1 SM
1 SM
PENDAHULUAN
Tubuh yang sehat merupakan keinginan gerakan ke depan dapat terjadi, apabila ACL
dan harapan setiap manusia, baik sehat secara mengalami cedera.
jasmani maupun rohani. Manusia adalah Cedera ACL merupakan peringkat kedua
makhluk yang tidak terlepas dari berbagai sebagai penyebab utama dari cedera atlet,
kebutuhan dan aktivitas. Aktivitas yang berlebih setelah ankle sprain (Hauser. R.A, et., al., 2013:
dan tidak seimbang membuat tubuh berada pada 1). Secara total sekitar 250.000 cedera ACL
kondisi yang mudah terkena resiko seperti diperkirakan terjadi setiap tahun di Amerika
cedera. Namun, kata cedera lebih akrab dan Serikat dengan konsekuensi jangka pendek dan
dikaitkan dengan olahraga terutama pada jangka panjang meliputi kelemahan otot, defisit
olahraga dengan intensitas tinggi, meskipun fungsional, partisipasi olahraga yang rendah,
tidak semua cedera ditimbulkan dari aktivitas peningkatan risiko cedera lutut kembali dan
olahraga. Cedera fisik dapat mengakibatkan osteoarthritis pada lutut (OA) (Griffin, et., al.,
terganggunya sistem muskuloskeletal yang 2006: 34). Cedera ligamen dapat disebabkan
meliputi otot, tulang, sendi, tendon, ligamentum oleh faktor intrinsik dan ekstrinsik, yang berarti
serta jaringan ikat yang mendukung dan dapat terjadi sebagai akibat dari gerakan yang
mengikat jaringan dan organ bersama-sama. tidak tepat di dalam sendi atau disebabkan oleh
Banyak penelitian telah meneliti tingkat cedera faktor eksternal. Cedera ACL sering terjadi pada
dalam sepak bola dan mereka melaporkan kegiatan olahraga yang melibatkan gerakan
bahwa dari semua cedera, 60% sampai 80% jongkok, memutar, menghentikan gerakan, dan
terjadi di ekstremitas bawah (Kyritsis and melompat yang dapat menyebabkan robeknya
Witvrouw, 2014: 1). ligamen bahkan putus (rupture), sehingga
Anterior cruciate ligament (ACL) yang beberapa kasus cedera ACL menyebabkan
merupakan bagian dari anggota tubuh bagian ketidakstabilan pada sendi lutut. Ketidakstabilan
bawah (ekstremitas bawah) adalah ligamen yang fungsional lutut merupakan indikasi utama
terdapat pada sendi lutut dengan struktur yang seseorang untuk menjalani rekonstruksi ACL
terdiri atas berbagai kumpulan serabut dari (Kyritsis & Witvrouw: 2014: 1).
jaringan ikat padat yang menghubungkan distal Rekonstruksi ACL adalah prosedur
femur dan proksimal tibia (Howell, et,.al., 2007: keenam yang paling umum dilakukan pada
4). Ligamen ini berbentuk melintang di daerah ortopedi. Menurut Paschos & Howell (2016:
lutut dan bersilangan dengan ligamen lain yaitu 398), diperkirakan bahwa sekitar 200.000
PCL (posterior cruciate ligament). Fungsi dari rekonstruksi ACL dilakukan setiap tahun di
ACL sebagai stabilisator pada daerah lutut yang Amerika Serikat, jumlahnya diperkirakan akan
mencegah terjadinya pergeseran berlebih ke meningkat lebih lanjut diikuti oleh peningkatan
arah depan dari tulang tibia terhadap tulang partisipasi dalam kegiatan atletik oleh remaja
femur yang stabil, atau mencegah terjadinya dan dewasa muda. Ketika seseorang mengalami
pergeseran berlebih ke arah belakang dari tulang cedera ACL terutama pada pasien yang aktif
femur terhadap tulang tibia yang stabil. dengan keluhan ketidakstabilan pada sendi lutut,
Ketidakstabilan lutut (lutut goyang) pada rekonstruksi ACL biasanya dianggap sebagai
terapi standar dalam pengobatan. Namun,
Efektivitas Program Terapi…(Rahayu Sustiwi) 3
rekonstruksi ACL juga perlu berdasarkan waktu (Kyritsis & Witvrouw: 2014:
mempertimbangkan berbagai aspek yang saling 1). Agar tujuan dari program rehabilitasi dapat
terkait (anatomi, biomekanik dan psikologi) tercapai, biasanya diperlukan adanya ahli dalam
yang berkaitan dengan pasien (atlet), karena ini bidang rehabilitasi tersebut seperti dokter
dapat berkontribusi untuk menentukan hasil maupun terapis yang dapat menyusun program
rekonstruksi ACL, apakah akan berhasil atau serta pengawas maupun pengatur bagi pasien
berakibat menjadi bencana (Zaffagnini, et., al., dalam menjalani serangkaian program tersebut.
2015: 25). Berbagai kondisi dapat terjadi setelah Jogja Sports Clinic (JSC) merupakan
rekonstruksi ACL seperti kekakuan pasca klinik rehabilitasi cedera yang dikepalai
operasi (ROM menurun), nyeri pasca operasi, langsung oleh dokter spesialis kedokteran
bengkak, serta penurunan kekuatan otot. olahraga dengan dibantu oleh beberapa sport
Ketidaksempurnaan dalam proses penyembuhan therapist dengan pelayanan prima. JSC
dan integritas rendah dari jaringan ligamen baru memberikan beberapa pelayanan terapi, salah
dapat menghasilkan kelemahan ligamen dan satunya adalah sport injury management.
dapat menyebabkan cedera lebih lanjut. Oleh Pelayanan sport injury management tersebut
karena itu, diperlukan adanya terapi rehabilitasi berkonsentrasi pada penyembuhan pasien cedera
untuk perawatan pasca rekonstrusi tersebut. muskuloskeletal, baik pasien cedera non-operatif
Anderson (2009: 632) mengatakan maupun cedera pasca operatif, salah satunya
bahwa, program rehabilitasi dilakukan untuk pasien dengan riwayat operasi (rekonstruksi)
meminimalkan peradangan dan efek imobilisasi ACL. Pasien pasca rekonstruksi ACL yang
dengan memulai mobilisasi dini dan gerakan melakukan rehabilitasi di JSC mayoritas masih
terkontrol untuk memungkinkan penyembuhan dengan keluhan ROM belum penuh dan masih
jaringan yang ditekankan secara bertahap dan terdapat bengkak di sekitar sendi lutut atau
progresif sampai fungsi sendi normal. Program masih dalam kondisi fase 2.
rehabilitasi harus memulihkan gerakan dan Menurut Santoso, dkk. (2018: 72) fase 2
proprioceptif, menjaga kebugaran merupakan fase rehabilitasi yang pada
kardiovaskular, serta meningkatkan kekuatan umumnya ini dimulai 2-6 minggu setelah
daya tahan otot. Menurut Kushartanti (2007) operasi pada fase 2 pasien yang telah menjalani
yang dikutip oleh Abdurrahman (2017: 6) rekonstruksi memulai imobilisasi pengembalian
semakin cepat pasien memulai porsi latihan, ROM. Untuk mencapai tujuan di fase ini
maka semakin cepat pula ia dapat kembali ke biasanya akan memakan waktu sekitar 3-5
aktivitas sepenuhnya. Tak terkecuali cedera minggu. Dari fase 2 menuju fase 3 adalah
pasca rekonstruksi ACL, memerlukan ditandai dengan terdapat banyak perubahan
serangkaian program rehabilitasi yang bertujuan yang terjadi antara lain, penurunan nyeri,
untuk mengembalikan ROM yang dimulai dari penurunan edema, berjalan tanpa menggunakan
kontrol peradangan dan bengkak hingga crutches, serta pasien sudah dapat mobilisasi
mengembalikan fungsi kekuatan lutut. Pasien mandiri dengan keluhan minimal yaitu ROM
harus menjalani setiap fase rehabilitasi ACL, ekstensi 40-00 dan peningkatan fleksi 100
dan berpindah dari satu fase ke fase lainnya perminggunya (Wilk, et.,al., 2012:156).
dengan menetapkan kriteria tertentu dan tidak
Efektivitas Program Terapi…(Rahayu Sustiwi) 4
berdistribusi normal. Dengan demikian, uji ROM fleksi aktif berbeda signifikan dengan pre
prasyarat normalitas tidak terpenuhi sehingga ROM fleksi aktif, yang berarti bahwa ROM
data akan dianalisis dengan statistik non fleksi aktif mengalami peningkatan antara pre
parametrik, menggunakan uji Wilcoxon. Data dan post. Dengan demikian, maka dapat
dalam penelitian ini yang akan dianalisis dikatakan terapi rehabilitasi efektif dalam
menggunakan uji Wilcoxon yaitu data ROM meningkatkan ROM fleksi aktif pasien pasca
fleksi aktif dan pasif, ROM ekstensi aktif dan rekonstruksi ACL fase 2 di Jogja Sports Clinic.
pasif. Dari hasil data uji Wilcoxon Tabel 10,
ROM ekstensi aktif diperoleh nilai 0.023. Jika p
Tabel 9. Hasil Uji Normalitas Bengkak dengan < α berarti signifikan dan jika p > α berarti tidak
Saphiro Wilk signifikan. Digunakan tingkat signifikansi (α)=
No Nilai 0,05, (0.023<0,05), sehingga hipotesis dapat
Variabel Keteragan
. Signifikan diterima atau dapat disimpulkan bahwa post
1. Pre Bengkak 0.480(>0.05) Normal ROM aktif ekstensi berbeda signifikan dengan
pre ROM ekstensi aktif, yang berarti bahwa
2. Post Bengkak 0.573(>0.05) Normal
ROM ekstensi aktif mengalami peningkatan
antara pre dan post. Dengan demikian, maka
Berdasarkan hasil pengujian normalitas dapat dikatakan terapi rehabilitasi efektif dalam
yang tersaji pada Tabel 9, dari kesemua meningkatkan ROM ekstensi aktif pasien pasca
variabel, Asymp. Sig lebih besar dari 0,05 rekonstruksi ACL fase 2 di Jogja Sports Clinic.
(p>0,05) atau data berdistribusi normal. Maka Dari hasil data uji Wilcoxon Tabel 10,
data akan dianalisis dengan pendekatan statistik ROM fleksi pasif diperoleh nilai 0,000. Jika p <
parametrik, uji t berpasangan. α berarti signifikan dan jika p > α berarti tidak
signifikan. Digunakan tingkat signifikansi (α)=
Tabel 10. Hasil Nilai Uji Wilcoxon ROM
0,05, (0,000<0,05), sehingga hipotesis dapat
No Nilai
Variabel Keteragan diterima atau dapat disimpulkan bahwa post
. Signifikan
ROM fleksi pasif berbeda signifikan dengan pre
1. ROM Fleksi Aktif 0.000 (<0.05) Signifikan
ROM fleksi pasif, yang berarti bahwa ROM
ROM Ekstensi fleksi pasif mengalami peningkatan antara pre
2. 0.023 (<0.05) Signifikan
Aktif dan post. Dengan demikian, maka dapat
3. ROM Fleksi Pasif 0.000 (<0.05) Signifikan dikatakan terapi rehabilitasi efektif dalam
ROM Ekstensi meningkatkan ROM fleksi pasif pasien pasca
4. 0.002 (<0.05) Signifikan rekonstruksi ACL fase 2 di Jogja Sports Clinic.
Pasif
Dari hasil data uji Wilcoxon Tabel 10,
Dari hasil data uji Wilcoxon Tabel 10, ROM ekstensi pasif diperoleh nilai 0.002. Jika p
ROM aktif fleksi diperoleh nilai 0,000. Jika p<α < α berarti signifikan dan jika p > α berarti tidak
berarti signifikan dan jika p>α berarti tidak signifikan. Digunakan tingkat signifikansi (α)=
signifikan. Digunakan tingkat signifikansi (α)= 0,05, (0.002<0,05), sehingga hipotesis dapat
0,05, (0,000<0,05), sehingga hipotesis dapat diterima atau dapat disimpulkan bahwa post
diterima atau dapat disimpulkan bahwa post ROM ekstensi pasif berbeda signifikan dengan
Efektivitas Program Terapi…(Rahayu Sustiwi) 8
pre ROM ekstensi pasif, yang berarti bahwa pasca rekonstruksi fase 2 ACL di Jogja Sports
ROM ekstensi pasif mengalami peningkatan Clinic. Tingkat efektifvitas ini ditunjukkan
antara pre dan post. Dengan demikian, maka dengan adanya peningkatan ROM pada sendi
dapat dikatakan terapi rehabilitasi efektif dalam lutut ( fleksi aktif dan pasif, ekstensi aktif dan
meningkatkan ROM ekstensi pasif pasien pasca pasif) dan menurunnya bengkak (lingkar sendi
rekonstruksi ACL fase 2 di Jogja Sports Clinic. lutut menurun) pada pasien pasca rekonstruksi
ACL.
Tabel 11. Hasil Nilai Uji t Pasca rekonstruksi merupakan fase
Nilai
No. Variabel Keteragan dimana seseorang akan mengalami beberapa
Signifikan
permasalahan antara lain penurunan fungsi
1. Bengkak 0.031 (<0.05) Signifikan ROM dan terdapat bengkak di sekitar sendi
lutut. Penurunan fungsi ROM akan berakibat
Dari hasil data uji-t Tabel 11, bengkak buruk terhadap fungsi lutut dan mempengaruhi
diperoleh nilai 0. 031. Jika p < α berarti kinerja otot. Begitupula bengkak, apabila
signifikan, Jika p > α berarti tidak signifikan. bengkak yang terdapat pada daerah sendi lutut
Digunakan tingkat signifikansi (α)= 0,05, tidak kunjung turun, maka akan mempengaruhi
(0.031<0,05) sehingga hipotesis dapat diterima lamanya pengembalian fungsi ROM. Semakin
atau dapat disimpulkan bahwa post bengkak cepat bengkak turun maka akan semakin cepat
berbeda signifikan dengan pre bengkak, yang pula proses pengembalian fungsi ROM.
berarti bahwa bengkak mengalami penurunan Pengembalian fungsi tersebut dapat dicapai
antara pre dan post. Dengan demikian, maka dengan adanya terapi rehabilitasi cedera pasca
dapat dikatakan terapi rehabilitasi efektif dalam rekonstruksi ACL.
menurunkan bengkak yang dapat diketahui Rehabilitasi pasca rekonstruksi ACL
dengan adanya penurunan lingkar lutut pasca merupakan serangkaian program yang bertujuan
rekonstruksi ACL pasien fase 2 Jogja Sports untuk mengembalikan fungsi lutut ke keadaan
Clinic. normal. Menurut Santoso, dkk (2018: 72)
rehabilitasi pasca rekonstruksi ACL terbagi
PEMBAHASAN kedalam 4 fase. Pada penelitian ini penulis
melakukan penelitian pada fase 2. Fase ini di
Tujuan utama dari penelitian ini adalah
mulai 2-6 minggu setelah operasi. Biasanya
untuk mengetahui apakah terapi rehabilitasi
akan memakan waktu 3-5 minggu untuk
efektif untuk meningkatkan ROM dan
mencapai tujuan di fase ini. Pada fase ini
menurunkan bengkak pada pasien pasca
terdapat banyak perubahan yang terjadi antara
rekonstruksi ACL yang berada pada fase 2 di
lain sudah terdapat terdapat penurunan nyeri,
Jogja Sports Clinic. Hasil dari analisis data
penurunan oedem (bengkak menurun), berjalan
menggunakan analisis statistik parametrik (uji t)
tanpa menggunakan crutches (weight bearing)
maupun analisis statistik non parametrik (uji
atau mampu menahan beban tubuh mendekati
Wilcoxon) menunjukkan bahwa program terapi
100%, memulai terapi latihan, serta pasien
rehabilitasi cedera efektif untuk meningkatkan
sudah dapat mobilisasi mandiri dengan keluhan
ROM dan menurunkan bengkak pada pasien
Efektivitas Program Terapi…(Rahayu Sustiwi) 9
minimal yaitu ROM ekstensi 40-00 dan Dari hasil pembahasan diatas, penelitian
peningkatan fleksi 100 perminggunya ini menyimpulkan bahwa program terapi
Untuk mecapai tujuan tersebut maka rehabilitasi cedera mempunyai efektivitas yang
diperlukan modalitas terapi pada fase 2 yaitu signifikan pada peningkatan ROM dan
manual terapi (sport injury massage), penurunan bengkak pada pasien pasca
electrotherapy (TENS), terapi latihan (ROM rekonstruksi ACL fase 2 di Jogja Sports Clinic.
exercise) dan coldtherapy (kompres es). Manual Hal ini dapat diartikan bahwa program terapi
terapi (sport injury massage) yang rehabilitasi cedera dapat digunakan pada
menggunakan teknik friction dengan estimasi perawatan cedera pasca rekonstruksi ACL fase
waktu 5-8 menit ini bertujuan untuk merelaksasi 2.
otot dan meningkatkan aliran limfatik yang
dapat mengurangi bengkak dan meningkatkan SIMPULAN DAN SARAN
ROM. Electrotherapy (TENS), alat ini
Simpulan
diaplikasikan selama 10 menit yang digunakan
untuk tujuan memblok saraf sensorik dan Berdasarkan hasil data yang diperoleh,
menstimulasi saraf motorik sehingga dapat maka dapat disimpulkan bahwa program terapi
mengurangi nyeri dan mencegah terjadinya rehabilitasi cedera yang dilakukan sebanyak 6
hipotrofy otot paha dan betis. Terapi latihan sesi efektiv untuk meningkatkan ROM dan
(ROM exercise) adalah latihan yang dilakukan menurunkan bengkak pada pasien pasca
untuk mempertahankan atau memperbaiki rekonstruksi ACL fase 2 di Jogja Sports Clinic.
tingkat kesempurnaan kemampuan Ini ditunjukkan dengan adanya peningkatan
menggerakan persendian secara normal (Potter ROM dan penurunan lingkar lutut yang berarti
& Perry, 2005). Terapi latihan yang diberikan bahwa bengkak menurun.
terdapat 5 macam yaitu, patella mobility, prone
hang, heel slide, hamstring isometric dan Saran
quadriceps isometric. Selain meningkatkan
ROM, terapi latihan dapat meningkatkan aliran Berdasarkan hasil dan simpulan dalam
limfatik sehingga dapat mengurangi bengkak penelitian ini, terdapat saran yang dapat
dan juga mengurangi nyeri. Coldtherapy disampaikan yaitu bagi pasien penelitian ini
(kompres es) ini memberikan efek mengurangi menunjukan bahwa program terapi rehabilitasi
suhu daerah yang sakit, membatasi aliran darah cedera efektiv dalam meningkatkan ROM dan
dan mencegah cairan masuk ke jaringan di menurunkan bengkak pada fase 2. Untuk itu
sekitar luka, juga akan mengurangi kerusakan apabila pasien pasca rekonstruksi ACL bisa
jaringan dengan jalan mengurangi metabolisme mendapatkan program terapi rehabilitasi cedera
lokal sehingga kebutuhan oksigen jaringan yang telah dibuat secara baku bagi pasien pasca
menurun dan pada 10-15 menit akan terjadi rekonstruksi ACL fase 2, diharapkan akan
vasokonstriksi arteriola dan venula secara lokal mempermudah pasien dalam melalukan terapi
yang akan mengakibatkan bengkak menurun rehabilitasi cedera tersebut dirumah secara
(Arafah, 2010: 23). mandiri.
Efektivitas Program Terapi…(Rahayu Sustiwi) 10