsangan yang menimbulkan
gangguan pada fungsi ataustruktur organ dan sistem di
dalam tubuh(Budiarto & Anggraeni, 2003).
d. Penyakit adalah suatu keadaan dimana terdapat
gangguan terhadap bentuk dan fungsi tubuh sehingga
berada dalam keadaan tidak normal(Timmreck, 2005).
e. Penyakit adalah suatu proses alami yang harus kita
hadapi, bukan untuk kita musuhi(Iskandar, 2013).
f. Penyakitadalah kondisi abnormal tertentu yang secara
negatif mempengaruhi struktur atau fungsi sebagian
atau seluruh tubuh suatu makhluk hidup, dan bukan
diakibatkan oleh cedera eksternal apa pun(Tim White
Partner, 2014).
2. Jenis Sakit dan Penyakit
Sakit dapat diartikan sebagai terjadinya penyimpangan
kondisi dari status penampilan yang optimal. Membahas
tentang sakit maka terdapat tiga istilah yang harus
dibedakan pengertiannya yaitu disease, illness, dan sickness.
Ketiga istilah ini dapat diterangkan dalam tabel hubungan
antara keadaan patologis medis dengan persepsi penderita
tentang sehat dan sakit berikut ini.

Tabel Hubungan Keadaan Patologis Medis dengan


Persepsi Penderita tentang Sehat dan Sakit
Pernyataan
Sakit Sehat
Penderita
Sakit Betul-betul sakit ?
Patologis sakit Betul-
Sehat tetapi tanpa gejala betul
sehat
Pada tabel diatas menunjukkan bahwa pada kondisi yang
pertama dimana seseorang merasakan sakit dan secara
patologis (medis) memang menunjukkan positif sakit. Pada

14 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


keadaan ini disebut sebagai penderita secara pasti,
golongan ini biasanya banyak ditemukan di tempat-tempat
pelayanan kesehatan sedang menjalani perawatan. Orang
ini menderita desease, merasa ill dan tampak sick.
Kondisi yang kedua adalah seseorang yang merasakan
sakit (merasa ill) namun secara patologis (medis)
menunjukkan tanda tidak sakit (no disease) dan tidak
tampak mengalami kesakitan (not sick). Orang ini
kemungkinan atau berpeluang mempunyai gangguan
psikologis atau calon penderita kejiwaan.
Untuk mengenal ada atau tidaknya penyakit di tengah
masyarakat maka klasifikasi penyakit adalah hal yang
penting untuk diketahui. Dengan diketahuinya klasifikasi
penyakit maka dapat dibedakan antara satu penyakit
dengan penyakit lainnya sehingga jika dilakukan
pengukuran terkait frekuensi dan distribusi penyakit
tersebut tidak tergabung dengan penyakit lainnya yang
berbeda.
Secara umum menurut (Timmreck, 2005) penyakit dapat
dikategorikan menjadi lima kategori besar, yaitu:
a. Penyakit Kongenital
Penyakit yang diakibatkan karena adanya
kecenderungan genetik dan keluarga, faktor lingkungan,
zat kimia atau agens seperti obat-obatan, alkohol, dan
perilaku merokok. Misalnya: sindrom down, hemofilia
dan penyakit jantung pada usia dini.
b. Penyakit Alergi dan Radang
Penyakit yang muncul sebagai reaksi tubuh terhadap
cedera akibat benda asing. Misalnya: serpihan
kayu,logam atau tumbuhan yang tersusup di bawah
kulit.
c. Penyakit Kronis
Penyakit ini menyebabkan semakin buruknya sistem,

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 15


jaringan, dan fungsi tubuh. Arteriosklerosis, artritis dan
gout merupakan contoh penyakit degeneratif.
d. Penyakit Metabolik
Kelenjar atau organ tidak dapat mensekresi zat-zat
biokimia tertentu untuk menjalankan proses metabolik
di dalam tubuh dan menyebabkan terjadinya kelainan
metabolik. Contoh, kelenjar adrenal yang tidak lagi
berfungsi sehingga sel-selnya tidak dapat menggunakan
glukosa secara normal sehingga menyebabkan diabetes
e. Penyakit Neoplastik
Ditandai dengan pertumbuhan abnormal sel sehingga
membentuk tumor baik jinak ataupun ganas.

Dalam perkembangan epidemiologi, pada awal


mulanya lebih banyak manangani masalah penyakit menular
namun seiring perkembangan sosial ekonomi dan kultural
bangsa menuntut epidemiologi untuk memberikan perhatian
kepada penyakit tidak menular atau yang sering disebut
dengan istilah transisi epidemiologi. Beberapa ahli
epidemiologi bahkan menulis secara rinci terkait aspek
epidemiologi kedua jenis penyakit ini yaitu penyakit menular
dan penyakit tidak menular.

C. Proses Terjadinya Penyakit


1. Konsep Dasar Terjadinya Penyakit
Sebuah penyakit terjadi akibat berinteraksinya
berbagai faktor baik dari agent (bibit penyakit), host
(pejamu), dan lingkungan. Hal ini tergambar di dalam
istilah yang dikenal luas saat ini yaitu konsep penyebab
majemuk (multiple causation of disease) sebagai kebalikan
dari penyebab tunggal (single causation). Para ahli
berusaha mengumpulkan pengetahuan mengenai
munculnya penyakit dengan membuat model-model

16 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


timbulnya penyakit, kemudian dilakukan eksperimen
untuk membuktikan sampai dimana kebenaran dari model-
model tersebut. Tiga model yang dikenal adalah segitiga
epidemiologi (the epidemiologic triangle), jaring-jaring
sebab akibat (the web of causation), dan model roda (the
wheel).
a. Segitiga Epidemiologi
Model segitiga epidemiologi dtemukan oleh John Gordon
sehingga sering juga disebut Segitiga Gordon. Model ini
menjelaskan kejadian penyakit atas dasar hubungan
interaksi antara pejamu (inang), agent (bibit penyakit),
dan lingkungan (environment). Keberadaan agent dan
inang belum dapat memastikan bahwa penyakit akan
timbul karena interaksi antara inang dan agent masih
dapat dipengaruhi oleh lingkungan. Pengaruh
lingkungan dapat berupa temperatur di luar tubuh,
faktor sosial budaya, dan faktor lainnya.

Gambar Segitiga Epidemiologi

Sumber:https://id.wikipedia.org/wiki/Berkas:Segitiga_
epidemiologi.svg diakses Juli 05, 2021

1) Agent (faktor penyebab penyakit)


Faktor penyebab penyakit dapat berupa benda baik
hidup maupun tidak hidup, nampak jelas maupun
yang tidak nampak dalam kondisi yang melebihi
batas tertentu atau dalam jumlah yang tidak

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 17


mencukupi sehingga dapat menimbulkan proses
penyakit. Agent dapat dikategorikan berdasarkan:
a) Penyebab biologis yang berupa virus, bakteri,
ricketsia, fungi, protozoa, dan makhluk hidup
lainnya termasuk manusia.
b) Penyebab nutrisi yang berupa protein,
karbohidrat, lemak, vitamin, mineral, dan air.
c) Penyebab kimiawi dapat dibentuk melalui tubuh
manusia sendiri seperti asidosis, uremia, dan lain-
lain atau masuk melalui kontak dengan saluran
pencernaan, pernapasan, dan permukaan kulit.
d) Penyebab fisik yang berupa suhu yang tidak
proporsional, kelembaban, tekanan udara, radiasi,
kebisingan, pencahayaan yang terlalu kuat atau
lemah.
e) Penyebab mekanik yang berupa gesekan, ruda
paksa, benturan, bacokan, tusukan, dan lain-lain.
f) Penyebab alamiah yang berupa proses penuaan,
haid, kehamilan, persalinan, dan lain sebagainya.
g) Penyebab kejiwaan yang berupa aspek sosial,
ekonomi, budaya, spritual, politik, dan yang
lainnya (Sulistyaningsih, 2011).
2) Inang (host)
Host adalah manusia atau makhluk hidup lainnya
termasuk golongan artropoda yang menjadi tempat
proses alamiah perkembangan penyakit. Beberapa
faktor yang berhubungan inang (host) yaitu:
a) Genetik, berhubungan dengan sickle cell disease.
b) Umur, kecenderungan kejadian penyakit pada
umur tertentu.
c) Gender (jenis kelamin), beberapa penyakit terjadi
pada jenis kelamin tertentu.
d) Suku (ras), terdapat perbedaan kejadian penyakit

18 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


pada ras kulit putih (white)dengan ras kulit hitam
(black) di Amerika.
e) Keadaan fisiologi tubuh, berupa kelelahan,
pubertas, stres atau keadaan gizi.
f) Keadaan imunologis, berupa kekebalan yang
didapatkan karena terjadi infeksi sebelumnya,
adanya antibodi dari ibu atau pemberian imunitas
buatan (vaksinasi).
g) Tingkah laku(behavior) berupa gaya hidup,
personal hygiene, hubungan personal, rekreasi, dan
sebagainya.
3) Lingkungan
Lingkungan merupakan semua faktor luar dari suatu
individu yang dapat menjadi tempat berdiamnya
faktor penyebab (agent). Faktor lingkungan dapat
meliputi:
a) Lingkungan fisik berupa aspek geologi, iklim,
geografik.
b) Lingkungan biologis berupa kepadatan penduduk,
tumbuh-tumbuhan sebagai sumber bahan
makanan, hewan sebagai sumber protein.
c) Lingkungan sosial berupa migrasi (urbanisasi),
lingkungan kerja, keadaan perumahan, keadaan
sosial masyarakat seperti terjadinya kekacauan,
bencana alam, perang, banjir, dan lain sebagainya).
b. Jaring-jaring Sebab Akibat
Model ini menjelaskan bahwa perubahan salah satu
faktor akan mempengaruhi keseimbangan yang akan
berakibat pada bertambah atau berkurangnya penyakit
tersebut. Model ini menganggap bahwa suatu penyakit
tidak hanya tergantung pada satu sebab yang berdiri
sendiri melainkan merupakan serangkaian proses
sebab dan akibat. Timbulnya penyakit dapat dicegah

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 19


dengan memotong rantai pada berbagai titik
(Notoatmodjo, 2011).
Web of Causation

Sumber:https://commons.wikimedia.org/wiki/File:Exa
mple_web_of_causation_for_PSA_test.jpgdiakses Juli 07,
2021
Pengaruh dari beberapa unsur ini menggambarkan
bahwa penyebab timbulnya penyakit tidak bersifat
tunggal melainkan bersifat majemuk yang lebih dikenal
dengan istilah multiple causation of disease. Hubungan
yang diperlihatkan sebagaimana jaringan jala, maka
olehnya itu lebih populer dengan sebuatan web of
causation.
c. Model Roda
Pada model roda juga memerlukan identifikasi berbagai
faktor yang berperan terhadap munculnya penyakit
dengan tidak begitu menekankan pentingnya faktor
agen.
Gambar Model Roda (The Wheel)

Sumber:https://nursekey.com/5-epidemiology/
diakses Juli 07, 2021

20 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


1. Konsep Keterpaparan dan Kerentanan
Keterpaparan adalah suatu keadaan dimana pejamu (host)
berada dalam pengaruh atau berinteraksi dengan faktor
penyebab (agent).
Berdasarkan uraian di atas dapat dijelaskan bahwa
terjadinya suatu penyakit merupakan hasil interaksi antara
faktor pejamu (host) dengan faktor agent. Untuk terjadi
sakit maka faktor agent melakukan pemaparan terhadap
pejamu dan faktor pejamu dalam kondisi yang rentan
(mudah) dimasuki faktor penyebab penyakit. Atau secara
ringkas dapat dijelaskan bahwa perubahan status dari
kondisi yang sehat optimal menuju ke status sakit
berkaitan dengan keterpaparan yang dilakukan oleh agent
dan kerentanan tubuh pejamu (host) dalam menghadapi
sebuah keterpaparan. Secara lebih detail dapat dilihat pada
tabel berikut:

Tabel 2. Hubungan Interaksi antara Kerentanan


Pejamu dan Keterpaparan oleh Agent
Keterpaparan
Pejamu dan Agent Agent
Ya Tidak
Kerentanan Ya Sakit Sehat
Pejamu Tidak Sehat Sehat

Pada tabel ini dapat dijelaskan bahwa untuk menderita


sakit seseorang harus mengalami keterpaparan dan dalam
kondisi yang rentan (peka) terhadap keterpaparan itu. Dari
konsep ini, memberikan gambaran bahwa untuk mencegah
terjadinya penyakit, setidaknya dapat dilaukan dengan dua
cara yaitu:
a. Menghindari keterpaparan agent
b. Menurunkan kerentanan pejamu

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 21


D. Riwayat Alamiah Penyakit
Pada umumnya, tahapan-tahapan riwayat alamiah suatu penyakit
dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Tahap Pre-Patogenesa
Tahap ini dimulai dari terjadinya interaksi antara host dengan
agent, dimulai saat terjadinya stimulus penyakit sampai tubuh
memberikan respon. Agent penyakit belum masuk ke dalam
tubuh host. Pada keadaan seperti ini, penyakit belum
ditemukan karena pada umumnya daya tahan tubuh pejamu
masih kuat (kerentanan rendah). Dengan perkataan lain
seseorang yang berada dalam keadaan ini disebut masih dalam
kondisi sehat (Azwar, 1999).
Pada penyakit menular (infeksi), dimulai dari adanya pajanan
(exposure) dari agen penyebab penyakit akan tetapi belum
memasuki tubuh pejamu. Pada individu yang sakit, agen
penyebab penyebab penyakit berpeluang masuk ke dalam
tubuh. Pajanan tersebut dapat berupa mikroorganisme agent
penyebab penyakit atau biasa disebut dengan istilah etiologi.
Pada penyakit tidak menular (non infeksi), keadaan penyakit
belum mengalami perkembangan akan tetapi kondisi yang
memberikan peluang terjadinya penyakit atau faktor risiko
penyakit telah nampak.
2. Tahap Inkubasi
Tahap inkubasi adalah tenggang waktu antara masuknya agent
ke dalam tubuh pejamu yang rentan terhadap penyebab
penyakit sampai munculnya gejala penyakit. Masa inkubasi
suatu penyakit berbeda dengan penyakit yang lainnya, ada
yang memiliki masa inkubasi beberapa jam dan ada pula yang
bertahun-tahun. Misalnya, penyakit demam kuning masa
inkubasinya adalah 3 – 6 hari, penyakit polio mempunyai masa
inkubasi antara 7 – 14 hari, sedangkan penyakit kanker paru
yang diakibatkan oleh perilaku merokok mempunyai masa
inkubasi bertahun-tahun.Penting untuk diketahui terkait lama

22 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


masa inkubasi sebuah penyakit, bukan hanya menjadi sekadar
pengetahuan riwayat penyakit tetapi juga berguna untuk
informasi diagnosis. Selain itu, pengetahuan masa inkubasi
dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis penyakit.
Pada penyakit infeksi (penyakit menular) dikenal istilah masa
inkubasi (incubation period), sedangkan masa latensi (latency
period) dikenalpada penyakit kronis (tidak menular). Selama
periode ini, gejala penyakit tidak tampak (inapparent). Pada
kasus-kasus tertentu misalnya: pada kejadian keracunan dan
kondisi alergi/hipersensitivitas, periode ini dapat berlangsung
cepat dalam beberapa detik, sedangkan pada kasus yang lain
dapat pula berlangsung lama (pada penyakit kronis). Pada
korban bom atom Hiroshima telah terjadi penyakit leukemia,
masa latensi bervariasi antara 2 – 12 tahun, dengan masa
puncak 6 – 7 tahun.
Tahap ini disebut juga asymptomatic stage; atau
presymptomatic stage; atau fase preklinis; atau masa
inkubasi/latensi; atau proses induksi dan promosi
(empirical induction period). Masa induksi terjadi pada
interval waktu antara beraksinya agen penyakit, sampai
pejamu tak terhindarkan dari kejadian penyakit. Masa
latensi terjadi setelah pejamu menderita penyakit namun
belum menampakkan tanda-tanda klinis. Berbagai
penyebab dapat bertambah atau berkurang selama proses
kejadian penyakit pada masa latensi ini. Maka pada masa
ini dikenal istilah empirical induction period yaitu
kombinasi antara masa induksi dan masa latensi atau
dikenal dengan juga dengan istilah masa inkubasi multi
kausal pada penyakit tidak menular.
Pada tahap ini dikenal juga istilah proses promosi. Istilah
ini merupakan sebuah proses peningkatan keadaan
patologis yang irreversibel dan asimtom, sampai akhirnya
kondisi ini menampakkan manifestasi klinis. Pada tahap

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 23


ini, terjadi transformasi atau disfungsi sel, yang pada
akhirnya menimbulkan gejala atau klinis diakibatkan oleh
agent penyakit yang meningkat aktifitasnya dan masuk ke
dalam tubuh.
3. Tahap Penyakit Dini
Munculnya gejala penyakit yang kelihatannya ringan adalah
pertanda awal pada tahap ini. Penyakit berada pada masa sub
klinik (stage of subclinical disease), tetapi pada tahap ini sudah
merupakan masalah kesehatan karena sudah terdapat
gangguan patologis (pathologic changes). Umumnya penderita
masih dapat menjalankan aktifitas sehari-hari sehingga
menyebabkan sering tidak datang ke fasilitas pelayanan
kesehatan.
Dalam kondisi tingkat pendidikan masyarakat yang masih
rendah, tahap ini sering menjadi masalah dalam kesehatan
masyarakat. Kondisi tubuh masih kuat tetapi mereka memilih
untuk tidak datang ke fasilitas pelayanan kesehatan, semakin
parahnya penyakit yang diderita karena keterlambatan datang
berobat merupakan masalah baru yang muncul pada tahap
ini.Pada penyakit menular, periode ini dinamakan masa durasi
atau dalam istilah yang lain disebut masa ekspresi. Masa durasi
adalah waktu yang diperlukan oleh suatu pajanan sampai
memenuhi dosis yang cukup dan akhirnya memunculkan
reaksi penyakit. Perubahan-perubahan yang terjadi pada
jaringan tubuh telah cukup untuk menampakkan gejala-gejala
dan tanda-tanda penyakit. Pejamu dalam kondisi sakit ringan,
namun masih dapat melakukan pekerjaan sehari-hari. Pada
kasus keracunan dan penyakit menular, umumnya fase ini
dapat berlangsung secara cepat atau umumnya pada penyakit
tidak menular berlangsung secara kronis.
4. Tahap Penyakit Lanjut
Pada tahap ini diagnosis sudah relatif mudah ditegakkan
dikarenakan penyakit sudah menunjukkan gejala dan kelainan

24 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


klinik yang jelas. Setelah diagnosis ditegakkan, diperlukan
pengobatan yang tepat untuk menghindari akibat lanjut yang
kurang baik. Pada tahap ini penderita tidak dapat lagi
menjalani aktifitas sehari-hari dan jika datang ke fasilitas
pelayanan kesehatan sebagian besar sudah membutuhkan
perawatan.
Tahap ini biasa juga disebut stage of clinical disease, yaitu tahap
dimana penyakit semakin nampak jelas dan mungkin
diperparah dengan adanya kelainan patologis dan gejalanya.
Periode transisi dari fase subklinis ke penyakit klinis ditandai
dengan timbulnya gejala penyakit, sehingga pada fase ini
sebagaimana penjelasan sebelumnya bahwa mulai dilakukan
diagnosis penyakit. Fase klinis terkadang tidak terjadi pada
beberapa individu yang tidak memiliki kerentanan. Sebaliknya,
penyakit berkembang mulai dari ringan, sedang, berat, hingga
fatal (disebut spectrum of disease)
5. Tahap Penyakit Akhir
Pada saatnya tiba, perjalanan sebuah penyakit juga akan
berakhir. Berakhirnya perjalanan penyakit dapat berlangsung
dalam lima pilihan keadaan, yaitu:
a. Sembuh sempurna
b. Sembuh dengan cacat
c. Karier
d. Kronis
e. Meninggal Dunia

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 25


REFERENSI

Al-Barry, M. D. Y., Amalia, Y., & Usman, A. R. (2001). Kamus Istilah


Medis (H. S. Yusuf (ed.)). Arkola.
Arsin, A. A. (2012). Malaria di Indonesia, Tinjauan Aspek
Epidemiologi. Masagena Press.
Azwar, A. (1999). Pengantar Epidemiologi (Edisi Revi). Binarupa
Aksara.
Budiarto, E., & Anggraeni, D. (2003). Pengantar Epidemiologi.
Buku Biru.
Bustan, M. N. (2006). Pengantar Epidemiologi (2nd ed.). Rineka
Cipta.
Geerts, G., & Heestermans, H. (1984). Van Dale Groot Woordenboek
Der Nederlandse Taal. Van Dale Lexicografie.
Iskandar, M. (2013). Health Triad (Body, Mind, and System). Elex
Media Komputindo.
Last, J. M. (2001). A Dictionary of epidemiology (4th Editio). Oxford
University Press.
Noor, N. N. (2007). Epidemiologi (3rd ed.). Hasanuddin University
Press.
Notoatmodjo, S. (2011). Kesehatan Masyarakat, Ilmu & Seni
(Revisi). Rineka Cipta.
Rothman, K. J., Greenland, S., & Lash, T. L. (2008). Modern
epidemiology. In Lippincot William (3rd ed.).
https://doi.org/10.1007/978-3-540-69094-8_3
Sulistyaningsih. (2011). Epidemiologi dalam Praktik Kebidanan
(1st ed.). Graha Ilmu.
Tim White Partner. (2014). What is the Difference Between an
“Injury” and “Disease” for Commonwealth Injury Claims?
Tindall Gask Bentley. https://tgb.com.au/injured-
people/what-is-the-difference-between-an-“injury”-and-
“disease”-for-commonwealth-injury-claims/
Timmreck, T. C. (2005). Epidemiologi, Suatu Pengantar (2nd ed.).
EGC.

26 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


PROFIL PENULIS

Ashriady
Penulis lahir di Kajuara-Bone, 25
Agustus 1984, sebuah desa kecil terpencil
di Kecamatan Awangpone Kabupaten
Bone, jaraknya sekitar 16 km dari Kota
Bone. Jenjang pendidikan SD sampai SMA
diselesaikan di Bone. Menempuh pendidikan S1 di Sekolah Tinggi
Ilmu Kesehatan (STIK) Tamalatea Makassar tahun 2006 jurusan
Epidemiologi dan Biostatistik, kembali melanjutkan kuliah di
Program Pascasarjana Universitas Hasanudddin konsentrasi
Epidemiologi, selesai tahun 2009. Bekerja sebagai salah satu dosen
tetap di Poltekkes Kemenkes Mamuju, menjadi managing editor di
Jurnal Kesehatan Manarang yang telah meraih akreditasi Sinta 3 dari
Kemenristekbrin, juga aktif menjadi reviewer/editor di beberapa
jurnal nasional seperti Window of Public Health Journal, Jurnal Kesmas
Uwigama, Jurnal Pengabdian Masyarakat Reswara. Saat ini penulis
telah berkontribusi dalam beberapa penulisan buku antologi cerpen
seperti: Aku dan Wahdah Islamiyah, A Love Story in the Time of
Corona, Dari dan Untuk Guru, Jika Allah Berkehendak, Sepercik
Goresan Pena, Rasa yang Rumit.
Email Penulis: ashriady.abumuadz@gmail.com

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 27


BAB 3
KONSEP DASAR EPIDEMIOLOGI PENYAKIT
MENULAR DAN PENYAKIT TIDAK MENULAR
(Dina Mariana, SKM., M.Kes.)
Poltekkes Kemenkes Mamuju, Jln. Poros Mamuju-Kalukku KM. 16
Tadui, Mamuju-Sulawesi Barat
Email : dhyna.marian@yahoo.co.id

Epidemiologi merupakan ilmu yang mempelajari segala


sesuatu yang menimpa penduduk di muka bumi ini. Berbagai
batasan definisi tentang epidemiologi dari pakar/ ahli kesehatan.
Secara umum epidemiologi di definisikan sebagai ilmu yang
mempelajari tentang frekuensi (jumlah), distribusi (penyebaran)
dan determinant (faktor yang mempengaruhi) terjadinya masalah
kesehatan pada sekolompok orang atau masyarakat.Penyakit
menular dan penyakit tidak menular merupakan masalah
kesehatan yang paling sering menimpa penduduk dan merupakan
faktor penyebab tingginya angka kematian/ mortalitas. Saat ini di
Indonesia, tingginya kasus penyakit menular maupun penyakit
tidak menular menjadi beban ganda dalam pelayanan kesehatan.
Sehingga dengan demikian masalah ini masih menjadi tantangan
besar yang harus dihadapi oleh pemerintah dalam pengembangan
program-program kesehatan untuk mengatasi masalah kesehatan
tersebut. Upaya pengendalian penyakit menular maupun penyakit
menular tidak akan teratasi dengan baik jika hanya bertumpu
pada sektor kesehatan saja, sehingga dibutuhkan peran lintas
sektor pemerintah, swasta, organisasi kemasyarakatan dan
keterlibatan seleuruh lapisan masyarakat karena suatu penyakit
bisa terjadi disebabkanadanya penyebab multi faktor.

28 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


A. Penyakit Menular
1. Pengertian
Definisi Penyakit menular atau biasa disebut dengan
penyakit infeksisecara umum adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh suatu agent yang ditularkan dari manusia
ke manusia, binatang ke manusia, dengan cara langsung
maupun tidak langsung melalui berbagai media.
Penyakit menular merupakan hasil perpaduan berbagai
faktor yang saling mempengaruhi. Faktor tersebut yaitu
lingkungan (enviroment), agen penyebab penyakit (agent),
dan pejamu (host), ketiga faktor penting ini biasa disebut
segi tiga epidemiologi atau trias epidemiologi
(epidemiological triangel). Hubungan ketiga faktor tersebut
digambarkan secara sederhana seperti timbangan, yaitu
agen penyebab penyakit pada satu sisi dan pejamu pada sisi
yang lain dengan lingkungan sebagai penumpunya. Bila agen
dengan pejamu berada dalam keadaan seimbang maka
seseorang akan berada dalam keadaan sehat. Perubahan
keseimbangan akan menyebabkan seseorang sehat atau
sakit. Penurunan daya tahan tubuh akan menyebabkan
bobot agen penyebab penyakit menjadi lebi berat sehingga
seseoang menjadi sakit. Demikian pula bila agen penyakit
lebih banyak atau lebih ganas sedangkan faktor pejamu
tetap, maka bobot agen menjadi lebih berat. Sebaliknya jika
daya tahan tubuh seseorang baik atau meningkat maka ia
akan dalam keadaan sehat. Apabila faktor lingkungan
berubah menjadi cenderung menguntungkan agen penyebab
penyakit, maka orang akan sakit. Pada prakteknya
seseoarang menjadi sakit akibat pengaruh berbagai faktor
baik lingkungan, agen maupun pejamu (Widoyono,2011).
Faktor tersebut akan diuraikan sebagai berikut:
1) Agen atau patogen; adalah penyebab penyakit. Agen
penyebab penyakit menular dikenal dengan agen

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 29


biologis adalah mikroorganisme, unsur organisme
hidup atau kuman penyebab terjadinya suatu
penyakit, contohnya: bakteri, virus, parasit dan
jamur. Penting untuk mengetahui sifat-sifat dari
suatu agen penyakit menular untuk mengidentifikasi
bagaimana upaya pencegahan dan penangannya.
Sifat-sifat yang dimaksud adalah bagaimana ukuran,
kemampuan suatu agen berkembangbiak yang dapat
memberikan informasi tentang jumlah mikrobadalam
waktu tertentu, daya tahan agen terhadap suhu panas
dan dingin serta kematian agen.
2) Host atau pejamu adalah mahluk hidup baik manusia
atau hewan yang menjadi tempat persinggahan suatu
penyakit. Karateristik pejamu yang berhubungan
dengan kejadian penyakit yaitu daya tahan tubuh,
status gizi, perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS),
keturunan/hereditas, ras, selain itu ada beberapa
karakteristik yang lain seperti jenis kelamin dan
umur.
3) Lingkungan adalah hal – hal yang berkaitan dan juga
berada diluar individu baik manusia maupun hewan
yang dapat menyebabkan atau menjadi sumber
penularan suatu penyakit. Faktor lingkungan dapat
dibedakan menajdi 2 yaitu lingkungan fisik dan
lingkungna non fisik. Faktor lingkungan fisik dapat
berupa keadaan geografis suatu wilayah, suhu,
kelembapan udara dan lingkungan tempat tinggal.
Sementara untuk faktor lingkungan non fisik dapat
meliputi faktor budaya seperti adat istiadat, ritual –
ritual atau kebiasaan secara turun temurun, faktor
ekonomi, politik dan faktor sosial seperti pendidikan,
pekerjaan.

30 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


a. Krakteristik
Adapun karakteristik penyakit menular berdasarkan
manifestasi klinik secara umum adalah sebagai berikut :
1) Spektrum penyakit menular
Terdapat beberapa manifestasi klinik pada proses
penyakit menular, yaitu dimulai dari gejala klinik yang
tidak tampak sampai keadaan yang berat disertai
komplikasi dan berakhir cacat atau meninggal dunia.
Pada fase akhir dari proses penyakit adalah sembuh,
cacat atau meninggal.
2) Infeksi Terselubung
Infeksi terselubung merupakan suatu keadaan dimana
penyakit tidak nampak secara nyata dalam bentuk
gejala klinis yang jelas akibatnya penegakan diagnosisi
harus dilakukan dengan cara tertentu. Dalam penegakan
diagnosis dilakukan tes seperti test tuberkolin, kultur
teggorokan, pemeriksaan antibody dalam tubuh dan
lain-lain. Untuk mendapatkan perkiraan besar dan
luasnya infeksi terselubung dalam masyarakat maka
perlu dilakukan pengamatan atau survei epidemiologis
dan tes tertentu pada populasi.
3) Sumber Penularan penyakit
Sumber penularan adalah media yang menjadikan suatu
penyakit bisa menular kepada orang lain. Sumber
penularan penyakit dapat melalui penderita, pembawa
kuman, binatang yang terinfeksi penyakit, vektor,
tumbuhan, benda yang terkontaminasi. Penyakit dapat
menyerang manusia dengan beberapa cara diantaranya
dengan kontak langsung, melalui udara, melalui
makanan/ minuman, melalui vektor, keadaan penderita.
Penyabab penyakit dapat menyerang manusia melalui
berbagau cara diantaranya; kulit atau mukosa, sslurang
pernapasan, saluran pencernaan, salurang urogenetalia,

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 31


plasenta, suntikan, luka, serta interaksi penyakit dengan
penderita.
b. Cara Penularan Penyakit
Ada berbagai cara agen untuk berpindah dari pejamu yang
satu ke penjamu yang lain, atau keluar dari pejamu untuk
menginfeksi pejamu lainnya yang rentan. Secara umum cara
penularan penyakit dibagi menjadi 2 yaitu :
1) Penularan langsung atau penularan dari manusia ke
manusia yang lain, yaitu perpindahan agen atau patogen
secara langsung dan segera dari pejamu ke penjamu
yang lain yang lebiih rentan. Adapun penularan terjadi
melalui kontak fisik, contohnya kontaminasi melalui
sentuhan tangan dengan tangan, kulit dengan kulit,
melalui mata, hidung, mulut, dan hubungan seksual.
2) Penularan tidak langsung yaitu penularan yang terjadi
karena adanya perpindahkan agen atau patogen melalui
perantara ke pejamu yang rentan. Ada berbagai
perantara atau mediator pembawa agen penyakit yaitu
fomite atau benda mati (obyek yang di sentuh oleh
penderita/pembawa agen/patogen), vektor, partikel
debu di udara, udara yang beredar membawa kuman,
droplet, air, makanan, transmisi fecal oral (perpindahan
partikel tinja yang mengandung patogen ke mulut).
Penularan tidak langsung terjadi melalui beberapa cara
yaitu sebagai berikut:
a) Penularan airborne, terjadi melalui percikan droplet
atau partikel debu membawa patogen ke pejamu.
Penularan ini biasanya terjadi ketika seseorang
batuk, berbicara, bersin, percikan droplet yang
mengandung patogen ke udara dan dihirup oleh
orang yang rentan, atau ketika droplet terbawa
melalui saluran pendingin ruangan atau disebar
melalui kipas angin ke seluruh ruangan dalam

32 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


gedung. Beberapa penyakit yang dapat ditularkan
melalui udara yaitu Salesma, Influenza, Chickenpox,
Mumps (gondongan), Campak, Pertussis,
Tuberculosis, cacar air, antrax, difteri dan Covid 19.
b) Penularan waterborne, terjadi ketika agen atau
patogen terbawa dalam media air seperti sumber air
minum, atau pada sungai, danau, rawa, kolam renang
yang digunakan oleh manusia untuk berenang atau
untuk kebutuhan rumah tangga. Jenis penyakit yang
dapat ditularkan melalui media air yaitu Diare,
Gastroenteritis, Typhoid, Disentri, Kolera,
Meningitis, Hepatitis, Polio, Paratyphus, Dysentrie
amoeba, Balantidiasis, Giardiasis Ascariasis,
Chlonorchiasis, Diphylobothriasis, Taeniasis,
Schistosomiasis, dan Leptospirosis.
c) Penularan vehicleborne terjadi karena adanya
kontaminasi agen atau patogen pada barang/
benda/obyek seperti peralatan makan, pakaian,
peralatan cuci, botol, instrumen bedah, paralatan
laboratorium, peralatan infus/transfusi dan
sebagainya. Beberapa jenis penyakit yang dapat
ditularkan melalui perantara barang/benda/obyek
yaitu hepatitis A, demam thypoid, cryptosporodiosis,
Hepatitis B & C, HIV/AIDS, dll.
d) Penularan Vektorborne, terjadi apabila agen/
patogen berupa parasit, virus dan bakteri ditularkan
melalui vektor. Vektor merupakan jenis mahluk
hidup selain manusia pembawa agen/patogen yang
menularkan ke manusia atau hewan. Penularan
melalui kotoran, gigitan dan cairan tubuh yangs
secara langsung atau tidak melalui kontaminasi
makanan atau minuman. Jenis vektor yaitu nyamuk
(aedes, anopheles,culex), siput air, lalat, kutu, kutu

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 33


rambut, tikus,mencit, lalat pasir, serangga triatom,
lalat tsetse. Jenis penyakit yang dapat ditularkan
melalui vektor adalah Chikungunya, Demam
Berdarah Dengue (DBD), Filariasis, Demam kuning,
Malaria, Ensefalitis Jepang, Demam West Nile,
Schistosomiasis(bilharziasis), Onchocerciss,
Tungiasis, Tifus, Penyakit Lyme, Demam berulang
(borreliosis), Penyakit Rickettsial, Penyakit
Tularemia Chagas (trypanosomiasis Amerika), dan
Penyakit tidur (trypanosomiasis Afrika).
c. Aspek Penularan Penyakit
Penyakit menular memiliki sifat – sifat penularan yaitu
sebagai berikut:
1. Waktu generasi (generation time)
Waktu generasi adalah waktu antara masuknya
penyakit pada pejamu sampai masa kemampuan
maksimal penjamu tersebut untuk menularkan
penyakit. Masa ini sangat penting untuk diketahui dalam
mempelajari proses penularan suatu penyakit. Waktu
generasi inni berbeda dengan masa tunas.Perbedaanya
adalah masa tunas ditentukan oleh masuknya unsur
penyebab sampai timbulnya gejala penyakit sehingga
tidak dapat ditentukan pada gejala penyakit yang
terselubung atau tidak nampak. Sementara waktu
generasi merupakan waktu masuknya unsur penyebab
penyakit sehingga timbulnya kemampuan penyakit
untuk menularkan kepada pejamu yang laun tanpa
gejala klinik atau terselubung.
2. Kekebalan kelompok (Herd immunity)
Kekebalan kelompok merupakan tingkat daya tahan
suatu kelompok penduduk tertentu terhadap serangan
atau penyebaran unsur penyebab penyakit menular
tertentu berdasarkan tingkat kekebalan sejumlah

34 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


tertentu anggota kelompok tersebut. H Immunity
merupakan faktor utama dalam proses kejadian wabah
di masyarakat serta kelangsungan penyakit pada suatu
kelompok penduduk tertentu.
3. Angka serangan (Attack Rate)
Angka serangan (Attack Rate) adalah sejumlah kasus
yang berkembang atau muncul dalam satu satuan waktu
tertentu di kalangan anggota kelompok yang mengalami
kontak serta memiliki risiko atau kerentanan terhadap
penyakit tersebut. Formula angak serangan ini adalah
banyaknya kasus baru (tidak termasuk kasus pertama)
dibagi dengan banyaknya orang yang peka dalam satu
jangka waktu tertentu. Angka serangan ini bertujuan
untuk menganalisis tingkat penularan dan tingkat
keterancamam dalam keluarga, dimana tata cara dan
konsep keluarga, sistem hubungan keluarga dengan
masyarakat serta hubungan individu dalam kehidupan
sehari-hari pada kelompok populasi tertentu
merupakan unit epidemiologi tempat penularan
penyakit berlangsung.
d. Spektrum Penyakit Menular
Adapun pola penyebaran penyakit menular adalah sebagai
berikut:
1) Epidemi atau wabah atau kejadian Luar Biasa (KLB)
adalah munculnya suatu penyakit tertentu yang berasal
dari satu sumber tunggal yang menyerang satu
kelompok, populasi, masyarakat atau wilayah yang
jumlah kasusnya (kasus baru) melebihi jumlah kasus
sebelumnya atau prevalesi sebelumnya. Contohnya flu
burung (H5N1) di Indonesia pada 2012, Ebola di
Republik Demokratik Kongo (DRC) pada 2019.
2) Endemi: adalah suatu keadaan dimana berlangsungnya
suatu penyakit pada kelompok masyarakat atau wilayah

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 35


secara terus mnnerus, atau prevalensi suatu penyakit
yang biasa berlangsung di suatu wilayah atau kelompok
terterntu. Contohnya adalah malaria yang endemis di
daerah - daerah tertentu seperti papua.
Pandemi adalah epidemi yang menyebar atau meluas di
seluruh dunia atau hampir diseluruh dunia yang
melintasi negara dan benua. Contohnya HIV/AID, Flu,
Covid 19 yang kasusnya menyebar di hampir atau
seluruh dunia.
3) Sporadik adalah suatu keadaan penyakit yang ada di
wilayah tertentu dan prekuensinya berubah – ubah
menurut waktu tertentu. Contohnya pada kasus
penyaklit DBD yang meningkat kasusnya pada musim
pancaroba.
e. Upaya Pencegahan dan Penanaganan Penyakit Menular
1. Upaya pencegahan
Pencegahan penyakit menular bertujuan untuk
mencegah atau menghalangi terjadinya dan
perkembangan suatu penyakit sebelum terjadi atau
mengalami tingkat keparahan. Ada tiga tahapan
pencegahan penyakit menular sesuai dengan konsep
pencegahan dalam ilmu kesehatan masyarakat yaitu:
a) Pencegahan primer
Pencegahan primer atau pencegatan tingkat
pertama merupakan upaya untuk mencegah
sebelum penyakit menular terjadi. Ada tiga aspek
utama upaya pencegahan meliputi upaya
promosi kesehatan, pendidikan kesehatan dan
perlindungan kesehatan. Upaya pencegahan
primer sejatinya perlu di fokuskan pada
pengendalian faktor perilaku atau mengubah
faktor perilaku individu/masyarakat dan
melakukan pengendalian lingkungan. Berbagai

36 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


upaya dapat dilakukan seperti melakukan
perubahan gaya hidup; pemenuhan gizi
seimbang; perilaku hidup bersih dan sehat
(PHBS)); pengendalian sumber infeksi/agen/
patogen seperti sanitasi lingkungan (mengelola
sampah dan limbah baik organik maupun non
organik, penyediaan air bersih); dan imunisasi.
b) Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder atau pencegahan tingkat
kedua adalah segala upaya yang dilakukan pada
saat sakit untuk dapat menghentikan atau
memperlambat perkembangan suatu penyakit
menular. Upaya pencegahan yaitu untuk
menemukan status patogenik, diagnosis dini
serta pengobatan yang cepat dan tepat. Salah
satu bentuk upaya pencegahan sekunder adalah
program skrining penyakit menular. Program ini
sangat baik dilaksanakan pada acara-acara
kesehatan, acara teprogram seperti pada
kegiatan puskesmas keliling, atau program
khusus disebuah institusi pemerintah maupun
swasta yang tujuannya untuk deteksi dini,
perujukan dan pengobatan secara cepat dan
tepat untuk menyembuhkann ataupun
menghentikan perkembangan suatu penyakit
sedini mungkin.
c) Pencegahan tersier
Pencegahan tersier atau pencegahan tingkat
ketiga merupakan upaya yang dilakukan untuk
mencegah terjadinya kecatatan atau kematian
serta mencegah terulannya kembali penyakit
menular. Pencegahan tersier juga meliputi
pembatasan pada segala ketidakmampuan

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 37


dengan menyediakan upaya rehabilitatif dari
munculnya efek dari suatu penyakit, baik berupa
cedera maupun munculnya ketidakmampuan dan
menimbulkan kerusakan baik kecatatan fisik,
psikis maupun sosial akibat penyakit
menular.Upaya rehabilitatif merupakan upaya
yang dilakukan untuk memulihkan seseorang
dari sakit sehingga menjadi manusia yang lebih
produktif , berdaya guna dan memberikan
kualitas hidup yang lebih baik sesuai dengan
tingkatan penyakit dan ketidakmampuan/
kecatatannya.
2. Upaya Penanggulangan
Upaya penanggulangan penyakit menular dilakukan
untuk menekan seminimal mungkin kejadian penyakit
menular dalam masyarakat sehingga tidak
menimbulkan gangguan kesehatan yang lebih besar dan
menimbulkan terjadinya wabah penyakit menular.
Upaya penanggulangan penyakit menular dapa meluputi
upaya dibawah ini:
a) Penanggulangan langsung pada sumber penularan
Sumber penularan (reservoir) merupakan faktor
yang utama dalam rantai penulatan penyakit
menular. Contoh Sumber penularan bisa terdapat
pada binatang yang terinfeksi penyakit, sehingga
upaya untuk mengatasi penularan adalah dengan
memusnahkan binatang yang terinfeksi serta
melindungi binatang lainnya dari penyakit tersebut
(imunisasi dan pemeriksaan berkala). Selain itu
sumber penularan yang lain adalah dari menuasia,
sehingga upaya yang dapat dilakukan adalah dengan
isolasi dan karantina serta menjalani pengobatan.

38 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


b) Penanggulangan ditujukan pada cara penularan
Salah satu penularan penyakit menular dapat
terjadi dengan cara ditularkan melalui udara. Upaya
yang bisa dilakukan adalah desinfeksi udara dengan
bahan kimia atau dengan sinar ultra violet serta
perbaikan sistem ventilasi serta aliran udara dalam
ruangan.
c) Penanggulangan ditujukan pada penjamu yang
potensial
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
terjadinya penyakit menular ada penjamu potensial
adalah tingkat kekebalan (imunitas) serta tingkat
kerentanan/kepekaan yang pengaruhi oleh status
gizi, keadaan umum serta faktor genetika. Salah atu
upaya untuk menangani hal tersbut adalah
perbaikan status gizi, dan peningkatan kekebalan
aktif pada penjamu dengan pemberian vaksinasi.
3. Penyakit Tidak Menular
a. Pengertian
Ada beberapa istilah tentang Penyakit Tidak Menular (PTM)
diantaranya disebut juga dengan penyakit kronis, penyakit
degeneratif dan penyakit non infeksi. Penyakit tidak
menular adalah suatu penyakit yang tidak ditularkan dari
individu ke individu yang lain.
Aikins (2016) mendefinisikan penyakit tidak menular
dengan sebutan chronic non-communicable disease (NCDs),
yaitu penyakit non infeksi yang berlangsung seumur hidup
dan membutuhkan pengobatan dan perawatan jangka
panjang.
b. Karakteristik Penyakit tidak Menular
1. Agent
Agen penyakit tidak menular adalah penyebab
timbulnya suatu penyakit menular. Penyebab terjadinya

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 39


penyakit tidak menular dapat disebabkan oleh banyak
faktor. Kelompok agent pada penyakit menular terdiri
dari agent fisik, kimia, psikologi, zat gizi dan kekuatan
mekanik yang dapat menimbulkan cedera.
a) Agen fisik; contohnya suhu, radiasi bising, getaran,
tekanan udara
b) Agent Kimia; contohnya debu, gas, uap, asap, cairan
kimiawi, obat – obatan, limbah industri, pestisida.
c) Agent zat gizi mengacu pada komponen diet seperti
ketidakseimbangan konsumsi karbohidrat, lemak,
protein, vitamin, mineral dan air.
d) Agent mekanik; contohnya hal yang dapat
menyebabkan terjadinya cedera seperti kecelakaan
lalu lintas
2. Reservoir
Reservoir pada penyakit tidak menular merupakan
benda mati seperti tanah, udara, air batu dan sebagainya
dimana agent dapat tinggal dan berkembang.
3. Keterkaitan Agent dan Host/ penjamu
a) Fase Kontak :
Fase kontak merupakan terjadinya kontak antara
agen dan host yang dipengaruhi oleh lamanya
kontak antara agen dan host, dosis, dan patogenesis
b) Fase Akumulasi
Fase akumulasi merupakan fase dimana host/
penjamu telah terpapar dengan agen dalam dalam
waktu yang lama dan secara terus-menerus
c) Fase Subklinis
Pada fase subklinis belum muncul gejala/sympton
dan tanda/sign namun telah terjadi kerusakan pada
jaringan yang tergantung pada Jaringan yang
terkena, Kerusakan yang diakibatkannya (ringan,

40 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


sedang dan berat) dan Sifat kerusakan (reversiblle
dan irreversible/ kronis, mati dan cacat)
d) Fase Klinis
Pada fase klinis terjadi reaksi pada host dengan
menimbulkan manifestasi (gejala dan tanda).
4. Cara host/penjamu mengalami keterpaparan Agent
penyakit
a) Melalui sistem pernafasan,
b) Sistem digestiva,
c) Sistem integumen/kulit dan
d) Sistem vaskuler
(Darmawan, 2016).
c. Jenis Penyakit Tidak Menular
Terdapat berbagai jenis penyakit tidak menular. Empat
jenis PTM utama menurut WHO dalam Riskesdas (2013)
adalah penyakit kardiovaskular (penyakit jantung koroner,
stroke), kanker, penyakit pernafasan kronis (asma dan
penyakit paru obstruksi kronis), dan diabetes. Jenis
penyakit tidak menular yang merupakan penyebab utama
kematian di Indonesia sebagai berikut:
1) Stroke; adalah penyakit pada otak berupa gangguan
fungsi syaraf lokal dan/atau global, munculnya
mendadak, progresif, dan cepat. Gangguan fungsi syaraf
pada stroke disebabkan oleh gangguan peredaran darah
otak non traumatik. Gangguan syaraf tersebut
menimbulkan gejala antara lain: kelumpuhan wajah atau
anggota badan, bicara tidak lancar, bicara tidak jelas,
mungkin perubahan kesadaran, gangguan penglihatan,
dan lain-lain
2) Penyakit Jantung Koroner; adalah gangguan fungsi
jantung akibat otot jantung kekurangan darah karena
adanya penyempitan pembuluh darah koroner. Secara
klinis, ditandai dengan nyeri dada atau terasa tidak

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 41


nyaman di dada atau dada terasa tertekan berat ketika
sedang mendaki/kerja berat ataupun berjalan terburu-
buru pada saat berjalan di jalan datar atau berjalan jauh.
3) Diabetes Melitus; adalah penyakit metabolisme yang
merupakan suatu kumpulan gejala yang timbul pada
seseorang karena adanya peningkatan kadar glukosa
darah di atas nilai normal. Penyakit ini disebabkan
gangguan metabolisme glukosa akibat kekurangan
insulin baik secara absolut maupun relatif. Ada 2 tipe
diabetes melitus yaitu diabetes tipe I/diabetes juvenile
yaitu diabetes yang umumnya didapat sejak masa
kanak-kanak dan diabetes tipe II yaitu diabetes yang
didapat setelah dewasa.
4) Hipertensi/Tekanan darah tinggi; adalah suatu keadaan
ketika tekanan darah di pembuluh darah meningkat
secara kronis. Hal tersebut dapat terjadi karena jantung
bekerja lebih keras memompa darah untuk memenuhi
kebutuhan oksigen dan nutrisi tubuh. Dikatakan
tekanan darah tinggi jika pada saat duduk tekanan
sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih, atau tekanan
diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih, atau keduanya.
Adapun penggolongan hipertensi berdasarkan tingkat
keparahan penyakit yaitu hipertensi ringan: 140-159
mmHg 90-99 mmHg (Stadium 2), hipertensi sedang :
160-179 mmHg 100-109 mmHg (Stadium 3), hipertensi
berat : 180-209 mmHg 110-119 mmHg (Stadium 4) dan
hipertensi maligna : 210 mmHg atau lebih 120 mmHg
atau lebih. Klasifikasi Penyakit ini dapat mengganggu
fungsi organ-organ lain, terutama organ-organ vital
seperti jantung
5) Kanker; adalah pertumbuhan sel/jaringan yang tidak
terkendali, terus bertumbuh/bertambah, immortal
(tidak dapat mati). Sel kanker dapat menyusup ke

42 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


jaringan sekitar dan dapat membentuk anak sebar.
Penyakit kanker dengan jumlah kasus tertinggi
penyebab kematian pada wanita adalah penyakit kanker
payudara dan penyakit kanker rahim.
6) PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik); adalah
penyakit kronis saluran napas yang ditandai dengan
hambatan aliran udara khususnya udara ekspirasi dan
bersifat progresif lambat (semakin lama semakin
memburuk.
7) Asma; merupakan gangguan inflamasi kronis di jalan
napas. Dasar penyakit ini adalah hiperaktivitas bronkus
dan obstruksi jalan napas. Gejala asma adalah gangguan
pernapasan (sesak), batuk produktif terutama pada
malam hari atau menjelang pagi, dan dada terasa
tertekan. Gejala tersebut memburuk pada malam hari,
adanya alergen (seperti debu, asap rokok) atau saat
sedang menderita sakit seperti demam. Gejala hilang
dengan atau tanpa pengobatan.
8) Penyakit ginjal; adalah kelainan yang mengenai organ
ginjal yang timbul akibat berbagai faktor, misalnya
infeksi, tumor, kelainan bawaan, penyakit metabolik
atau degeneratif, dan lain-lain. Kelainan tersebut dapat
mempengaruhi struktur dan fungsi ginjal dengan tingkat
keparahan yang berbeda-beda. Penderita penyakit ginjal
akanmerasa nyeri, mengalami gangguan berkemih, dan
lain-lain. Terkadang pasien penyakit ginjal tidak
merasakan gejala sama sekali. Pada keadaan terburuk,
pasien dapat terancam nyawanya jika tidak menjalani
hemodialisis (cuci darah) berkala atau transplantasi
ginjal untuk menggantikan organ ginjalnya yang telah
rusak parah

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 43


d. Faktor Risiko Penyakit tidak menular
Etiologi atau penyebab utama penyakit tidak menular
sampai saat ini belum dapat dijelaskan secara pasti.
Terdapat berbagai faktor yang dapat menimbulkan
kerentangan pada host/ penjamu dalam hal ini manusia
untuk mengalami penyakit tidak menular, dimana faktor
tersebut disebut dengan faktor risiko. Berdasarkan
berbagai penelitia atau kajian ilmiah ada banyak
faktor risiko dapat menyebabkan terjadinya penyakit tidak
menular atau penyakit kronis. Faktor risiko tersebut dapat
dibedakan menjadi dua yaitu:
1) Faktor risiko yang tidak dapat di intervensi atau tidak
dapat dimodifikasi seperti usia, jenis kelamin dan
riwayat keturunan/genetik
2) Faktor risiko yang dapat di intervensi atau dapat
dimodifikasi, faktor ini sangat terkait dengan perilaku
diantaranya pola makan yang tidak seimbang, gaya
hidup, kurang aktifitas fisik, stress, obesitas, merokok,
mengkonsumsi alkohol, mengkonsumsi narkoba,
terpapar radiasi atau agent kimiawi, dan sebagainya.
Selain itu terdapat faktor risiko lingkungan yang turut
mempengaruhi kejadian penyakit tidak menular yaitu
sosial ekonomi, budaya, modenisasi, polusi, globalisasi
dan lain-lain.
e. Upaya pencegahan dan pengendalian Penyakit tidak
menular
Secara Umum upaya pencegahan penyakit tidak menular
dapat dilakukan dengan menerapkan pola hidup sehat dan
menghindari faktor risiko penyebab penyakit tidak
menular seperti tidak merokok, rajin konsumsi sayur dan
buah, membatasi konsumsi garam, gula, lemak secara
berlebihan, rutin melakukan aktifitas fisik, tidak
mengonsumsi alkohol dan narkoba, tidak merokok,

44 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


mengelolaatau mengendalikan stress, serta menjaga
lingkungan tetap sehat.
Berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah
dalam mencegah dan mengendalikan tingginya angka
kejadian penyakit tidak menular di Indonesia melalui
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak
Menular Kemenkes RI (2019), diataranya yaitu upaya
promotif, preventif, kuratif, rehabilitatif dan paliatif secara
komprehensif seperti dibawah ini:
1) Menyebarluaskan secara masif sosialisasi pencegahan
dan pengendalian faktor risiko PTM kepada seluruh
masyarakat.
2) Meningkatkan kemandirian masyarakat melalui
penerapan budaya perilaku CERDIK (Cek kondisi
kesehatan secara berkala, Enyahkan asap rokok, Rajin
aktifitas fisik, Diet sehat dengan kalori seimbang,
Istirahat yang cukup dan Kendalikan stress)
3) Melakukan deteksi dini dan tindak lanjut dini faktor
risiko PTM baik di Posbindu maupun di fasilitas
pelayanan kesehatan.
4) Melakukan penguatan tata laksana kasus sesuai standar.
5) Meningkatkan program peningkatan kualitas hidup
(perawatan paliatif) sesuai ketentuan.

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 45


REFERENSI

1. Aikins., Ama,G., & Charles,A. (2016). “Introduction:


Addrressing the Choronic Non-communicable Disease
Burden in Low-and-Middle-income Countries”. London:
CAB Publishing.
2. Anonim. Penyakit Tidak Menular (PTM), Penyebab dan
Pencegahannya https://www.krakataumedika.com/info-
media/artikel/penyakit-tidak-menular-ptm-penyebab-
dan-pencegahannya. (diakses tanggal 21 Juli 2021)
3. Darmawan, A. ( 2016) Epidemiologi Penyakit Menular Dan
Penyakit Tidak Menular. JMJ, Vol 4, No 2, Hal: 195 – 20
4. Direktorat Jendral Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tidak Menular. (2019). Manajemen Penyakit Tidak
Menular. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
5. Irwan. (2017). Epidemiologi Penyakit Menular.yogyakarta :
CV.Absolute Media.
6. Kementerian Kesehatan RI. (2013). Riset Kesehatan Dasar
(RISKESDAS). Jakarta: Balitbang Kemenkes RI
7. Marcelin,R.N. (2021). Bedanya Endemi, Epidemi, dan
Pandemi (unair.ac.id). https://ners.unair.ac.id (diakses
tanggal 19 Juli 2021)
8. Sudayasa,P.I. et.al. (2020). Deteksi Dini Faktor Risiko
Penyakit Tidak Menular Pada Masyarakat Desa Andepali
Kecamatan Sampara Kabupaten Konawe . Journal of
Community Engagement in Health. Vol.3 No.1. Page.60-66.
ISSN: 2620-3758 (print); 2620-3766 (online). http:jceh.org
9. Thomas,C. T. (2005). Epidemiologi Suatu Pengantar, edisi
2. Jakarta : EGC
10. World Health Organisation (WHO). (2020).Vector-borne
diseases. https://www.who.int/news-room/fact-

46 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


sheet/detai/ Vector-borne diseases 2020 (diakses tanggal
18 Juli 2021)
11. Widoyono. (2011). Penyakit Tropis: Epidemiologi,
Penularan, Pencegahan, dan Pemberantasannya. Jakarta:
Erlangga; 2011.

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 47


PROFIL PENULIS

Dina Mariana, SKM., M.Kes.


Lahir di Tanah Beru, 16 Juli 1988,
menyelesaikan pendidikan sarjana (S1) dan
Magister (S2) di Universitas Hasanuddin
tahun Penulis pernah bekerja di salah satu
Puskesmas yang ada di Kabupaten
Bulukumba Provinsi Sulawesi selatan tahun
2010 - 2011, setelah mandapatkan gelar
magister kemudian mengabdikan diri menjadi Dosen di Universitas
Pancasakti Makassar tahun 2014. Dan pindah menjadi Dosen tetap di
Poltekkes Kemenkes Mamuju sejak tahun 2015 – sekarang.Penulis
pernah menjadi Surveyor pada Survey Indikator Mutu Pelayanan
Rumah Sakit Wahidin Sudirohusodo (2013), Supervisor Survei
RPJMN KKBPK BKKBN Provinsi Sulawesi Barat(2017),Wakil
Dekan II FKM Unpacti Makassar (2014) Anggota Unit Penjaminan
Mutu Poktekkes Kemenkes Mamuju (2016- 2020), Ketua Jurusan
Kebidanan Poltekkes Kemenkes Mamuju 2020 – Sekarang
Email Penulis: dhyna.marian@yahoo.co.id

48 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


BAB 4
CARA PENULARAN PENYAKIT MENULAR
DALAM POPULASI
(Dr. Musdalifah Syamsul, SKM., M.Kes.)
(STIKES Salewangang Maros, Makassar, 081343809505)
musdalifahsyamsul81@gmail.com

A. Penularan Penyakit
Dalam dunia kesehatan, pengertian penularan atau
transmisi adalah perpindahan pathogen yang menyebabkan
terjadinya penyakit menlar dari individu atau kelompok inang
yang terinfeksi ke individu atau kelompok lainnya. Perpindahan
ini memungkinkan suatu pernyakit tersebar secara luas. Proses
perpindahan patogen dapat terjadi dengan berbagai cara, baik
melalui penularan langsung ketika individu terinfeksi bertemu
dengan individu peka di suatu tempat, maupun secara tidak
langsung dengan perantaraan benda atau organisme lainnya.
Pemahaman tentangcara transmisi suatu penyakit dimanfaatkan
untuk mencegah dan mengendalikan penyakit tersebut
Penularan suatu penyakit merupakan salah satu ancaman
terhadap manusia, dimana penyakit menular yang dibawa oleh
berbagai macam mikroba seperti bakteri, jamur, parasit dan virus
dapat berpindah ke manusia. Terdapat dua tipe akibat yang
ditimbulkan oleh penyakit menular yaitu penyakit yang
menyebabkan kematian dan penyakityang tidak menyebabkan
kematian. Penularan penyakit dapat disebabkan karena interaksi
antara penyebab penyakit, pejamu, dan lingkungan yang dapat
mengakibatkan kesakitan atau kematian pada kelompok
masyarakat atau populasi. Dalam menilai kemungkinan dampak
dari penularan penyakit terdapat dua parameter yang perlu
diperhatikan yakni penularan penyakit (kapasitasnya untuk
menyebar) dan tingkat keparahan penyakit yaitu kemampuan
untuk membunuh atau melumpuhkan mereka yang terinfeksi.

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 49


1. Rantai Penularan
Suatu penyakit dapat muncul jika terdapat interaksi yang
sesuai antara agen (penyebab penyakit), inang (organisme
yang menderita penyakit) dan lingkungan. Konsep ini dikenal
sebagai segitiga epidemiologi (Cameiro, 2018). Setelah
muncul, penyakit tersebut dapat tersebar akibat perpindahan
agen dari satu organisme ke organisme lainyang disebut
dengan rantai infeksi. Rantai infeksi merupakan rangkaian
terjadinya sebuah infeksi pada manusia. Dengan memahami
alur atau rangkaian ini, kita akan tahu bagaimana terjadinya
infeksi melalui tahapan-tahapan tersebut dan untuk
mencegah terjadinya kejadian infeksi, kita perlu memutus
mata rantai tersebut, baik dari sisi pencegahan maupun
pengendalian penyakit.
Ada 6 komponen rantai penularan, apabila satu mata
rantai diputus atau dihilangkan, maka penularan infeksi dapat
dicegah atau dihentikan sehingga infeksi-pun tidak akan
terjadi. Adapun enam komponen rantai penularan infeksi
tersebut adalah :
1. Agen infeksi adalah mikroorganisme penyebab infeksi. Pada
manusia, dapat berupa bakteri, virus, jamur dan parasit.
2. Reservoir : infeksi dapat hidup dan berkembang-biak
kemudian ditularkan kepada manusia. Berdasarkan hasil
penelitian, reservoir tersebut pada manusia biasanya terdapat
pada permukaan kulit, saluran napas atas, dan saluran cerna,
saluran kemih serta organ yang lain.
3. Pintu keluar adalah tempat dimana agen infeksi,
misalnya virus meninggalkan reservoir melalui saluran napas,
saluran cerna, saluran kemih ataupun yang lain.
4. Cara penularan merupakan penularan reservoir ke pejamu
yang rentan/sensitif. Ada beberapa metode penularan seperti
kontak langsung/tidak langsung, droplet, airborne, makanan,

50 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


air/minuman, darah binatang seperti serangga dan binatang
pengerat
5. Pintu masuk adalah tempat agen infeksi masuk ke pejamu
yang rentan/sensitif, bisa melalui saluran napas, saluran
cerna, saluran kemih dan lain – lain.
6. Pejamu rentan adalah orang dengan kekebalan tubuh
menurun yang mudah sekali terinfeksi atau kesulitan
melawan agen infeksi

Sumber: E-Library RSOMH (rsstrokebkt.com,


akses tanggal 20 Agustus 2021)

2. CaraPenularan (Transmisi Penyakit)


Transmisi penyakit sangat dipengaruhi oleh interaksi
berbagai faktor: mulai dari agen penyebab infeksi, host
(pejamu), dan lingkungan. Memahami rute penyebaran
penyakit ini sangat penting untuk mengetahui pencegahan
dan kontrol penularan yang tepat terhadap beberapa
penyakit. Secara umum, rute transmisi penyakit dapat terjadi
secara langsung maupun tidak langsung.Dibawah ini berbagai
cara penularan (transmisi) yang dapat ditularkan atau yang

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 51


dapat menyebabkan penyakitdalam populasi yakni (WHO,
2020):
a. Transmisi Droplet
Transmisi droplet dapat terjadi melalui kontak
langsung, kontak tidak langsung, atau kontak erat dengan
orang yang terinfeksi melalui sekresi seperti air liur dan
sekresi saluran pernapasan atau droplet saluran napas yang
keluar saat orang yang terinfeksi batuk, bersin, berbicara,
atau menyanyi. Droplet saluran napas memiliki ukuran
diameter > 5-10 μm sedangkan droplet yang berukuran
diameter ≤ 5 μm disebut sebagai droplet nuclei atau
aerosol.Transmisi droplet saluran napas dapat terjadi ketika
seseorang melakukan kontak erat (berada dalam jarak 1
meter) dengan orang terinfeksi yang mengalami gejala-gejala
pernapasan (seperti batuk atau bersin) atau yang sedang
berbicara atau menyanyi; dalam keadaan-keadaan ini, droplet
saluran napas yang mengandung virus dapat mencapai mulut,
hidung, mata orang yang rentan dan dapat menimbulkan
infeksi. Transmisi kontak tidak langsung di mana terjadi
kontak antara inang yang rentan dengan benda atau
permukaan yang terkontaminasi (transmisi fomit) juga dapat
terjadi (dibahas di bawah)
b. Transmisi melalui udara
Transmisi melalui udara didefinisikan sebagai
penyebaran agen infeksius yang diakibatkan oleh penyebaran
droplet nuclei (aerosol) yang tetap infeksius saat melayang di
udara dan bergerak hingga jarak yang jauh.Penularan melalui
udara (air borne) terjadi karena penyebaran nucleus droplet
melalui udara (residu kecil <5μm droplet yang menguap dan
mengandung mikroorganisme yang tetap bertahan d udara
selama periode waktu panjang) atau partikel debu yang
mengandung agen infeksi. Mikroorganisme yang terbawa
melalui cara ini dapat tersebar luas melalui aliran udara dan

52 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


terisap oleh pejamu rentan yang berada diruangan yang sama
dalam jarak cukup jauh dari sumber, dan bergantung pada
factor lingkungan. Sehingga penanganan udara dan ventilasi
khusus (exhaust fan) diperlukan untuk mencegah penularan
melalui udara (R Amiruddin, 2019).
c. Transmisi fomit
Sekresi saluran pernapasan atau droplet yang
dikeluarkan oleh orang yang terinfeksi dapat mengontaminasi
permukaan dan benda, sehingga terbentuk fomit (permukaan
yang terkontaminasi).Virus yang hidup dapat terdeteksi
melalui RT PCR dapat ditemui di permukaan-permukaan
tersebut selama berjam-jam hingga berhari-hari, tergantung
lingkungan sekitarnya (termasuk suhu dan kelembapan) dan
jenis permukaan.Transmisi juga dapat terjadi secara tidak
langsung melalui lingkungan sekitar atau benda-benda yang
terkontaminasi virus dari orang yang terinfeksi (misalnya,
stetoskop atau termometer), yang dilanjutkan dengan
sentuhan pada mulut, hidung, atau mata.

Sumber: Penularan Penyakit Bisa Lewat Berbagai Jalur, Salah


Satunya Makanan! | BookingDokter - Health Reservation
Everywhere, diakses tanggal 20 Agustus 2021

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 53


3. Tiga Sifat Utama Aspek Penularan Penyakit pada Populasi
1. Waktu Generasi (Generation Time)
Masa antara masuknya penyakit pada pejamu tertentu
sampai masa kemampuan maksimal pejamu tersebut untuk
dapat menularkan penyakit. Hal ini sangat penting dalam
mempelajari proses penularan. Perbedaan masa tunas
ditentukan oleh masuknya unsur penyebab sampai timbulnya
gejala penyakit sehingga tidak dapat ditentukan pada
penyakit dengan gejala yang terselubung, sedangkan waktu
generasi untuk waktu masuknya unsur penyebab penyakit
hingga timbulnya kemampuan penyakit tersebut untuk
menularkan kepada pejamu lain walau tanpa gejala klinik /
terselubung.
2. Kekebalan Kelompok (Herd Immunity)
Kekebalan kelompok adalah kemampuan atau daya
tahan suatu kelompok penduduk tertentu terhadap
serangan/penyebaran unsur penyebab penyakit menular
tertentu didasarkan tingkat kekebalan sejumlah tertentu
anggota kelompok tersebut. Herd immunity merupakan factor
utama dalam poses kejadian wabah di masyarakat serta
kelangsungan penyakit pada suatu kelompok penyakit
tertentu.
3. Angka Serangan (Attack Rate)
Adalah sejumlah kasus yang berkembang atau muncul
dalam satu satuan waktu tertentu dikalangan anggota
kelompok yang mengalami kontak serta memiliki resiko /
kerentanan terhadap penyakit tersebut. Angka serangan ini
bertunjuan untuk menganalisis tingkat penularan dan tingkat
keterancaman dalam keluarga, dimana tata cara dan konsep
keluarga, system hubungan keluarga dengan masyarakat
serta hubungan individu dalam kehidupan sehari-hari pada
kelompok populasi tertentu merupakan unit Epidemiologi

54 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


tempat penularan penyakit berlangsung (Darmawan, A., &
Epid, M, 2016).

B. Proses Penularan Penyakit dalam Populasi


Proses penularan penyakit dalam populasi adalah
mekanisime penularan (mode of transmissions) yakni berbagai
mekanisme di mana unsur penyebab penyakit dapat mencapai
manusia sebagai penjamu yang potensial. Mekanisme tersebut
meliputi cara unsur penyebab (agent) meninggalkan reservoir,
cara penularan untuk mencapai penjamu potensial, serta cara
masuknya ke penjamu potensial tersebut. Seseorang yang sehat
sebagai salah seorang penjamu potensial dalam masyarakat,
mungkin akan ketularan suatu penyakit menular tertentu sesuai
dengan posisinya dalam masyarakat serta dalam pengaruh
berbagai reservoir yang ada di sekitarnya. Kemungkinan tersebut
sangat di pengaruhi pula berbagai faktor antara lain: a). Faktor
lingkungan fisik sekitarnya yang merupakan media yang ikut
mempengaruhi kualitas maupun kuantitas unsur penyebab. b).
Faktor lingkungan biologis yang menentukan jenis vektor dan
resevoir penyakit serta unsur biologis yang hidup berada di
sekitar manusia. c). Faktor lingkungan sosial yakni kedudukan
setiap orang dalam masyarakat, termasuk kebiasaan hidup serta
kegiatan sehari-hari (Hulu, V. T dkk, 2020).
1. Komponen Proses Terjadinya Penyakit Menular
Penyakit menular dapat terjadi disebabkan oleh adanya
interaksi antara pejamu, penyebab penyakit, dan lingkungan,
dimana interaksi tersebut meliputi:
1.1 Agent (penyebab)
a. Protozoa: organisme uni celuler: Rhizopoda, ciliata,
Mastigopora, Sporozoa (Malaria).
b. Metazoa: organisme multiseluler: trichinosis, ascaris,
schistosomiasis, dll
c. Bakteri: Organisme Uniseluler : TBC, dll

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 55


d. Virus: DHF, Rabies, Influenza, encephalitis, dll.
e. Jamur: dapat berupa uni maupun multiseluler:
epidermafitosis, histoplasmosis, dll.
f. Riketsia: parasit intrasel: Q. fever, Scrub typhus
Agent penyebab: agent biologis tergantung pada: viabilitas
dan resistensi, virulensi, patogenitas: tidak menimbulkan
gejala menjadi inparent infecsion; menimbulkan gejala
menjadi apparent infection Cara penyerangan: invasi
langsunng, pembuatan toksin
1.2 Reservoir dari agent (penyebab)
Reservoir Habitat dimana agent penyakit menular hidup,
tumbuh dan berkembang biak
a. Reservoir manusia
1. Kasus akut dengan gejala klinis à jarang cepat terdiagnosis
cepat di tahun/dan orang sekitar waspad
2. Carrier cases orang-orang yang menderita infeksi tetapi
tidak menunjukkan gejala klinis.
(a). inapparent infection (dapat ditularkan peny. walaupun
tanda & gejala penyakit): poliomyelitis
(b). incubatory carrier (Kasus yang dapat menularkan
penyakit sebelum muncul tanda atau gejala klinis): hepatitis B
(c). Convalescent carrier (Dapat menularkan penyakit pada
periode penyembuhan atau sudah sembuh: salmonellosis
(d). Chronic carrier (Kasus yang berlanjut infeksius selama 1
tahun atau lebih): tifus, hepatitis virus, shigelosis, dll.
b. Binatang-binatang peliharaan disekitar kita
(anjing,kucing,kera,tikus, dll.)
c. Lingkungan: tanaman, tanah, air, jamur kebanyakan
reservoir tanah.
1.3 Portal dari agent untuk meninggalkan host.
a. Saluran pernafasan: mycobacteri tuberculosis
b. Saluran makanan: salmonella typhus
c. Sistem genito-urinarius: M. gonocccus

56 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


d. Kulit : lesi kulit, percutaneous melalui gigitan
e. Transplasental: rubella, hepatitis B
1.4 Cara penularan (transmisi) dari agent ke host baru.
a. Secara Langsung: “droplet spred”, person to person, bersin,
batuk, berbicara.
b. Secara tidak langsung: mekanisme terjadinya penyakit
melalui benda hidup maupun mati:
(a) Vehicle borne: air, makanan, susu, serum, plasma, dll.
(b) Vector borne: mekanik (E. histolytica) dan biologik (F.
Vivax).
(c ) Air borne: partikel debu: peny. Saluran pernafasan
1.5 Portal dari agent masuk ke host yang baru
Mekanisme terjadi seperti pada mekanisme agent
meninggalkan ke host
1.6 Kerentanan Host
a. Kerentanan host tergantung dari faktor genetika. Faktor
ketahanan tubuh secara umum, dan imunitas spesifik yang di
dapat.
b. Faktor ketahanan tubuh: kulit, selaput lendir, keasaman
lambung, silia pada saluran pernafasan, dan refleksi batuk.
c. Faktor yang meningkatkan kerentanan: malnutrisi,
menderita penyakit lain, depresi system imunologi
1.7 Agent (Penyebab)
a. Necessary: tanpa faktor ini tdk akan ada penyakit. Contoh
TBC.
b. Sufficent: dengan atau tidak adanya faktor ini sudah cukup
menimbulkan penyakit. Contoh saraf mata putus– buta. Buta
dapat disebabkan faktor lain.
c. Necessary & sufficent: untuk mengakibatkan suatu penyakit
faktor tersebut harus ada, tapi bila penyakit tersebut ada dan
faktor tersebut ada. Contoh HIVAIDS. Bila ada HIV pasti
terjadi AIDS.

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 57


2. Siklus Penularan Penyakit Menular
Penularan penyakit dapat terjadi dimana saja.
Mikroorganisme dapat masuk melalui saluran pernapasan bagian
atas, melalui kulit, usus, dan organ genital. Dan mikroorganisme
juga dapat hidup pada hewan, tumbuhan, tanah, air, dan udara.
Beberapa sifat dari mikroorganisme lebih pathogen dari yang lain
sehingga mampu menyebabkan penyakit. Ketika imun manusia
menuru, semua mikroorganisme mampu menyebabkan penyakit
dalam tubuh seperti Covid-19 ini.
Ketika manusia rentan terhadap penyakit maka dengan
mudah virus masuk kedalam tubuh dan menimbulkan kesakitan.
Banyaknya dosis mikroorganisme yang masuk ke dalam tubuh
manusia (host) sangat bervariasi tergantung dari jalan
masuknya.Seperti resiko infeksi yang rendah ketika
mikroorganisme kontak dengan kulit yang utuh dan resiko infeksi
meningkat ketika area kontak membran mukosa atau kulit yang
tidak utuh sehingga masuknya sejumlah kecil mikroorganisme
saja dapat mengakibatkan penyakit.
Sejumlah penyakit memerlukan kondisi-kondisi tertentu
untuk dapat menyebar (ditularkan) pada pihak lain (Amiruddin R,
2019), yaitu
1. Harus ada agen, sesuatu yang dapat menyebabkan penyakit
seperti virus, bakteri, jamur, parasite, riketsia.
2. Agen tersebut harus memiliki tempat hidup (pejamu atau
reservoir), sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak
di dalam tubuh manusia, tanpa gejala serta dapat menularkan
ke orang lain. Penularannya dapat melalui makanan atau air
yang terkontaminasi, dari gigitan hewan yang terinfeksi serta
serangga seperti malaria dan demam berdarah melalui
nyamuk.
3. Agen memiliki lingkungan yang tepat di luar pejamu agar
dapat bertahan hidup, setelah meniggalkan pejamunya,
mikroorganisme tersebut harus memiliki lingkungan yang

58 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


cocok agar dapat bertahan hidup lebih lama sampai dapat
menginfeksi ke orang lain.
4. Harus ada orang yang dapat terkena penyakit (pejamu yang
rentan). Orang yang selalu terpapar oleh agen penyebab
penaykit setiap hari tetapi tidak selalu menjadi sakit. Orang
yang rentan dapat terkena penyakit. Sebagian besar orang
tidak terkena penyakit karena mereka sudah pernah terpapar
oleh penyakit sehingga di dalam tubuhnya terbentuk antibodi
spesifik.
5. Agen (penyebab penyakit) memiliki cara berpindah
(transmisi) dari pejamu untuk menginfeksi pejamu lain yang
rentan.
Jenis Penularan

Sumber: Penularan penyakit - Wikipedia bahasa Indonesia,


ensiklopedia bebas, akses 19 Agustus 2021

Secara umum penularan penyakit dapat terjadi secara


langsung atau tidak langsung. Penularan penyakit secara langsung
dapat berupa dari orang yang terinfeksi, misalnya dari ibu ke bayi
dan juga dapat menular dari hewan ke manusia.Penularan secara
tidak langsung juga dapat terjadi ketika seseorang mengkonsumsi

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 59


makanan dan minuman yang terkontaminasi serta benda-benda
yang terkontaminasi virus atau bakteri sehingga dapat timbul
penyakit pada populasi.Penularan penyakit terdiri dari dua jenis
yaitu
a. Penularan secara langsung:
Penularan secara langsung (direct contact) merupakan
penularan penyakit yang terjadi melalui kontak kulit ke kulit (skin
to skin), melalui ciuman atau hubungan seksual, dan kontak
langsung dengan tanah. Penularan secara langsung yang disebut
sebagai suatu proses penularan dari orang ke orang, yaitu
perpindahan agen secara langsung dari pejamu atau reservoir ke
pejamu yang rentan. Penyakit yang termasuk dalam kategori
penularan secara langsung adalah penyakit sifilis, hepatitis,
HIV/AIDS, penyakit kulit, penyakit saluran pernapasan, herpes
simplex, gonorhoe, dan lain-lain (Najmah, 2016).Penularan
penyakit ini dapat terjadi melalui kontak langsung dengan pejamu
yang menderita penyakit, misalkan pejamu yang sehat
bersentuhan tangan dengan pejamu yang terkontaminasi, serta
adanya sentuhan kulit dan kulit, melakukan hubungan seksual
ataupun dengan berciuman.Penularan langsung yakni penularan
penyakit terjadi secara langsung dari penderita atau reservoir,
langsung ke pejamu potensial yang baru. (Irwan, 2017))
b. Penularan tidak langsung
Penularan tidak langsung yakni penularan penakit terjadi
dengan melalui media tertentu seperti melalui udara (air borne)
dalam bentuk droplet dan dust, serta melalui vechile borne, dan
vector borne (Irwan, 2017). Transmisi tidak langsung merupakan
penularan agen infeksius dari reservoir ke host oleh partikel yang
telah tersuspensi udara (airborne), benda mati, serta vector
(Najmah, 2016). Saat agen berpindah melalui organisme, benda
atau melalui perantara ke host yang rentan maka terjadi
penularan secara tidak langsung dan dapat menimbulkan

60 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


penyakit pada host itu sendiri. Beberapa cara penularan secara
tidak langsung seperti dibawah ini:
1) Penyakit bawaan melalui udara/pernapasan. Ketika droplet
atau partikel debu membawa bibit penyakit ke host maka
terjadi penularan melalui udara/pernapasan dan penularan
penyakit ini terjadi ketika seseorang bersin batuk, saat
berbicara, memercikkan bibit penyakit yang terbawa dalam
droplet ke udara dan dihirup atau diisap oleh seseorang yang
rentan dan berada di dekatnya, sehingga terjadi infeksi.
2) Bentuk penularan melalui udara hanya mungkin pada unsur
penyebab penyakit yang mempunyai daya tahan kuat
terhadap lingkungan dan kekeringan, misalnya basil
tuberculosis, difteria, dan virus smallpox. Proses penularan
juga dapat terjadi ketika droplet terbawa melalui saluran
pemanas atau pendingin ruangan yang dapat disebarkan
melalui kipas angina keseluruh ruangan. Jenis penularan
penyakitnya seperti penyakit melalui usus, melalui perantara
vector, melalui lesi/luka terbukan dan bawaan benda mati.

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 61


REFERENSI
Hulu, V. T., Salman, S., Supinganto, A., Amalia, L., Khariri, K.,
Sianturi, E., ...& Syamdarniati, S. (2020). Epidemiologi
Penyakit Menular: Riwayat, Penularan dan Pencegahan.
Yayasan Kita Menulis.
Darmawan, A., & Epid, M. (2016). Epidemiologi penyakit menular
dan penyakit tidak menular. JAMBI MEDICAL JOURNAL"
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan", 4(2).
Amiruddin, R. (2019). Kebijakan dan Respons Epidemik Penyakit
Menular. PT Penerbit IPB Press.
Yuzar, D. N. (2020). Penyakit Menular Dan Wabah Penyakit Covid-
19.
Carneiro, I. (2018). EBOOK: Introduction to Epidemiology. McGraw-
Hill Education (UK). Diakses 19 agustus 2021
Centers for Disease Control and Prevention. (2012). Principles of
Epidemiology in Public Health Practice, An Introduction to
Applied Epidemiology and Biostatistics: Lesson 1, Section
10: Chain of Infection. Akses tanggal Agustus 18, 2021.
Darmawan, A., & Epid, M. (2016). Epidemiologi penyakit menular
dan penyakit tidak menular. JAMBI MEDICAL JOURNAL"
Jurnal Kedokteran dan Kesehatan", 4(2).
World Health Organization. (2020). Transmisi SARS-CoV-2:
implikasi terhadap kewaspadaan pencegahan
infeksi. Pernyataan Keilmuan, 1-10.
Najmah, N. (2016). Epidemiologi Penyakit Menular.
Cicilia Windiyaningsih S. Epidemiologi Penyakit Menular-Rajawali
Pers. PT. RajaGrafindo Persada.

62 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


PROFIL PENULIS

Dr. Musdalifah Syamsul, S.KM., M.Kes.


Lahir di Ujung Pandang tanggal 14 Januari
1981. Lulus S1 di Jurusan Epidemiologi dan
Biostatistik, Program Studi Kesehatan
Masyarakat.Sekolah Tinggi ilmu Kesehatan
(STIK) Tamalatea tahun 2003, lulus S2 di
Jurusan Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Hasanuddin
(UNHAS) tahun 2011.Dan lulus pendidikan S3 pada Universitas
FotoPenulis
Negeri Makassar. Saat ini bekerja sebagai dosen pada Sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan (STIKES) Salewangang Maros.Pernah
mengikuti Peningkatan Kualitas Publikasi International
(Sandwich-Like) di University of Queensland tahun 2016.Pernah
sebagai presenter pada International Conference di UNM.Berbagai
tulisannya sudah termuat di berbagai jurnal baik nasional
maupun international. Salah satu tulisannya tentang The Roles of
family in Preventing Dengue Fever in Regency of Maros, South
Sulawesi, Indonesia teah dimuat pada IOP Conference Series, edisi
Juni 2018. Berbagai artikel penelitian dan buku telah diterbitkan
pada tingkat Nasional

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 63


BAB 5
STUDI ANALITIK DAN EKSPERIMEN
EPIDEMIOLOGI (KASUS PTM)
(Henni Kumaladewi Hengky, SKM., M. Kes.)
Universitas Muhammadiyah Parepare/Fakultas Ilmu Kesehatan;
Jln. Abu Bakar Lambogo No. 64 Kota Parepare, Tlp 082216812683
Email: hennikaysa14@gmail.com

A. Studi Analitik
Penelitian analitik atau yang biasa disebut dengan
penelitian inferensial merupakan penelitian yang bertujuan
untuk menjelaskan faktor-faktor risiko dan kausa penyakit,
memprediksi kejadian penyakit dan memberikan saran strategi
intervensi yang efektif untuk pengendalian penyakit(Murti,
2003). Pada penelitan analitik, hasilnya sudah tidak hanya
berhenti pada taraf penguraian atau pendeskripsian, akan
tetapi dilanjutkan sampai pada taraf pengambilan kesimpulan
yang berlaku secara umum serta menerangkan hubungan
sebab akibat dan biasanya sudah ada hipotesisnya.
Pengambilan keputusannya dilakukan dengan menggunakan
uji statistic (Arief,2003)(Susila & Suyanto, 2014).
Epidemiologi analitik adalah ilmu yang mempelajari
determinan yaitu faktor-faktor yang berhubungan dengan
kejadian dan distribusi penyakit atau masalah yang berkaitan
dengan kesehatan. (1) Epidemiologi analitik berkaitan dengan
menemukan penyebab infeksi atau penyakit untuk
mengidentifikasi intervensi penyakit. (2) Studi epidemiologi
analitik dikategorikan sebagai studi eksperimental dan
observasional. Studi analitik dilakukan untuk mendapatkan
hubungan antara paparan yang berbeda terhadap kondisi
penyakit untuk mendapatkan hasilnya secara terukur. (3)

64 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


Epidemiologi analitik menggabungkan kelompok pembanding
dalam desain penelitiannya (Amirah & Ahmaruddin, 2020).
Prinsip analisis dalam studi analitik adalah
membandingkan risiko terkena penyakit antara dua atau lebih
kelompok dengan menggunakan suatu desain studi misalnya
studi kasus-kontrol, studi kohor, eksperimen terandomisasi
(RCT), dan studi laboratorium. Analisis tersebut
memungkinkan pengujian hipotesis kausal. Analisis faktor-
faktor risiko kemudian diangkat menjadi analisis hubungan
kausal. Analisis kausalitas menjadi tidak sederhana karena
terdapat ketergantungan fenomena dalam system biologi yang
beroperasi di dalam maupun di luar populasi sasaran
penelitian(Susila & Suyanto, 2014). Epidemiologi analitik akan
menjawab pertanyaan :
1. Why, yaitu mengapa masalah kesehatan dapat terjadi di
masyarakat, maka untuk menjawabnya perlu dianalisis
faktor-faktor yang berpengaruh dalam perjalanan atau
perkembangan masalah kesehatan. Faktor-faktor tersebut
tidak terlepas dari variabel man, time, dan place.
2. How, yaitu bagaimana proses timbulnya masalah
kesehatan dan berkembang di masyarakat, berhubungan
dengan agen spesifik, vector, sumber infeksi, tingkat
kepekaan kelompok dan faktor lain sebagai contributor.
3. What now, yaitu apa yang selanjutnya dilakukan untuk
mengatasi masalah kesehatan tersebut setelah
mendapatkan informasi epidemiologi (Sulistyaningsih,
2011).
Berdasarkan kemampuan peneliti dalam mengendalikan
paparan atau perlakuan, studi analitik dibagi menjadi dua, yaitu
: (1) Studi observasional; dan (2) Studi eksperimental. Studi
observasional menggunakan pendekatan “alamiah”, mengamati
perjalanan alamiah peristiwa, membuat catatan siapa terpapar
dan tidak terpapar faktor penelitian, dan siapa mengalami dan

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 65


tidak mengalami penyakit yang diteliti(Murti, 2003). Studi
observasional adalah penelitian dimana si peneliti melakukan
pengamatan terhadap terjadinya penyakit pada kelompok
penduduk atau individu dari suatu kelompok penduduk
menurut faktor risiko (yang kita duga menjadi penyebab),
seperti mereka yang merokok dibandingkan dengan mereka
yang tidak (dalam mempelajari hubungan kausal antara
merokok dan timbulnya kanker paru), mereka yang telah lama
menggunakan tempe dalam makanan dan mereka yang tidak
pernah makan tempe (dalam mempelajari hubungan kausal
antara makan tempe – aflatoxin dan timbulnya kanker hepar
atau hati), atau antara wanita menikah dan yang tidak pernah
berhubungan kelamin (untuk mempelajari hubungan faktor
hubungan kelamin dengan timbulnya kanker mulut rahim), dan
sebagainya(Sutrisna, 2010).
Studi observasional adalah studi analitik yang
melakukan pengamatan hubungan paparan dan penyakit tanpa
memberikan intervensi (trial) pada penelitian, diibaratkan
“mengamati perjalanan alamiah sebagaimana apa
adanya(Nurmalita, 2021). Penelitian survei atau observasional
dapat digunakan untuk maksud: (1) penjajagan (eksploratif);
(2) deskriptif. Penelitian deskriptif dimaksudkan untuk
pengukuran cermat terhadap fenomena sosial; (3) penjelasan
(explanatory atau confirmatory); (4) evaluasi; (5) prediksi atau
meramalkan kejadian tertentu di masa yang akan datang; (6)
penelitian operasional; (7) pengembangan indicator-indikator
sosial(Susila & Suyanto, 2014).
Berdasarkan peran epidemiologi analitik dibagi dua : (1)
Studi observasional: Studi kasus kontrol (case control), studi
potong lintang (cross sectional) dan studi kohort; (2) Studi
eksperimental: Eksperimen dengan kontrol random
(Randomized Controlled Trial/RCT) dan eksperimen semu
(kuasi) (Amirah & Ahmaruddin, 2020).

66 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


1. Studi potong lintang (cross sectional)
Dalam studi analitik cross sectional mempelajari
hubungan antara faktor risiko dengan penyakit (efek),
observasi atau pengukuran terhadap variabel bebas (faktor
risiko) dan variabel tergantung (efek) dilakukan sekali
dalam waktu yang bersamaan. Studi cross sectional
mencakup semua jenis penelitian yang pengukuran variabel
–variabelnya dilakukan hanya satu kali, pada satu saat. Kata
satu saat bukan berarti semua subyek diamati tepat pada
saat yang sama, tetapi artinya tiap subyek hanya diobservasi
satu kali dan pengukuran variabel subyek dilakukan pada
saat pemeriksaan tersebut. Jadi pada studi cross sectional
peneliti tidak melakukan tindak lanjut terhadap pengukuran
yang dilakukan. Desain ini dapat digunakan untuk penelitian
deskriptif, namun juga dapat dilakukan untuk penelitian
analitik (Yayan Heryanto, 2019)
2. Kasus kontrol (case control)
Penelitian case control merupakan penelitian jenis
analitik observasional yang dilakukan dengan cara
membandingkan antara kelompok kasus dan kelompok
kontrol berdasarkan status paparannya. Hal tersebut
bergerak dari akibat (penyakit) ke sebab (paparan). Ciri –
ciri penelitian case control adalah pemilihan subyek yang
didasarkan pada penyakit yang diderita, kemudian
dilakukan pengamatan yaitu subyek mempunyai riwayat
terpapar atau tidak. Penelitian case control adalah suatu
penelitian analitik yang menyangkut bagaimana faktor risiko
dipelajari dengan menggunakan pendekatan “retrospektif”,
misalnya hubungan antara kejadian kanker serviks dengan
perilaku seksual, hubungan tuberculosis anak dengan
vaksinasi BCG atau hubungan antara status gizi bayi berusia
1 tahun dengan pemakaian KB suntik pada ibu (Puspitasari,
2021)

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 67


3. Kohort
Studi kohort adalah desain observasional yang
menganalisis efek yang ditimbulkan dari sebuah paparan
dengan membandingkan antara dua atau lebih kelompok
subyek penelitian. Kelompok studi didefinisikan
berdasarkan paparan penelitian yaitu kelompok yang
terpapar dan kelompok yang tidak terpapar yang kemudian
status penyakit (outcome) antara kelompok ini
dibandingkan. Pada awal pengamatan studi, semua subjek
bebas dari penyakit (outcome) yang diteliti sehingga jika
pada awal pengamatan terdapat subyek yang sakit, maka ia
akan diekslusi dari penelitian. Kohort adalah metode yang
tepat untuk menganalisis beberapa perubahan status
penyakit sebagai akibat dari yang ditimbulkan sebuah
paparan. Kelemahan utama desain kohort yaitu lamanya
durasi waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan
penelitian, jika efek yang diharapkan akibat paparan
tertentu tiddak muncul setelah selang beberapa lama waktu
pengamatan maka studi harus menambahkan durasi
pengamatan, durasi penelitian yang lama, memungkinkan
hilangnya subyek karena migrasi ataupun meninggal selama
masa pengamatan (loss to follow up) (Nurmalita, 2021).
Studi kasus mengenai penyakit Kardiovaskulas pada
Pasien Rawat Inap Dewasa menggunakan metode
observasional dengan desain potong lintang yang dilaksanakan
di salah satu RS Tipe A milik pemerintah di Jakarta(Opitasari &
Rif’ati, 2021). Penelitian tersebut untuk melihat diagnosis
sekunder terbanyak menurut kode International Statistical
Clasifikation of Disease and Related Helath Problems (ICD 10),
dan tarif INA-CBG/RS menurut deskripsi INA – CBG. Pada
penelitian ini studi potong lintang digunakan untuk memeriksa
status paparan dan status penyakit berdasarkan diagnose pada
titik waktu yang sama dari masing-masing individu dalam

68 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


sampel tersebut. Hal ini sesuai dengan tujuan dasar dari studi
observasional ialah menjawab apakah yang dihadapkannya
seseorang secara lebih sering pada faktor risiko tertentu
menambah kemungkinan orang tersebut mendapatkan
penyakit atau tidak(Sutrisna, 2010).
Studi kasus lain yaitu KLB Leptospirosis di Kabupaten
Bantul Dengan Penentuan Faktor Pendorong Penyebaran
Wabah Penyakit Berdasarkan Metode AHP- Delphi(Yuliana,
2019). Penelitian ini menggunakan analisis risiko sebagai
langkah mitigasi yang dapat dilakukan untuk menentukan
penyebaran, mengelompokkan, dan memprediksi terjadinya
leptospirosis di suatu wilayah. Sebelum membuat analisis
risiko, perlu ditentukan faktor apa saja yang menjadi
pendorong penyebaran wabah leptospirosis di Kabupaten
Bantul. Hal ini sesuai dengan definisi epidemiologi analitik
menurut (Murti, 2011), yang menyatakan bahwa epidemiologi
analitik adalah untuk menguji hipotesis dan menaksir
(mengestimasi) besarnya hubungan/pengaruh paparan
terhadap penyakit.

B. Studi Ekperimental
Penelitian eksperimental atau intervensional adalah
penelitian dengan pemberian perlakuan atau intervensi
terhadap subjek penelitian, peneliti akan mempelajari efek dari
intervensi tersebut. Penelitian eksperimental memiliki
kapasitas asosiasi yang lebih tinggi dari penelitian
observasional sehingga simpulan yang diperoleh lebih definitif.
Penelitian eksperimental memerlukan biaya yang tinggi dan
pelaksanaannya rumit sehingga penggunaannya lebih terbatas.
Penelitian eksperimental bersifat prospektif dan secara khusus
dirancang untuk mengevaluasi dampak langsung dari
pengobatan atau tindakan pencegahan terhadap penyakit
(Aisyah, 2019).

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 69


Studi eksperimental membagi subyek penelitian ke
dalam kelompok eksperimen (perlakuan) dan kelompok
kontrol untuk dilakukan perbandingan antara kelompok –
kelompok itu.Keputusan untuk memberikan atau tidak
memberikan perlakuan kepada kelompok – kelompok studi
idealnya dilakukan dengan teknik randomisasi (disebut juga
alokasi random, penunjukan random).Setelah suatu periode
waktu, status variabel hasil (outcome variabel) diperiksa pada
masing – masing subyek penelitian.Pengukuran variabel hasil
lalu dibandingkan antara kedua kelompok studi.Perbedaan
nilai yang teramati mengindikasikan pengaruh perlakuan
terhadap variabel hasil.Eksperimen dapat digunakan untuk
menguji efektivitas klinis obat – obatan, vaksin, prosedur
kedokteran dan bedah, maupun program kesehatan
masyarakat yang bersifat preventif. Eksperimen dilakukan di
dalam laboratorium, setting klinis (uji klinik), maupun di
lapangan (eksperimen lapangan dan intervensi
komunitas)(Murti, 2003).
Studi ekperimental memberi kesempatan kepada peneliti
untuk menunjuk individu-individu atau kelompok individu ke
dalam kelompok eksperimental atau kelompok kontrol,
idealnya dengan cara randomisasi. Bentuk dasarnya, studi
eksperimental membandingkan dua kelompok, yakni kelompok
yang mendapatkan perlakuan (disebut kelompok
eksperimental) dan kelompok yang mendapat perlakuan
kosong (placebo) atau alternative (disebut kelompok
kontrol).Setelah selang beberapa waktu di follow-up, kedua
kelompok diukur dalam hal perubahan status penyakit ataupun
perbedaan dalam merespon perlakuan.Perbedaan respon
antara kedua kelompok memungkinkan peneliti menarik
interferensi apakah perlakuan yang diberikan memang
memberikan pengaruh atau tidak.

70 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


Studi eksperimental dapat dikatakan sebagai metode
yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu
terhadap yang lain dalam kondisi yang terkendalikan. Tujuan
dari studi eksperimental adalah untuk mengukur efek dari
suatu intervensi terhadap hasil tertentu yang diprediksi
sebelumnya. Desain ini merupakan metode utama untuk
menginvestigasi teraoi baru. Studi eksperimental melibatkan
eksperimen laboratorium dalam kondisi in vitro dan dalam
kondisi in vivo (Amirah & Ahmaruddin, 2020).
Studi eksperimental membuat peneliti mempunyai
kontrol terhadap pemaparan. Tujuan dari assignment adalah
supaya kedua kelompok mempunyai kesamaan dalam faktor
risiko lainnya, kecuali pajanan (Handayani, 2018). Secara garis
besar ada dua jenis desain studi eksperimental yang digunakan
dalam epidemiologi, yaitu eksperimen random (Randomized
Controlled Trial/RCT) dan kuasi.
Eksperimen klinis dengan kontrol random atau
dikenal dengan istilah (Randomized Controlled Trial/RCT)
adalah salah satu desain studi eksperimen klinis yang pada
umumnya digunakan untuk mengevaluasi hasil pengobatan
yang kemudian berkembang dan digunakan juga untuk menilai
program pencegahan penyakit.Pada studi RCT, subyek
penelitian dipilih berdasarkan criteria eligbilitas-inklusi dan
ekslusi-penelitian, kemudian subyek yang eligible dialokasikan
ke dalam kelompok intervensi dan kelompok pembanding
menggunakan prosedur random (randomisasi).

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 71


Alur studi Randomized Controlled Trial/RCT

Sumber : Dasar Epidemiologi (Nurmalita, 2021), diakses pada


Agustus 15, 2021

Selain itu, eksperimen kuasi dapat menjadi alternative


penelitian eksperimen random. Pada eksperimen kuasi alokasi
subyek penelitian ke dalam kelompok studi dilakukan secara
non-randomisasi. Salah satu contoh penelitian dengan desain
eksperimen kuasi adalah evaluasi prevalensi stunting setelah
implementasi program perbaikan gizi pada balita (Nurmalita,
2021).

Eksperimen Epidemiologi
Eksperimen adalah studi dimana peneliti dengan sengaja
mengubah sebuah atau lebih faktor pada situasi yang terkontrol
dengan tujuan mempelajari pengaruh dari pengubahan faktor itu.
Dalam epidemiologi, studi eksperimental mengukur pengaruh
suatu perlakuan (intervensi) pada populasi dengan cara
membandingkan hasil –hasil perlakuan pada kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol (Last, 2001). Studi eksperimental disebut
juga studi intervensi (Hennekens dan Buring, 1987).Untuk
menghindari bias, anggota – anggota dari kelompok perlakuan
dan kelompok kontrol harus sebanding (comparable) kecuali
perlakuan yang diberikan. Alokasi individu-individu ke dalam

72 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


kelompok perlakuan atau kelompok kontrol idealnya dilakukan
dengan cara randomisasi. Eksperimen dapat dilakukan dalam
setting laboratorium, klinik, maupun lapangan atau komunitas.
Dikenal beberap jenis studi eksperimental(Murti, 2003): (1)
Eksperimen laboratorium; (2) Clinical trial; (3) Eksperimen
lapangan; (4) Studi intervensi komunitas.
1. Eksperimen laboratorium
Eksperimen laboratorium menaksir pengaruh faktor
biologis atau perilaku yang dicurigai merupakan faktor
risiko suatu penyakit (Kleinbaum et al., 1982). Unit
eksperimentasinya adalah individu. Populasi studi
biasanya sangat dibatasi, sehingga umumnya tidak
merepresentasikan populasi sasaran. Eksperimen
laboratorium biasanya berlangsung dalam jangka waktu
yang sangat pendek, dari beberapa jam hingga beberapa
hari. Sebagai contoh, peneliti mungkin berminat
mempelajari stressor akut tertentu dalam meningkatkan
kadar katekolamin dalam darah di antara subyek – subyek
sehat.
2. Clinical Trial
Clinical Trial (Randomized Clinical Trial, RCT, Uji Klinis)
merupakan eksperimen random dengan unit
eksperimentasi individu, yang dilakukan untuk menguji
efikasi intervensi terapetik ataupun preventative
(Kleinbaum et al., 1982). Clinical trial biasanya
berlangsung antara beberapa hari hingga beberapa tahun.
Sebagai contoh: riset tentang efikasi kemoterapi baru
dalam memperpanjang hidup anak yang menderita
leukemia akut limfatik; efikasi modifikasi diet pasca –
infark otot jantung dalam mencegah reinfarksi dan
kematian, dan sebagainya. Clinical trial dapat juga
digunakan untuk mempelajari hubungan etiologis yang

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 73


bukan terapetik maupun preventative, sepanjang etis
untuk dilakukan.
Keuntungan utama RCT adalah kemampuannya
mengontrol kerancuan dengan efektif. Beberapa masalah
bisa terjadi pada uji klinis. Masalah yang sering terjadi
adalah Confounding by Indication yaitu bias yang
diakibatkan perbedaan mendasar dalam prognosis antara
pasien-pasien yang diberi berbagai terapi sehingga
merancukan taksiran efek terapi (Rothman, 2002).
Masalah lain yaitu dalam memilih subyek hendaknya
dicegah kecenderungan untuk memilih subyek yang
memiliki kondisi penyakit yang ekstrim, yang akan
mengakibatkan regresi statistic (Vogt, 1993).
Jika kondisi penyakit ekstrim terjadi secara random
pada semua kelompok studi, maka akan terjadi bias
taksiran pengaruh perlakuan kearah nilai nol (tidak ada
pengaruh). Jika kondisi penyakit ekstrim terjadi secara
diferensial antara kelompok-kelompok studi, maka akan
terjadi bias taksiran menjauhi nilai nol.
Struktur Clinical Trial

Sumber : Studi Epidemiologi Analitik (Handayani, 2018). Diakses


pada Agustus 15, 2021

74 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


3. Eksperimen lapangan
Eksperimen lapangan (field trial) adalah jenis eksperimen
yang dilakukan di “lapangan” dengan individu-individu
yang belum sakit sebagai subyek (Rothman, 2002;
Rothman, 1986).Mirip dengan studi kohor prospektif, studi
ini diawali dengan memilih subyek-subyek yang belum
sakit.Subyek penelitian lalu dibagi ke dalam kelompok
eksperimen dan kelompok kontrol, lalu diikuti
perkembangannya apakah subyek mengalami penyakit
yang diteliti atau tidak.Subyek yang terjangkit dan tidak
terjangkit penyakit di antara kedua kelompok studi
kemudian dibandingkan, untuk menilai pengaruh
perlakuan.
Jika laju kejadian penyakit dalam populasi sangat rendah,
maka eksperimen lapangan membutuhkan jumlah subyek
penelitian yang sangat besar. Akibatnya dibutuhkan biaya
dan logistic yang sangat besar pula. Kekurangan lain, tidak
seperti uji klinis dimana peneliti dapat memperoleh
informasi yang diberikan pasien langsung di rumah sakit,
pada eksperimen lapangan kerap kali peneliti harus
mengunjungi subyek penelitian di lapangan (misalnya
sekolah, tempat bekerja, rumah).
4. Community Intervention
Community Intervention (intervensi komunitas)
merupakan studi eksperimental dimana intervensi
dialokasikan kepada komunitas, bukan kepada individu-
individu (Rothman, 2002; Rothman, 1986; Kleimbaum et
al., 1982). Community Intervention mengevaluasi dampak
implementasi suatu intervensi komunitas yang bertujuan
melakukan pencegahan primer melalui modifikasi faktor
risiko. Community Intervention berlangsung dalam jangka
waktu lama, biasanya lebih dari enam bulan. Unit
eksperimentasinya adalah kelompok. Karena jumlah

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 75


kelompok sedikit, maka alokasi random tidak memberikan
dampak kesebandingan penyebaran faktor-faktor diluar
intervensi sehingga umumnya yang dilakukan adalah
alokasi intervensi secara non-random.
Dilihat dari metode/model yang digunakan, penelitian
eksperimen dapat dibedakan menjadi beberapa, yaitu: Pre-
Experimental Design, True Eksperimental Design, Factorial
Design, dan Quasi Experimental Design. Hal ini dapat
digambarkan seperti gambar berikut (Sugiyono, 2001).
Gambar Berbagai Desain Penelitian Eksperimen

One-shot Case Studi


Pre-
Experimental One Group Pretest-Posttest

Intec- Group Comparison

Posttest Only Control Design


True-
Experimental

Pretest-Control Group Design

Macam
Design
Eksperimen

Factorial
Experimental

Time-Series Design
Quasi
Experimental

Nonequivalent Contol Group


Design

Sumber : Metode Penelitian Epidemiologi (Susila & Suyanto,


2014)

76 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


Pre-Experimental Desaigns (nondesigns)
Dikatakan pre-experimental design, karena design ini
belum merupakan eksperimen sungguh-sungguh, karena masih
terdapat variabel luar yang ikut bepengaruh terhadap
terbentuknya variabel dependen.Jadi hasil eksperimen yang
merupakan variabel dependen itu bukan semata-semata
dipengaruhi oleh variabel independen.Hal ini dapat terjadi, karena
tidak adanya variabel control, dan sampai tidak dipilih secara
random.Bentuk pre-ekperimental designs ada beberapa macam
yaitu (Susila & Suyanto, 2014):
1. One-Shot Case Study
Paradigma dalam design ini dapat digambarkan seperti
berikut :
X.0

X = treatment yang diberikan (variabel independen)


0 = observasi (variabel dependen)
Contoh :Pengaruh penyuluhan (X) terhadap partisipasi KB
(0). Terdapat kelompok wanita subur yang telah menikah
yang diberi penyuluhan, kemudian setelah selesai dan
beberapa waktu (bulan) diukur tentang partisipasi
kelompok wanita subur dalam mengikuti KB.
2. One-Group Pretest-Posttest Design
Apabila pada design one-shot case study, tidak ada
pretest, maka pada design ini terdapat present, sebelum
diberi perlakuan. Dengan demikian hasil perlakuan dapat
diketahui lebih akurat, karena dapat membandingkan
dengan keadaan sebelum diberi perlakuan. Desain ini
dapat digambarkan seperti berikut :

O₁ X O₂
O₁ = nilai pretest (sebelum diberi penyuluhan)
O₂ = nilai posttest (sebelum diberi penyuluhan)

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 77


3. Intact-Group Comparison
Pada desain ini terdapat satu kelompok yang
digunakan untuk penelitian, tetapi dibagi dua yaitu:
setengah kelompok untuk eksperimen (yang diberi
perlakuan) dan setengah untuk kelompok control (yang
tidak diberi perlakuan). Paradigme penelitian dapat
digambarkan sebagai berikut :

X O₁

O₁ = hasil pengukuran setengah kelompok yang diberi


perlakuan
O₂ = hassil pengukuran setengah kelompok yang tidak
diberi perlakuan
Pengaruh perlakuan = O₁ - O₂
Contoh: Terdapat sekelompok wanita subur yang
telah menikah, yang sebagian diberikan penyuluhan (O₁).
dan sebagian yang lain tidak diberi penyuluhan (O₂).
setelah beberapa waktu (bulan) diukur partisipasinya
dalam ber-KB, kelompok mana yang lebih berpartisipasi.
Jadi pengaruh penyuluhan terhadap partisipasi KB adalah
(O₁ - O₂).

True Experimental Design


Dikatakan true experimental (eksperimen yang betul-
betul), karena dalam design ini, peneliti dapat mengontrol semua
variabel luar yang mempengaruhi penelitian eksperimen. Dengan
demikian validitas internal (kualitas pelaksanaan rancangan
penelitian) dapat menjadi tinggi, ciri utama true experimental
adalah bahwa sampel yang digunakan untuk eksperimen maupun
sebagai kelompok control diambil secara random dari populasi
tertentu. Jadi cirinya aalah adanya kelompok control dari sampel
dipilih secara random. Disini dikemukakan dua bentuk design
true experimental design yaitu:

78 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


1. Postteest-Only Control Design
R X O2
R O3
Dalam design ini terdapat dua kelompok yang
masing-masing dipilih secara random (R). Kelompok
pertama diberi perlakuan (X) dan kelompok yang lain
tidak. Kelompok yang diberi perlakuan disebut kelomppok
eksperimen dan kelompok yang tidak diberi perlakuan
disebut kelompok control. Pengaruh adanya perlakuan
(treatment) adalah (O1:O2). Dalam penelitian yang
sesungguhnya, pengaruh treatment dianalisis dengan uji
beda, pakai statistik t – test (Sugiyono, 2001)
2. Pretest-Control Group Design
RO1 X O2
RO3 O4
Dalam design ini terdapat dua kelompok yang
dipilih secara random kemudian diberi pretest untuk
mengetahui adakah perbedaan antara kelompok
eksperimen dan kelompok control. Hasil pretest yang baik
bila nilai kelompok eksperimen tidak berbeda secara
signifikan. Pengaruh perlakuan adalah (O₂ -O₁) – (O₄ - O₃)

Factorial Design
Design factorial merupakan modifikasi dari design true
eksperimental, yaitu dengan memperhatikan kemungkinan
adanya vaiabel moderator yang mempengaruhi perlakuan
(variabel independen) terhadap hasil (variabel dependen).
Paradigma desain factorial dapat digambarkan seperti berikut :

R O1 X Y1 O2
R03 Y1 O4
R O5 Y2 O6
R O7 X Y2 O8

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 79


Quasi Eksperimentsl Design
Bentuk desaign ekspeimen ini merupakan
pengembangan dari true experimental design, yang sulit
dilaksanakan. Desain ini mempunyai kelompok control, tetapi
tidak dapat berfungsi sepenuhnya untuk mengontrol variabel-
variabel luar yang mempegaruhi pelaksanaan eksperimen.
Walaupun demikian desain ini lebih baik dari pre-experimental
desaign. Quasi-experimental design, digunakan karena pada
kenyataannya sulit mendapatkan kelompok control yang
digunakan untuk penelitian. Berikut ini dikemukakan dua bentuk
design quasi eksperimen, yaitu Time-Series Design dan
Nonequivalent Control GroupDesign.
1. Time Series Design

O₁O₂O₃0₄ X O₅O₆O₇O₈

Desain penelitian ini hanya menggunakan satu


kelompok saja, sehingga tidak memerlukan kelompok
control. Sebelum diberi perlakuan, dilakukan pretest
sampai empat kali, dengan maksud untuk mengetahui
kestabilan dan kejelasan keadaan kelompok sebelum
diberi perlakuan. Bila hasil pretest selama empat kali
ternyata nilainya berbeda-beda, berarti kelompok tersebut
keadaannya labil, tidak menentu dan tidak konsisten. Hasil
pretest yang baik adalah:O₁ = O₂ = O₃ = O₄
Setelah kestabilan keadaan kelompok dapat
diketahui dengan jelas, maka baru diberi perlakuan.
Setelah beberapa waktu, dilakukan dilaksanakan posttest
sampai empat kali. Hasil perakuan yang baik adalah:O₅ =
O₆ = O₇ = O₈.Besarnya pengaruh perlakuan adalah = (O₅ +
O₆ + O₇ + O₈) – (O₁ + O₂ + O₃ + O₄)
2. Nonequivalent Control Group Design)
Desain ini hampir mirip dengan pretest-postest
control group design, tetapi pada desain ini kelompok

80 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


eksperimen dan kelompok control tidak dipilih secara
random.
O₁ X O₂
O₃ O₄

Contoh: dilakukan penelitian untuk mencari


pengaruh adanya tambahan dosis obat pada sekelompok
pasien terhadap tekanan jantung. Dalam design penelitian
dipilih satu kelompok pasien, yang separuh diberi
perlakuan dengan ditambah dosis obat tertentu dan yang
separo tidak. O₁ dan O₃ merupakan tekanan jantung
sebelum diberi tambahan dosis. O₂ adalah tekanan jantung
setelah ditambah dosis O₄ tekanan jangtung yang tidak
diberi tambahan dosis. Pengaruh tambahan dosis terhadap
tekanan jantung adalah (O₂ O₁) – (O₄- O₃).

Dalam studi kasus untuk mengurangi emosi marah pada


pasien skizofrenia menggunakan penelitian single case design,
peneliti melakukan penanganan pada pasien skizofrenia dengan
memberikan spiritual emotional freedom technique (Seft) dan
Bibliotherapy yang disusun sebanyak 9 sesi, dan hasilnya
menunjukkan bahwa adanya penurunan emosi marah pada subjek
melalui pengukuran numerical rating scale yang sebelumnya
emosi marah berada pada angka 8.5 dan setelah terapi berada
pada angka 3(Mustajab, 2021).
Single case design merupakan desain eksperimental
adalah perwujudan dari pendekatan perilaku (behavioral
approach), yang mengutamakan perilaku nyata, seperti yang
dianjurkan dalam belajar operan. Desain eksperimen kasus
tunggal (single-case experimental design) merupakan sebuah
desain penelitian untuk mengevaluasi efek suatu perlakuan
(intervensi) dengan kasus tunggal. Kasus tunggal dapat berupa

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 81


beberapa subjek dalam satu kelompok atau subjek yang diteliti
adalah tunggal (n=1).
Penelitian lain untuk mencari pengaruh pendidikan
kesehatan dengan media video dan metode demonstrasi terhdap
pengetahuan SADARI menggunakan metode quasi eksperimen
dengan rancangan penelitian pre-post control design, dimana
kelompok kontrol diberikan demonstrasi, dilanjutkan dengan
pemberian post test. Sesuai dengan definisi dari quasi
experimental yang menyatakan bahwa desain penelitian ini
mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi
sepenuhnya untuk mengontrol variabel-variabel yang
mempengaruhi pelaksanaan eksperimen(Aeni & Yuhandini,
2018).

82 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


REFERENSI

Aeni, N., & Yuhandini, D. S. (2018). Pengaruh Pendidikan


Kesehatan Dengan Media Video Dan Metode Demonstrasi
Terhadap Pengetahuan SADARI. 2, 162–174.
Aisyah, S. (2019). Desain Penelitian. Universitas Padjajdaran.
Amirah, A., & Ahmaruddin, S. (2020). Konsep dan Aplikasi
Epidemiologi. Deepublish.
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=fk0PEAAAQ
BAJ&oi=fnd&pg=PP1&dq=studi+observasional+epidemiologi
+&ots=t6xd8eloeN&sig=CfBCrAxgXuhuNV7Z13T09D55RXc&
redir_esc=y#v=onepage&q=studi observasional
epidemiologi&f=false
Handayani, P. (2018). Studi Epidemiologi Analitik.
Murti, B. (2003). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi (Edisi
Kedu). Gadjah Mada University Press.
Mustajab, Q. A. (2021). SPIRITUAL EMOTIONAL FREEDOM
TECHNIQUE (SEFT) DAN BIBLIOTHERAPY: STUDI KASUS
UNTUK MENGURANGI EMOSI MARAH PASIEN SKIZOFRENIA.
Malang, Universitas Muhammadiyah.
Nurmalita, M. H. (2021). Dasar Epidemiologi. Yayasan Menulis
Kita.
https://books.google.co.id/books?hl=id&lr=&id=3yA5EAAAQ
BAJ&oi=fnd&pg=PA3&dq=studi+observasional+epidemiologi
+&ots=7cJ1qlQGB8&sig=YGFwKe-
L5iNo2OcO152uOuTl8V4&redir_esc=y#v=onepage&q=studi
observasional epidemiologi&f=false
Opitasari, C., & Rif’ati, L. (2021). Penyakit Kardiovaskular pada
Pasien Rawat Inap Dewasa: Studi Kasus dari Data Klaim BPJS
Rumah Sakit Pemerintah di Jakarta. Media Penelitian Dan
Pengembangan Kesehatan, 31(1), 75–84.
http://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/mpk/articl
e/view/3291

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 83


Puspitasari, H. (2021). Penelitian Case Control. Universitas
Padjajdaran.
Susila, & Suyanto. (2014). Metode Penelitian Epidemiologi Bidang
Kedokteran dan Kesehatan. Bursa Ilmu Karangkajen,
Yogyakarta.
Sutrisna, B. (2010). Pengantar Metode Epidemiologi (E.
Purwaningsih (ed.)). PT. Dian Rakyat- Jakarta.
Yayan Heryanto. (2019). Studi-Cross-sectional.
http://perpustakaanrsmcicendo.com/wp-
content/uploads/2019/05/Studi-Cross-sectional.Yayan-
Heryanto.pdf
Yuliana, D. K. (2019). PENENTUAN FAKTOR PENDORONG
PENYEBARAN WABAH PENYAKIT BERDASARKAN METODE
AHP - DELPHI ( STUDI KASUS : KLB LEPTOSPIROSIS DI
KABUPATEN BANTUL ) DRIVING FACTORS
DETERMINATION OF DISEASE OUTBREAK DISTRIBUTION
BASED ON THE AHP – DELPHI METHOD ( CASE STUDY : LEP.
Jurnal Alami (ISSN : 2548-8635), Vol. 3 No. 2, Tahun 2019,
3(2), 141–149.

84 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


PROFIL PENULIS

Henni Kumaladewi Hengky


Dosen di Program Studi Kesehatan
Masyarakat, Fakultas Ilmu Kesehatan,
Universitas Muhammadiyah Parepare
(UMPAR dan sebagai Kepala Laboratorium
Kesehatan.Lahir di Kota Parepare, Sulawesi
Selatan, 22 Juli 1983, menyelesaikan
pendidikan S1 dan S2 Di Universitas
Hasanuddin, Makassar dengan keahlian Epidemiologi.
Saat ini aktif dalam organisasi Komunitas Aisyiyah dan PERSAKMI
Kota Parepare. Tahun 2014-2016 menjadi Ketua “Analisa
Tuberkulosis (TB) Di Daerah Kabupaten Pinrang” melalui Hibah
Penelitian Community TB Care Aisyiyah dan Majelis PT Pimpinan
Pusat Muhammadiyah. Telah menulis buku: “Kupas Tuntas
Epidemiologi” [2019], buku chapter: “Pendidikan Tinggi Di Masa
Pandemi: Tantangan & Strategi Antologi Pemikiran Dosen APTISI
Ajatappareng Mendorong PTS Tangguh” [2020] dan “Optimisme
Menghadapi Tantangan Pandemi COVID-19: Gagasan dan
Pemikiran Dosen Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Parepare” [2021].

Email Penulis : hennikaysa14@gmail.com

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 85


BAB 6
UKURAN MORBIDITAS EPIDEMIOLOGI
(Rahmat Haji Saeni, SKM., MPH.)
Poltekkes Kemenkes Mamuju,
Jalan Pros Mamuju – Kalukku KM 16 Tadui, 081355346080
rahmathajisaeni@gmail.com

A. Konsep Penyakit
Penyakit pada dasarnya adalah setiap gangguan di dalam
fungsi maupun struktur tubuh seseorang. Penyakit, sakit, cedera,
dan gangguan semuanya sikelompokkan pada instilah tunggal
morbiditas. Morbiditas umumnya dinyatakan dalam bentuk angka
prevalensi dan insidensi yang bersifay umum maupun yang
spesifik.
Salah satu yang menjadi gangguan bagi manusia yang telah
dikenal sejak dahulu adalah penyakit. Pada awal mula kejadian
penyakit, hal tersebut dapat terjadi akibat adanya gangguan
mahluk halus atau murkanya sang pencipta. Namun seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan, Hipocrates
mengembangkan suatu teori kejadian penyakit. Dalam teorinya
kejadian penyakit disebabkan karena adanya ketidak seimbangan
lingkuangan yang terdiri dari air, udara, tanah, cuaca dana lainnya
Selain itu, teori kejadian penyakit pada masyarakat cina
dikenal karena adanya ketidak seimbangan cairan yang ada dalam
tubuh seseorang. Teori tersebut mengemukan bahwa dalam tubuh
manusia memiliki 4 jenis cairan. Yaitu cairan putih, kuninf, merah,
dan hitam. Kemudian juga berkembang teori kejadian penyakit
disebakan karena adanya pembusukan dari sisa – sisa mahluk
hidup yang mencemari udara.Perubahan teori kejadian penyakit
yang sangat signifikan terjadi saat ditemukannya mikroskop, yang
menyebabkan teori kejadian penyakit beralih pada konsep jasad
renik, serta disusul dengan teori imunitas dan hormonal(Noor,
2008).

86 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


Kejadian penyakit pada kelompok poulasi menjadi sesuatu
yang menakutan. Oleh sebab itu perlu dilakukan pendekatan
ilmiah agar keresahan tersebut dapat daiatasi. Epidemiologi
merupakan suatu ilmu yang banyak menggunakan pendekatan
kuantitatif untuk menghitung dari hal hal yang sederhana samapi
dengan yang kompleks.
Penilaian kejadian penyakit pada populasi dapat dilakukan
dengan perhitungan frekuensi pada penyakit. Dari hasi
perhitungan frekuensi kejadian penyakit yang sederhana dapat
menghasilkan informasi yang lebih rinci.

B. Definisi Morbiditas
Morbiditas merupakan angka atau ukuran tentang kesakitan
(keluhan kesehatan) dalam suatu wilayah. Selain itu, morbiditas
juga disebut sebagai kondisi seseorang dikatakan sakit apabila
apabila keluhan kesehatan yang dirasakan menyebabkan
terganggunya aktivitas sehari hari yaitu tidak dapat melakukan
kegiatan bekerja, mengurus rumah tangga, dan kegiatan normal
sebagaimana biasanya. Jika dibandingkan dengan angka kematian,
maka angka kesakitan ini lebih penting karena angka kesakitan
yang tinggi dapat memicu terjadinya angka kematian yang tinggi.
Dengan demikian akan berdampak pada angka harapan hidup
disuatu wilayah. Berikut adalah rumus dari angka kesakitan/
Morbiditas:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖
𝑘𝑒𝑙𝑢ℎ𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑠𝑒ℎ𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑛
𝑡𝑒𝑟𝑔𝑎𝑛𝑔𝑔𝑢 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓𝑖𝑡𝑎𝑠𝑛𝑦𝑎
𝐴𝑀 = 𝑥 𝐾𝑜𝑛𝑠𝑡𝑎𝑛𝑡𝑎
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑃𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘

C. Ukuran Morbiditas
Rasio, Proporsi dan Rate
Maksud dari perhitungan frekuensi penyakit adalah untuk
menilai keadaan suatu penyakit pada suatu populasi tertentu.
Oleh sebab itu pemahaman dalam penggunaan perhitungan

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 87


frekuensi tersebut harus dipahami. Pada dasarnya ukuran dari
frekuensi dapat dibedalan menjadi tiga yaiturasio, proporsi dan
rate(Murti, 1997):
1. Rasio
Rasio adalah nilai yang dihasilkan dari perbandingan dua nila
kuantitatif yang keduanya bukan bagian dari satu dengan yang
lainnya. Nilai rasio jarang digunakan, kecuali pada kasus
tertentu. Seperti rasio jenis kelamin (sex ratio), rasio
morbiditas dalan lainnya. Adapun rumus sari rasio adalah
sebagai berikut(Noor, 2008) :
𝒙
𝑹𝒂𝒕𝒊𝒐 =
𝒚
Contoh, rasio penduduk yang berjenis kelamin perempuan
dengan laki laki adalah 4:1
2. Proporsi
Proporsi adalah perbandingan dua ukuran kuantitas antara
numerator dengan denumerator yang mengandung unsur
kuantitas numerator. Atau perbandiangan antara pembilang
dengan penyebut, dimana pembilang itu adalah bagian dari
pada penyebut. Adapun rumus dari proporsi adalah;
𝒙
𝑷𝒓𝒐𝒑𝒐𝒓𝒔𝒊 =
𝒙+𝒚
Contoh, proporsi mahasiswa yang berjenis kelamin
perempuan dengan mahasiswa berjenis kelamin laki –laki.
3. Rate
Rate adalah ukuran proporsi yang mamasukkan unsur periode
waktu pengamata dalam denomeratornya. Selain itu, rate juga
merupakan gambaran kecepatan kejadian. Adapun rumus dari
rate adalah:
𝒙
𝑷𝒓𝒐𝒑𝒐𝒓𝒔𝒊 = 𝐱 𝐰𝐚𝐤𝐭𝐮
𝒙+𝒚

88 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


Insidensi, Prevalensi dan Angka Serangan
Angka kesakitan dalam epidemiologi yang sering digunakan untuk
menggamabrkan angka kejadian penyakit dipopulasi terdiri dari
tiga, yaitu insidensi, prevalensi dan angka serangan
1. Insidensi
Insidensi adalah jumlah kasus baru dari suatu penyakit
tertentu dalam suatu \ populasi selama suatu waktu periode
tertentu. Istlah sederhana dari insiden adalah kasus baru.
Jumlah kasus yang terjadi pada suatu populasi pada suatu
waktu tertentu tidak hanya ditentukan pada frekuensi kasus
baru yang terjadi serta hasil diagnosis, akan tetapi juga dapat
dipengaruhi oleh durasi rata – rata kejadian suatu penyakit
(masa pemulihan tau kematian). Sehingga dampaknya adalah
bervariasinya insidensi antara populasi dengan populasi
lainnya(Bonita & Kjellström, 2006).
a. Insidensi Kumulatif
Insidensi kumulatif adalah proporsi orang atau individu
dalam suatu kelompok populasi yang semula terdiri dari
orang – orang yang bebas dari penyakit kemdudai
mengalami suatu penyakit tertentu dalam satu periode
tertenstu. Parameter insidensi kumulatif menunjukkan
taksiran probabilitas (risiko) individu untuk terpapar atau
menderita penyakit dalam suatu jangka waktu. Insidensi
kumulatif merupakanproprsi orang yang terkena penyakit
diantara semua orang yang berisiko terkena penyakit
tertenstu. Nilai kumulatif insidensi selalu bernilai antara 0
dengan 1. Hal ini disebadkan karenakumulatif insidensi
merpakan bagian dari probalilitas (kemungkinan). Berikut
adalah rumus dari insidensi kumulatif(Kleinbaum et al.,
2007).

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 89


𝐼𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛𝑠𝑖 𝐾𝑢𝑚𝑢𝑙𝑎𝑡𝑖𝑓
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑛𝑎 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡
𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
=
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑛𝑎
𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒
𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡
Kegunaan Insidensi kumulatif adalah:
1) Sebagai ukural alternative laju insidensi dalam
mempelajari etiologi penyakit
2) Mengetahui risiko populasi untuk mengalami prognosis
(akibat lanjut) dari suatu penyakit
3) Mengetahui kelompok kelompok dalam populasi yang
memerlukan intervensi kegiatan.
b. Insidensi rate
Insidensi rate biasa juga disebut laju insidensi adalah
ukuran yang menunjukkan kecepatan kejadian (Kasus
baru) suatu penyakit pada populasi. Sebagai ukuran
kecepatan kejadian penyakit, maka nilai dari insidensi rate
dimulai dari nol sampai tak terhingga. Adapun
denomeratornya adalah tidak hanya terdiri dari komponen
jumlah orang akan tetapi juga terdiri dari lama orang
tersebut dalam risiko. Berikut adalah rusmus insidens rate
per 1000 populasi(Gordis, 2009).
𝐼𝑛𝑠𝑖𝑑𝑒𝑛𝑠 𝑟𝑎𝑡𝑒
𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑏𝑎𝑟𝑢 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡
𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑠𝑢𝑎𝑡𝑢 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
= 𝑥 1000
𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜 𝑚𝑒𝑛𝑔𝑎𝑙𝑎𝑚𝑖
𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢
𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎
Angka insidensi dalam epidemiologi merupakan ukuran yang
penting dan banyak digunakan. Untuk mendapatkan insidensi
harus dilakukan dengan melakukan pengamatan kelompok
penduduk yang mempunyai risiko terkena penyakit yang ingin
dicari yaitu dengan mengikuti secara prospektif untuk

90 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


menentukan insidensi. Terdapat beberapa prinsip penggunaan
angka insidensi(Timmreck, 2004):
a. Angka insidensi dapat digunakan untukmengestimasi
probabilitas atau risikoterkena suatu penyakit selama satu
periode waktu tertentu
b. Apabila angka insidensi meningkat, kemungkinan atau
probabilitas risiko terkena penyakit juga meningkat
c. Apabila angka insidensi secara konsisten lebih tinggi
selama kurun waktu tertentu dalam satu tahun (seperti
pada musim dingin), risiko untuk terkena penyakit pada
saat itu meningkat (waktu)
d. Apabila angka insidensi secara konsisten lebih tinggi
diantara mereka yang tinggal disuatu tempat tertentu,
risiko seseorang meningkat untuk terkenan penyakit jika
orang tersebut tetap tinggal ditemapt itu.
2. Prevalensi
Prevalensi adalah jumlah kasus penyakit, orany yang
terinfeksi, atau kondisi yang ada pada satu waktu tertenstu
dihubungakan dengan besar populasi dari mana kasus itu
berasal. Prevalensi juga merupakan angka kejadian suatu
penyakit pada populasi tertensu serta pada waktu tertentu
pula (Szklo & Nieto, 2019). Bedanya adalah pembilang pada
prevalensi tidak hanya terdiri dari individu (orang) yang baru
sakit (kasus baru) selama pada waktu tertenstu, akan tetapi
juga termasuk individu (orang) yang telah sakit sebelum masa
waktu tersebut (kasus lama) selama beberapa beberapa waktu
dari jeda tersebut. Terdapat beberapa factor yang
mempengaruhi prevalensi dalam suatu populasi, diantaranya
adalah(Timmreck, 2004):
a. Penyakit baru muncul pada populasi, sehingg berdampak
pada meningkatnya angka insidensi. Jika insidensi
meningkat, maka secara otomatis juga terjadi peningkatan
angka prevalensi

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 91


b. Durasi penyakit berpengaruh pada prevalensi. Apabila
penyakit memiliki durasi yang panjang, maka prevalensi
juga akan lebih lama berada pada posisi yang tinggi
c. Intervensi dan perlakuan mempunyai efek pada prevalensi.
Apabila jumlah kasus berhasil diturunkan melalui
intervensi, durasi penyakit dan jumlah kasus akan
menurun sehingga prevalensi juga menurun.
d. Semakin banyak populasi yang sehat dan tidak
berpenyakit, maka akan menerunkan prevalensi penyakit
akut dank arena orang yang sehatmenjadi semakin
tangguh, durasi kehidupan akan meningkat demikian pula
dengan harapan hidup dari populasi tersebu.
Terdapat dua jenis prevalensi, yaitu point prevalensi
(prevalensi titik) dan periode prevalensi (prevalensi periode.
a. Point perevalesi
Point prevalensi adalah jumlah kasus individu yang
mengalami suatu penyakit, kondisi atau kesakitan pada
satu titik waktu yang spesifik atau jumlah kasus yang ada
pada satu titik waktu. Point prevalensi mengukur
keberadaan suatu penyakit, kondisi pada satu titik waktu
yang singkat, secara teoritis menghentikan waktu semenit,
sejam atau sehari dan menghitung kasus penyakiy yang
ada.
Prevalensi titik merupakan proporsi yang menunjukkan
status penyakit pada populasi pada suatu saat. Prevalensi
merupakan taksiran probabilitas (risiko) seotang untuk
sakit pada titik waktu tersebut. Berikut adalah rumus
point prevalensi:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝐾𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 (𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢)
𝑝𝑝 = 𝑥 (𝑘)
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑃𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑢𝑑𝑖 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢
*pp = Point Prevalensi

92 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


b. Periode prevalensi
Periode prevalensi merupakan perpaduan prevalennsi titik
dan insidensi. Periode prevalensi adalah probabilitas
individu dari populasi untuk terkena penyakit pada saat
dimulainya pengamatan, atau selama jangka waktu
pengamatan. Periode prevalensi lebih rumit jika
dibandingkan dengan point prevalensi. Periode prevalensi
mencakup ytotal individu yang pernah mengalami
penyakit yang menjadi sorotan pada satu titik dalam
periode waktu tertentu. Semua orang dengan penyakit
dimasukkan dalam perhitungan. Perhitungan juga
memasukkan kasus baru (Insidensi) yang terjadi selama
periode waktu studi, begitupun juga dengan kekambuhan
(recurrence) penyakit selama satu periode waktu yang
berurutan (biasanya dalam satu tahun). Berikut rumus
periode prevalensi:
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑑𝑎
pp = 𝑥 1000
𝑅𝑎𝑡𝑎 − 𝑟𝑎𝑡𝑎 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑠𝑡𝑢𝑑𝑖
*pp = Periode prevalensi
Interpretasi periode prevalensi sulit dibuat, disebabkan
oleh perpaduan antara refleksi kasus lama (prevalensi)
dan kasus baru (insidensi) penyakit.
c. Angka Serangan
Angka serangan adalah angka insidensi kumulatif dan
dipakai dalam epidemi. Angka serangan menunjukkan
insidensi orang sakit yang menampakkan tanda tanda dan
gejala penyakit dan juga mencakup kasus infeksi yang tidak
tampak. Angka serangan paling sering digunakan pada
situasi KLB seperti keracunan makanan. Konsep
epidemiologi digunakan untuk mementukan ada tidaknya
asosiasi di antara risiko pajanan (memkan makanan) pada
suatu kejadian khusus dan penyakit tertentu. Terdapat tiga
rumus angka serangan(Timmreck, 2004):

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 93


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑘𝑖 𝑎𝑘𝑖𝑏𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡
𝑎𝑠𝑘 = 𝑥 100
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑛𝑔ℎ𝑎𝑑𝑖𝑟𝑖 𝑎𝑐𝑎𝑟𝑎
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑘𝑖 (𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑏𝑎𝑟𝑢)
𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
𝑎𝑠𝑢 = 𝑥 100
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖𝑘𝑜
𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑠𝑡𝑢
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛
𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢 𝑑𝑎𝑛 𝑚𝑒𝑛𝑗𝑎𝑑𝑖 𝑠𝑎𝑘𝑖𝑡
𝑎𝑠𝑚𝑗𝑚 = 𝑥 100
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑚𝑒𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛
𝑚𝑎𝑘𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
*ask = Angka serangan kasar
asu = angka serangan umum
asmjm = Angka serangan menurut jenis makanan

Angka serangan sekunder


Angka serangans sekunder digunakan dalam investigasi
penyakit infeksius dengan periode waktu yang terbatas
dan pathogen yang terlibat memiliki masa inkubasi
pendek. Angka serangan sekunder seringkali digunakan
pada saat kasus suatu penyakit terjadi dalam rumah yang
sama atau kelompok kerja yang sama, dan saat kaus primer
terjadi dalam periode waktu sebelum orang lain dalam
kelompok yang sama terkena penyakit. Jika orang lain
dalam kelompok jatuh sakit dan kejadiannya disebakan
karena infeksi primer, maka mereka dikelompokka
kedalam kasus sekunder. Berikut adalah rumus angka
serangan sekunder(Timmreck, 2004):
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑗𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑛𝑎
𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑖𝑛𝑘𝑢𝑏𝑎𝑠𝑖
𝑎𝑠𝑠 = 𝑥 100
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑜𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑝𝑎𝑗𝑎𝑛
𝑜𝑙𝑒ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑝𝑟𝑖𝑚𝑒𝑟
*ass = angka serangan sekunder

94 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


REFERENSI

Bonita, R., & Kjellström, R. B. T. (2006). Basic epidemiology. In


Gynaecological Oncology for the MRCOG and Beyond, Second
Edition. World Health Organization.
Gordis, L. (2009). Epidemiology. In Handbook of Modern Hospital
Safety, Second Edition. Elsevier.
https://doi.org/10.5005/jp/books/12495_3
Kleinbaum, D. G., Sullivan, K. M., & Barker, N. D. (2007). A Pocket
Guide to Epidemiology. In Springer.
Murti, B. (1997). Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Gadjah
Mada University Press.
Noor, N. N. (2008). Epidemiologi (Edisi Revi). Rineka Cipta.
Szklo, M., & Nieto, F. J. (2019). Epidemiology: Beyond the Basics.
Jones & Bartlett Learning.
Timmreck, T. C. (2004). Epidemiologi: Suatu Pengantar (P.
Widyastuti (ed.); 2nd ed.). EGC.

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 95


PROFIL PENULIS

Rahmat Haji Saeni


Rahmat Haji Saeni yang akrap disapa Rahmat,
adalah salah seorang dosen tetap program
Diploma III Gizi Poltekkes Kemenkes Mamuju,
Sulawesi Barat sejak tahun 2015. Awal Karir
sebagai dosen dimulai sejak tahun 2009 pada
beberapa perguruan tinggi Swasta di Kota
Makassar, Sulawesi Selatan. Menyelesaikan
pendidikan S1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin pada tahun 2008, sedangkan Pendidikan S2 dari
Program Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran
Universitas Gadjah Mada tahun 2012. Saat ini, tercatat sebagai
mahasiswa Program Studi S3 Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Hasanuddin.
Selain menjalankan tugas tridarma perguruan tinggi, juga aktif
pada berbagai kegiatan keorganisasian dan sebagai reviuwer
jurnal. Disamping itu, juga aktif dalam mengikuti kegiatan
pertemuan ilmiah baik di tingkat nasional maupun ditingkat
internasional. Salah satu Prestasi yang pernah diperoleh adalah
best oral Presenter pada kegiatan Interprofessional Collaboration
On Urban Health; A StreategyFor All Nation tahun 2019.

96 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


BAB 7
UKURAN MORTALITAS EPIDEMIOLOGI
(Siti Rahmah, SKM., MPH.)
Institusi : Poltekkes Kemenkes Mamuju
Alamat : Perumahan Griya Cahaya Masannang 1 Blok D No. 12,
Kabupaten Mamuju, Sulawesi Barat
Telp : 08114212662
Email : sitirahmah.akhsan@gmail.com

A. Ukuran Mortalitas
Jenis angka kematian (mortality rate) yang sering digunakan
dalam epidemiologi adalah :
1. Angka Kematian Kasar (Crude Death Rate)
Angka kematian kasar menunjukkan banyaknya kematian
untuk setiap 1000 orang penduduk pada pertengahan
tahun yang terjadi pada suatu daerah pada waktu tertentu.
Angka ini berguna untuk memberikan gambaran mengenai
keadaan kesejahteraan penduduk pada suatu tahun.
Perhitungan angka kematian kasar
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑝𝑒𝑟 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
(CDR𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑋1000
2. Angka Kematian Bayi (Infant Mortality Rate)
Angka kematian bayi menunjukkan banyaknya kematian
bayi usia 0 tahun dari setiap 1000 kelahiran hidup pada
tahun tertentu atau dapat dikatakan juga sebagai
probabilitas bayi meninggal sebelum mencapai usia satu
tahun (dinyatakan dengan per seribu kelahiran hidup).
Perhitungan angka kematian bayi (IMR) :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑘 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑘𝑢𝑟𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑎𝑟𝑖 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
X 1.000
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑙𝑎ℎ𝑖𝑟𝑎𝑛 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑑𝑖 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎

Angka kematian bayi merupakan indikator yang penting


untuk mencerminkan keadaan derajat kesehatan di suatu

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 97


masyarakat, karena bayi yang baru lahir sangat sensitif
terhadap keadaan lingkungan tempat orang tua si bayi
tinggal dan sangat erat kaitannya dengan status sosial
orang tua si bayi. Kemajuan yang dicapai dalam bidang
pencegahan dan pemberantasan berbagai penyakit
penyebab kematian akan tercermin secara jelas dengan
menurunnya tingkat angka kematian bayi. Dengan
demikian angka kematian bayi merupakan tolak ukur yang
sensitif dari semua upaya intervensi yang dilakukan oleh
pemerintah khususnya di bidang kesehatan (Badan Pusat
Statistik, 2019).

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019


(Kementerian Kesehatan RI, 2020).
3. Angka Kematian Bayi Baru Lahir (Neonatal Mortality Rate)
Neonatal adalah masa dimana usia bayi 0 – 28 hari. Pada
masa ini terjadi perubahan yang sangat besar dari
kehidupan di dalamrahim dan terjadi pematangan organ
hampir pada semua sistem. Bayi hingga usia kurang satu
bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko
gangguan kesehatan paling tinggi dan berbagaimasalah
kesehatan bisa muncul, sehingga tanpa penanganan yang
tepat, bisa berakibat fatal(Kementerian Kesehatan RI,
2020).

98 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


Perhitungan angka kematian neonatal (NMR) :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑦𝑖 𝑏𝑒𝑟𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑑𝑖 𝑏𝑎𝑤𝑎ℎ 28 ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑋1.000
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑙𝑎ℎ𝑖𝑟𝑎𝑛 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑑𝑖 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎
Angka ini dapat dimanfaatkan untuk menyusun
program-program dalam mengurangi angka kematian
neonatal dengan program pelayanan kesehatan Ibu
hamil, misalnya program pemberian pil besi dan
suntikan anti tetanus(Badan Pusat Statistik, 2019).Pada
tahun 2019, penyebab kematian neonatal adalah kondisi
berat badan lahirrendah (BBLR) (35,3 %), asfiksia (27 %),
kelainan bawaan (21,4 %), sepsis (12,5 %), tetanus
neonatorium (3,5 %), dan penyebab lainnya (0,3 %)
(Kementerian Kesehatan RI, 2020).
4. Angka Kematian Post neonatal
Post neonatal adalah masa dimana bayi berusia 29 hari
sampai 11 bulan. Angka ini berguna untuk
mengembangkan program imunisasi, serta program-
program pencegahan penyakit menular terutama pada
anak-anak, program penerangan tentang gizi dan
pemberian makanan sehat untuk anak dibawah usia 5
tahun(Badan Pusat Statistik, 2019).
Perhitungan angka kematian post neonatal:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑦𝑖 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟𝑎 29 ℎ𝑎𝑟𝑖 𝑠𝑎𝑚𝑝𝑎𝑖 11 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛
𝑋 1.000
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑙𝑎ℎ𝑖𝑟𝑎𝑛 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑑𝑖 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎
Penyakit infeksi menjadi penyumbang kematian pada
kelompok anak usia 29 hari - 11 bulan di tahun 2019 yaitu
pneumonia (15,9 %), diare (12,1 %), kelainan saluran
cerna (2,9 %), kelainan saraf (1,3 %), malaria (0,3 %),
tetanus (0,1 %), dan penyebab lainnya (Kementerian
Kesehatan RI, 2020).
5. Angka Kematian Balita (Childhood Mortality Rate)
Balita adalah masa anak berusia 0 – 59 bulan. Angka ini
merefleksikan tinggi rendahnya angka kematian bayi dan
angka kematian anak. Indikator ini terkait langsung dengan

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 99


target kelangsungan hidup anak dan merefleksikan kondisi
sosial, ekonomi dan lingkungan anak-anak bertempat
tinggal termasuk pemeliharaan kesehatannya. Angka
Kematian Balita kerap dipakai untuk mengidentifikasi
kesulitan ekonomi penduduk (Badan Pusat Statistik, 2019).
Perhitungan angka kematian balita:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 0−59 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 0−59 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 X 1.000
𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛

Pada tahun 2019, dari 29.322 kematian balita, 69%


(20.244 kematian) diantaranya terjadi pada masa
neonatus. Dari seluruh kematian neonatus yangdilaporkan,
80% (16.156 kematian) terjadi pada periode enam hari
pertama kehidupan. Sementara,21% (6.151 kematian)
terjadi pada usia 29 hari – 11 bulan dan 10% (2.927
kematian) terjadi padausia 12 – 59 bulan(Kementerian
Kesehatan RI, 2020).
6. Angka Kematian Anak (Child Mortality Rate)
Angka kematian anak merupakan jumlah kematian anak
berusia 12 – 59 bulan selama satu tahun tertentu per 1000
anak umur yang sama pada pertengahan tahun itu.
Penyebab kematian terbanyak pada anak berusia 12- 59
bulan adalah diare.Penyebab kematian lain di antaranya
pneumonia, demam, malaria, difteri, campak, dan
lainnya(Kementerian Kesehatan RI, 2020).
Perhitungan angka kematian anak:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑛𝑎𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 12−59 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑢𝑚𝑢𝑟 12−59 𝑏𝑢𝑙𝑎𝑛 X 1.000
𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑔𝑎ℎ𝑎𝑛 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛
7. Angka Kematian Ibu (Maternal Mortality Rate)
Angka kematian ibu merupakan rasio kematian ibu selama
masa kehamilan, persalinan dan nifas yang disebabkan
oleh kehamilan, persalinan, dan nifas atau pengelolaannya

100 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


tetapi bukan karenasebab-sebab lain seperti kecelakaan
atau insidental di setiap 100.000 kelahiran hidup.
Perhitungan angka kematian ibu (MMR) :
𝐽𝑢𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑖𝑏𝑢 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑡𝑎ℎ𝑎𝑝 𝑘𝑒ℎ𝑎𝑚𝑖𝑙𝑎𝑛 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑘𝑒𝑙𝑎ℎ𝑖𝑟𝑎𝑛
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑡𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑒𝑙𝑎ℎ𝑖𝑟𝑎𝑛 ℎ𝑖𝑑𝑢𝑝 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 (1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛) X
𝑑𝑎𝑛 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎
100.000

Secara global, 90% kematian ibu terjadi di negara


berkembang (World Health Organization, 2020a).Di
Indonesia terjadi penurunan kematian ibu selama periode
1991 sampai 2015dari 390 menjadi 305 per 100.000
kelahiran hidup. Walaupun terjadi
kecenderunganpenurunan angka kematian ibu, namun
tidak berhasil mencapai target MDGs yang harus dicapai
yaitu sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup pada tahun
2015. Hasil supas tahun 2015memperlihatkan angka
kematian ibu tiga kali lipat dibandingkan target
MDGs(Badan Pusat Statistik, 2020). Angka kematian ibu di
Indonesia dapat dilihat pada gambar berikut :

Sumber : Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2019


(Kementerian Kesehatan RI, 2020).

Jumlah kematian ibu menurut provinsi tahun 2018-2019


terdapat penurunan dari 4.226 menjadi 4.221 kematian ibu

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 101


di Indonesia. Pada tahun 2019 penyebab kematian ibu
terbanyak adalah perdarahan (1.280 kasus), hipertensi
dalam kehamilan (1.066 kasus), dan infeksi (207 kasus).
8. Angka Kematian menurut Usia (Age Adjusted Death Rate)
Angka kematian menurut usia menunjukkan banyaknya
kematian pada kelompok usia tertentu untuk setiap 1.000
orang penduduk pada kelompok usia tertentu tersebut
yang terjadi pada suatu daerah pada waktu tertentu.
Perhitungan angka kematian menurut usia:
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑋
X 1.000
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑝𝑒𝑛𝑑𝑢𝑑𝑢𝑘 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑢𝑠𝑖𝑎 𝑋 𝑑𝑖 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎
9. Angka Kematian menurut Penyebab (Cause Spesific
Mortality Rate)
Angka kematian menurut penyebab berfokus pada
kematian karena penyebab atau sumber tertentu. Angka ini
digunakan untuk beberapa penyakit khusus seperti
penyakit jantung yang dapat disajikan menurut penyebab
khusus kematian pada suatu kelompok (Timmreck, 2005).
Perhitungan angka kematian menurut penyebab :
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑖𝑏𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
𝑇𝑜𝑡𝑎𝑙 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑝𝑜𝑝𝑢𝑙𝑎𝑠𝑖 𝑘𝑒𝑙𝑜𝑚𝑝𝑜𝑘 X 1.000
𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑜𝑑𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎 (1 𝑡𝑎ℎ𝑢𝑛)
10. Angka fatalitas kasus (Case Fatalty Rate)
Angka fatalitas kasus merupakan angka atau proporsi
orang yang meninggal akibat suatu penyakit dalam periode
waktu yang sama. Angka ini digunakan untuk mengukur
berbagai aspek atau sifat penyakit seperti patogenesis,
keparahan, atau virulensi (Timmreck, 2005).
Perhitungan angka fatalitas kasus (CFR):
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑒𝑚𝑎𝑡𝑖𝑎𝑛 𝑎𝑘𝑖𝑏𝑎𝑡 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑒𝑛𝑡𝑢
𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑎𝑠𝑢𝑠 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑎𝑔𝑛𝑜𝑠𝑖𝑠 𝑝𝑒𝑛𝑦𝑎𝑘𝑖𝑡 𝑡𝑒𝑟𝑠𝑒𝑏𝑢𝑡 X 100
𝑝𝑎𝑑𝑎 𝑝𝑒𝑟𝑖𝑜𝑑𝑒 𝑤𝑎𝑘𝑡𝑢 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑠𝑎𝑚𝑎

CFR penyakit yang masih menjadi perhatian di Indonesia


adalah penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD). Semua

102 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


provinsi memiliki kasus kematian akibat DBD kecuali
Provinsi DKI Jakarta. Provinsi yang memiliki CFR tinggi
(lebih dari 1 %.) di tahun 2019 adalah Maluku, Gorontalo,
Kalimantan Tengah, NTT, Jawa Tengah,MalukuUtara,
Sulawesi Utara, Jawa Timur, Papua, dan Sulawesi
Barat(Kementerian Kesehatan RI, 2020).
CFR yang tinggi memerlukan langkah peningkatan
kualitas pelayanan kesehatan. Upaya edukasi kepada
masyarakat juga diperlukan untukmeningkatkan
pengetahuan dan kesadaran masyarakat agar segera
memeriksakan diri ke saranakesehatan jika ada anggota
keluarganya yang memiliki gejala DBD. Hal ini menjadi
penting sebagaipertolongan segera untuk mencegah
keparahan dan komplikasi yang berujung pada
fatalitas(Kementerian Kesehatan RI, 2020).

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 103


REFERENSI

Badan Pusat Statistik. (2019). Metadata Indikator. Retrieved July


15, 2021, from
https://sirusa.bps.go.id/sirusa/index.php/indikator/index
Badan Pusat Statistik. (2020). Profil Kesehatan Ibu Dan Anak
2020. Badan Pusat Statistik, 53(9).
Kementerian Kesehatan RI. (2020). Profil Kesehatan Indonesia
Tahun 2019. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
https://doi.org/10.5005/jp/books/11257_5
Timmreck, T. C. (2005). Epidemiologi Suatu Pengantar. Jakarta:
EGC.
World Health Organization. (2020a). Maternal Health. Retrieved
from https://www.who.int/health-topics/maternal-
health#tab=tab_1
World Health Organization. (2020b). The Top 10 Causes of Death.
Retrieved July 13, 2021, from https://www.who.int/news-
room/fact-sheets/detail/the-top-10-causes-of-death

104 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


PROFIL PENULIS

Siti Rahmah, SKM., MPH.


Lahir di Parepare tanggal 23 Juli 1989.
Menempuh pendidikan S1 tahun 2007–2011 di
Jurusan Epidemiologi Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas
Hasanuddin.Selanjutnya menempuh
pendidikan S2 tahun 2011 –2014 di Peminatan
Epidemiologi Lapangan (Field Epidemiology
Training Program) Jurusan Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Sejak tahun 2015 –
sekarang bekerja sebagai dosen di Poltekkes Kemenkes Mamuju.
Mata kuliah yang diampuh adalah Parasitologi, Surveilans
Epidemiologi, Statistik, Penyehatan Makanan Minuman B,
Metodologi Penelitian, dan Epidemiologi Lingkungan.

Email penulis : sitirahmah.akhsan@gmail.com

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 105


BAB 8
SURVEILANS PENYAKIT MENULAR DAN
PENYAKIT TIDAK MENULAR
(Antonius Adolf Gebang, S.Kep., M.P.H)
Universitas Nusa Nipa Maumere-NTT; Maumere Kabupaten Sikka,
085291092034
Email: antoniusgebang@gmail.com

Surveilans memiliki peran penting dalam upaya kesehatan


masyarakat. Surveilans merupakan system informasi yang menjadi
system pendukung pengambilan keputusan untuk berbagai macam
intervensi kesehatan.
Tindakan kesehatan masyarakat dapat berupa respon cepat
maupun respon terencana. Respon cepat merupakan respons yang
dilakukan untuk mengendalikan ancaman kesehatan masyarakat,
seperti kejadian luar biasa penyakit, penyakit menular, bencana alam,
maupun bencana yang disebabkan manusia. Respon terencana
adalah berbagai intervensi kesehatan rutin seperti program
pengendalian penyakit tidak menular yang seluruh intervensi
kesehatannya dilakukan secara terencana.
Perbedaan respon kesehatan masyarakat yang ada
memerlukan system pendukung pengambilan keputusan yang
berbeda pula. Oleh karena itu, terdapat perbedaan karakteristik
system surveilans untuk respon cepat dan terencana. Surveilans
respon cepat harus mempunyai kemampuan tinggi untuk mendeteksi
kemungkinan ancaman sedini mungkin dan secara cepat dapat
merespon. Respon terencana bertujuan untuk meningkatkan kualitas
manajemen kasus dan mutu pelayanan untuk memastikan
penaganan kasus. Sistem surveilans terencana berbasis pengumpulan
data kasus berkelanjutan dan menyeluruh.
Penyakit potensial KLB dapat menimbulkan wabah jika
tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Untuk melakukan

106 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


tindakan pencegahan dan penanggulangan secara efektif dan
efisien diperlukan surveilans epidemiologi untuk mengamati dan
menganalisis suatu penyakit dan kondisi yang mempengaruhi
terjadinya peningkatan dan penularan penyakit.
Sistem surveilans penyakit tidak menular dan penyakit
menular merupakan bagian dari tindakan kesehatan masyarakat
berupa respon terencana dan respon cepat. Sistem surveilans
penyakit tidak menular dan penyakit menular meliputi kegiatan dan
tujuan yang sama sesuai dengan Permenkes 45 tahun 2014 tentang
penyelenggaraan surveilans kesehatan, kegiatan meliputi
penumpulan data, pengolahan data dan analisis data, interpretasi
data, diseminasi informasi.
1. Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari hasil kegiatan seperti,
a. Form C1 dan dilaporkan setiap bulan ke Dinas Kesehatan
dan setiap minggu direkap dalam W2/PWS dan dilaporkan
menggunakan aplikasi SKDR online (EWARS) yang
dikirimkan melalui SMS setiap minggunya
b. Survei berkala seperti Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas),
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI), Survei
Sosial Ekonomi Nasional (Susenas), Survei Kesehatan
Daerah (Surkesda).
c. Laporan kegiatan faktor risiko di Pos Pembinaan Terpadu
(Posbindu) PTM
d. Laporan bulanan di Puskesmas dan Rumah Sakit.
2. Pengolahan dan analisis data
a. Pengolahan dan analisis data dilakukan dengan bantuan
software Sistem Informasi Manajemen PTM (data Posbindu
PTM) atau dengan software lain seperti Microsoft Excel,
Epi Info, Epi Data, SPSS atau STATA.
b. Data yang diolah adalah factor dengan memperhitungkan
jumlah sampel/penduduk di suatu wilayah.

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 107


c. Berdasarkan hasil pengolahan data, maka dilakukan
penyajian dalam bentuk narasi, tabel, grafik, spot map, area
map, dan lainnya.
d. Analisis data dilakukan secara diskriptif menurut variabel
orang (umur, jenis kelamin, pendidikan, dan lainnya),
tempat (antar wilayah) dan waktu (antar waktu).
3. Interpretasi data
Hasil analisis diinterpretasi berdasarkan situasi di suatu
wilayah, apakah prevalensi menunjukkan besaran masalah
faktor risiko di wilayah setempat, dan menghubungkannya
dengan data lain, seperti demografi, geografi, gaya
hidup/perilaku, dan pendidikan.
4. Respon Segera dan Terencana Kasus Campak
Respon segera dan terencana khusus penyakit menular yang
dilakukan di Puskesmas yakni dengan melakukan
pengambilan sampel darah pada setiap pasien yang dicurigai
menderita campak dan menanyakan apakah adakah keluarga
ataupun tetangga di sekitar rumah kasus yang menderita
sakit dengan tanda dan gejala yang sama. Jika ada, maka
petugas surveilans harus segera turun untuk melakukan
tindakan penyelidikan epidemiologi untuk melacak apakah
ada kasus tambahan.
5. Disseminasi Informasi
Data yang telah dianalisis menjadi salah satu bahan
pertimbangan dan masukan bagi pihak yang berkepentingan
dan pemangku kebijakan. Sehingga hasil surveilans tesebut
penting untuk didesiminasikan baik dalam bentuk bulletin,
surat edaran, laporan berkala, forum pertemuan, termasuk
publikasi ilmiah.
6. Umpan Balik
Dinas Kesehatan memberikan umpan balik pada Puskesmas
namun frekuensi dalam memberikan umpan balik ini belum
dilakukan secara rutin dan teratur. Hal ini disebabkan oleh

108 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


adanya kesibukan dan beban kerja tambahan pada petugas
surveilans Dinas Kesehatan sehingga pemberian umpan balik
ini belum terlaksana dengan baik.
Sistem surveilans penyakit tidak menular dan penyakit
menular dalam kegiatannya harus melakukan tahap evaluasi agar
menilai apakah system surveilans yang dijalankan sudah sesuai
dan berjalan dengan baik. Dalam evaluasi tersebut dilihat
berdasarkan atribut-atribut surveilans/kualitas surveilans yang
meliputi;
1. Kesederhanaan (simplicity)
Penilaian kesederhanaan sistem surveilans dilihat dari:
a. Struktur dan Pengorganisasian
Pelaksanaan surveilans di Dinas Kesehatan Kota Berada di
bawah bidang pencegahan dan pengendalian penyakit
(P2P), begitu juga dengan surveilans di Puskesmas. Di
Puskesmas, petugas surveilans bekerja sama dengan
pemegang program dan biasanya yang menjadi petugas
surveilans adalah orang yang bertanggung jawab terhadap
program tersebut.
b. Penegakan Diagnosa
Untuk menegakan diagnosa, petugas kesehatan yang ada di
Puskesmas mengacu pada kriteria diagnosis yang
dikeluarkan oleh WHO/Depkes yaitu berdasarkan gejala
klinis yang didiagnosa oleh petugas medis yakni dokter,
perawat, bidan dan dibuktikan dengan hasil pemeriksaan
laboratorium khusus campak. Sedangkan di Rumah Sakit,
untuk kriteria diagnosis yang digunakan yakni berdasarkan
buku pedoman yang digunakan oleh dokter di Rumah Sakit.
c. Pengolahan dan Penyajian Data
Apabila data sudah dikumpulkan maka diperoleh data
mentah yang masih perlu diolah. Pengolahan data pada
dasarnya merupakan suatu proses untuk memperoleh
data/angka ringkasan berdasarkan kelompok data mentah.

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 109


Data/angka ringkasan dapat berupa jumlah, proporsi,
persentase, rata-rata, dsb. Selain berupa angka-angka
ringkasan, penyajian data juga dapat berbentuk tabel dan
grafik.
d. Cara pengiriman Data.
Pengiriman data kasus dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan
Kota yakni dilakukan secara tertulis dalam bentuk SMS
(setiap minggu) dan dalam bentuk form C1 (setiap bulan)
yang dikirim dan diantar secara langsung oleh petugas
surveilans Puskesmas ke Dinas Kesehatan dan atau melalui
aplikasi atau software yang di sepakati, contohnya SIMPUS.
2. Ketepatan (Timeliness)
Ketepatan yang dinilai yaitu ketepatan waktu dalam
mengirimkan laporan dari Puskesmas ke Dinas Kesehatan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
3. Sensitivitas
Penilaian sensitivitas yakni dengan melihat kemampuan
petugas surveilans dalam mendeteksi, memantau dan
merespon cepat terencana terhadap kasus dan potensi KLB.
4. Penerimaan (Acceptability)
Penerimaan terhadap system surveilans. Contohnya:
Pelaksanaan kegiatan surveilans campak pada tingkat
Puskesmas dan di Dinas Kesehatan menggunakan form yang
sama dalam penemuan dan pelaporan kasus yakni
menggunakan form C1. Berdasarkan hal tersebut, atribut
penerimaan dalam pelaksanaan kegiatan surveilans campak
pada tingkat Puskesmas dan Dinas Kesehatan disimpulkan
dapat diterima karena menggunakan form yang sama.
5. Keterwakilan
Berkaitan dengan data yang dikumpulkan apakah sudah
mewakili seluruh data yang ada di daerah tersebut. Contohnya:
sumber data puskesmas rata-rata hanya dari SIMPUS dan pada
tingkat Rumah Sakit belum dilakukan kegiatan surveilans aktif,

110 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


karena semua sumber data yang kurang ini menyebab data
yang ada di Dinas Kesehatan belum representatif.
6. Stabilitas data
Stabilitas surveilans salah satunya didukung oleh sarana
prasarana dan dana yang mencukupi. Faktor penunjang ini
berhubungan dengan kemampuan untuk mengumpulkan data,
mengorganisasi dan menyediakan data tanpa mengalami
hambatan.

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 111


REFERENSI

Ahmad, Riris Andono., Indriani, Citra., Arisanti, Risalia Reni.,dkk.


2020. Epidemiologi Untuk Kesehatan Masyarakat.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Departemen Kesehatan RI. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan
no.1116/Menkes pedoman penyelenggaraan sistem
surveilans. Jakarta Indonesia.
Friis, R. H., Sellers, T. 2013. Epidemiology for Public Health Practice
(5th ed.).Sudbury, MA, the United States: Jones and Bartlett
Publishers.
Kemenkes RI. 2014. Peraturan Menteri Kesehatan RI No 45 tahun
2014 tentang Penyelenggaraan Surveilans Kesehatan.
Jakarta Indonesia.
Kemenkes RI. 2015. Pedoman Umum Dan Petunjuk Teknis Pos
Pembinaan Terpadu Penyakit Tidak Menular. Jakarta.
Kemenkes RI. 2015. Petunjuk Teknis Surveilans Penyakit Tidak
Menular. Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit Dan
Penyehatan Lingkungan. Jakarta
WHO. 2006. Communicable Disease Surveillance and Respons
Systems, Guide Monitoring and Evaluation.

112 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


PROFIL PENULIS

Antonius Adolf Gebang


Penulis merupakan seorang dosen
Perguruan Tinggi Swasta di daerah Maumere
Flores NTT Prodi S1 Keperawatan Fakultas
Ilmu-Ilmu Kesehatan Universitas Nusa Nipa
Indonesia. Ketertarikan di bidang penelitian
dimulai pada tahun 2016 saat penulis
menyusun tugas akhir sarjana di Universitas
Nusa Nipa Indonesia dan karena itu juga
membuat penulis melanjutkan dan menyelesaikan kuliah Magister
dari peminatan Field Epidemiology Trainning Program
Foto Penulis
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta Tahun 2019. Banyak
pengalaman yang sudah penulis lalui terkait penelitian. Penulis
juga pernah magang dan melakukan penelitian di Dinas Kesehatan
Kabupaten Temanggung. Selama magang penulis melakukan
evaluasi system dan program serta melakukan penelitian masalah
kesehatan di Kabupaten Temanggung selama 1 tahun 6 bulan.
Email Penulis: antoniusgebang@gmail.com

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 113


BAB 9
KONSEP WABAH DAN KLB SECARA UMUM
(Hasnawati S., SKM., M.Kes.)
Universitas Megarezky Jl. Antang Raya No.43 Makassar Tlp 0411-
492401
Email : watihasnawati08@gmail.com

A. Defenisi Wabah dan Kejadian Luar Biasa


Menurut istilah wabah berasal dari bahasa yunani yaitu
pandemic dimana pan artinya semua dan demos artinya
masyarakat jadi wabah adalah penyakit menular. Sedangkan
menurut bahasa wabah adalah kejadian atau kesakitan atau
kematian yang telah meluas secara cepat baik jumlah kasus
maupun daerah penyakitnya (Masriadi, 2012).
Wabah adalah berjangkitnya suatu penyakit menular
dalam masyarakat yang jumlah penderitanya meningkat
secara nyata melebihi lazimnya pada waktu dan daerah
tertentu serta dapat menimbulkan malapetaka (Santoso,
2005).
Kejadian Luar biasa (KLB) adalah adalah timbulnya
suatu kejadian kesakitan/kematian dan atau meningkatnya
suatu kejadian kesakitan/kematian yang bermakna secara
epidemiologis pada suatu kelompok penduduk dalam kurun
waktu tertentu (Santoso, 2005).
Penularan penyakit dalam masyarakat umum biasanya
berjalan sesuai dengan pola kejadian penyakit serta sifat
penularannya secara umum. Mekanisme penularan penyakit
dalam masyarakat dapat menyebabkan terjadinya tingkat
kesakitan yang biasa bersifat endemik dan mungkin pula
tingkat kesakitan lebih dari yang diharapkan (keadaan luar
biasa atau wabah). Menurut sifatnya wabah dapat dibagi
dalam dua bentuk utama yakni : bentuk common source

114 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


epidemic dan propagated atau progressive epidemic (Noor,
2013).
1. Common Source Epidemic
Keadaan wabah dengan bentuk Common Source (CSE)
adalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh
terpaparnya sejumlah orang dalam suatu kelompok secara
menyeluruh dan terjadinya dalam waktu yang relatif
singkat (sangat mendadak). Jika keterpaparan kelompok
serta penularan penyakit berlangsung sangat cepat dalam
waktu yang sangat singkat (point of epidemic atau point
source of epidemic), maka resultan dari semua
kasus/kejadian berkembang hanya dalam satu masa tunas
saja. Point source epidemic dapat pula terjadi pada penyakit
yang faktor penyebabnya bukan infeksi yang bisa
menimbulkan keterpaparan umum seperti adanyan zat
beracun atau polusi zat kimia yang berasal dari udara.
2. Propagated atau Progressive Epidemic
Bentuk epidemi ini terjadi karena adanya penularan dari
orang ke orang baik secara langsung maupun tidak
langsung melalui udara, makanan maupun vektor. Kejadian
epidemi semacam ini relatif lebih lama waktunya sesuai
dengan sifat penyakit serta lamanya masa tunas juga
sangat dipengaruhi oleh kepadatan penduduk serta
penyebaran anggota masyarakat yang rentan terhadap
penyakit tersebut. Masa tunas penyakit tersebut adalah
sekitar satu bulan sehingga tampak bahwa masa epidemik
culup lama dengan situasi peningkatan jumlah penderita
dari waktu ke waktu sampai pada saat ini dimana jumlah
anggota masyarakat yang rentan mencapai batas yang
minimal. Pada saat sebagian besar anggota masyarakat
sudah terserang penyakit maka jumlah yang rentan
mencapai batas kritis sehingga kurva epidemik mulai
menurun sampai batas minimal.

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 115


Selain dari kedua bentuk epidemik diatas, masih ada
bentuk lain yang dihasilkan dari penyakit menular yang
penyebarannya melalui vektor (vector borne epidemics).
Bentuk epidemi ini biasanya agak sama kecilnya dengan
area dari common source epidemic tetapi dalam
lingkarannya dapat dijumpai peranan zoonosis, manusia
atau campuran dari keduanya sebagai sumber penularan
kepada vektor. Kebanyakan wabah vector borne
mempunyai lingkaran penularan berganda antara vektor
dan host sebelum cukup banyak kasus manusia yang
terserang untuk dapat dinyatakan sebagai suatu wabah.
Secara konseptual dan teoritis maka rantai peristiwa pada
suatu letusan common source epidemic relatif tampak
sangat sederhana. Dengan melakukan pengamatan yang
berkesinambungan terhadap paparan umum, maka pada
suatu saat sejumlah tertentu dari mereka yang terpapar
tersebut akan menderita penyakit (tidak seluruhnya).
Penderita yang muncul dari kelompok tersebut
mempunyai waktu sakit (onset) yang berbeda-beda sesuai
dengan rentan masa tunas kejadian penyakit tersebut.
Sedangkan pada epidemi bentuk propagated/progressif
upaya penentuan akan lebih sulit. Hal ini terutama
disebabkan karena tingkat penularan penyakit/infeksi dari
orang keorang yang potensial lainnya sangat tergantung
kepada berbagai faktor, terutama jumlah orang yang
kebal/rentan (peka) dalam populasi tersebut (herd
immunity). Disamping itu sangat dipengaruhi oleh
kepadatan penduduk serta mobilitas penduduk setempat.

B. Beberapa Tipe Penyebaran Wabah


Penyebaran Agent merupakan faktor penentu yang
penting dalam terjadinya wabah. Penyebaran tersebut dibagi
menjadi dua tipe yaitu tipe prosodemik dan tipe holomiantik.

116 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


Pada wabah berbagai penyakit tipe penyebaran tersebut dapat
tampak teratur (Masriadi, 2012).
1. Penyebaran Prosodemik
Penyebaran penyakit dapat terjadi dari orang ke orang,
sehingga relatif berjalan lebih lambat seperti halnya pada
penyakit menular. Apabila dibuat kurva antara jumlah
penderita versus waktu, maka akan tampak bahwa jumlah
penderita meningkat secara lambat sehingga kurvanya
landai. Apabila penyakit dapat menimbulkan kekebalan,
maka wabah akan menyusut dengan sendirinya sehingga
suatu ketika akan berhenti.
2. Penyebaran Holomiantik
Penyebaran secara holomiantik dapat terjadi pada
penyakit menular dan tidak menular apabila :
a. Paparan agent terjadi sekaligus seperti pada air,
makanan, udara dll
b. Paparan agent secara kontinu dikeluarkan dari reservoir
melalui media lingkungan seperti air sumur yang
mengandung agent kemudian digunakan oleh penduduk
atau limbah yang terus membawa agent ke perairan
kemudian masuk kerantai makanan, maka pola
penyebaran penyakit akan tampak cepat.
Penyebaran holomiantik biasanya terjadi lewat media
tidak hidup seperti air, udara, makanan, debu. Penderita
penyakit akan semakin bertambah apabila reservoir agent
tidak dihentikan, tetapi pada penyakit menular ada
kemungkinan bahwa yang dapat sembuh dan membentuk
antibodi tidak akan terkena lagi dan lama kelamaan jumlah
penderita akan menurun sekalipun reservoir masih ada.

C. Proses Terjadinya Wabah


Wabah terjadi apabila penyakit bermanifestasi di
masyarakat dan secara statistik jumlah penderita melebuhi

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 117


normal dan dalam waktu yang relatif singkat. Peningkatan
jumlah penderita dapat terjadi dalam waktu singkat kareba
beberapa alasan sebagai berikut : (Irwan, 2017)
1. Faktor risiko pejamu (Host)
Faktor manusia sangat kompleks dalam proses terjadinya
penyakit dan tergantung pada karakteristik yang dimiliki
oleh masing-masing individu. Karakteristik tersebut antara
lain:
a) Umur
Umur biasanya berhubungan dengan daya tubuh
seseorang terhadap penyakit. Seorang bayi masih
memiliki kekebalan pasif dari ibunya, kekebalan ini
semakin berkurang seiring bertambahnya usia. Demam
Berdarah Dengue jarang menyerang bayi karena sifat
serangannya spesifik.
b) Jenis kelamin
Frekuensi penyakit pada laki-laki lebih tinggi
dibandingkan pada wanita dan penyakit tertentu seperti
penyakit pada kehamilan serta persalinan hanya terjadi
pada wanita sebagaimana halnya penyakit hipertrofi
prostat hanya dijumpai pada laki-laki.
c) Ras
Hubungan antara ras dan penyakit tergantung pada
tradisi, adat istiadat dan perkembangan kebudayaan.
Terdapat penyakit tertentu yang hanya dijumpai pada ras
tertentu seperti fickle cell anemia pada ras Negro.
d) Genetik
Ada penyakit tertentu yang diturunkan secara herediter
seperti mongolisme, fenilketonuria, buta warna, hemofilia
dan lain-lain.

118 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


e) Pekerjaan
Status pekerjaan mempunyai hubungan erat dengan
penyakit akibat pekerjaan seperti keracunan, kecelakaan
kerja, silikosis, asbestosis dan lainnya.
f) Status gizi
Gizi yang buruk mempermudah seseorang menderita
penyakit infeksi seperti TBC dan kelainan gizi seperti
obesitas, kolesterol tinggi dan lainnya.
g) Status kekebalan
Reaksi tubuh terhadap penyakit tergantung pada status
kekebalan yang dimiliki sebelumnya seperti kekebalan
terhadap penyakit virus yang tahan lama dan seumur
hidup. contoh : Campak
h) Adat istiadat
Ada beberapa adat istiadat yang dapat menimbulkan
penyakit seperti kebiasaan makan ikan mentah dapat
menyebabkan penyakit cacing hati.
i) Gaya hidup
Kebiasaan minum alkohol, narkoba dan merokok dapat
menimbulkan gangguan pada kesehatan.
j) Psikis
Faktor kejiwaan seperti emosional stres dapat
menyebabkan terjadinya penyakit hipertensi, ulkus
peptikum,depresi,insomnia dan lainnya.
2. Faktor risiko bibit penyakit (Agent)
Agent (Penyebab) adalah unsur organisme hidup, atau
kuman infeksi, yang menyebabkan terjadinya suatu
penyakit. Beberapa penyakit agen merupakan penyebab
tunggal (single) misalnya pada penyakit menular, sedangkan
pada penyakit tidak menular biasanya terdiri dari beberapa
agen contohnya pada penyakit kanker. Berikit ini yang
termasuk kedalam faktor agen :

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 119


a) Faktor nutrisi : Bisa dalam bentuk kelebihan gizi,
misalnya tinggi kolesterol atau kekurangan gizi buruk
baik protein dan lemak.
b) Penyebab kimiawi : Misalnya zat-zat beracun (karbon
monoksida), asbes, kobalt.
c) Penyebab Fisik : Misalnya radiasi dan trauma mekanik
(pukulan, tabrakan).
d) Penyebab Biologis.
- Metazoa : Cacing tambang, Cacing gelang,
Cshistosoma.
- Protozoa : Amoeba, Malaria.
- Bakteri : Siphilis, Typhoid, Pneumonia Syphilis,
Tuberculosis.
- Fungi (jamur) : Histosplasmosis, Taenea pedis.
- Rickettsia : Rocky Mountain spot fever.
- Virus : Cacar, Campak, Poliomyelitis
3. Faktor Resiko Lingkungan (Environment)
Lingkungan adalah faktor luar dari individu yang tergolong
faktor lingkungan hidup manusia pada dasarnya terdiri
dari dua bagian, yaitu lingkungan hidup internal berupa
keadaan yang dinamis dan seimbang yang disebut
hemostasis, dan lingkungan hidup eksternal di luar tubuh
manusia. Lingkungan hidup eksternal ini terdiri dan tiga
komponen yaitu:
a) Lingkungan fisik
Bersifat abiotik atau benda mati seperti air, udara,
tanah, cuaca, makanan, rumah, panas, sinar, radiasi dan
lain-lain. Lingkungan fisik ini berinteraksi secara
konstan dengan manusia sepanjang waktu dan masa,
serta memegang peran penting dalam proses terjadinya
penyakit pada masyarakat, seperti kekurangan
persediaan air bersih terutama pada musim kemarau
dapat menimbulkan penyakit diare.

120 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


b) Lingkungan biologis
Bersifat biotik atau benda hidup seperti tumbuh-
tumbuhan, hewan, virus, bakteri, jamur, parasit,
serangga dan lain-lain yang dapat berfungsi sebagai
agen penyakit, reservoar infeksi, vector penyakit atau
pejamu (host) intermediate. Hubungan manusia dengan
lingkungan biologisnya bersifat dinamis dan bila terjadi
ketidakseimbangan antara hubungan manusia dengan
lingkungan
biologis maka manusia akan menjadi sakit.
c) Lingkungan sosial
Berupa kultur, adat istiadat, kebiasaan, kepercayaan,
agama, sikap, standar dan gaya hidup, pekerjaan,
kehidupan kemasyarakatan, organisasi sosial dan
politik. Manusia dipengaruhi oleh lingkungan sosial
melalui berbagai media seperti radio, TV, pers, seni,
literatur, cerita, lagu dan sebagainya. Bila manusia tidak
dapat menyesuaikan dirinya dengan lingkungan sosial,
maka akan terjadi konflik kejiwaan dan menimbulkan
gejala psikosomatik seperti stres, insomnia, depresi dan
lainnya.
Manifestasi penyakit menimbulkan kemungkinan atau
peluang untuk menjadi wabah. Proses tersebut jika
berlangsung dengan cepat dan berlipat ganda maka
penderita dapat bertambah dengan cepat sehingga
wabah dapat terjadi. Faktor penting yang perlu
diketahui dalam upaya pencegahan terjadinya wabah
meliputi portal of exit, survival, transmisi dan portal of
entry serta daya tahan kultural (Masriadi, 2012).
1. Portal of exit
Agent tidak dapat keluar dari tubuh host dalam
keadaan hidup apabila tubuh dapat mematikannya
baik dengan bantuan pengobatan yang sempurna

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 121


maupun atas dasar kekuatan sendiri maka penularan
tidak dapat berlangsung. Cara tersebut marupakan
pengendalian efektof karena apabila agent hilang
penyakit akan hilang dan wabah tidak mungkin
terjadi. Namun demikian terdapat banyak agent
penyakit yang tidak bisa diobati secara tuntas masih
membawa agent yang biasa disebut carrier dan itu
sewaktu waktu dapat mengeluarkan agent ke
lungkungan melalui portal of exit.
2. Daya tahan tubuh (Survival/Niability) Agent
Daya tahan agent di luar tubuh host sangat bervariasi.
Suatu agent jika mampu bertahan (survive) diluar
tubuh dalam waktu yang lama, maka memperbesar
kemungkinan agent tersebut menemukan media
transmisi dan memasuki host. Hal tersebut akan
menunjang perkembang biakannya.
3. Media transmisi
Media transmisi adalah media yang membawa atau
menyebarkan agent penyakit. Media transmisi dapat
dibagi menjadi dua golongan yakni media yang hidup
(vektor) dan media yang tidak hidup (vehicle). Media
transmisi yang hidup berupa :
a. Insekta (serangga) misalnya nyamuk anopheles
yang dapat menyebarkan plasmodium penyebab
malaria.
b. Nyamuk aedes menyebarkan virus penyebab
demam berdarah.
c. Lalat rumah menyebarkan bakteri penyebab
disentri.
Media tersebut berperan mempertemukan agent
dengan calon host. Vektor infektif yang banyak
memperbesar kemungknan penyebaran penyakit.

122 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


Media transmisi yang tidak hidup dapat berupa :
a. Air yang digunakan untuk minum, mandi, cuci,
irigasi dan lain lain
b. Susu yang berasal dari hewan yang sakit, pemerah
susu yang membawa kuman (carrier), wadah susu
yang kotor, pasteuresasi yang tidak sempurna,
kontaminasi dari tempat menyimpan.
c. Makanan yang terkontaminasi mikroba atau zat
kimia
d. Udara
e. Tanah atau debu
f. Tinja, muntahan, pakaian, perabot makanan
g. Tangan terkontaminasi dan membawanya ke
mulut yang dikenal sebagai penularan fekarol. Hal
tersebut terutama terjadi pada anak yang tidak
mengenal hygiene perseorangan seperti
pentingnya cuci tangan setelah buang air besar
ataupun sebelum makan. Penyakit yang banyak
disebarkan seperti ini adalah semua penyakit yang
agentnya keluar melalui urin atau tinja seperti
kecacingan, typhus, cholera, dysentri dll.
Media transmisi sangat penting dalam
memutuskan rantai antara agent dengan host.
Media (lingkungan, air, udara ,tanah dan
sebagainya) harus berada dalam kualitas yang baik
sehingga tidak menjadi media penyebaran agent.
4. Portal of entry
Portal of entry adalah tempat atau pintu ,asuk agent
ke dalam host yang dapat terjadi secara oral,
inhalasi, dermal, intra venus, intra vaskuler, intra
kutan, lewat luka, mata dll. Apabila agent dapat
bertemu dengan calon host misalnya air banjir
membawa kuman kolera pada manusia maka sifat

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 123


atau karakteristik agent mulai berperan dan
menentukan bisa atau tidaknya ia menembus tubuh
host dan berkembang biak di dalamnya.
5. Daya tahan kultural diperoleh dari budaya
masyarakat seperti :
a. Pengetahuan bahwa suatu ebyakit dapat dicegah
dengan imunisasi akan memberikan pengaruh
kepada masyarakat untuk mau melakukan
/memberikan imunisasi.
b. Pengetahuan tentang lingkungan yang dapat
menyebabkan penyakit dan menjadi sarang
vektor penyakit, membuat manusia memelihara
kualitas lingkungannya.
c. Pengetahuan tentang peran gizi dalam pertahanan
tubuh serta diiukuti dengan usaha agar tetap
bergizi baik, maka perilaku atau budaya tersebut
menyelematkannya dari serangan penyakit.
d. Berbagai pengetahuan tentang kesehatan dan
penerapannya dalam kehidupan sehari-hari.

D. Pelacakan Kejadian Luar Biasa


Dalam epidemiologi prinsip dasar dalam menghadapi
wabah pada umumnya sama pada penyakit menular maupun
penyakit tidak menular. Khusus untuk penyakit menular
beberapa terminologi harus dipahami betul artinya antara
lain : karier. kontak, masa penularan, masa inkubasi,
subklinis, isolasi, karantina transmisi, reservoir, sumber
penularan, vektor, zoonosis dll (Noor, Epidemiologi, 2008).
1. Garis besar pelacakan kejadian luar biasa
Usaha pelacakan kejadian luar biasa merupakan suatu usaha
yang cukup menarik dalam bidang epidemiologi.
Keberhasilan suatu kegiatan pelacakan kejadian luar biasa
sangat ditentukan oleh berbagai kegiatan khusus.

124 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


Pengumpulan data dan informasi secara seksama langsung
di lapangan yang disusul dengan analisa data yang telah
diteliti dengan ketajaman pemikiran merupakan landasan
dari suatu keberhasilan pelacakan. Dengan demikian maka
dalam usaha pelacakan suatu peristiwa luar biasa/wabah
diperlukan adanya suatu garis besar tentang sistematika
langkah-langkah yang pada dasarnya harus ditempuh dan
dikembangkan dalam setiap uasaha pelacakan. Langkah-
langkah ini merupakan pedoman dasar yang kemudian
harus dikembangkan oleh setiap investigator dalam
menjawab setiap pertanyaan yang mungkin timbul dalam
kegiatan pelacakan. Namun beberapa hal prinsip dalam
penentuan diagnosis serta penentuan adanya wabah yang
harus mendapatkan perhatian lebih awal dan harus
ditetapkan sedini mungkin.
2. Analisis situasi
Pada tahap awal pelacakan suatu situasi yang diperkirakan
bersifat wabah atau situasi luar biasa diperlukan sekurang-
kurangnya empat kegiatan awal yang merupakan sifat dasar
dari pelacakan.
a. Penentuan/penegakan diagnosis
Untuk kepentingan diagnosis maka diperlukan
pengamatan klinis dan pemeriksaan laboraturium. Harus
diamati secara tuntas apakah laporan awal yang
diperoleh sesuai dengan keadaan yang sebenarnya
(perhatikan tingkat kebenarannya). Hal ini sangat
tergantung pada keadaan dan jenis masalah yang sedang
dihadapi. Seorang dapat dinyatakan kasus hanya dengan
melihat gejala klinisnya saja atau dengan pemeriksaan
laboraturium atau keduanya.
b. Penentuan adanya wabah
Sesuai dengan definisi wabah dan kejadian luar biasa
(KLB) maka untuk menentukan apakah situasi yang

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 125


sedang dihadapi adalah wabah atau tidak. Perlu diusakan
untuk melakukan perbandingan keadaan jumlah kasus
sebelumnya untuk melihat apakah terjadi kenaikan
frekuensi yang istimewa atau tidak. Artinya apakah
jumlah kasus yang dihadapi jauh lebih banyak dari
sebelumnya ataukah jumlah kasusnya lebih tinggi dari
yang diperkirakan.
c. Uraian keadaan wabah
Bila keadaan dinyatakan wabah segera lakukan uraian
keadaan wabah berdasarkan tiga unsur utama yakni
waktu, tempat dan orang. Buatlah kurva epidemi dengan
menggambarkan pola penyebaran kasus menurut waktu
mulai timbulnya gejala penyakit. Disamping itu
gambarkan penyebaran sifat epidemi berdasarkan
penyebaran kasus menurut tempat secara geografis (spot
map epidemi). Lakukanlah berbagai perhitungan
epidemiologi seperti perhitungan angka kejadian pada
populasi dengan risiko menurut umur, jenis kelamin,
pekerjaan, keterpaparan terhadap faktor tertentu
(makanan, minuman atau faktor penyebab lainnya).
3. Analisis lanjutan
Setelah melakukan analisis awal dan menetapkan adanya
situasi wabah maka selain tindak pemadaman wabah, perlu
juga dilakukan pelacakan lanjut serta analisis situasi secara
berkesinambungan. Ada beberapa hal pokok yang perlu
mendapatkan perhatian pada tindak lanjut tersebut :
a. Usaha penemuan kasus tambahan
Untuk usaha penemuan kasus tambahan harus ditelusuri
kemungkinan adanya kasus yang tidak dikenal serta yang
tidak dilaporkan dengan menggunakan berbagai cara
antara lain :
• Lakukan pelacakan ke rumah Sakit dan ke dokter
praktik umum setempat untuk mecari kemungkinan

126 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


mereka menemukan penderita penyakit yang sedang
diteliti dan belum termasukn dalam laporan yang ada.
• Lakukan pelacakan dan pengawasan yang intensif
terhadap mereka yang tanpa gejala atau mereka
dengan gejala ringan dan mempunyai potensi untuk
menularkan kepada orang lain.
b. Analisis data
Lakukan analisis data secara berkesinambungan sesuai
dengan tambahan informasi yang didapatkan dan
dilaporkan hasil interpensi data tersebut.
c. Menegakkan hipotesis
Berdasarkan hasil analisis dari seluruh kegiatan,
dibuatlah keputusan hasil analisis yang bersifat hipotesis
tentang keadaan yang diperkirakan. Dalam hal ini harus
diperhatikan bahwa kesimpulan dari semua fakta yang
ditemukan dan diketahui harus sesuai dengan apa yang
tercantum dalam hipotesis tersebut.
d. Tindakan pemadaman wabah dan tindak lanjut
Tindakan pemadaman suatu wabah diambil berdasarkan
hasil analisis dan sesuai dengan keadaan wabah yang
terjadi. Harus diperhatikan bahwa setiap tindakan
pemadaman wabah disertai dengan barbagai tindakan
lanjut (follow up) sampai keadaan normal kembali.
Kegiatan pengamatan ini dilakukan sekurang-kurangnya
dua kali masa tunas penyakit yang mewabah. Setelah
keadaan normal untuk beberapa penyakit tertentu yang
mempunyai potensi menimbulkan wabah susulan,
haruslah disusunkan suatu program pengamatan yang
berkesinambungan dalam bentuk surveilans terutama
pada kelompok dengan risiko tinggi.
Pada akhir setiap pelacakan wabah, harus dibuat laporan
lengkap yang kemudian dikirim kepada semua instansi
terkait. Laporan tersebut meliputi berbagai faktor yang

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 127


menyebabkan terjadinya wabah, analisis dan evaluasi
upaya yang telah dilakukan serta saran-saran untuk
mencegah berulangnya kejadian luar biasa untuk masa
yang akan datang.

E. Kriteria kejadian luar biasa.


Suatu daerah dapat ditetapkan dalam keadaan KLB, apabila
memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut: (Anggraeni, et
al., 2017)
1. Timbulnya suatu penyakit menular tertentu yang
sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal pada suatu
daerah.
2. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3
(tiga) kurun waktu dalam jam, hari atau minggu berturut-
turut menurut jenis penyakitnya.
3. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan periode sebelumnya dalam kurun
waktu jam, hari atau minggu menurut jenis penyakitnya.
4. Jumlah penderita baru dalam periode waktu 1 (satu)
bulan menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan angka rata-rata per bulan dalam
tahun sebelumnya.
5. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan per bulan selama 1
(satu) tahun menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih
dibandingkan dengan rata-rata jumlah kejadian kesakitan
per bulan pada tahun sebelumnya.
6. Angka kematian kasus suatu penyakit (Case Fatality Rate)
dalam 1 (satu) kurun waktu tertentu menunjukkan
kenaikan 50% (lima puluh persen) atau lebih
dibandingkan dengan angka kematian kasus suatu
penyakit periode sebelumnya dalam kurun waktu yang
sama.

128 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


7. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita
baru pada satu periode menunjukkan kenaikan dua kali
atau lebih dibanding satu periode sebelumnya dalam
kurun waktu yang sama.

F. Upaya Penanggulangan Kejadian Luar Biasa


Kejadian luar biasa (KLB) dapat mengakibatkan terjadinya
peningkatan kesakitan dan kematian yang cukup besar yang
juga berdampak pada pariwisata, ekonomi dan sosial sehingga
membutuhkan perhatian dan penanganan oleh semua pihak
terkait. Kejadian luar biasa perlu dideteksi secara dini dan
diikuti tindakan yang cepat dan tepat serta perlu identifikasi
adanya ancaman kejadian luar biasa yang dapat memperbesar
risiko. Dari sini perlu diadakanya suatu penanganan atau
penanggulangan kejadian luar biasa. Tata cara
penanggulangan KLB dikenal dengan sistem kewaspadaan dini
atau SKD-KLB. SKD-KLB dapat diartikan suatu upaya yang
berkegiatan untuk mengatasi atau mencegah suatu penyakit
secara dini dengan melakukan kegiatan yang bersifat
mengantisipasi KLB. Kegiatan yang seperti itu dapat dilakukan
dengan cara melakukan pengamatan yang sistematis dan terus
menerus mendukung serta bertanggung jawab dengan penuh
apa saja yang terjadi dalam suatu masyarakat. Upaya-upaya
yang dilakukan haruslah mendapat pastisipasi penuh dari
masyarakat sekitar, agar segala kegiatan yang dilakukan dapat
tercapai dengan sempurna. Adapun upaya penanggulangan
KLB meliputi : (Masriadi, 2012).
1. Pencegahan primer
Pencegahan yang mempunyai tujuan agar agent tidak
dapat memasuki tubuh
a. Memutuskan transmisi dengan memperbaiki kualitas
lingkungan sehingga tidak terjadi vektor penyakit,
misalnya memperbaiki kualitas air minum, memperbaiki

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 129


pembuangan tinja dan limbah lainnya. Kebersihan dan
kesehatan lingkungan serta tidak terdapat sarang vektot
penyakit
b. Tingkatkan status kesehatan host yang berisiko tinggi
terutama dengan meningkatkan gizi, imunitas dan higiene
perorangan
2. Pencegahan sekunder
Pencegahan sekunder merupakan upaya pencegahan agar
orang yang telah sakit untuk sembuh, menghambat
progresifitas penyakit dan terhindar dari komplikasi
a. Mendeteksi secara aktif mereka yang kontak dengan
penderita
b. Mencari status penyakit secara dini dan memberi
pengobatan yang cepat dan tepat sehingga tidak menjadi
sakit
3. Pencegahan tersier
Pencegahan tersier merupakan usaha agar mereka yang
telah sakit tidak menyebarkan atau menularkan penyakit
ke sekitarnya dengan melakukan upaya : mengisolasi
penderita, pengobatan yang tuntas sehingga tidak terjadi
carrier, cacat dan kematian.

130 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


REFERENSI

Anggraeni, N. D., Umar, A. N., Mazanova, D., Puhilan, Purwanto, E.,


Muhiriyah, E., et al. (2017). Pedoman Epidemiologi
Penyakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Irwan. (2017). Epidemiologi Penyakit Menular. Yogyakarta:
Absolute Media.
Masriadi. (2012). Epidemiologi. Yogyakarta: Ombak.
Noor, N. N. (2008). Epidemiologi. Jakarta: Rineka Cipta.
Noor, N. N. (2013). Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta: Rineka
Cipta.
Santoso, H. (2005). Wabah Penyakit Menular. Jakarta: Badan
Pembinaan Hukum Nasional .

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 131


PROFIL PENULIS

Hasnawati S. SKM.,M.Kes
Lahir di Lagalumpang 28 Februari 1982.
Penulis menempuh pendidikan dasar di SD
Negeri 12 Dua Pitue (1994), SMP Negeri 1 Dua
Pitue (1997) dan SMA Negeri 1 Dua Pitue
(2000). Kemudian penulis melanjutkan
pendidikan S1 di Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Makassar Jurusan Kesehatan
Masyarakat dengan konsentrasi Epidemiologi (2004) dilanjutkan
dengan menempuh pendidikan S2 Kesehatan Masyarakat di
Universitas Muslim Indonesia dengan konsentrasi Epidemiologi
(2017).
Saat ini penulis tercatat sebagai dosen tetap di Universitas
Megarezky pada Program Studi DIV Teknologi Laboraturium
Medik.
Email : watihasnawati08@gmail.com

132 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


BAB 10
PERAN PENYULUH KESEHATANMASYARAKAT
DALAM PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK
MENULAR DAN PENYAKIT MENULAR
(Hadzmawaty Hamzah, SKM., M.Kes.)
Universitas Patria Artha
Jl. Tun Abdul Razak (Poros Makassar-Gowa) 081355417026
hadzmawaty.hamzah@gmail.com

A. Penyuluh Kesehatan Masyarakat


Dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005–
2025, disebutkan bahwa pembangunan kesehatan pada
hakikatnya adalah upaya yang dilaksanakan oleh semua
komponen bangsa Indonesia yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup
sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya, sebagai investasi bagi
pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara
sosial dan ekonomi. Keberhasilan pembangunan kesehatan
sangat ditentukan oleh kesinambungan antar upaya program
dan sektor, serta kesinambungan dengan upaya-upaya yang
telah dilaksanakan dalam periode sebelumnya. (Ditjen
Pencegahan dan Pengendalian Penyakit, 2020)
Selain itu, untuk mendukung tercapainya tujuan pembangunan
kesehatan nasional, Pemerintah juga bertanggung jawab atas
ketersediaan sumber daya di bidang kesehatan yang adil dan
merata bagi seluruh masyarakat, ketersediaan akses terhadap
informasi, edukasi, dan fasilitas pelayanan kesehatan, serta
memberdayakan dan mendorong peran aktif masyarakat dalam
segala bentuk upaya kesehatan untuk meningkatkan dan
memelihara derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Hal ini

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 133


diamanatkan dalam Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun
2009 bahwa Peningkatan kesehatan merupakan segala bentuk
upaya yang dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah,
dan/atau masyarakat untuk mengoptimalkan kesehatan
melalui kegiatan penyuluhan, penyebarluasan informasi,atau
kegiatan lain untuk menunjang tercapainya hidup sehat.
Mengacu pada hal tersebut, keberadaan tenaga penyuluh
kesehatan dengan kompetensi yang baik dan profesional akan
menjadi salah satu pondasi penting dalam mendukung
terwujudnya masyarakat yang aktif dalam memelihara dan
meningkatkan derajat kesehatannya secara mandiri.(Setiaji et
al. 2013)
Secara umum tenagapenyuluh kesehatan masyarakat
merupakan tenaga yang mempunyai kemampuan dalam
melakukan kegiatan penyuluhan kesehatan masyarakat atau
promosi kesehatan yang meliputi;
1. Pelaksanaan kegiatan advokasikesehatan
2. Pembinaan suasana dan gerakan pemberdayaan
masyarakat melakukan penyebarluasan informasi,
3. Membuat rancangan media Promosi Kesehatan
4. Melakukan pengkajian/penelitian perilaku masyarakat
yang berhubungan dengan kesehatan
5. Merencanakan intervensi dalam rangka mengembangkan
perilaku masyarakat yang mendukung kesehatan serta
mengembangkan kemampuan dan keterampilan
perorangan.
Dalam lingkup Aparatur Sipil Negara, tenaga penyuluh
fungsional kesehatan merupakan salah satu rumpun dalam
jabatan fungsional tenaga kesehatan yang diatur berdasarkan
Keputusan Menteri Negara PAN No. 58/Kep/Men.PAN/8/2000
tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat
(PKM). Didalam aturan tersebut tenaga penyuluh kesehatan
masyarakat dikelompokkan kedalam 2 (dua) jenis kelompok

134 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


jabatan yaitu Penjabat Fungsional PKM Ahli dan Pejabat
Fungsional PKM Terampil. (Setiaji et al. 2013)
Dalam Keputusan Menteri Kesehatan (Kepmenkes) No:
66/Menkes-Kesos/SK/I/2001 tentang Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Kesehatan
Masyarakat disebutkan bahwa Penyuluh Kesehatan
Masyarakat Ahli adalah Jabatan Fungsional Penyuluh
Kesehatan Masyarakat yang pelaksanaan tugasnya meliputi
kegiatan yang berkaitan dengan pengembangan pengetahuan,
penerapan konsep dan teori, ilmu dan seni untuk pemecahan
masalah dan proses pembelajaran dengan cara yang sistematis
di bidang Penyuluh Kesehatan Masyarakat dalam
mendukungupaya pemberdayaan masyarakat dan promosi
kesehatan. Sedangkan Penyuluh Kesehatan Masyarakat
Terampil adalah Jabatan Fungsional Penyuluh Kesehatan
Masyarakat yang pelaksanaan tugasnya meliputi kegiatan
teknis operasional yang bersifat keterampilan di bidang
Penyuluh Kesehatan Masyarakat dalam mendukung upaya
pemberdayaan masyarakat dan promosi kesehatan.Melihat
begitu kompleksnya kompetensi yang harus dimiliki oleh
seorang tenaga penyuluh kesehatan masyarakat, maka
dibutuhkan pelatihan-pelatihan dengan muatan kompetensi
yang sangat beragam utamanya terkait promosi kesehatan
sehingga seorang tenaga penyuluh kesehatan masyarakat
dapat menjalankan perannya dengan baik dalam upaya
preventif dan promotif kesehatan masyarakat.
B. Peran Penyuluh Tenaga Kesehatan dalam Pengendalian
Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular
Seorang tenaga penyuluh kesehatan masyarakat dalam
menjalankan peran dan fungsinya harus berorientasi kepada
masyarakat baik secara individu, kelompok, maupun
masyarakat luas dengan memperhatikan potensi sosial budaya
yang ada di masyarakat setempat. Hal tersebut akan sangat

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 135


membantu setiap tenaga penyuluh kesehatan masyarakat
dalam berinteraksi dengan sasarannya di masyarakat. Seorang
tenaga penyuluh kesehatan masyarakat juga harus mampu
menggunakan pendekatan yang menyeluruh secara multi
disiplin dengan mengutamakan upaya preventif dan promotif
serta selalu melihat ke depan untuk melakukan antisipasi
menyangkut maslah kesehatan maupun masalah bukan
kesehatan yang dapat mempengaruhi kesehatan masyarakat.
(Setiaji et al. 2013)
Dalam konteks pengendalian penyakit menular dan penyakit
tidak menular, tenaga penyuluh kesehatan masyarakat
memiliki andil yang sangat besar untuk menurunkan angka
morbiditas bahkan angka mortalitas suatu penyakit. Bahkan,
salah satu unit di Kementerian Kesehatan RI mencanangkan
strategi pencegahan dan pengendalian penyakit tidak menular
di Indonesia dengan menempatkan kegiatan Advokasi sebagai
strategi pertama dalam pencegahan pengendalian penyakit
tidak menular. Selanjutnya pada strategi berikutnya disebutkan
pula kegiatan promosi, pencegahan dan pengurangan faktor
risiko melalui pemberdayaan masyarakat.
Secara umum, peranan tenaga penyuluh kesehatan masyarakat
dalam pencegahan dan penanggulangan baik penyakit menular
maupun penyakit tidak menular yaitu :
1. Melakukan promosi kesehatan
Promosi kesehatan merupakan upaya meningkatkan
kemampuan masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat
melalui pembelajaran dari, oleh, untuk dan bersama
masyarakat agar mereka dapat menolong dirinya sendiri
serta mengembangkan kegiatan yang bersumberdaya
masyarakat, sesuai sosial budaya setempat dan didukung
kebijakan publik yang berwawasan kesehatan.
(Hendriyanto et al. 2014)
Promosi kesehatan dapat dilakukan dengan tahapan-

136 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


tahapan(Setiaji et al. 2013)
a. Membuat perencanaan promosi kesehatan dengan
melihat trend penyakit menular / penyakit tidak
menular atau faktor risiko apa yang menjadi sumber
masalah kesehatan masyarakat
b. Mengidentifikasi potensi wilayah yang terkait dengan
masalah penyakit tersebut
c. Mengembangkan rencana strategi penyuluhan
kesehatan masyarakat
d. Mengembangkan media penyuluhan
e. Membuat design media penyuluhan kesehatan
masyarakat
f. Melakukan uji coba media penyuluhan
g. Melaksanakan evaluasi media penyuluhan kesehatan
masyarakat
h. Melaksanakan evaluasi atas proses dan hasil dari media
penyuluhan
Berikut salah satu contoh media promosi kesehatan berupa
leaflet tentang “Waspada Demam Berdarah Cegah dengan
3M Plus”& Novel Coronavirus (2019-nCov).

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 137


Gambar Leaflet Waspada Demam Berdarah

Sumber:https://promkes.kemkes.go.id/category/leaflet/1di
akses pada tanggal 25 Juli 2021

Gambar Leaflet Novel Coronavirus (2019-nCov)

Sumber : https://promkes.kemkes.go.id/informasi-tentang-
virus-corona-novel-coronavirusdiakses tanggal 25
Juli 2021

138 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


Peran promosi kesehatan berbasis paradigma sehat yakni
merubah mindset dan mempromosikan upaya preventif dan
promotif sebagai tulang punggung peningkatan dan
perlindungan kesehatan perorangan, keluarga dan
masyarakat agar tetap sehat dan tetap bugar. (Hendriyanto
et al. 2014)
2. Melakukan advokasi kesehatan
Advokasi bidang kesehatan mulai digunakan dalam
program kesehatan masyarakat pertama kali oleh WHO
pada tahun 1984 sebagai salah satu strategi global Promosi
Kesehatan. Advokasi bidang kesehatan adalah usaha untuk
mempengaruhi para penentu kebijakan atau pengambil
keputusan untuk membuat kebijakan publik yang
bermanfaat untuk peningkatan kesehatan masyarakat.
Tujuan utama advokasi adalah untuk mendorong
dikeluarkannya kebijakan-kebijakan publik oleh pejabat
publik sehingga dapat mendukung dan menguntungkan
kesehatan. Melalui pelaksanaan advokasi kesehatan,
pejabat publik menjadi paham terhadap masalah kesehatan,
kemudian tertarik, peduli, menjadikan program kesehatan
menjadi agenda prioritas serta bertindak memberikan
dukungan untuk mengatasi masalah kesehatan yang ada di
wilayah kerjanya. Salah satu contoh nyata hasil dari
kegiatan advokasi kesehatan dalam pencegahan dan
pengendalian penyakit menular dan tidak menular adalah
tersedianya “Kawasan Tanpa Rokok” dalam rangka
menekan faktor risiko penyakit yang berhubungan dengan
asap rokok.(Setiaji et al. 2013)
3. Melakukan penggalangan dukungan sosial
Penggalangan dukungan sosial dilakukan melalui bina
suasana. Bina Suasana (social support) adalah upaya
menciptakan opini atau lingkungan sosial yang mendorong
individu anggota masyarakat untuk mau melakukan

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 139


perilaku yang diperkenalkan. Seseorang akan terdorong
untuk mau melakukan sesuatu apabila lingkungan sosial di
mana pun ia berada (keluarga di rumah, orang-orang yang
menjadi panutan/idolanya, kelompok arisan, majelis agama,
dan lain-lain, dan bahkan masyarakat umum) memiliki
opini yang positif terhadap perilaku tersebut. Oleh karena
itu, untuk mendukung proses Pemberdayaan Masyarakat,
khususnya dalam upaya mengajak para individu meningkat
dari fase tahu ke fase mau, perlu dilakukan Bina Suasana.
Salah satu contoh penerapan bina suasana untuk
pencegahan penyakit adalah tenaga penyuluh kesehatan
masyarakat menyampaikan pengenalan perilaku 3 M yaitu
Menguras, Menutup dan Mengubur demi mencegah
munculnya wabah demam berdarah kepada pemuka agama
yang selanjutnya bersedia atau mau menjadi role model
dari perilaku tersebut dimasyarakat sertalebih lanjut
bahkan mereka bersedia menjadi kader dan turut
menyebarluaskan informasi guna menciptakan suasana
yang kondusif bagi perubahan perilaku individu.(Setiaji et
al. 2013)
4. Melakukan penyuluhan untuk pemberdayaan masyarakat
Pemberdayaan masyarakat di bidang kesehatan merupakan
proses pemberian informasi kepada individu, keluarga atau
kelompok (klien) secara terus menerus dan
berkesinambungan mengikuti perkembangan klien, serta
proses membantu klien, agar klien tersebut berubah dari
tidak tahu menjadi tahu atau sadar (aspek pengetahuan
atau knowledge), dari tahu menjadi mau (aspek sikap atau
attitude), dan dari mau menjadi mampu melaksanakan
perilaku yang diperkenalkan (aspek tindakan atau
practice).Penyuluhan untuk pemberdayaan masyarakat
dapat dilakukan melalui kegiatan penyuluhan langsung,
penyuluhan tidak langsung dan melalui kegiatan pameran

140 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


kesehatan. Salah satu bentuk contoh kegiatan penyuluhan
seperti Pameran Kesehatan dalam rangka memperingati
hari kesehatan nasional dengan mengangkat salah satu
tema pencegahan dan pengendalian penyakit menular/
penyakit tidak menular dan dibuka untuk dikunjungi untuk
masyarakat umum.(Setiaji et al. 2013)
5. Memberikan pelayanan konseling pada individu /
masyarakat
Dasar dari pengertian konseling adalah pemberian
informasi yang tujuan akhirnya adalah klien dapat
membuat keputusan untuk mengatasi masalahnya. Melalui
konseling akan dapat terjadi suatu proses(Setiaji et al.
2013):
a. Perubahan perilaku
b. Peningkatan kemampuan untuk mengenal masalahnya,
mengidentifi kasi alternatif pemecahan masalahnya,
menetapkan prioritas alternatif pemecahan masalah,
menganalisis / melakukan kajian sejauhmana
konsekuensi dan keuntungan terhadap pilihan
pemecahan masalah yang telah ditetapkan.
c. Meningkatkan kemampuan untuk memutuskan dan
bertindak
d. Meningkatkan hubungan antar perorangan
e. Membantu klien untuk dapat mengurangi
ketegangannya
f. Meningkatkan potensi seseorang untuk mengatasi
masalah
g. Meningkatkan kemampuan untuk mampu berpikiran
positif dan optimis

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 141


REFERENSI

Direktorat Jenderal Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit


(2019) Strategi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit
Tidak Menular. Tersedia Pada :
http://www.p2ptm.kemkes.go.id/profil-p2ptm/latar-
belakang /strategi-pencegahan-dan-pengendalian-ptm-di-
indonesia, diakses pada tanggal 25 Juli 2021.
Ditjen Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (2020) Rencana
Aksi Program (RAP) Tahun 2020 – 2024. Tersedia Pada :
https://e-renggar.kemkes.go.id. diakses pada tanggal 25
Juli 2021.
Hendriyanto et al (2014) Kurikulum Dan Modul Pelatihan Bagi
Pelatih Pada Pelatihan Promosi Kesehatan Bagi Petugas
Puskesmas. Jakarta. Pusat Promosi Kesehatan. Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia.
Kementerian Kesehatan Direktorat Promosi Kesehatan Dan
Pemberdayaan Masyarakat (2020) Informasi Tentang Virus
Corona (COVID-19). Tersedia Pada :
https://promkes.kemkes.go.id/informasi-tentang-virus-
corona-novel-coronavirus diakses tanggal 25 Juli 2021
Kementerian Kesehatan Direktorat Promosi Kesehatan Dan
Pemberdayaan Masyarakat (2020)Leaflet : Waspada DBD.
Tersedia Pada :
https://promkes.kemkes.go.id/category/leaflet/1 diakses
pada tanggal 25 Juli 2021
Keputusan Menteri Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial – Nomor :
66/Menkes-Kesos/SK/I/2001 – Petunjuk Teknis
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Penyuluh Kesehatan
Masyarakat Dan Angka Kreditnya.
Setiaji et al (2013)Modul Pelatihan Pengangkatan Pertama
Jabatan Fungsional Penyuluh Kesehatan Masyarakat Ahli.
Jakarta. Pusat Promosi Kesehatan.Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia.

142 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


PROFIL PENULIS

Hadzmawaty Hamzah, S.K.M, M.Kes


lahir di Mamuju, Sulawesi Barat pada tanggal
27 September 1985. Lulus S1 pada Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas
Hasanuddin, Konsentrasi Epidemiologi pada
tahun 2008. Lulus S2 pada Program Pasca
Sarjana Universitas Hasanuddin konsentrasi
epidemiologi tahun 2011. Sebelum bekerja
sebagai dosen penulis aktif terlibat dalam beberapa penelitian
kesehatan seperti Riset Pembiayaan Rumah Sakit (Data Costing)
di Rumah Sakit Islam Faisal Makassar, 2011, Kegiatan “ Riset
Fasilitas Kesehatan 2011” di Rumah Sakit Umum Daerah Palopo,
Luwu Utara dan Luwu Timur, Kementerian Kesehatan RI,
Kegiatan “Riset Kesehatan Lingkungan 2011” di Makassar,
Kerjasama Northern Illinois University, USA dengan FKM UNHAS,
Kegiatan “ Survey Global Alliance For Vaccine And Immunization
Health System Strenghthening (GAVI HSS) di Kabupaten Maros
Provinsi Sulawesi Selatan, Indonesia Tahun 2010” Kerjasama
GAVI Alliance, Kementerian Kesehatan RI dengan FKM
UNHAS.Saat ini menjabat sebagai Dosen Tetap Program Studi
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Universitas Patria
Artha Gowa, Sulawesi Selatan, dengan mengampu beberapa mata
kuliah seperti Surveilans Kesehatan Masyarakat, Dasar
Epidemiologi.

Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular | 143


PENUTUP

Kami Tim Penulis Buku EPIDEMIOLOGI PENYAKIT MENULAR


DAN PENYAKIT TIDAK MENULAR terdiri dari :
Irma Muslimin, SKM., M.Kes. ; Ashriady, SKM., M.Kes. ; Dina
Mariana, SKM., M. Kes. ; Dr. Musdalifah Syamsul, SKM., M.Kes. ;
Henni Kumaladewi Hengky, SKM., M.Kes. ; Rahmat Haji Saeni,
SKM., MPH. ; Siti Rahmah, SKM., MPH. ; Antonius Adolf Gebang,
S.Kep., M.P.H ; Hasnawati S., SKM., M.Kes. ; Hadzmawaty Hamzah,
SKM., M.Kes.
Mengucapkan Terima Kasih untuk semua Pihak yang terlibat
dalam Pembuatan Buku ini sampai akhir dan Semoga Suatu saat
kami bisa melanjutkan Tulisan kami di edisi selanjutnya dengan
Tema Buku yang sama ataupun berbeda.

" Health is not valued till sickness comes." - Thomas Fuller


and "A healthy attitude is contagious but don't wait to
catch it from others. Be a carrier." - Tom Stoppard
(Kesehatan tidak dihargai sampai penyakit datang, (Sikap sehat
itu menular, tetapi jangan menunggu untuk tertular dari
orang lain. Jadilah pembawa)

TIM PENULIS

144 | Epidemiologi Penyakit Menular dan Penyakit Tidak Menular


View publication stats

Anda mungkin juga menyukai