Anda di halaman 1dari 32

HUBUNGAN MINI NUTRITIONAL ASSESSMENT DENGAN KEPARAHAN

LUKA DFU

PROPOSAL PENELITIAN

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Menempuh Ujian Strata


satu (SI) Pada Institut Teknologi Dan Kesehatan Muhammadiyah
Kalimantan Barat

YENI KURNIA
NIM SR19213027

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN REGULER A


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN MUHAMMADIYAH
KALIMANTAN BARAT
2022/2023
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kasus DM pada tahun 2019 sebanyak 355 orang, tahun 2020 sebanyak 456 orang
dan pada tahun 2021 sejumlah 866 orang. Seperti penyakit tidak menular lainnya.
Diabetes Melitus juga memiliki faktor risiko atau faktor pencetus yang berkontribusi
terhadap kejadian penyakit. Upaya pengendalian faktor risiko dapat mencegah
diabetes melitus. Prevalensi diabetes melitus menunjukkan peningkatan seiring
dengan bertambahnya umur penderita yang mencapai puncaknya pada umur 55-64
tahun dan menurun setelah melewati rentang umur tersebut. Pola peningkatan ini
terjadi pada Riskesdas 2013 dan 2018 yang mengindikasikan semakin tinggi umur
maka semakin besar risiko untuk mengalami diabetes. Peningkatan prevalensi di
tahun 2013-2018 terjadi pada kelompok umur 44-45 tahun , 55-64 tahun, 65-74
tahun, dan ≥ 75 tahun (Kemenkes RI, 2019).
Hasil Riskesdas 2018 menunjukkan bahwa prevalensi diabetes melitus di
Indonesia sebesar 2%. Angka tersebut menunjukkan peningkatan jika dibandingkan
dengan prevalensi diabetes melitus pada pada hasil Riskesdas 2013 sebesar 1,5%
Kemenkes (2020). Dinas Kesehatan Provinsi Bali (2020) menunjukkan bahwa
sejumlah 37.736 orang penderita Diabetes Melitus telah mendapatkan pelayanan
kesehatan dari 52.282 penderita Diabetes Melitus yang ada. Khususnya Kabupaten
Buleleng, tahun 2020 terdapat 6.849 penderita diabetes melitus. Menurut data yang
diperoleh dari catatan medik di Puskesmas Buleleng III bahwa jumlah penderita
diabetes melitus meningkat dari tahun 2019-2021.
Diabetic Foot Ulcer (DFU) merupakan salah satu komplikasi kronis dari
diabetes melitus yang paling ditakuti. DFU adalah penyakit pada kaki penderita
diabetes dengan karakteristik adanya neuropati sensorik, motorik, otonom serta
gangguan makrovaskuler dan mikrovaskuler. DFU merupakan morbiditas dan
penyebab utama penderita DM Rawat di rumah sakit. Ulkus, infeksi, gangren,
amputasi, dan kematian merupakan komplikasi yang signifikan yang tentu
membutuhkan biaya yang tidak sedikit dan perawatan yang lebih lama. Diperlukan
pendekatan multidisipliner untuk mengatasi penyakit DFU. Amputasi merupakan
konsekuensi yang serius dari DFU. sebesar 14,3% akan meninggal dalam setahun
setelah amputasi, dan sebanyak 37% akan meninggal 3 tahun pasca amputasi. Bila
dilakukan perhatian dini dan pengobatan yang adekuat akan dapat mengurangi
kejadian tindakan amputasi. Ironisnya evaluasi dini dan penanganan yang adekuat di
rumah sakit tidak optimal. Perhatian yang lebih pada kaki penderita DM dan
pemeriksaan secara teratur diharapkan akan mengurangi kejadian komplikasi berupa
ulkus diabetik, yang pada akhirnya akan mengurangi biaya rawat dan perawatan.
Oleh karena itu perlu peningkatan pemahanan mengenai diagnosis DFU yang
kemudian dilanjutkan dengan penatalaksanaan yang optimal (Decroli, 2019).
Asesmen Gizi Mini adalah alat pengkajian skrining nutrisi yang paling cocok
untuk lansia karena dapat cepat dan mudah untuk digunakan. MNA dapat keadaan
keadaan gizi lansia secara efektif (Oktariyani 2012). Alat penilaian yang dapat
dipercaya dan divalidasi untuk mengidentifikasi kekurangan gizi atau risiko gizi
buruk pada lansia (Miller, 2012). MNA adalah alat skrining untuk lansia yang
memiliki sensitifitas yang tinggi, spesifik, dan dapat diandalkan (Oktariyani 2012).
MNA telah dikembangkan sejak hampir 20 tahun yang lalu (Cereda, 2011). MNA
telah divalidasi pada lansia dengan populasi lebih dari 600 orang lansia dengan
rentang usia 65-90 tahun atau lebih, mulai dari usia lanjut yang kondisinya sangat
lemah sampai pada lansia yang sangat aktif dalam 3 studi berturut-turut. Dengan
pendekatan multidimensi, MNA dapat memberikan gambaran mengenai status nutrisi
lansia (Williams & Wilkins 2012).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalahnya yaitu “apakah
ada hubungan Mini Nutritional Assessment dengan keparahan luka DFU?”
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Menganalisis hubungan antara Mini Nutritional Assessment dengan keparahan
luka DFU.
2. Tujuan khusus
a. Mengetahui hubungan antara Mini Nutritional Assessment dengan
keparahan luka DFU.
b. Mengidentifikasi keparahan luka DFU pada lansia dengan Mini
Nutritional Assessment.

D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Layanan dan Masyarakat
Dari hasil penelitian ini khususnya kepada layanan kesehatan dan juga
masyrakat bahwa dapat dilakukan Mini Nutritional Assessment pada lansia
untuk mengurangi keparahan luka DFU.
2. Bagi Pendidikan dan Perkembangan Ilmu Keperawatan
Dari hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai referensi
untuk penelitian-penelitian berikutnya dan dapat digunakan untuk menambah
ilmu keperawatan tentang keparahan luka DFU pada lansia dengan Mini
Nutritional Assessment.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Teori
1. Definisi Medis Diabetes Melitus
Sekelompok penyakit metabolik yang dikenal sebagai diabetes mellitus
(DM) ditandai dengan hiperglikemia yang disebabkan oleh defisiensi sekresi,
kerja, atau keduanya insulin. Hiperglikemia kronis terkait diabetes telah dikaitkan
dengan kerusakan jangka panjang, disfungsi, atau kegagalan banyak organ,
terutama jantung, pembuluh darah, ginjal, saraf, mata, dan ginjal (Sudoyo et al.
2009). DM adalah kelompok beragam gangguan yang ditandai dengan
hiperglikemia, atau peningkatan kadar gula darah. Di dalam darah, glukosa
biasanya bersirkulasi dalam jumlah tertentu. Hati mengubah makanan yang kita
makan menjadi glukosa. Pankreas mengeluarkan hormon insulin, yang mengatur
produksi dan penyimpanan glukosa darah untuk mengontrol kadar gula darah
(Smeltzer & Bare, 2015).
Ada beberapa jenis DM yang berbeda, masing-masing dapat diidentifikasi
penyebab, perjalanan klinis, dan pengobatannya, menurut Smeltzer & Bare
(2015). Kategori utama untuk diabetes adalah:
a. Tipe I: DM tergantung insulin (insulin dependent diabetes mellitus [IDDM]).
Dalam bentuk diabetes ini, proses autoimun membunuh sel beta pankreas,
yang biasanya menghasilkan hormon insulin. Akibatnya, pemberian insulin
melalui injeksi diperlukan untuk menjaga kadar glukosa darah. Timbulnya
DM tipe I secara tiba-tiba, yang biasanya terjadi pada usia 30 tahun, adalah
salah satu ciri khasnya.

b. Tipe II: DM tidak tergantung insulin (non-insulin dependent diabetes


mellitus [NIDDM]). Diabetes tipe II disebabkan oleh penurunan produksi
insulin atau penurunan sensitivitas insulin, juga dikenal sebagai resistensi
insulin. Orang gemuk di atas 30 tahun lebih mungkin menderita diabetes tipe
II.
c. DM gestasional (gestational diabetes mellitus [GDM]). Terjadi selama
kehamilan, biasanya pada trimester kedua atau ketiga, dan disebabkan oleh
hormon yang dikeluarkan plasenta yang mencegah kerja insulin.
2. Tanda dan Gejala
Penderita DM sering mengalami gejala klinis sebagai berikut, menurut
Tarwoto et al. (2016):
a. Sering kencing/miksi atau meningkatnya frekuensi buang air kecil
(poliuria)
Karena pembatasan kapasitas ginjal untuk menyaring dan menyerap
kembali dari tubulus ginjal, adanya hiperglikemia menyebabkan beberapa
glukosa diekskresikan oleh ginjal bersama dengan urin. Sejumlah besar air
diperlukan untuk memfasilitasi pelepasan glukosa, yang meningkatkan
frekuensi berkemih.
b. Polydipsia, atau rasa haus yang meningkat Dehidrasi yang disebabkan oleh
sering buang air kecil merangsang pusat rasa haus, yang pada gilirannya
menyebabkan rasa haus yang meningkat.
c. Meningkatnya rasa lapar (polipagia)
Berkurangnya cadangan energi yang disebabkan oleh peningkatan
katabolisme, yang memecah glikogen menjadi energi, mengaktifkan pusat
rasa lapar.
d. Penurunan berat badan
Kehilangan cairan, glikogen, trigliserida, dan massa otot yang signifikan
inilah yang menyebabkan penurunan berat badan.
e. Kelainan pada mata, pengelihatan kabur
Hiperglikemia kronis memperlambat aliran darah, menyebabkan sirkulasi
pembuluh yang tidak teratur, termasuk di mata, yang dapat merusak retina
dan menyebabkan kekeruhan lensa.
f. Infeksi kulit
Gula darah yang meningkat menyebabkan penumpukan gula pada kulit
sehingga menimbulkan rasa gatal dan membuat bakteri dan jamur lebih
mudah menyerang kulit.
g. Ketonuria
Asam lemak digunakan sebagai sumber energi saat glukosa tidak lagi
dibutuhkan. Ketika asam lemak dipecah, keton diproduksi, yang kemudian
dilepaskan ke dalam darah dan dibuang oleh ginjal.
h. Kelemahan dan keletihan
Kecenderungan pasien untuk cepat lelah menyebabkan kekurangan cadangan
energi, kelaparan sel, dan kehilangan kalium.
3. Pemeriksaan Penunjang
Menurut pedoman World Health Organization (WHO) dan American
Diabetes Association (ADA), International Diabetes Federation
menyebutkan bahwa ada beberapa kriteria diagnosis DM, antara lain:
a. Kadar HbA1c ≥ 6,5 % atau setara dengan 48 mmol/L
b. Kadar glukosa plasma sewaktu ≥11,1 mmol/L (200 mg/dL)
c. Kadar glukosa plasma puasa ≥ 7,0 mmol/dL) (126 mg/dL)
d. Kadar glukosa plasma ≥ 11,1 mmol/L (200mg/dL) 2 jam setelah
glukosa diberikan sebanyak 75 mg per oral.
Berikut kriteria diagnosis DM menurut Sudoyo (2009):
a. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu ≥200 mg/Dl (11.1 mmol/L.
Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada
suatu hari tanpa memperhitunhkan waktu makan terakhir
b. Gejala klasik DM + Kadar glukosa darah puasa ≥126 mg/dL (7,0
mmol/L). Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan
sedikitnya 8 jam.
c. Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO ≥ 200 mg/dL (11,1 mmol/L).
TTGO dilakukan dengan standard WHO, menggunakan beban glukosa
yang setara dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan kedalam air

Berikut cara penerapan TTGO menurut Sudoyo (2009):


a. 3 (tiga) hari sebelum pemeriksaan tetap makan seperti kebiasaan sehari-
hari (dengan karbohidrat yang cukup) dan tetap melakukan kegiatan
jasmani seperti biasa.
b. Berpuasa paling sedikit 8 jam (mulai malam hari) sebelum
pemeriksaan, minum air putih tanpa gula tetap diperbolehkan.
c. Diperiksa kadar glukosa darah puasa.’
d. Diperiksa glukosa 75 gram (orang dewasa) atau 1,75 gram/kgBB
(anak- anak), dilarutkan dalam air 250 ml dan diminum dalam waktu 5
menit.
e. Berpuasa kembali sampai pengambilan sampe darah untuk
pemeriksaan 2 jam setelah minum larutan glukosa selesai.
f. Diperiksa kadar glukosa darah 2 (dua) jam sesudah beban gluksoa.
g. Selama proses pemeriksaan subyek tetap istirahat dan tidak merokok.
4. Penatalaksanaan
Tujuan utama terapi DM menurut Smeltzer & Bare (2015) adalah upaya
menormalkan aktivitas insulin dan kadar glukosa darah dalam upaya
mengurangi kemungkinan komplikasi vaskular dan neuropatik. Pada semua
jenis diabetes, tujuan terapi adalah untuk mencapai kadar gula darah normal
(euglikemia) tanpa mengalami hipoglikemia dan secara serius mempengaruhi
jadwal aktivitas pasien. Lima elemen manajemen diabetes adalah sebagai
berikut:
a. Diet.
b. Latihan.
c. Pemantauan.
d. Terapi (jika diperlukan).
e. Pendidikan
Karena perubahan gaya hidup pasien, kesehatan fisik dan mental, serta
berbagai perkembangan modalitas terapi yang dibawa oleh penelitian,
pengobatan akan berubah selama perjalanan penyakit DM.
Akibatnya, penatalaksanaan DM melibatkan penyesuaian harian
terhadap terapi oleh pasien serta evaluasi berkelanjutan dan modifikasi
rencana perawatan oleh profesional medis. Meski pasien akan bertugas
melakukan terapi kompleks ini setiap hari, tim medis akan tetap bertugas
memberikan perawatan. Oleh karena itu, edukasi pasien dan keluarga
mengenai penatalaksanaan DM sama pentingnya dengan terapi DM seperti
elemen lainnya.
5. Komplikasi
Smeltzer & Bare (2015) mengidentifikasi tiga komplikasi akut DM yang
signifikan dan terkait dengan gangguan sementara pada keseimbangan kadar
glukosa darah. Ketiga isu tersebut adalah sebagai berikut:
a. Ketika kadar glukosa darah turun di bawah 50 hingga 60 mg/dl (2,7 hingga
3,3 mmol/L), terjadi hipoglikemia (tingkat glukosa darah rendah yang tidak
normal). Kondisi ini dapat disebabkan oleh pemberian insulin, penggunaan
sediaan oral yang berlebihan, kurang makan, atau melakukan aktivitas fisik
yang berat. Setiap saat siang atau malam dapat mengalami hipoglikemia.
Kejadian ini bisa terjadi sebelum makan, terutama jika pasien lupa makan
snack atau waktu makannya tertunda.
b. Ketoasidosis diabetik disebabkan oleh kekurangan atau kekurangan insulin
yang parah. Keadaan ini menimbulkan masalah pada metabolisme protein,
lemak, dan karbohidrat. Dehidrasi, kehilangan elektrolit, dan asidosis
adalah tiga karakteristik klinis utama ketoasidosis diabetik.
c. Kondisi yang dikenal dengan nonketotic hyperosmolar hyperglycemic
syndrome (HHNK) ditandai dengan hiperosmolaritas dan hiperglikemia
serta disertai dengan perubahan kesadaran (sense of awareness). Pada saat
yang sama, tidak ada atau sangat sedikit ketosis. Kelainan biokimia utama
sindrom ini adalah defisiensi insulin fungsional. Diuresis osmotik, yang
disebabkan oleh hiperglikemia persisten, menyebabkan hilangnya cairan
dan elektrolit. Cairan akan mengalir dari ruang intraseluler ke ruang
ekstraseluler untuk menjaga keseimbangan osmotik. Akan terjadi
hipernatremia dan osmolaritas yang lebih tinggi dengan adanya glukosuria
dan dehidrasi.
Komplikasi kronis biasanya muncul 10-15 tahun setelah timbulnya
DM, menurut Smeltzer (2018). Di antara komplikasinya adalah sebagai
berikut:
a. Penyakit makrovaskular (pembuluh darah besar): memengaruhi sirkulasi
koroner, pembuluh darah perifer, dan pembuluh darah otak.
b. Penyakit mikrovaskular (pembuluh darah kecil): memengaruhi mata
(retinopati) dan ginjal (nefropati); kontrol kadar gula darah untuk
menunda atau mencegah awitan komplikasi mikrovaskular maupun
makrovaskular.
c. Penyakit neuropatik: memengaruhi saraf sensori motorik dan otonom
serta berperan memunculkan sejumlah masalah, seperti impotensi dan
ulkus kaki.
d. Diabetic Foot

Menurut Sudoyo (2009), kaki diabetik adalah infeksi, gangguan


pembuluh darah, dan gangguan saraf yang menyerang tungkai bawah.
Saat kondisinya memburuk, gangren dapat berkembang, sehingga
memerlukan amputasi.

Salah satu komplikasi jangka panjang diabetes melitus yang paling ditakuti
adalah ulserasi kaki diabetik (UKD). DFU merupakan gangguan kaki yang diderita
oleh penderita diabetes yang meliputi gangguan sensorik, motorik, otonom,
makrovaskuler, dan mikrovaskuler. Rawat inap untuk pasien DM biasanya
disebabkan oleh morbiditas yang dikenal sebagai DFU. Komplikasi yang
signifikan seperti bisul, infeksi, gangren, amputasi, dan kematian tidak diragukan
lagi membutuhkan lebih banyak uang dan perawatan medis yang berkepanjangan.
Untuk mengobati DFU, diperlukan pendekatan multidisiplin. Efek serius dari DFU
adalah amputasi. Hingga 14,3% orang dapat meninggal dalam waktu satu tahun
setelah menjalani amputasi, dan hingga 37% dapat meninggal tiga tahun
kemudian. Tingkat amputasi dapat diturunkan jika deteksi dini dan perawatan yang
memadai diterapkan. Ironisnya, menerima diagnosis yang cepat dan perawatan
yang memadai di rumah sakit tidaklah ideal. Diharapkan dengan lebih
memperhatikan kaki pasien diabetes dan melakukan pemeriksaan rutin akan
menurunkan kemungkinan komplikasi seperti ulkus diabetik, yang akan
menurunkan biaya perawatan dan kecacatan. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk
lebih memahami diagnosis DFU dan pengobatan terbaik (Decroli, 2019).

Patogenesis DFU dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti hiperglikemia,


neuropati, pembatasan sendi, dan kelainan bentuk. Membran sel menjadi tidak
berfungsi ketika kadar glukosa darah tinggi. Ekstremitas bawah "hiperglikemia
jaringan" menyebabkan perubahan fisiologis seperti penurunan potensi
pertukaran oksigen dengan membatasi proses pertukaran atau dengan
menimbulkan kerusakan pada sistem saraf otonom, yang menyebabkan shunting
darah kaya oksigen dari permukaan kulit. Hiperglikemia menyebabkan berbagai
jenis kerusakan saraf, membuatnya lebih mudah untuk melukai saraf ini.
Hiperglikemia merusak saraf melalui setidaknya tiga mekanisme yang berbeda,
termasuk efek metabolik, cacat konduksi mekanik, dan efek kompresi
kompartemen. Mitokondria seluler mengaktifkan produksi superoksida sebagai
respons terhadap hiperglikemia, memperkuat efek sitotoksik yang ditimbulkan
oleh jalur patogenik lainnya. Fluktuasi gula darah postprandial lebih cenderung
menyebabkan stres oksidatif daripada hiperglikemia persisten. Generasi radikal
bebas dan superoksida menyebabkan sel mikroglial menjadi aktif, yang
menyebabkan mereka melepaskan sitokin inflamasi yang selanjutnya merusak
struktur saraf dan merusak aktivitasnya. DFU dapat disebabkan oleh penurunan
kadar oksigen jaringan seiring dengan melemahnya fungsi saraf sensorik dan
motorik. Aspek paling signifikan dari mekanisme ini adalah kekurangan oksigen
yang disebabkan oleh patologi makrovaskular dan mikrovaskular. Diabetes
menyebabkan kerusakan saraf pada saraf motorik, sensorik, dan otonom.

Parestesia otot, atrofi, dan kelemahan adalah gejala neuropati motorik.


Hilangnya rasa sakit pelindung, tekanan, dan sensasi panas adalah hasil dari
neuropati sensorik. Hilangnya integritas kulit, yang menciptakan lingkungan
yang ideal untuk invasi mikroba, dapat diakibatkan oleh neuropati otonom, yang
juga menyebabkan vasodilatasi dan berkurangnya keringat. Pasien dengan
diabetes sering mengalami keterbatasan mobilitas sendi, yang terkait dengan
glikosilasi kolagen, yang menebalkan struktur periarticular di sekitar sendi,
termasuk tendon, ligamen, dan kapsul sendi. Artropati adalah kondisi kronis,
progresif, dan destruktif yang disebabkan oleh mati rasa sendi. Sendi subtalar
dan metatarsal phalangeal kaki paling sering terkena. Pada pasien DM,
glikosilasi kolagen memperburuk melemahnya tendon Achilles. Deformitas
equine dihasilkan dari rentang gerak tendon Achilles yang berkurang.

Sesuai dengan karakteristik unik masing-masing DFU,


manajemen yang komprehensif harus diterapkan. Manajemen DFU
dilakukan dengan mengelola berbagai faktor, seperti:

a. Pengontrolan gula darah

Dalam keadaan normal, pengendalian metabolisme ini dapat


dicapai dengan mengatur kadar gula darah agar terhindar dari
hiperglikemia dan mengurangi faktor yang dapat menghambat
penyembuhan luka. Hal ini dapat dilakukan oleh pasien sendiri,
melalui pemeriksaan diri, atau dengan mengunjungi fasilitas kesehatan
(Waspadji, 2006 dalam Yuanita, 2013).
b. Mengontrol pembuluh darah

Kontrol pembuluh darah dapat dicapai dengan membatasi atau


menghilangkan faktor risiko yang dapat menyebabkan aterosklerosis
(misalnya, mengurangi makanan berlemak, berhenti merokok, dll.) Dan
dengan memperbaiki pembuluh darah pada pasien iskemia untuk
mengurangi rasa sakit, meningkatkan aliran darah, mempercepat
penyembuhan luka dan meningkatkan fungsi tubuh (Waspadji, 2006
dalam Yuanita, 2013).

c. Perawatan Luka

Dicapai melalui penggunaan teknik pembalutan yang tepat, obat


topikal, dan debridemen jaringan nekrotik. Sejak ulkus terbentuk,
perawatan luka dilakukan dengan hati-hati dan tuntas. Menurut
Rebolledo et al. (2011), Waspadji (2006) dalam Yuanita (2013), tujuan
perawatan luka termasuk mempromosikan angiogenesis, mencegah
dehidrasi dan kematian sel, dan memfasilitasi epitelisasi.

d. Pengontrolan infeksi

Mencegah infeksi luka adalah tujuan pengendalian infeksi. Jika


DFU tidak ditangani dengan benar, dapat menjadi tempat berkembang
biaknya bakteri. Jenis bakteri yang ada pada luka harus diidentifikasi
melalui kultur jaringan agar kami dapat memilih antibiotik yang
terbaik untuk pasien ini. Nanah atau gejala peradangan, seperti nyeri,
bengkak, hangat, kemerahan, atau hilangnya fungsi merupakan
indikator berkembangnya bakteri dan menginfeksi area DFU
(Rebolledo et al., 2011).

e. Pengurangan tekanan

Mengurangi beban pada kaki (offloading) dapat membantu


mengurangi tekanan dengan mencegah tekanan mekanis diterapkan
pada kaki kapalan atau kaki yang cedera. Hal ini dilakukan untuk
mencegah cedera lebih lanjut pada kaki dan mempercepat
penyembuhan luka. Mengurangi aktivitas berat, penggunaan alas kaki
yang tepat, tirah baring, dan perawatan kaki adalah semua cara untuk
menurunkan tekanan (Rebolledo et al., 2011).

f. Pemberian edukasi

Diberikan informasi bagaimana mengelola diabetes dan DFU


secara mandiri, misalnya. Menurut Waspadji (2006) dan Yuanita
(2013), memberikan pendidikan yang tepat bertujuan untuk
meningkatkan pengetahuan, mengubah perilaku pasien untuk
memungkinkan perawatan mandiri, memberikan motivasi, dan
meningkatkan keterampilan pasien. Menurut Kaur (2014), DFU
memiliki tingkat kekambuhan yang tinggi, namun perawatan kaki
secara teratur, alas kaki pasca penyembuhan, dan edukasi pasien yang
tepat dapat menurunkan angka ini. Menurut perkiraan, membuat
program pendidikan kesehatan dapat menghentikan 85% amputasi kaki
diabetik rendah. Discharge planning pada pasien DFU pasca perawatan
merupakan salah satu hal yang dapat dilakukan perawat untuk
memberikan edukasi atau pendidikan kesehatan. Penilaian gizi mini
(MNA) adalah Instrumen tersebut dipilih karena cukup sederhana dan
lengkap dalam menilai faktor-faktor yang mungkin berperan status
gizi, dan validitasnya telah banyak diketahui diuji oleh berbagai
penelitian di berbagai negara dan dalam berbagai kondisi. Penilaian
gizi mini (MNA) adalah alat khusus yang dirancang untuk suatu tujuan
mengidentifikasi risiko malnutrisi pada lansia secepat mungkin. MNA
dapat digunakan sebagai berkala untuk masyarakat dan di rumah sakit
(Sari, 2006).
B. Keaslian Penelitian

Untuk mendukung penelitian ini maka dibutuhkan landasan teori


yang diambil dari beberapa jurnal penelitian terdahulu atau yang sudah
ada dan berkaitan dengan judul penelitian dan pokok bahasan dan
penelitian. Adapun tinjauan terkait dari penelitian terdahulu yang
dapat dilihat pada tabel 2.1 berikut ini :

Tabel 2.1 Keaslian Penelitian

N Peneliti Jurnal Metode Hasil Perbedaan


o , Tahun Penelitian Penelitian

1. Niken Hubungan Desain Hasil Perbedaan

F, tingkat metode penelitian pada

stres variabel
2014 deskrip menunjukan
dengan t terikat luka
terdapat
diabetes
penyembuh if hubungan
a sedangkan
korelas derajat
peneliti
n luka i ulkus
variabel
diabetes cross dengan
terikat luka
melitus di section tingkat
ulkus
rsud al. stress
diabetikum.
gunungsitol pada klien Dan
i diabetes. pada
kabupaten Dengan pengumpula
nias stress n data,

sedang penelitian
mengunaka
(40.9%) dan data

(36.4%) kuisioner
DAAS 42
mengalami
untuk
penyembuha
tingkat
n luka yang
stressnya
tidak baik.
dan pada
penyembuha
n

luka
menggunaka
n

lembar
observasi,

sedangkan
peneliti

menggunaka
n kuisioner

DDS untuk
tingkat

stressnya,
dan pada

penyembuha
n luka

menggunaka
n derajat
ulkus Bates-
jensen

wound
assessment
tool

2. Rosi Studi Desain Menunjukan penelitian

Indria Kejadian cross hubungan untuk

n, Ulkus section antara lama mengetahui


hubungan
Ahma Diabetikum al ulkus
antara
d Dan diabetikum
kejadian
Asyrof Tingkat dengan
ulkus
i 2017. Stres Klien tingkat
dengan
Diabetisi stress
tinggkat
pada pasien stres
diabetikum
sedangkan
dan terdapat
peneliti
hubungan
bertujuan
derajat
utuk
ulkus
mengetahui
dengan
tingkat
tinggkat stress
stres.
terhadap
proses

penyembuha
n luka ulkus
diabetikum

3. Meivy Hubungan Desain Hasil Perbedaan

I, Julia tingkat deskrip penelitian pada

stres t variabel
V, menunjukan
dengan if terikat kadar
2017 bahwa
kadar gula darah,
analiti dengan
gula k peneliti
menggunaka
variabel
Darah pada dengan
n analisis
terikatnya
pasien rancan uji
penyembuha
diabetes gan chi-square n
melitus cross menunjukka ulkus. Dan
Tipe ii di section n pada
rumah sakit al. terdapat pengambilan
pancaran hubungan sempel,

Kasih gmim tingkat stres desain pada


peneliti
manado dengan
deskriptif
kadar gula
korelasi
darah
cross

sectional,
sedangkan

pada jurnal

menggunaka
n deskriptif
analitik
cross
sectional.

C. Kerangka Teoritis

Diabetic Foot Ulcer


(DFU)

Faktor-faktor yang
Hal-hal menghindari keparahan luka berperan pada
DFU: status Mini
1. Menjaga kadar glukosa Nutritional
2. Fokus pada nutrisi Assessement (MNA):
3. Melengkapi dengan asam -Status Nutrisi
amino
4. Mempromosikan penyembuhan -Validitas banyak
luka melalui nutrisi yang diuji

Gambar 1. Kerangka Teori Penelitian


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep penelitian suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu
terhadap konsep lainnya dari masalah yang ingin diteliti untuk menghubungkan
atau menjelaskan tentang suatu 34iagnos yang akan dibahas (Setiadi, 2013).
.Nutrisi merupakan zat-zat esensial yang dibutuhkan oleh tubuh untuk
pemenuhn dan perbaikan sel-sel tubuh. Pola makan yang baik akan membantu
penyembuhan luka, dan pola makan yang salah akan meningktkan kadar gula.
Pada penyembuhan luka pasien memerlukan nutrisi yang tinggi. Pasien
membutuhkan diet protein, vitamin A, C, B12, Zat besi< serta kalsium. Apabila
nutrisi terpenuhi dengan mengkonsumsi diet tinggi protein, Vitamin A, C, B12,
Zat besi, dan kalsium bisa memenuhi pemuliha dengan standar sembuh. Oleh
karna itu nutrisi yang terpenuhi sangat berpern penting pada penyembuhan luka.
Menurut Felita Surya Rini, dkk (2022) menunjukkan bahwa diet berdampak
negatif pada proses penyembuhan luka. Diet memperpanjang fase inflamasi
dengan menurunkan proliferasi fibroblas dan pembentukan kolagen serta
mengurangi kekuatan regangan dan angiogenesis. Hal ini juga dapat
menempatkan pasien pada risiko infeksi dengan penurunan fungsi sel T,
aktivitas fagositosis, dan tingkat komplemen antibodi. Perubahan fungsi
kekebalan ini dapat menyebabkan peningkatan komplikasi luka seperti
keterlambatan penyembuhan luka .Akan tetapi, pasien tidak dilakukan
pemeriksaan imunoserologi untuk menilai penurunan fungsi sel T. defisiensi diet
dan penyakit yang menyebabkan peningkatan kebutuhan nutrisi, peningkatan
kehilangan nutrisi, serta penyerapan nutrisi yang buruk.
Penatalaksanaan nutrisi yang baik bagi pasien diabetes melitus dengan
ulkus diabetik diharapkan dapat mempertahankan kadar glukosa darah sehingga
proses penyembuhan lukanya cepat. Pola makan pasien ulkus diabetik pada
dasarnya sama dengan orang normal, diet seimbang dengan komposisi yang tepat
dengan jumlah porsi makan yang tepat serta teratur juga tepat jenis, diharapkan
diabetes melitus dapat dilakukan.
Berdasarkan hasil penelitian, penelite berpendapat bahwa status gizi buruk
akan memperlambat penyembuhan luka karena kekurangan vitamin, mineral,
protein dan zat-zat lainnya yang diperlukan dalam proses penyembuhan luka,
serta merokok juga menghambat proses penyembuhn luka. (Maulidia, Saiful
Riza, Yadi Putra. 2022)

MINI Keparahan luka


NUTRITIONAL DFU
ASSESSEMENT
Gambar 3.1 Kerangka Konsep Gambaran Asuhan Keperawatan pada Pasien
Diabetes Mellitus Tipe II dengan Gangguan Integritas Kulit

B. Desain Penelitian
Desain penelitian adalah suatu yang sangat penting dalam penelitian (Nursalam,
2017)
Desain penelitian dalam penelitian ini adalah jenis penelitian kuantitatif dalam
penelitian ini tingkat cedera.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi adalah keseluruhan subjek (misalnya manusi, klien) yang
memenuhi kriteria yang telah ditetapkan (Nursalam, 2018). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pasien ulkus diabetikum sesuai dengan kriterian
inklusi yang diinginkan peneliti di Klinik PKU Kitamura dalam kurun waktu
kurang lebih 2-3 minggu kususnya di Poliklinik Bedah terdiri dari 52 pasien yang
melakukan pergantian balutan ulkus diabetikum.
2. Sampel
Sampel merupakan objek yang diteliti dan di anggap mewakili seluruh
populasi. Dalam pengambilan sampel penelitian digunakan cara atau teknik-
teknik tertentu, sehingga sampel tersebut terdapat mungkin mewakili populasi
yang ada (Notoatmodjo, 2018). Sampel penelitian ini adalah pasien DFU di
Klinik Utama PKU Kitamura Pontianak.
Kriteria untuk menjadi sampel dalam penelitian ini adalah 52 responden.
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan mengunakan rumus slovin yaitu:
Kriteria sampel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: Berdasarkan
teknik sampling dan kriteria sampling, maka jumlah sampel dihitung dengan
rumus Slovin
N
n= 2
1+ Ne
Keterangan:
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah Seluruh Populasi
e = Toleransi Error
52
n=
1+52.( 0,05)2
52
n=
1+52( 0,0025)
52
n=
1+52( 0,0025)
52
n=
1+0,13
52
n=
1,13

n=46,01 dibulatkan menjadi 46


Jadi total keseluruhan sampel yang akan diteliti sebanyak 46 orang
D. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di Klinik PKU Kitamura Pontianak
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan juli-agustus 2023.

E. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Cara Hasil ukur Skala
ukur ukur
1 MINI Mengetahui status gizi Kuesioner Gizi normal : 24 Ordinal
NUTRITIONAL dengan keparahan luka – 30 poin
ASSESSEMENT DFU
Berisiko
mengalami
malnutrisi : 17 –
23,5 poin

malnutrisi : <17
poin

F. Instrumen/Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini menggunakan instrumen berupa kuesioner yang berisi
pertanyaan tentang skrining dan penilaian status gizi dan malnutrisi di klinik
PKU Kitamura Pontianak. Isi kuesioner diadaptasi dari MNA® adalah alat
skrining dan penilaian nutrisi tervalidasi yang dapat mengidentifikasi pasien
geriatri berusia 65 tahun ke atas yang kekurangan gizi atau berisiko kekurangan
gizi. MNA® dikembangkan hampir 20 tahun yang lalu dan merupakan alat
skrining nutrisi yang paling tervalidasi untuk lansia. Awalnya terdiri dari 18
pertanyaan, MNA® saat ini sekarang terdiri dari 6 pertanyaan dan merampingkan
proses penyaringan. MNA® saat ini mempertahankan validitas dan akurasi
MNA® asli dalam mengidentifikasi lansia yang kekurangan gizi atau berisiko
kekurangan gizi. Kuesioner ini terdiri dari 2 bagian, yaitu;
a. Skrining
b. Penilaian

G. Prosedur Pengumpulan Data


1. Tahapan persiapan
a. Menentukan masalah
b. Studi pustaka untuk menentukan acuan penelitian
c. Melakukan studi pendahuluan
d. Konsultasi dengan pembimbing
e. Menyusun proposal penelitian
f. Mempresentasikan proposal penelitian
g. Memperbaiki proposal penelitian
2. Tahap pelaksanaan
a. Peneliti datang ke Klininik PKU Kitamura Pontianak menyerahkan
surat izin penelitian kepada kepala Klinik
b. Peneliti menentukan lamanya waktu untuk melakukan penelitian yakni
setelah surat etik keluar hingga selesai.
c. Penelitian ini dibantu oleh tim yang berjumlah 8 orang agar dapat
lebih mengefesiensikan waktu mengingat banyaknya jumlah
responden dan minimnya waktu yang diberikan oleh pihak klinik
d. Menjelaskan prosedur pengambilan data penelitian kepada responden.
e. Peneliti memberi Informed Consent (lembar persetujuan) menjadi
responden yang dimaksud dan tujuannya sudah dijelaskan oleh peneliti
sebelumnya agar diisi oleh responden.
f. Kuesioner diserahkan kepada responden untuk kemudian dijawab oleh
responden.
g. Responden diminta mengisi lembar kuesioner secara mandiri selama
±10 menit untuk mengetahui hubugan Mini Nutrional Assesment
dengan keparahan luka DFU
3. Tahap Penyusun Laporan
a. Penyusunan laporan hasil penelitian
b. Konsultasi penulisan laporan hasil penelitian
c. Seminar hasil penelitian
d. Revisi hasil penelitian
e. Pengumpulan hasil penelitian

H. Rencana Analisis Data


Analisis data merupakan suatu proses inspecting, cleansing, transforming dan
modelling data dengan tujuan untuk mendapatkan informasi bermanfaat dalam
penelitian. Salah satu tujuan utama dari analisis statistik adalah untuk
mempelajari hubungan antar variabel. Hubungan antara dua variabel
digambarkan dengan perubahan nilai dari salah satu variabel. (Bertani et al.
2018) Pada penelitian in imenggunakan analisis data univariat dan bivariat.
1. Analisis Data Univariat
Analisis univariat dilakukan untuk mengukur variabel tunggal, dan
merupakan prosedur pertama dalam menganalisis data. Pada analisis
univariat hanya untuk melihat distribusi dari responden bukan menguji antar
variabel. (Bertani et al. 2018)
2. Analisis Data Bivariat
Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang diduga
berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Dalam penelitian ini,
analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan mini nutrional
assessment dengan keparahan luka DFU. Analisa data dilakukan dengan
menggunakan uji statistik somers’d karena:
a. Uji korelasi somers’d merupakan korelasi non-parametrik yang dapat
digunakan untuk menganalisis suatu hubungan diantara dua variabel
yang memiliki skala ordinal dan skala ordinal dengan subjek penelitian
yang sama.
b. Uji ini mengukur hubungan yang bersifat simetris antara variabel X dan
variabel Y dapat saling mempengaruhi.
c. Uji ini dapat menentukan arah hubungan, apakah variabel X sebagai
variabel independen, variabel Y sebagai variabel dependen, atau
hubungan keduanya simetris.
Variabel pada penelitian ini adalah mengetahui hubungan mini nutrional
assessment dengan keparahan luka DFU. Untuk mengetahui kesiapan
dilakukan berdasarkan jawaban responden dengan cara masing-masing
pertanyaan dijumlahkan dan dibandingkan dengan jumlah jawaban yang
diharapkan kemudian dikalikan 100% atau dengan rumus:
SP
N= ×100 %
SM
Keterangan:
N : Nilai yang didapat
SP : Skor yang didapat responden
SM : Skor maksimal
Pada penelitian ini menggunakan taraf signifikan 5% (α = 0,05) dan
analisa dilakukan dengan menggunakan bantuan komputerisasi SPSS.
Setelah dihitung maka gunakan tabel keeratan korelasi (Wiratna, 2014).
Kaidah keputusan tentang hipotesis yang diajukan diterima atau ditolak
dengan kriteria sebagai berikut :
a. Bila nilai p-value < 0,05 menunjukkan ada hubungan mini nutrional
assessment dengan keparahan luka DFU Bila nilai p-value > 0,05
menunjukkan tidak ada hubungan mini nutrional assessment dengan
keparahan luka DFU
Berikut adalah tabel yang menunjukkan keeratan atau kekuatan suatu
korelasi dalam penelitian (Sandjaja et al., 2011):
Tabel 3.5 Sifat Keeratan suatu Korelasi
Interval Koefisien Tingkat Keeratan
0,00 – 0,20 Sangat lemah
0,21 – 0,40 Lemah
0,41 – 0,70 Kuat
0,71 – 0,90 Sangat kuat
0,91 – 1,00 Kuat sekali

I. Etika Penelitian
Dalam penelitian pertimbangan etis bisa menjadi masalah. Perawat
menggunakan manusia dalam proses penelitian untuk menciptakan informasi
namun demikian, individu memiliki martabat yang harus dihormati dan dijaga
(Kurniawan, 2017).
Berikut ini masalah dalam penelitian yang berkaitan dengan prinsip-
prinsip penelitian.
1. Autonomy
Otonomi didefinisikan sebagai kemampuan untuk memilih apa yang
terbaik untuk diri sendiri berdasarkan evaluasi kebenaran manusia. Perawat
menghargai dan menghormati keputusan pasien, dan mereka melindungi
pasien yang tidak mampu membuat keputusan sendiri. Namun, penting untuk
memahami siapa yang dapat atau berkompeten untuk membuat keputusan
dalam studi tahun. Subjek atau partisipan memiliki hak untuk memilih
berpartisipasi atau tidak dalam penelitian ini (Kurniawan, 2017). Peneliti
menanyakan kesediaan responden dan seluruh responden menyatakan setuju
tanpa paksaan.
2. Justice
Konsep keadilan mendasari konsep keadilan. Akibatnya, manfaat dan
kerugian dari penyediaan layanan ini sama dan seimbang. Setiap partisipan
dalam suatu penelitian berhak mendapatkan perlakuan yang sama dari
peneliti. Para peneliti didesak untuk mengevaluasi siapa yang akan
memperoleh keuntungan dari penelitian dan siapa yang akan menanggung
beban biaya yang paling besar. Mempertahankan kebutuhan untuk
memasukkan dan mengecualikan kelompok tertentu dalam penelitian menjadi
semakin penting; pertimbangan penting yang terkait dengan penghormatan
terhadap orang juga terkait dengan gagasan keadilan. Prinsip-prinsip panduan
bagi orang-orang yang tidak mampu melindungi kepentingan mereka sendiri
tidak digunakan untuk mengembangkan informasi baru atau dimanfaatkan
oleh peneliti dalam konteks etika penelitian (Kurniawan, 2017). Dari 93
responden sebagai populasi seluruhnya mendapat kesempatan untuk
berpartisipasi dalam penelitian. Hal ini mengingat jumlah responden yang
kurang dari 100 responden.
3. Beneficience dan nonmalefience
Perawat harus memberikan perawatan semaksimal mungkin kepada
pasien sambil menghindari melukai mereka (prinsip non-malificence). Hal ini
dapat muncul ketika seorang peneliti mencoba untuk mengambil informasi
partisipan. Dalam penelitian, penting untuk mempertimbangkan semua
kemungkinan hasil penelitian dalam hal manfaat dan kerugian bagi peserta
(Kurniawan,2017). Peneliti menjelaskan ke untungan bagi responden yg
berpartisipasi Dalam penelitian ini. Peneliti juga menyakinkan bahwa
penelitian ini tidak ada unsur yang membahayakan fisik.
4. Privacy, anonymity, dan confidentiality
Kebutuhan untuk melindungi privasi peserta juga merupakan bagian
penting dari bagaimana menghormati peserta dan bagaimana menghormati
orang dalam proses penelitian etis. Masalah kerahasiaan identitas peserta
dalam prosedur penelitian etis. Masalah kerahasiaan identitas peserta terkait
dengan cita-cita tertinggi, seperti menghormati martabat dan kepatuhan. Pada
tahun 2000-an, kerahasiaan dan privasi pasien menjadi semakin penting
dalam penelitian. Namun, menjaga keamanan dan kerahasiaan informasi
membutuhkan hubungan yang efektif antara peserta dan perawat, yang
dibangun dengan bekerja sama. (kurniawan, 2017). Kuesioner ini tidak di
beri nama, alamat dan tempat tanggal lahir.

J. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian yang meliputi persiapan, pelaksanaan dan pelaporan hasil
penelitian. Jadwal maksimal 3 bulan.

2022- 2023
Kegiatan Desember Januari Februari maret april Mei Juni Juli
Pengajuan judul
proposal
Survey awal dan
penentuan lokasi
penelitian
Penyusunan
proposal
Seminar
proposal
Pelaksanaan
penelitian
Pengolahan
data, analisis,
dan penyusunan
laporan
Seminar hasil
Table 3.2

DAFTAR PUSTAKA
Aru W, Sudoyo. (2009). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid II, edisi V. Jakarta:
Interna Publishing.
Bakker, K., et al. (2012). Practical guidelines on the management and prevention of
the diabetic foot 2011. Diabetes/metabolism research and reviews 28.S1: 225-
231.
Decroli, E. (2019). Diabetes Mellitus Tipe 2 (A. Kam, Y. P. Efendi, G. P. Decroli, &
A. Rahmadi (eds).
Discharge Planning Association. (2008). Discharge Planning. Diakses dari
http;//www.dischargeplanning.org.au//index.http pada tanggal 27 Agustus
2015
Fasitasari, M. (2013). Terapi Gizi pada Lanjut Usia dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronik (PPOK). Sains Medika, 5(1) : 50 – 61.
Ghozali, Imam. (2018). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS
25. Badan Penerbit Universitas Diponegoro: Semarang.
Hidayat, A.A..(2014). Metode penelitian keperawatan dan teknis analisis data. Jakarta
: Salemba Medika.
Holvoet, E., Vanden Wyngaert, K., Van Craenenbroeck, A. H., Van Biesen, W., &
Eloot, S. (2020). The screening score of Mini Nutritional Assessment (MNA)
is a useful routine screening tool for malnutrition risk in patients on
maintenance dialysis. PloS one, 15(3), e0229722.
Kresnawan, T., & Hudayani, F. (2022). Faktor-faktor yang Berhubungan dengan
Skrining dan Asuhan Gizi di RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta. The
Journal of Hospital Accreditation, 4(1), 40-44.
Kozier, Barbara. (2009). Fundamental of Nursing,Calofornia :Copyright by.Addist
Asley Publishing Company
Miller, C.A (2012). Nursing Care of Older Adult: Theory And Practices. Philadelphia:
JB. Lippincott Company.
Murphy P. (2000). Handbook of Hydrocolloids. Woodhead Publishing Ltd and CRC
Press LLC, New York.
Moleong, Lexy J. (2000). Metodologi Penelitian Kuantitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Nasution. (1996). Manajemen Transportasi. Ghalia Indonesia. Jakarta.
Notoatmodjo. (2012). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta.
Nursalam, (2018). Konsep Dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan.
Pedoman Skripsi, Tesis Dan Instrument Penelitian.
Keperawatan. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Salemba Medika.
Oktariyani. (2012). Gambaran Status Gizi pada Lanjut Usia di Panti Sosial Tresna
Werdha (PSTW) Budi Mulya 01 dan 03 Jakarta Timur. Skripsi. Fakultas Ilmu
Keperawatan. Program Studi Ilmu Keperawatan. Universitas Indonesia.
Depok.
Pratama, K., Pradika, J., Jiu, C. K., Putra, G. J., Lukita, Y., Wuriani, Gusmiah, T., &
Usman. (2021). Gambaran Pengetahuan Care Giver Pasien Diabetes Mellitus
Pada Perawatan Kaki Diabetik. Jurnal Keperawatan Dan Kesehatan, 12(1), 1–
5. https://jurnal.stikmuhptk.ac.id/index.php/JK2/article/view/146.
Rias, Y. A. (2017). Hubungan pengetahuan dan keyakinan dengan efikasi diri
penyandang diabetic foot ulcer. Jurnal Keperawatan Muhammadiyah, 1(1).
Sari NK. (2006). Deteksi dini malnutrisi usia lanjut. Dalam: Harjodisastro D, Syam
AF, Sukrisman L, editors. Dukungan nutrisi pada kasus penyakit dalam.
Jakarta: Pusat Penerbitan FKUI.
Sari, M., & Sari, N. P. (2020). Pengaruh Pemberian Topikal Madu Kaliandra
Terhadap Kedalaman Pada Luka Diabetes Melitus. 3(2), 7–12.
Setya, K. A. (2013). Parasitologi: Praktikum Analis Kesehatan.Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Smeltzer, S.C, & Bare Brenda, B.G. (2010). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
vol 3 (8th ed.). Jakarta : EGC
Smeltzer, S.C. (2015). Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT
Alfabet.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung :
Alfabeta, CV.
Tarwoto, Wartono, Taufiq I. (2012). Keperawatan Medikal Bedah Gangguan Sistem
Endokrin Jakarta: CV Trans Info Media.
Waspadji, S. (2006). Kaki Diabetes. Dalam : Aru W, dkk, editors, Ilmu Penyakit
Dalam, Jilid III, Edisi keempat, Penerbit FK UI, Jakarta.
Williams., & Wilkins. (2012). Nursing:Menafsirkan Tanda-Tanda dan Gejala
Penyakit. Jakarta : PT Indeks.

Anda mungkin juga menyukai