Gigitan Ular - Manajemen Terkini
Gigitan Ular - Manajemen Terkini
Gigitan Ular:
Manajemen Terkini
Abstrak
Gigitan ular dinyatakan sebagai penyakit tropis yang terabaikan oleh World Health
Organization (WHO) di tahun 2009. Pelaporan dan pengumpulan data yang terbatas
tentang angka pasti dari kejadian gigitan ular secara nasional menunjukkan
perhatian terhadap kasus ini dirasa kurang. Terlebih program kontrol, manajemen,
serta tatalaksana yang benar belum secara luas dipahami oleh masyarakat maupun
tenaga kesehatan. Padahal, gigitan ular merupakan salah satu kegawatdaruratan
medis yang dapat menimbulkan disabilitas permanen, amputasi tungkai, bahkan
kematian. Untuk itu dibutuhkan upaya dalam mengurangi morbiditas dan mortalitas
yang timbul melalui upaya preventif, kuratif, termasuk pemahaman manajemen yang
komprehensif terkait tatalaksana kasus secara tepat, aman, dan efektif.
Abstract
berbisa yang berdampak klinis besar, dengan dorsal tubuh.8 Beberapa jenis ular yang terma-
penyebaran luas, dan memiliki tingkat mor- suk dalam keluarga Viperidae adalah Typical
biditas serta mortalitas yang tinggi serta kat- vipers, Saw-scaled or carpet vipers, Hump-
egori dua dengan dampak klinis sedang. Di nosed pit viper, dan lain-lain.7
Indonesia sendiri dengan lebih dari 18.000
pulau terdapat beberapa spesies yang memi-
liki implikasi medis diantaranya B.candidus,
N. sputatrix, N. sumatrana,C. rhodostoma , T.
(T.) albolabris; D.siamensis dan Acanthopis
laevis di Papua Barat serta Maluku.7
Elapidae
J Indon Med Assoc, Volum: 72, Nomor: 2, April - Mei 2022 100
Gigitan Ular: Manajemen Terkini
kejadian, menunda untuk membawa pasien ke ular jenis Copperhead yang diberikan terapi
fasilitas kesehatan, dan terbatasnya kesediaan NSAID, namun demikian gigitan Copperhead
anti bisa ular di beberapa daerah.17 Dibutuh- sendiri jarang menimbulkan efek koagulopa-
kan pendekatan yang kolaboratif dan kom- ti.21 Oleh sebab itu secara umum penggunaan
prehensif untuk manajemen gigitan ular yang NSAID sebaiknya dihindari pada kasus gigi-
mencakup tatalaksana sebelum dan saat tiba tan ular.19,22 Tatalaksana terpenting selanjutn-
dirumah sakit.3 ya adalah menentukan apakah pasien membu-
tuhkan antivenom atau tidak.
Pertolongan pertama
Antivenom
Anak harus ditenangkan dan dibuat
nyaman karena kondisi hiperdinamik dapat Secara umum anti-venom atau anti
mempercepat penyebaran bisa ular. Bagian bisa terindikasi pada gigitan ular yang me-
yang terkena gigitan harus di imobilisa- nimbulkan gejala sistemik dan gejala lokal
si dan segera dibawa ke rumah sakit supaya seperti bengkak, edema, lesi kulit yang mel-
mendapatkan penanganan segera. Tindakan in- ibatkan 2 sendi besar dari lokasi gigitan. Di
sisi, mengisap luka gigitan, memanaskan ser- Indonesia hanya terdapat satu jenis anti bisa
ta memasang tourniquets sebaiknya dihindari. ular yakni Serum Anti-Bisa Ular polivalen/
Tourniquets dapat memperparah nekrosis SABU yang efektif untuk gigitan jenis ular
lokal yang sudah terjadi. Pressure bandages cobra (Naja sputatrix), ular belang (Bungarus
immobilization (PBI) dengan menggunakan fasciatus), dan ular tanah (Agkistrodon rho-
perban elastis direkomendasikan pada gigitan dostoma). Idealnya, anti bisa ular harus diber-
golongan Elipidae yang menyebabkan efek ikan dalam 4 jam pasca-gigitan untuk mence-
neurotoksin tanpa adanya gejala edema lokal. gah komplikasi. Namun demikian, pemberian
Namun demikian tidak direkomendasi pada anti bisa yang tertunda dilaporkan tetap mem-
gigitan kelompok Viperidae. Penggunaan PBI berikan keberhasilan cukup baik sehingga anti
dapat meningkatkan risiko kerusakan lokal bisa tetap harus diberikan selama indikasi ter-
lebih jauh lagi. Ular yang menggigit sebisa penuhi.23 Bahkan pada gigitan ular jenis Vipe-
mungkin didokumentasikan.18,19 ridae pemberian anti bisa ular hingga 24 jam
masih terbukti baik untuk memperbaiki gejala
Tatalaksana di Rumah Sakit gangguan koagulasi.7
Anti bisa ular diberikan secara intrav-
Tatalaksana di Rumah sakit selalu ena, baik dengan cara bolus lambat atau drip
mengedepankan pendekatan ABCDE (jalan melalui infus. Bioavaibilitas akan rendah bila
napas, oksigen, sirkulasi yang baik, disabilitas diberikan secara intramuskuler. Pemberian
dan riwayat paparan) diikuti pemantauan tan- anti bisa ular dapat diberikan secara intraos-
da hemodinamik dan gejala penyebaran bisa seus (IO) pada anak saat kondisi emergen-
ular.7 Lokasi anatomis dari gigitan ular san- si. Dosis untuk anak maupun dewasa adalah
gat penting pada pasien anak, terutama bila sama disebabkan jumlah bisa ular yang masuk
mengenai area penting seperti kepala dan le- ke dalam tubuh dalam satu gigitan sama. Di
her yang bisa menimbulkan komplikasi berat Indonesia dosis yang dianjurkan adalah 2 vial
seperti obstruksi jalan nafas, perdarahan, atau SABU (10 ml) diencerkan dalam 100 ml NaCl
kematian.20 Pemberian antitetanus, antibiotik, 0.9% kemudian drip infus selama 30 menit,
dan analgesik dapat dilakukan. World Health anti bisa ular dapat diulang tiap 6-8 jam.18,19
Organization (WHO) merekomendasikan Reaksi alergi pasca-pemberian anti-venom
pemberian anti nyeri Parasetamol (Acet- dilaporkan terjadi 2-50% kasus dan timbul
aminophen) (dosis dewasa 500 mg hingga 1 segera setelah pemberian anti bisa sehingga
gr, maksimal 4 gr dalam 24 jam; anak 10-15 obat emergensi dan tindakan resusitasi harus
mg/kg).7 Selain Parasetamol, ketamin cukup sudah dipersiapkan. Terapi utama dan terpent-
aman diberikan pada anak. ing pada anafilaksis adalah Epinefrin yang
Apabila nyeri tidak terkontrol dengan diberikan pada dosis 0.01 mg/kgbb dengan
Parasetamol atau ketamin, penambahan opi- dosis maksimal 0.5 mg secara intramuskular
oid lebih disarankan dibandingkan Nonsteroi- (IM). Pemberian Epinefrin dapat diulang da-
dal Anti-inflammatory Drugs (NSAID) karena lam 5-15 menit bila tidak ada respon. Difenhi-
adanya risiko perdarahan yang memperberat dramin pada dosis 1 mg/kg berat badan (mak-
koagulopati dan trombositopenia.19 Peneli- simal 50 mg, drip perlahan selama 5 menit)
tian yang dilakukan sebelumnya menunjuk- atau Hidrokortison 2 mg/kg berat badan yang
kan tidak terdapat perdarahan pasca-gigitan diberikan secara intravena (IV) dapat diper-
101 J Indon Med Assoc, Volum: 72, Nomor: 2, April - Mei 2022
Gigitan Ular: Manajemen Terkini
timbangkan untuk diberikan pada reaksi aler- dap Sefalosporin generasi ketiga yakni Sefo-
gi berat.24 taksim dan Seftazidim. Gigitan ular dianggap
sebagai luka dengan potensi tetanus sehingga
Terapi Tambahan profilaksis dapat diberikan sesuai status imu-
nisasi pasien. Dosis yang direkomendasikan
Pemberian terapi tambahan berupa pada anak yakni ATS 5000 IU intravena. Bila
kolinesterase dapat diberikan pada paralisis tersedia dapat juga diberikan human tetanus
neuromuskular akibat venom neurotoksik. immunoglobulin (HTIG) 250 IU intramusku-
Atropin secara IV/IM diberikan dengan dosis lar.27
0.5 mg (0.02 mg/kg hingga 0.5 mg) pada anak Penggunaan alas kaki yang dapat me-
kemudian diikuti Neostigmin secara IM/IV lindungi kaki secara menyeluruh dapat menja-
dengan dosis inisial 0.5 mg (0.025-0.04 mg/ di bentuk pencegahan gigitan ular pada anak.
kg hingga 0.5 mg). Pemberian Neostigmin Penelitian sebelumnya di Arkansas mendapa-
dapat diulang setiap 20 menit hingga kekua- tkan 114 kasus anak dengan gigitan ular pada
tan otot pulih. Selanjutnya Neostigmin diberi- ekstremitas bawah. Penelitian di India men-
kan secara IV setiap 2-4 jam sesuai kebutuhan guatkan dengan 73% anak mengalami gigitan
untuk mempertahankan kekuatan otot.25 Pem- ular pada kaki.11 Oleh sebab itu dibutuhkan
berian antibiotik profilaksis tidak dianjurkan. edukasi yang baik ke orangtua terkait upaya
Sedangkan antibiotik empiris diberikan pada pencegahan gigitan ular pada anak.
luka gigitan nekrotik atau telah dilakukan ma-
nipulasi yang tidak steril.24 Pilihan antibiotik Ringkasan
empiris yang sesuai adalah Sefalosporin gen-
erasi ketiga. Penelitian yang dilakukan oleh Gigitan ular masih menjadi masalah
Resiere et al.26 pada rongga mulut Bothrops kesehatan masyarakat di Indonesia, namun
lanceolatus (Viperidae) menemukan seban- informasi terkait beban penyakit dirasa ku-
yak 66.7% bakteri yang terisolasi resisten rang. Dibutuhkan manajemen penatalaksa-
terhadap Amoksisilin-Klavulanat, sebaliknya naan yang tepat terkait penanganan mulai dari
lebih dari 70% bakteri tersebut sensitif terha- lokasi kejadian, rujukan, hingga pasien tiba
J Indon Med Assoc, Volum: 72, Nomor: 2, April - Mei 2022 102
Gigitan Ular: Manajemen Terkini
dirumah sakit. Tenaga kesehatan perlu memi- 12. Cheng X, Zhang X. The Analysis of the
liki pengetahuan yang cukup terkait identifi- Treatment of Rhabdomyolysis by Snake
kasi ular sebagai penyebab, tatalaksana perto- Bites. Yangtze Med. 2018 Jun;02(02):89–
longan pertama yang sesuai, dan manajemen 94.
kasus serta rujukan. Program kontrol disertai 13. Jayakrishnan MP, Geeta MG, Krishnaku-
pedoman manajemen yang baik diharapkan mar P, Rajesh TV, George B. Snake bite
dapat mengurangi angka morbiditas dan mor- mortality in children: beyond bite to nee-
talitas gigitan ular di Indonesia. dle time. Archives of disease in childhood.
2017 May 1;102(5):445-9.
Daftar Pustaka 14. Hasibuan LY, Soedjana H, Bisono. Luka.
In: Sjamsuhidajat R, Karnadihardja W,
1. World Health Organization. Fact sheet of Prasetyono TOH, Rudiman R, eds. Buku
Snakebite envenoming. WHO [Internet]. ajar ilmu bedah. 3rd ed. Jakarta: Penerbit
2019. Available from: https://www.who. Buku Kedokteran EGC; 2010. p. 117-8.
int/news-room/fact-sheets/detail/snake- 15. Naik BS. “Dry bite” in venomous snakes:
bite-envenoming A review. Toxicon. 2017 Jul 1;133:63-7.
2. Kasturiratne A, Wickremasinghe AR, De 16. Isbister GK, Brown SG, Page CB, McCou-
Silva N, Gunawardena NK, Pathmeswaran brie DL, Greene SL, Buckley NA. Snake-
A, Premaratna R, et al. The global burden bite in Australia: a practical approach to
of snakebite: A literature analysis and diagnosis and treatment. Medical journal
modelling based on regional estimates of of Australia. 2013 Dec;199(11):763-8.
envenoming and deaths. PLoS medicine. 17. Sharma SK, Bovier P, Jha N, Alirol E,
2008 Nov;5(11):e218. Loutan L, Chappuis F. Effectiveness of
3. Adiwinata R, Nelwan EJ. Snake- rapid transport of victims and communi-
bite in Indonesia. Acta Med Indones. ty health education on snake bite fatalities
2015;47(4):358–65. in rural Nepal. The American journal of
4. Nelwan EJ. Epidemiology and manage- tropical medicine and hygiene. 2013 Jul
ment of snake bites. Presented at: Region- 7;89(1):145.
al Worskshop on snake bite management; 18. Le Gey J, Pach S, Gutierres JM, Habib
2009. AG, Maduwage KP, Hardcastle TC dkk.
5. WHO. Prevalence of snakebite envenom- Arch Dis Child. 2021;106:14-19.
ing. WHO website. 2020. Available from: 19. Lavonas EJ, Ruha AM, Banner W, Bebar-
https://www.who.int/snakebites/epidemi- ta V, Bernstein JN, Bush SP, et al. Unified
ology/en/ treatment algorithm for the management
6. Gold BS, Dart RC, Barish RA. Bites of of crotaline snakebite in the United States:
venomous snakes. New England Jour- results of an evidence-informed consen-
nal of Medicine [Internet]. 2002 Aug sus workshop. BMC emergency medicine.
1;347(5):347-56. Available from: https:// 2011 Dec;11(1):1-6.
pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/12151473/ 20. Avila-Agüero ML, Valverde K, Gutiérrez
7. WHO. Management of snakebites (WHO J, Paris MM, Faingezicht I. Venomous
2nd Ed) 2016. 2016 [Internet];vi, 140 p. snakebites in children and adolescents:
Available from: https://apps.who.int/iris/ a 12-year retrospective review. Jour-
handle/10665/249547 nal of Venomous Animals and Toxins.
8. Chanhome L, Cox MJ, Vasaruchapong T, 2001;7:69-84.
Chaiyabutr N, Sitprija V. Characterization 21. Pham HX, Mullins ME. Safety of nonste-
of venomous snakes of Thailand. Asian roidal anti-inflammatory drugs in copper-
Biomedicine. 2011 Jun 1;5(3):311-28. head snakebite patients. Clinical Toxicol-
9. Bozkurt M, Kulahci Y, Zor F, Kapi E. The ogy. 2018 Nov 2;56(11):1121-7.
management of pit viper envenomation of 22. Kanaan NC, Ray J, Stewart M, Russell
the hand. Hand. 2008 Dec;3(4):324–31. KW, Fuller M, Bush SP, et al. Wilderness
10. Mehta SR, Sashindran VK. Clinical fea- Medical Society practice guidelines for
tures and management of snake bite. Med- the treatment of pitviper envenomations in
ical Journal, Armed Forces India. 2002 the United States and Canada. Wilderness
Jul;58(3):247. & Environmental Medicine. 2015 Dec
11. Ranawaka UK, Lalloo DG, de Silva HJ. 1;26(4):472-87.
Neurotoxicity in snakebite—the limits of 23. Al-Hashaykeh N, Al Jundi A, Abuhasna
our knowledge. PLoS neglected tropical S. Delayed administration of antivenin
diseases. 2013 Oct 10;7(10):e2302. three days after snake bite saves a life.
103 J Indon Med Assoc, Volum: 72, Nomor: 2, April - Mei 2022
Gigitan Ular: Manajemen Terkini
Anaesth Pain & Intensive Care. 2011 Oct Neviere R, Mégarbane B, et al. Oral mi-
1;15(3):167-9. crobiota of the snake bothrops lanceolatus
24. Julian White, AM, MB, BS, MD F. Snake- in martinique. Int J Environ Res Public
bites worldwide: Management [Internet]. Health. 2018;15(10):1–6.
UpToDate. 2020. 27. The royal children’s hospital melbourne.
25. Nepal G of, Population M of H and, Ser- Management of tetanus-prone wounds.
vices D of H. National Guidelines for 2019 [Internet]. Available from: https://
Snakebite Management in Nepal. Mil www.rch.org.au/clinicalguide/guideline_
Med [Internet]. 2019;156(10). index/Management_of_tetanusprone_
26. Resiere D, Olive C, Kallel H, Cabie A, wounds/
J Indon Med Assoc, Volum: 72, Nomor: 2, April - Mei 2022 104