Anda di halaman 1dari 8

Tinjauan Pustaka

Gigitan Ular:
Manajemen Terkini

Niken Wahyu Puspaningtyas, Rismala Dewi,


Ashfahani Imanadhia

Departemen Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,


Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta

Abstrak

Gigitan ular dinyatakan sebagai penyakit tropis yang terabaikan oleh World Health
Organization (WHO) di tahun 2009. Pelaporan dan pengumpulan data yang terbatas
tentang angka pasti dari kejadian gigitan ular secara nasional menunjukkan
perhatian terhadap kasus ini dirasa kurang. Terlebih program kontrol, manajemen,
serta tatalaksana yang benar belum secara luas dipahami oleh masyarakat maupun
tenaga kesehatan. Padahal, gigitan ular merupakan salah satu kegawatdaruratan
medis yang dapat menimbulkan disabilitas permanen, amputasi tungkai, bahkan
kematian. Untuk itu dibutuhkan upaya dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas
yang timbul melalui upaya preventif, kuratif, termasuk pemahaman manajemen yang
komprehensif terkait tatalaksana kasus secara tepat, aman, dan efektif.

Kata Kunci: Gigitan Ular, Gawat Darurat, Manajemen, Tatalaksana

Korespondensi: Niken Wahyu Puspaningtyas


E-mail: nikenwp2020@gmail.com

97 J Indon Med Assoc, Volum: 72, Nomor: 2, April - Mei 2022


Gigitan Ular: Manajemen Terkini

Snakebite: Current Management

Niken Wahyu Puspaningtyas, Rismala Dewi,


Ashfahani Imanadhia

Child Health Department, Medical Faculty, University of Indonesia


Cipto Mangunkusumo Hospital, Jakarta

Abstract

Snakebite is declared as neglected tropical disease by WHO in 2009. Limited report


and collection data about the exact number of snakebite national incidents shows that
this case lacking of attention. Moreover, control program, management, also proper
treatment have not been understood by public and health workers. In fact, snakebite
is a medical emergency that can lead to permanent disability, limb amputation, and
even death. For this reason, effort are needed to reduce morbidity and mortality
that arise through preventive, curative, including comprehensive understanding of
related proper, safe, and effective case management.

Keywords: Snakebite, Emergency, Management, Governance

Pendahuluan adalah penduduk pedesaan, pekerja pertani-


an, nelayan, penggembala, termasuk mereka
Kasus gigitan ular masih menja- yang tinggal di pemukiman dengan kondisi
di topik kesehatan yang terabaikan di ban- lingkungan yang buruk serta akses keseha-
yak negara tropik maupun subtropik. World tan terbatas. Kelompok umur anak dan rema-
Health Organization (WHO) memperkirakan ja juga sering menjadi korban gigitan ular
5.4 juta orang mengalami gigitan ular setiap dengan tingkat kematian tertinggi pada usia
tahunnya, dengan 2.7 juta kasus diantaranya dibawah 5 tahun.5 Gigitan ular termasuk ke-
merupakan gigitan ular berbisa. Tahun 2007 gawatdaruratan medis karena dapat mengaki-
terdapat 12.739 - 214.883 kasus gigitan ular batkan kerusakan jaringan lokal, perdarahan,
di Indonesia dengan estimasi kematian 2000- gagal ginjal, hingga gagal napas dengan hasil
11.581.1,2 Angka tersebut hanya estimasi dari akhir disabilitas permanen dan amputasi tung-
beberapa laporan studi dan mungkin berbeda kai.1 Melihat besarnya risiko yang ditimbul-
dengan angka sebenarnya. Hal ini dikare- kan harus ada perhatian lebih dari pemerintah,
nakan banyak faktor yang mempengaruhi pel- tenaga kesehatan, maupun komunitas keseha-
aporan, diantaranya banyak kasus gigitan ular tan masyarakat terkait kasus ini. Tujuan sajian
yang terjadi di area pedesaan, penanganan pustaka ini adalah untuk mengingat kembali
kasus secara tradisional dan tidak mendapat manifestasi klinis, diagnosis, dan tatalaksana
perawatan di rumah sakit, sehingga angka se- gigitan ular yang tepat.
benarnya dari kasus gigitan ular ini lebih be-
sar dari yang dilaporkan.2,3 Ular Berbisa di Asia Tenggara
Data epidemiologi nasional kasus gig-
itan ular sangat sedikit dan hanya berasal dari Dari 3000 spesies ular di dunia, sekitar
laporan regional. Di Rumah Sakit Rujukan 15% diperkirakan berbahaya bagi manusia.6
Nasional Cipto Mangunkusumo dilaporkan Di Asia Tenggara terdapat 3 jenis ular berbi-
sejumlah 42 kasus yang ditangani antara ta- sa yaitu Elapidae, Viperidae, dan Colubridae
hun 2004-2009.4 Dengan terbatasnya data ep- yang ketiganya memiliki toksisitas bisa dan
idemiologi akan berdampak pada pelaporan karakteristik manifestasi klinis yang berbe-
yang kurang baik, sementara data dibutuhkan da. Spesies ular terbanyak yang menimbulkan
baik oleh klinisi maupun pengambil kebija- kasus gigitan adalah Elapidae dan Viperidae.
kan untuk mengembangkan manajemen tatal- Berdasarkan kepentingan klinis WHO mem-
aksana dan pencegahan kasus. bagi spesies ular menjadi dua kategori yakni
Kelompok risiko tinggi dari kasus ini kategori pertama adalah semua spesies ular

J Indon Med Assoc, Volum: 72, Nomor: 2, April - Mei 2022 98


Gigitan Ular: Manajemen Terkini

berbisa yang berdampak klinis besar, dengan dorsal tubuh.8 Beberapa jenis ular yang terma-
penyebaran luas, dan memiliki tingkat mor- suk dalam keluarga Viperidae adalah Typical
biditas serta mortalitas yang tinggi serta kat- vipers, Saw-scaled or carpet vipers, Hump-
egori dua dengan dampak klinis sedang. Di nosed pit viper, dan lain-lain.7
Indonesia sendiri dengan lebih dari 18.000
pulau terdapat beberapa spesies yang memi-
liki implikasi medis diantaranya B.candidus,
N. sputatrix, N. sumatrana,C. rhodostoma , T.
(T.) albolabris; D.siamensis dan Acanthopis
laevis di Papua Barat serta Maluku.7

Elapidae

Ular yang masuk dalam famili ini


memiliki bentuk tubuh yang panjang, kurus,
berwarna seragam dengan sisik halus yang si- Gambar 2. (A) Malayan pit viper (Calloselasma rho-
dostoma) memiliki karakteristik tanda segitiga di pung-
metris pada bagian kepalanya. Setiap anggo- gung, (B) White-lipped green pit viper (Cryptelytrops
ta dari famili Elapidae mampu menimbulkan albolabris) dengan ekor khas berwarna coklat (Copy-
kasus gigitan fatal pada manusia. Taring yang right DA Warrell).7
dimiliki digunakan untuk menghubungkan
kelenjar racun dengan racun yang dikeluarkan Manifestasi Klinis
ke mangsanya. Beberapa spesies yang terma-
suk dalam keluarga ini adalah Naja (Kobra), Gigitan ular memberikan manifestasi
Bungarus (Kraits), Taipan, Acanthophis, Oxy- klinis yang beragam, bergantung dari jenis
uranus, Pseudechis, Pseudonaja (black and bisa ular yang dihasilkan. Manifestasi klinis
brown snakes), dan ular laut.7,8 yang timbul dapat berupa gejala lokal maupun
sistemik yang tingkat keparahannya bergan-
tung dari lokasi gigitan dan jumlah bisa ular
yang masuk. Beberapa gejala lokal yang dapat
ditemui adalah tanda gigitan, nyeri, bengkak
dan nekrosis lokal. Adanya dua luka gigitan
adalah tanda penting pada kelainan ini. Gejala
nyeri seperti sensasi terbakar atau berdenyut
yang dirasakan segera setelah gigitan dan
langsung menyebar secara proksimal. Nyeri
minimal terjadi pada gigitan ular kraits atau
death adders dari keluarga Elapidae sehingga
pasien terkadang tidak menyadari bahwa tel-
Gambar 1. (A) Malayan krait (Bungarus candi- ah tergigit ular berbisa. Bengkak akan tampak
dus), (B) Sumatran spitting cobra (Naja sumatra- dalam 15 menit dan membesar dalam 2-3 hari
na) golden phase Thailand (Copyright DA War- kemudian menetap selama minimal 3 ming-
rell).7 gu.9 Pembengkakan dapat menyebar secara
cepat dari tempat gigitan dan mengenai tung-
Viperidae kai atau bagian tubuh terdekat. Jika dalam 2
jam setelah gigitan ular viper tidak ditemukan
Ular dari anggota famili ini dibeda- pembengkakan maka dapat diasumsikan ti-
kan dari Elapidae berdasarkan bentuk taring dak ada penyebaran racun. Pada gigitan ular
untuk mengeluarkan bisa. Bila mulut ular ter- berbisa dapat muncul memar, melepuh, dan
buka maka taring akan berputar ke depan dan nekrosis dalam beberapa hari.10
membuat sudut 90 derajat dengan bagian atap Gejala sistemik melibatkan berbagai
rongga mulut. Sedangkan apabila mulut tertu- organ tubuh meliputi gejala neurotoksin, mi-
tup maka taring akan melipat ke belakang dan otoksin, kardiotoksin, nefrotoksin dan gang-
menjadi rata. Beberapa ular dari keluarga ini guan hemostasis. Ular jenis Kraits (Bungarus
juga memiliki kelenjar yang sensitif terhadap spp.) dan sea snakes dikenal dengan gejala
panas untuk membantu menemukan mangsa.8 neurotoksinnya. Neurotoksin memberikan
Kepala Viperidae berbentuk segitiga dengan efek pada presinaps dan atau pasca-sinaps.
banyak sisik kasar kecil pada bagian dorsum Toksin presinaps seperti beta-bungarotoxin
kepala, tubuh pendek dan tebal dengan karak- (b-BuTX) merusak saraf motorik terminal
teristik pola berwarna khas pada permukaan dan deplesi pembuluh sinaps, sedangkan neu-
99 J Indon Med Assoc, Volum: 72, Nomor: 2, April - Mei 2022
Gigitan Ular: Manajemen Terkini

rotoksin pasca-sinaps seperti alpha-neurotox- ogis mencakup pemeriksaan saraf kranialis,


ins akan berikatan dengan reseptor asetilko- motorik, dan fungsi sensoris.7,11 Pemeriksaan
lin dan menginisiasi blokade neuromuskular. laboratorium berupa hitung darah tepi juga
Paralisis neuromuskular akut yang merupakan dapat dikerjakan. Adanya peningkatan hemo-
efek dari neurotoxin adalah penyebab utama globin/hematokrit dapat ditemukan pada gig-
morbiditas dan mortalitas pada gigitan ular itan ular Russell’s viper, sedangkan trombosi-
yang antara lain ptosis, kelemahan wajah, topenia ditemukan pada gigitan ular viper dan
dan paralisis otot pernafasan.11 Efek sistemik Australasian elapids. Trombositopenia dan
miotoksin dari gigitan ular berbisa berakibat fragmentasi sel darah merah dapat menjadi
pada terjadinya rhabdomiolisis atau lisis pada penanda trombosis mikroangiopati. Pemer-
membran sel. Bila tidak diatasi rhabdomi- iksaan fungsi hati dan ginjal untuk melihat
olisis akan mengakibatkan gagal ginjal. Mi- adanya peningkatan kreatinin plasma, ureum
otoksin juga secara tidak langsung membuat darah, dan hiperkalemia menunjukkan adan-
peradangan jaringan sehingga terjadi edema, ya gagal ginjal akut akibat gigitan ular Rus-
obstruksi jaringan limfa, peningkatan tahanan sell’s viper dan nosed-nosed pit-viper. Fungsi
kapiler, dan nekrosis otot.12 pembekuan darah seperti waktu pembekuan,
Penelitian pada 145 anak kurang waktu perdarahan, prothrombine time (PT),
dari 12 tahun yang dirawat di ruang intensif activated partial thromboplastin time (aPTT),
anak rumah sakit di India Selatan mendapa- kadar fibrinogen, dan D-dimer dapat dikerja-
tkan gejala gigitan ular yang ditemukan an- kan untuk mengevaluasi ada tidaknya mani-
tara lain muntah, reaksi lokal berat, kelainan festasi perdarahan pada gigitan Rhabdophis
hematologi, neurotoksisitas atau gabungan dan Crotaline.7,16
keduanya. Pada penelitian ini juga menyim- Untuk negara berkembang seperti In-
pulkan adanya leukositosis berat pada hari donesia, kasus gigitan ular seringkali terjadi
pertama gigitan, gagal ginjal akut, dan sin- di area pedesaan dengan fasilitas kesehatan
drom kebocoran kapiler menjadi faktor pre- terbatas yang tidak mampu untuk melakukan
diksi kematian.13 pemeriksaan laboratorium kompleks seperti
waktu pembekuan. World Health Organiza-
Diagnosis tion South-East Asia Regional (WHO SEA-
RO) merekomendasikan 20-minute whole
Diagnosis gigitan ular dapat ditega- blood clotting test (20WBCT) untuk kasus
kkan secara klinis berdasarkan anamnesis dugaan gigitan Viper pada fasilitas terbatas.
dari pasien, keluarga, atau orang terdekat. Tes ini bisa dilakukan bedside dengan mene-
Pertanyaan penting yang harus ditanyakan teskan 2 ml darah vena pada suatu gelas ker-
meliputi karakteristik jenis ular, lokasi gig- ing (yang sebelumnya tidak pernah kontak
itan, waktu saat pasien tergigit, dan gejala dengan deterjen) dan membiarkan selama 20
yang dirasakan. Identifikasi terhadap ular menit. Dikatakan dugaan positif VICC (ven-
yang menggigit dapat dilakukan dengan cara om induce consumption coagulopathy) apabi-
membawa ular yang sudah tidak bernyawa ke la darah membeku dalam kurun waktu terse-
rumah sakit untuk didokumentasi.7 Ciri ular but.7
berbisa biasanya memiliki bentuk kepala se-
gitiga, adanya lubang yang sensitif terhadap Manajemen Gigitan Ular
panas, sisik pada baris subkaudal, dan tanda
gigitan berupa satu atau dua taring pada kulit. World Health Organization (WHO)
Sedangkan pada ular yang tidak berbisa memi- saat ini telah mengembangkan sebuah strategi
liki karakteristik kepala dan pupil bulat, dua global dengan target memberi dorongan pada
baris sisik ventral, dan tanda gigitan kecil.14 komunitas untuk mencegah kasus gigitan ular,
Jenis dan ukuran ular, ada tidaknya serangan memperkuat sistem kesehatan dan menjamin
berulang, satu atau dua taring yang menembus tatalaksana yang tepat, aman, serta efektif.
kulit akan menentukan jumlah bisa ular yang Inti dari strategi ini adalah tercapainya pe-
masuk dalam tubuh.15 layanan yang menyeluruh untuk semua pasien
Pemeriksaan fisis dapat dimulai dari sehingga angka kasus kematian dan disabilitas
lokasi tanda gigitan yang biasanya akan dapat berkurang 50% sebelum tahun 2030.7
ditemukan edema, nyeri tekan pada perabaan, Terdapat beberapa faktor yang ikut berperan
ekimosis, dan tanda awal nekrosis (melepuh, dalam memperburuk luaran klinis dari pasien,
perubahan warna, dan bau busuk). Pemerik- diantaranya manajemen pertolongan pertama
saan fisis lain berupa tanda vital dan mani- yang tidak sesuai, keputusan untuk mendatan-
festasi perdarahan serta pemeriksaan neurol- gi pengobatan tradisional lebih dulu setelah

J Indon Med Assoc, Volum: 72, Nomor: 2, April - Mei 2022 100
Gigitan Ular: Manajemen Terkini

kejadian, menunda untuk membawa pasien ke ular jenis Copperhead yang diberikan terapi
fasilitas kesehatan, dan terbatasnya kesediaan NSAID, namun demikian gigitan Copperhead
anti bisa ular di beberapa daerah.17 Dibutuh- sendiri jarang menimbulkan efek koagulopa-
kan pendekatan yang kolaboratif dan kom- ti.21 Oleh sebab itu secara umum penggunaan
prehensif untuk manajemen gigitan ular yang NSAID sebaiknya dihindari pada kasus gigi-
mencakup tatalaksana sebelum dan saat tiba tan ular.19,22 Tatalaksana terpenting selanjutn-
dirumah sakit.3 ya adalah menentukan apakah pasien membu-
tuhkan antivenom atau tidak.
Pertolongan pertama
Antivenom
Anak harus ditenangkan dan dibuat
nyaman karena kondisi hiperdinamik dapat Secara umum anti-venom atau anti
mempercepat penyebaran bisa ular. Bagian bisa terindikasi pada gigitan ular yang me-
yang terkena gigitan harus di imobilisa- nimbulkan gejala sistemik dan gejala lokal
si dan segera dibawa ke rumah sakit supaya seperti bengkak, edema, lesi kulit yang mel-
mendapatkan penanganan segera. Tindakan in- ibatkan 2 sendi besar dari lokasi gigitan. Di
sisi, mengisap luka gigitan, memanaskan ser- Indonesia hanya terdapat satu jenis anti bisa
ta memasang tourniquets sebaiknya dihindari. ular yakni Serum Anti-Bisa Ular polivalen/
Tourniquets dapat memperparah nekrosis SABU yang efektif untuk gigitan jenis ular
lokal yang sudah terjadi. Pressure bandages cobra (Naja sputatrix), ular belang (Bungarus
immobilization (PBI) dengan menggunakan fasciatus), dan ular tanah (Agkistrodon rho-
perban elastis direkomendasikan pada gigitan dostoma). Idealnya, anti bisa ular harus diber-
golongan Elipidae yang menyebabkan efek ikan dalam 4 jam pasca-gigitan untuk mence-
neurotoksin tanpa adanya gejala edema lokal. gah komplikasi. Namun demikian, pemberian
Namun demikian tidak direkomendasi pada anti bisa yang tertunda dilaporkan tetap mem-
gigitan kelompok Viperidae. Penggunaan PBI berikan keberhasilan cukup baik sehingga anti
dapat meningkatkan risiko kerusakan lokal bisa tetap harus diberikan selama indikasi ter-
lebih jauh lagi. Ular yang menggigit sebisa penuhi.23 Bahkan pada gigitan ular jenis Vipe-
mungkin didokumentasikan.18,19 ridae pemberian anti bisa ular hingga 24 jam
masih terbukti baik untuk memperbaiki gejala
Tatalaksana di Rumah Sakit gangguan koagulasi.7
Anti bisa ular diberikan secara intrav-
Tatalaksana di Rumah sakit selalu ena, baik dengan cara bolus lambat atau drip
mengedepankan pendekatan ABCDE (jalan melalui infus. Bioavaibilitas akan rendah bila
napas, oksigen, sirkulasi yang baik, disabilitas diberikan secara intramuskuler. Pemberian
dan riwayat paparan) diikuti pemantauan tan- anti bisa ular dapat diberikan secara intraos-
da hemodinamik dan gejala penyebaran bisa seus (IO) pada anak saat kondisi emergen-
ular.7 Lokasi anatomis dari gigitan ular san- si. Dosis untuk anak maupun dewasa adalah
gat penting pada pasien anak, terutama bila sama disebabkan jumlah bisa ular yang masuk
mengenai area penting seperti kepala dan le- ke dalam tubuh dalam satu gigitan sama. Di
her yang bisa menimbulkan komplikasi berat Indonesia dosis yang dianjurkan adalah 2 vial
seperti obstruksi jalan nafas, perdarahan, atau SABU (10 ml) diencerkan dalam 100 ml NaCl
kematian.20 Pemberian antitetanus, antibiotik, 0.9% kemudian drip infus selama 30 menit,
dan analgesik dapat dilakukan. World Health anti bisa ular dapat diulang tiap 6-8 jam.18,19
Organization (WHO) merekomendasikan Reaksi alergi pasca-pemberian anti-venom
pemberian anti nyeri Parasetamol (Acet- dilaporkan terjadi 2-50% kasus dan timbul
aminophen) (dosis dewasa 500 mg hingga 1 segera setelah pemberian anti bisa sehingga
gr, maksimal 4 gr dalam 24 jam; anak 10-15 obat emergensi dan tindakan resusitasi harus
mg/kg).7 Selain Parasetamol, ketamin cukup sudah dipersiapkan. Terapi utama dan terpent-
aman diberikan pada anak. ing pada anafilaksis adalah Epinefrin yang
Apabila nyeri tidak terkontrol dengan diberikan pada dosis 0.01 mg/kgbb dengan
Parasetamol atau ketamin, penambahan opi- dosis maksimal 0.5 mg secara intramuskular
oid lebih disarankan dibandingkan Nonsteroi- (IM). Pemberian Epinefrin dapat diulang da-
dal Anti-inflammatory Drugs (NSAID) karena lam 5-15 menit bila tidak ada respon. Difenhi-
adanya risiko perdarahan yang memperberat dramin pada dosis 1 mg/kg berat badan (mak-
koagulopati dan trombositopenia.19 Peneli- simal 50 mg, drip perlahan selama 5 menit)
tian yang dilakukan sebelumnya menunjuk- atau Hidrokortison 2 mg/kg berat badan yang
kan tidak terdapat perdarahan pasca-gigitan diberikan secara intravena (IV) dapat diper-

101 J Indon Med Assoc, Volum: 72, Nomor: 2, April - Mei 2022
Gigitan Ular: Manajemen Terkini

timbangkan untuk diberikan pada reaksi aler- dap Sefalosporin generasi ketiga yakni Sefo-
gi berat.24 taksim dan Seftazidim. Gigitan ular dianggap
sebagai luka dengan potensi tetanus sehingga
Terapi Tambahan profilaksis dapat diberikan sesuai status imu-
nisasi pasien. Dosis yang direkomendasikan
Pemberian terapi tambahan berupa pada anak yakni ATS 5000 IU intravena. Bila
kolinesterase dapat diberikan pada paralisis tersedia dapat juga diberikan human tetanus
neuromuskular akibat venom neurotoksik. immunoglobulin (HTIG) 250 IU intramusku-
Atropin secara IV/IM diberikan dengan dosis lar.27
0.5 mg (0.02 mg/kg hingga 0.5 mg) pada anak Penggunaan alas kaki yang dapat me-
kemudian diikuti Neostigmin secara IM/IV lindungi kaki secara menyeluruh dapat menja-
dengan dosis inisial 0.5 mg (0.025-0.04 mg/ di bentuk pencegahan gigitan ular pada anak.
kg hingga 0.5 mg). Pemberian Neostigmin Penelitian sebelumnya di Arkansas mendapa-
dapat diulang setiap 20 menit hingga kekua- tkan 114 kasus anak dengan gigitan ular pada
tan otot pulih. Selanjutnya Neostigmin diberi- ekstremitas bawah. Penelitian di India men-
kan secara IV setiap 2-4 jam sesuai kebutuhan guatkan dengan 73% anak mengalami gigitan
untuk mempertahankan kekuatan otot.25 Pem- ular pada kaki.11 Oleh sebab itu dibutuhkan
berian antibiotik profilaksis tidak dianjurkan. edukasi yang baik ke orangtua terkait upaya
Sedangkan antibiotik empiris diberikan pada pencegahan gigitan ular pada anak.
luka gigitan nekrotik atau telah dilakukan ma-
nipulasi yang tidak steril.24 Pilihan antibiotik Ringkasan
empiris yang sesuai adalah Sefalosporin gen-
erasi ketiga. Penelitian yang dilakukan oleh Gigitan ular masih menjadi masalah
Resiere et al.26 pada rongga mulut Bothrops kesehatan masyarakat di Indonesia, namun
lanceolatus (Viperidae) menemukan seban- informasi terkait beban penyakit dirasa ku-
yak 66.7% bakteri yang terisolasi resisten rang. Dibutuhkan manajemen penatalaksa-
terhadap Amoksisilin-Klavulanat, sebaliknya naan yang tepat terkait penanganan mulai dari
lebih dari 70% bakteri tersebut sensitif terha- lokasi kejadian, rujukan, hingga pasien tiba

Gambar 3. Algoritme tatalaksana gigitan ular (Viperidae/Crotalidae) pada anak.26

J Indon Med Assoc, Volum: 72, Nomor: 2, April - Mei 2022 102
Gigitan Ular: Manajemen Terkini

dirumah sakit. Tenaga kesehatan perlu memi- 12. Cheng X, Zhang X. The Analysis of the
liki pengetahuan yang cukup terkait identifi- Treatment of Rhabdomyolysis by Snake
kasi ular sebagai penyebab, tatalaksana perto- Bites. Yangtze Med. 2018 Jun;02(02):89–
longan pertama yang sesuai, dan manajemen 94.
kasus serta rujukan. Program kontrol disertai 13. Jayakrishnan MP, Geeta MG, Krishnaku-
pedoman manajemen yang baik diharapkan mar P, Rajesh TV, George B. Snake bite
dapat mengurangi angka morbiditas dan mor- mortality in children: beyond bite to nee-
talitas gigitan ular di Indonesia. dle time. Archives of disease in childhood.
2017 May 1;102(5):445-9.
Daftar Pustaka 14. Hasibuan LY, Soedjana H, Bisono. Luka.
In: Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W,
1. World Health Organization. Fact sheet of Prasetyono TOH, Rudiman R, eds. Buku
Snakebite envenoming. WHO [Internet]. ajar ilmu bedah. 3rd ed. Jakarta: Penerbit
2019. Available from: https://www.who. Buku Kedokteran EGC; 2010. p. 117-8.
int/news-room/fact-sheets/detail/snake- 15. Naik BS. “Dry bite” in venomous snakes:
bite-envenoming A review. Toxicon. 2017 Jul 1;133:63-7.
2. Kasturiratne A, Wickremasinghe AR, De 16. Isbister GK, Brown SG, Page CB, McCou-
Silva N, Gunawardena NK, Pathmeswaran brie DL, Greene SL, Buckley NA. Snake-
A, Premaratna R, et al. The global burden bite in Australia: a practical approach to
of snakebite: A literature analysis and diagnosis and treatment. Medical journal
modelling based on regional estimates of of Australia. 2013 Dec;199(11):763-8.
envenoming and deaths. PLoS medicine. 17. Sharma SK, Bovier P, Jha N, Alirol E,
2008 Nov;5(11):e218. Loutan L, Chappuis F. Effectiveness of
3. Adiwinata R, Nelwan EJ. Snake- rapid transport of victims and communi-
bite in Indonesia. Acta Med Indones. ty health education on snake bite fatalities
2015;47(4):358–65. in rural Nepal. The American journal of
4. Nelwan EJ. Epidemiology and manage- tropical medicine and hygiene. 2013 Jul
ment of snake bites. Presented at: Region- 7;89(1):145.
al Worskshop on snake bite management; 18. Le Gey J, Pach S, Gutierres JM, Habib
2009. AG, Maduwage KP, Hardcastle TC dkk.
5. WHO. Prevalence of snakebite envenom- Arch Dis Child. 2021;106:14-19.
ing. WHO website. 2020. Available from: 19. Lavonas EJ, Ruha AM, Banner W, Bebar-
https://www.who.int/snakebites/epidemi- ta V, Bernstein JN, Bush SP, et al. Unified
ology/en/ treatment algorithm for the management
6. Gold BS, Dart RC, Barish RA. Bites of of crotaline snakebite in the United States:
venomous snakes. New England Jour- results of an evidence-informed consen-
nal of Medicine [Internet]. 2002 Aug sus workshop. BMC emergency medicine.
1;347(5):347-56. Available from: https:// 2011 Dec;11(1):1-6.
pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12151473/ 20. Avila-Agüero ML, Valverde K, Gutiérrez
7. WHO. Management of snakebites (WHO J, Paris MM, Faingezicht I. Venomous
2nd Ed) 2016. 2016 [Internet];vi, 140 p. snakebites in children and adolescents:
Available from: https://apps.who.int/iris/ a 12-year retrospective review. Jour-
handle/10665/249547 nal of Venomous Animals and Toxins.
8. Chanhome L, Cox MJ, Vasaruchapong T, 2001;7:69-84.
Chaiyabutr N, Sitprija V. Characterization 21. Pham HX, Mullins ME. Safety of nonste-
of venomous snakes of Thailand. Asian roidal anti-inflammatory drugs in copper-
Biomedicine. 2011 Jun 1;5(3):311-28. head snakebite patients. Clinical Toxicol-
9. Bozkurt M, Kulahci Y, Zor F, Kapi E. The ogy. 2018 Nov 2;56(11):1121-7.
management of pit viper envenomation of 22. Kanaan NC, Ray J, Stewart M, Russell
the hand. Hand. 2008 Dec;3(4):324–31. KW, Fuller M, Bush SP, et al. Wilderness
10. Mehta SR, Sashindran VK. Clinical fea- Medical Society practice guidelines for
tures and management of snake bite. Med- the treatment of pitviper envenomations in
ical Journal, Armed Forces India. 2002 the United States and Canada. Wilderness
Jul;58(3):247. & Environmental Medicine. 2015 Dec
11. Ranawaka UK, Lalloo DG, de Silva HJ. 1;26(4):472-87.
Neurotoxicity in snakebite—the limits of 23. Al-Hashaykeh N, Al Jundi A, Abuhasna
our knowledge. PLoS neglected tropical S. Delayed administration of antivenin
diseases. 2013 Oct 10;7(10):e2302. three days after snake bite saves a life.

103 J Indon Med Assoc, Volum: 72, Nomor: 2, April - Mei 2022
Gigitan Ular: Manajemen Terkini

Anaesth Pain & Intensive Care. 2011 Oct Neviere R, Mégarbane B, et al. Oral mi-
1;15(3):167-9. crobiota of the snake bothrops lanceolatus
24. Julian White, AM, MB, BS, MD F. Snake- in martinique. Int J Environ Res Public
bites worldwide: Management [Internet]. Health. 2018;15(10):1–6.
UpToDate. 2020. 27. The royal children’s hospital melbourne.
25. Nepal G of, Population M of H and, Ser- Management of tetanus-prone wounds.
vices D of H. National Guidelines for 2019 [Internet]. Available from: https://
Snakebite Management in Nepal. Mil www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_
Med [Internet]. 2019;156(10). index/Management_of_tetanusprone_
26. Resiere D, Olive C, Kallel H, Cabie A, wounds/

J Indon Med Assoc, Volum: 72, Nomor: 2, April - Mei 2022 104

Anda mungkin juga menyukai