Anda di halaman 1dari 3

1. Mengapa berpikir biner dan ideologis tidak menguntungkan dalam penelitian?

Jawaban :

Berpikir biner bisa dibilang tidak berguna karena metodologi akan saling
menyempurnakan jika ada dialektikal di dalamnya. Pemikiran biner membuat peneliti
akan melakukan "keberpihakan" terhadap apa yang ia kuasai, dengar, bahkan ia terima
dari luar dengan gaya "anti" pemikiran lain (menolak adanya teori dan kebutuhan lain
dalam penelitian). Hal ini memunculkan ideologi tersendiri yang membuat para peneliti
tidak ingin memahami penelitian lain karena merasa akan mendapatkan gangguan atau
mengalami ketidakfokusan saat menjalani riset/penelitian.

2. Jelaskan manfaat berfikir non-biner dalam penelitian!

Jawaban :

Arip Senjaya mengatakan bahwa berpikir non-biner akan memiliki implikasi baik
pada pemula maupun yang sudah memiliki pemahaman mendalam terkait penelitian.
Berpikir non-biner akan membuat peneliti merasa haus dan tidak pernah menganggap
bahwa dirinya selalu benar sehingga anggapan dan perasaan tersebut memudahkan
peneliti untuk terus menggali dan mencari sampai akar mengenai segala sesuatu yang ia
butuhkan dalam penelitiannya.

3. Dalam kasus penelitian otonomi teks terhadap sastra, dapatkah disebut kualitatif
ataukah kuantitatif jika mengingat sifatnya yang objektivistik? Jelaskan pilihan Anda
dengan argumen yang mudah dipahami.

Jawaban :

Menurut saya, kasus penelitian otonomi teks terhadap sastra ini menjurus ke cara
pemikiran biner. Karena pada Video Non-Biner, otonomi teks ini termasuk penelitian
kualitatif yang di dalamnya fokus pada objektivitas dan penjabaran-penjabaran karya
sastra di dalamnya. Namun, disamping penjabaran yang objektif, penelitian terhadap
sastra ini tentunya mengenyampingkan segala aspek pada karya sastra itu sendiri. Seperti
asal-muasal terciptanya teks sastra tersebut, siapa penulisnya, motivasi apa yang ia
jadikan sebagai kekuatan untuk menulis naskah sastranya, dan poin-poin intrinsik
lainnya. Otonomi teks membuat peneliti hanya berfokus pada apa yang ingin ia capai
saja. Makin meluas, makin melebar, juga terus mengeksplor jawaban, sehingga tidak
mementingkan anggapan atau kebenaran (baik tersirat maupun tersurat) yang ditunjukkan
oleh penulis karya sastra sebagai pencipta.

4.Metodologi kualitatif yang baik mesti berlandas pada minat yang tinggi terhadap
manusia, jelaskan pandangan John Dewey tersebut!

Jawaban :

Menurut Dewey, peneliti seumumnya tertarik terhadap pengalaman manusia. Sehingga


penelitian akan menjadi usaha dengan kepemilikan atas kualitas estetika. Dalam penelitian
Dewey tentunya bukan tipe seorang peneliti yang hanya mencari data dengan metode yang ia
gunakan lalu menemukan hasil dan menyelesaikanya tanpa ada bumbu-bumbu keindahan.
Menurutnya, sangatlah penting bila seseorang melakukan penelitian dengan berlandas pada
minat yang tinggi terhadap manusia. Maka dari itu, riset-riset yang dihasilkan nantinya kan
berkualitas estetik.

5. Mengamankan informasi yang lebih otentik dibangun melalui komunikasi antarpeneliti,


jelaskan!

Jawaban :

Sarah dan Redding Jones termotivasi keinginan untuk mengamankan informasi yang
lebih ontetik untuk satu sama lain termasuk mengenai kehidupan pribadi mereka. Dalam hal ini,
penelitian dan komunikasi yang hangat terus dibangun untuk alasan mengamankan informasi.
Megamankan informasi yang dimaksud adalah tiap data atau teori yang didapatkan oleh peneliti
setidakknya harus segera diceritakan, disampaikan, atau sharing dengan partner dalam penelitian
yang nantinya partner ini akan menjadi archive penelitian agar sewaktu-waktu jika bahan riset
yangsudah dikembangkan/temukan memiliki backup ketika peneliti lupa atau keliru.

6. Sebutkan salah satu landasan moral meneliti Descartes dan jelaskan!

Jawaban :

Salah satu landasan moral meneliti Descartes yaitu sikap yang harus dipenuhi
oleh siapapun yang sedang memasuki ilmu metodologi, yakni tahu apa tujuan dari belajar.
Dalam teori Descrates, cara membuat kita memahami apa itu tujuan dari belajar adalah dengan
menyadari bahwa kita adalah mahluk yang tidak tahu apa-apa. Hal ini sejalan dengan pemikiran
Socrates yang mengatakan bahwa kearifan tertinggi manusia adalah ketika ia menyadari
“ketidaktahuannya”, artinya kita sudah mencapai garis tertinggi dari sebuah wujud
kebijaksanaan. Pemikiran bahwa kita tidak tahu ini bukan semata-mata dilakukan untuk
menunjukkan bahwa kita adalah orng yang berusaha merendah, tetapi semakin banyak yang kita
pelajari dan kuasai, justru akan membuat diri merasa bahwa yang diketahui itu tidak lebih dari
seujung kuku.

Anda mungkin juga menyukai