Anda di halaman 1dari 73

1

JUDUL BUKU : PENDAMPINGAN DINI GANGGUAN JIWA PADA REMAJA

Penulis :

Nor Amalia Muthoharoh, SKM., M.Kes

Fitria Dewi Puspita Anggraini, SKM., M. Sc

Aprianti, SKM., M.Kes

Vilda Ana Veria Setyawati, S.Gz., M.Gizi

Rachelma Evelyn Maharani

Rahma Sintya Ningrum

Editor :
Nor Amalia Muthoharoh, SKM., M.Kes

Desain Sampul dan Tata Letak:


Sulaiman

ISBN: 978-623-145-098-2

Cetakan pertama: Mei 2023

Penerbit :
Mitra Ilmu

Kantor:
Jl. Kesatuan 3 No. 11 Kelurahan Maccini Parang
Kecamatan Makassar Kota Makassar
Hp. 0813-4234-5219/081340021801
Email : mitrailmua@gmail.com
Website : www.mitrailmumakassar.com
Anggota IKAPI Nomor: 041/SSL/2022

i
KATA PENGANTAR
Atas berkat rahmat dan karunia Tuhan Yang Maha Esa,
kami bersyukur telah menyelesaikan buku yang berjudul “
Modul Pendampingan Dini Gangguan Jiwa Pada Remaja”.
Buku ini disusun utama untuk memberikan pemahaman
kepada masyarakat terkait Kesehatan jiwa dan mendeteksi
dini gangguan jiwa pada remaja. Dengan disusun dan
dicetaknya buku ini diharapkan masyarakat mampu
memberikan dukungan kepada tenaga Kesehatan, kader
Kesehatan dan remaja serta memberikan stigma pada
masyarakat pentingnya Kesehatan jiwa yang berbasis
masyarakat.
Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah mendukung terselesaikanya buku ini: LPPM
Udinus yang telah membantu untuk penyelesaian buku ini.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada semua pihak yang
tidak dapat kami sebutkan satu persatu, atas dukungan dan
Kerjasama yang baik dalam proses penyelesaian buku ini.
Buku ini masih belum sempurna, untuk itu kami
mengaharapkan masukan dan saran dari pembaca sehingga
dapat meningkatkan kualitas buku ini
Semarang, Agustus 2022
ii
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I Petunjuk Penggunaan Modul 1
BAB II Konsep Dasar Sehat, Sakit Dan Konsep 7
Terkait Gangguan Jiwa Pada Remaja
BAB III Membentuk Kader Kesehatan Jiwa 27
BAB IV Mendeteksi Dini Gangguan Jiwa Pada 40
Remaja Menggunakan Kuesioner S
BAB V Mendeteksi Masalah Kesehatan Jiwa 51
Menggunakan Kuesioner SDQ
Daftar Pustaka 62

iii
BAB 1
PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL
Modul ini dibuat sebagai pendamping kader Kesehatan
dalam mendeteksi dini gangguan jiwa khususnya pada
remaja yang sedang mencari jati dirinya maka melalui buku
ini bisa dijadikan pedoman sebagai upaya dalam screnning
gangguan jiwa dan penemuan gangguan jiwa pada remaja di
tingkat sekolah maupun diingkat mahasiswa diharapkan
akan menjadi pedoman bagi tenaga Kesehatan serta dapat
memberdayakan kader Kesehatan berbasis kemitraan.

A. DESKIPSI MODUL
Kesehatan jiwa merupakan suatu kepentingan Bersama
yaitu individu maupun kelompok. Kesehatan jiwa ini
sudah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari
manusia. Secara Pendidikan bahwa Kesehatan jiwa ini
bisa dianggap sebagai issue “ BARU” yang perlu dikaji dari
berbagai ilmu. Maka dari itu perlunya kader Kesehatan
jiwa yang mampu dan mau.
Kader Kesehatan jiwa memang belum banyak yang
mengenal di masyarakat kita. Masyarakat lebih sering
1
mengenal Kesehatan jiwa dalam perspektif kuratif dan
rehabilitative, banyak program dari pemerintah dalam
penanggulangan gangguan jiwa yang sudah gencar
dilakukan selama ini melalui pelayanan Kesehatan baik itu
dirumah sakit maupun ditingkat puskesmas. Namun
peran kader Kesehatan jiwa ini belum berjalan maksimal
terutama dalam mendeteksi dini gangguan jiwa
khususnya pada kelompok remaja dimana pada masa itu
adalah masa peralihan dalam mencari jati diri nya untuk
mendapatkan pengakuan dari sekitarnya.
Buku pedoman deteksi dini gangguan jiwa pada remaja
ini merupakan salah satu strategi dalam
pengimplementasian kemampuan kader Kesehatan jiwa
dalam melakukan deteksi dini gangguan jiwa pada remaja
sebelum terjadinya ketingkat yang lebih parah, dengan
tujuan agar meningkatkan peran serta keluarga, sekolah
dan masyarakat sekitar terutama kader Kesehatan jiwa.
Dalam buku pedoman ini akan terdapat instrument
pengukuran gangguan mental emosional pada remaja
menggunakan kuesioner SDQ. Buku ini ditujukan sebagai
dampingan para petugas kader Kesehatan jiwa di Rumah

2
Sakit, Puskesmas, semua tenaga Kesehatan, Sekolah dan
bahkan Orang tua.(1)

B.MATERI MODUL
Materi pada buku pedoman ini berisi tentang deteksi dini
gangguan jiwa pada remaja dalam masa transisi mencari
jati diri dan pengakuan lingkungannya, materi yang akan
kita bahas terkait, antara lain :
1. Pengertian terkait gangguan jiwa pada remaja
2. Mendeteksi dini gangguan jiwa pada remaja dengan
kuesioner SDQ
3. Mendeteksi masalah emosi pada remaja
4. Mendeteksi masalah perilaku pada remaja
5. Mendeteksi masalah teman sebaya pada remaja
6. Mendeteksi hiperaktifitas pada remaja
7. Mendeteksi pro sosial pada remaja
8. Kader Kesehatan jiwa
9. Evaluasi kader Kesehatan dalam melakukan deteksi dini
gangguan jiwa pada remaja.

C. TUJUAN MODUL

3
Tujuan penulisan buku pedoman deteksi dini gangguan
jiwa pada remaja antara lain :
1. Terbentuknya kader kesehatan jiwa
2. Meningkatkan kemampuan pemberdayaan untuk kader
Kesehatan jiwa
3. Meningkatkan antar kemitraan dengan beberapa
stakeholder
4. Membangun kompetensi – kompetensi bagi kader
Kesehatan jiwa
5. Mengurangi stigma gangguan jiwa pada remaja
6. Melakukan penilaian terhadap kader Kesehatan jiwa
dalam mendeteksi dini gangguan jiwa pada remaja

D. PETUNJUK MODUL
1. Modul digunakan sebagai pedoman pendeteksi dini
gangguan jiwa pada remaja SMA maupun Mahasiswa.
2. Memahami terlebih dahulu ulasan setiap materi pada
modul sampai selesai.
3. Kegiatan intervensi dilakukan oleh pada tenaga
Kesehatan setempat yang sudah mendapatkan
pelatihan.

4
4. Mempraktikkan setiap langkah sesuai dengan panduan
yang sudah ada di modul.

E. PANDUAN IMPLEMENTASI MODUL


TABEL 1.1 PANDUAN DALAM IMPLEMENTASI MODUL
Bab Materi Tujuan Bahan kajian Waktu Metode
Pertemuan ke-1
2 Pengertian Meningkatkan 1. Pengertian 2 x 45 Ceramah
terhadap pengetahuan konsep dasar menit Brainstorming
konsep terkait konsep sehat dan sakit , dan refleksi
dasar dasar sehat, 2. Pengertian
sehat, sakit sakit dan terkait
dan konsep gangguan gangguan jiwa
terkait jiwa pada 3. Penyebab
gangguan remaja terjadinya
jiwa pada gangguan jiwa
remaja 4. Gangguan jiwa
pada remaja
5. Fakta dan
mitos terkait
gangguan jiwa
3 Membentuk Meningkatkan 1. Pengertian 2 x 45 Ceramah,
kader pemahaman kader menit simulasi dan
Kesehatan dan Kesehatan refleksi
jiwa pengetahuan jiwa
tentang kader 2. Tujuan dari
Kesehatan dibentuknya
jiwa. kader
Kesehatan
jiwa
5
3. Penilaian
kader
Kesehatan
jiwa
4. Peran serta
kader
Kesehatan
jiwa
5. Kemampuan
kader
Kesehatan
jiwa

Bab Materi Tujuan Bahan Kajian Waktu Metode


Pertemuan ke - 2
4 Mendeteksi dini Meningkatkan 1. Pengertian dari 1 x 45 Praktik
gangguan jiwa kemampuan definisi menit simulasi,
pada remaja pada kader kuesioner SDQ Diskusi
menggunakan Kesehatan 2. Cara membaca dan
kuesioner SDQ terkait deteksi dari kuesioner Testimoni
dini gangguan SDQ
jiwa 3. Kuesioner SDQ
menggunakan dan
kuesioner SDQ Interpretasinya
5 Mendeteksi Meningkatkan 1. Mendeteksi 3 x 45 Praktik
masalah melalui kemampuan masalah menit simulasi,
aspek dari kader dalam emosional pada diskusi,
kuesioner SDQ mendeteksi remaja refleksi
a. Emosional aspek yang ada 2. Mendeteksi dan
b. Perilaku dalam adanya masalah testimoni.
c. Hyperaktifita kuesioner SDQ perilaku pada
s sampai dengan remaja
d. Teman mengevaluasi 3. Mendeteksi
6
sebaya pelaksanaanny masalah
e. Prososial a dalam hyperaktifitas
mendeteksi pada remaja
Mengevaluasi dini gangguan 4. Mendeteksi
kader Kesehatan jiwa pada masalah teman
dalam remaja. sebaya pada
melakukan remaja
pendeteksian 5. Mendeteksi
dini gangguan prososial pada
jiwa. remaja
6. Kader
Kesehatan
dalam
melakukan
skrining awal

BAB 2
KONSEP DASAR SEHAT, SAKIT DAN KONSEP
TERKAIT GANGGUAN JIWA PADA REMAJA.
A. DESKRIPSI SINGKAT
Di era digital seperti sekarang sebenarnya masyarakat
lebih mudah mendapatkan informasi terkait apapun
dengan mudah namun sering terjadi masyarakat
belum benar – benar memanfaatkannya dengan baik
dan bijak. Sebenarnya masyarakat dengan mudah
dapat mencari tahu terkait gangguan jiwa pada
remaja, namun kurangnya pemahaman masyarakat
terkait gangguan jiwa banyak menimbulkan berbagai
7
stigma yang berkembang dilingkungan masyarakat
terkait gangguan jiwa dan kurang meratanya berbagai
informasi serta pelayanan Kesehatan jiwa yang ada
dimasyarakat. Berbagai stigma – stigma ini yang
menjadi salah satu hambatan masyarakat untuk
mendapatkan perawatan Kesehatan jiwa dengan
benar. Sikap kurang terbuka dari penderita gangguan
jiwa dimana mereka tidak mau terbuka dan
melakukan perawatan yang intensif hampir 60%
masyarakat dengan gangguan jiwa takut akan stigma
– stigma dari masyarakat yang menganggap mereka
orang dengan sakit jiwa. Karena stigma – stigma ini
yang menyebabkan mereka engan untuk melakukan
perawatan karena tidak hanya orang yang dengan
gangguan jiwa saja yang mendapatkan stigma
tersebut namun anggota keluarga mereka juga bisa
terkena dampaknya. Dimana struktur budaya di
lingkungan masyarakat ini cukup turut andil dalam
mempengaruhi pembentukan nilai dna norma
didalam keluarga mereka. Keluarga sering
mendapatkan negative pelabellan dan diskriminasi
hal ini cukup mempengaruhi kehidupan mereka,
8
sehingga sering menumbuhkan keinginan keluarga
untuk menarik diri dan membatasi diri dari
lingkungan masyarakat sekitarnya.(2)
Sedikit penjelasan diatas maka urgensi terhadap
peran kader Kesehatan jiwa bagi masyarakat perlu
diadakan dan tidak diragukan lagi.
Kedekatan kader dengan masyarakat menjadikan
kunci bahwa kader Kesehatan jiwa sebagai ujung
tombak dalam mencapai suatu keberhasilan dalam
mengatasi permasalahan Kesehatan jiwa maupun
dalam mempromosikan terkait Kesehatan jiwa pada
remaja.
Tujuan adanya kader Kesehatan jiwa yaitu sebagai
fasilitator yang diharapkan para kader mampu
memahami beberapa hal sebagai berikut :
1. Mengetahui definisi gangguan jiwa
2. Mengetahui penyebab dari gangguan jiwa itu
apa saja.
3. Penyebab terjadinya Gangguan jiwa pada
remaja., dan

9
4. Dapat membedakan terkait fakta dan mitos
gangguan jiwa yang sudah banyak menyebar
dikalangan masyarakat.
Materi dalam modul ini dapat digunakan semua
tenaga Kesehatan dan terutama akder Kesehatan jiwa
karena mereka sebagai garda terdepan dalam
penangganan gangguan jiwa pada masayarakat agar
mengurangi berbagai stigma yang sudah melekat
dalam masyarakat terkait gangguan jiwa dan tujuan
lainnya agar mencegah sejak dini terjadinya gangguan
jiwa pada remaja.

A. URAIAN MATERI
Uraian materi dibawah ini diharapkan sebagai
pedoman menambah pengetahuan bagi kader
Kesehatan jiwa dan tenaga Kesehatan dalam
mendeteksi dini gangguan jiwa pada remaja.

1. Konsep Sehat Dan Sakit


Keadaan sehat dan sakit merupakan suatu
keadaan biopsikososial yang melekat dengan
10
kehidupan manusia. Konsep terkait “sehat” dan
“sakit” termasuk dalam bahasa kita sehari – hari
yang sering kita gunakan dalam kehidupan
bermasyarakat. Dimana disaat kondisi kita sakit
fisik maka dikatakan sakit dan kondisi yang dapat
melakukan segala aktifitas merupakan suatu
kondisi sehat, namun pada hakikatnya yang
dinamakan sehat itu tidak hanya sehat secara fisik
namun keseluruhan yaitu sehat jasmani, rohani
dan psikologi kita.
Jika demikian menurut WHO dapat diambil
kesimpulan bahwa keadaan sehat yang ideal itu
sulit untuk didapatkan karena dikatakan sehat
apabila seseorangbtidak sekedar terbebas dari
penyakit dan kecacatan saja tetapi harus lebih dari
itu yaitu sehat secara mental dan sosial juga. Maka
dari itu sebenarnya konsep keadaan sehat dan
sakit ini sangat lah universal tidak bisa disamakan
antara orang satu dengan yang lainnya.
Konsep sehat (health) menurut WHO merupakan
suatu konsep keadaan yang lengkap baik fisik,
mental, dan sosial serta terbebas dari penyakit dan
11
kecacatan yang terlihat sehingga seseorang
tersebut dapat bekerja secara produktif serta
kreatif dan melakukan kegiatannya tanpa adanya
kendala yang menghalanginya. Dalam definisi ini
bahwa sehat bukan hanya terbebas dari penyakit
dan kecacatan saja karena orang yang tidak
menunjukkan berpenyakit saja tentunya belum
tentu sehat, mereka harus dalam keadaan yang
sehat secara sempurna yaitu baik secara fisik,
mental maupun sosial.
Sebenarnya konsep sehat sulit untuk diartikan
walaupun dapat dirasakan dan diamati, contoh
suatu keadaan seseorang yang tidak memiliki
keluhan dalam tubuhnya (fisik) itu dikatakan orang
sehat, dan adapula Sebagian dari masyarakat
beranggapan bahwa ada orang yang “overwight /
gemuk” merupakan orang sehat dan masih banyak
lagi contohnya. Jadi sebenarnya konsep sehat itu
tergantung dari factor penilaian subjektifitas,
kultural terhadap pengertian sehat itu.
Sedangkan untuk konsep sakit pada umumnya
diartikan sebagai suatu keadaan yang tidak normal
12
pada diri seseorang, Ketika seseorang dalam
kondisi fisik, emosional, sosial, intelektual,
perkembangan seseorang terganggu atau kurang
maksimal, jadi bukan hanya selalu terjadinya
proses penyakit dan kecacatan saja. Maka dari itu
bahwa sakit itu tidak sama dengan penyakit.
Kesimpulannya bahwa manusia itu terdiri dari 2
subsistem yaitu Fisik dan Psikis ( jiwa dan mental).
Kedua subsistem ini slalu menyatu pada manusia
dan tidak dapat dipisahkan satu dengan yang
lainnya. Karena fisik merupakan Kesehatan
manusia secara visual yang dapat dengan mudah
Sehat(tidak ada gejala
diketahui dan diamati kesakitan)sedangkan Kesehatan psikis
merupakan bagian Kesehatan dalam manusia yang
sifatnya non material yang hanya diketahui dari
gejala – gejalanya seperti gejala psikis dorongan,
motivasi,kemauan, kognitif, kepribadian
Mempersepsikan gejala- gejala dan
kesakitan
perasaan manusia tersebut.(2) Secara sederhana
------------------------------------------- Gejala Klinis
dapat -----------------------------------------------
digambarkan konsidi pola perilaku
Terdapat perbaikan
Kesehatan
(Kesehatan mulai membaik pulih) manusia sebagai berikut :

13
Dijumpai terdapat gejala – gejala
Kerjasama dengan Nakes
kesakitan
untuk kesembuhan

Mencari nasihat dari


keluarga dan Nakes
Gambar 1. Pola Perilaku Kesehatan

2. Definisi Gangguan Jiwa


Gangguan jiwa merupakan sebuah syndrome atau
pola perilaku pada seseorang yang bermakna
secara klink dan berkaitan dengan suatu gejala
distress dan kelemahan atau keterbatasan
manusia dalam satu atau lebih fungsi yang bekerja

14
penting dari manusia yang berkaitan dengan
peningkatan adanya resiko kematian, disability,
kehilangan kebebasan dan adanya rasa nyeri.(1)
Kesimpulan dari keadaan gangguan jiwa yaitu :
A. Adanya gejala klinik yang ditunjukkan yaitu
syndrome atau pola perilaku syndrome.
B. Gejala klinis yang dapat menimbulkan
“penderitaan” (distress), berupa adanya rasa
nyeri, tidak nyaman, terganggu, adanya rasa
tidak tentra, dan disfungsi organ tubuh.
C. Gejala klinis ini menimbulkan adanya “disabilitas
dalam aktivitas kehidupan sehari – hari yang
diperlukannya untuk melakukan perawatan diri
dan keberlangsungan hidup dengan melakukan
mandi secara teratur 2 kali sehari, berpakaian
yang baik, makan yang sehat dan melakukan
kebersihan pada diri sendiri.

3. Penyebab Gangguan Jiwa


Penyebab utama gangguan jiwa biasanya karena
kondisi badan (somatogenic) yang kurang sehat
ditambah dengan kondisi lingkungan social
15
(sosiogenik) yang kurang sehat sering terjadinya
ancaman, tekanan daru atasan dan masih banyak
lagi. Keadaan gangguan jiwa ini biasanya tidak
hanya terdapat penyebab tunggal saja namun ada
beberapa penyebab sekaligus dari beebrpa unsur
yang saling mempengaruhi ataupun kebetulan
yang terjadinya secara bersamaan, yang akhirnya
timbullah gangguan pada badan ataupun pada
jiwa.(3) Kondisi ini dapat dipengharuhi karena
sebagai berikut :
a.Faktor Keturunan
Keadaan bayi yang mengalami Syndromadown
yaitu suatu kondisi bayi dengan retardasi mental
seperti kondisi mata sipit, muka datar, telinga
kecil, jari – jari pendek dan masih banyak ciri
lainnya. Dan pada syndromaturner mempunyai
ciri khas bayi tumbuh pendek, leher melebar,
dan infatilitasmesexual.
Kondisi gangguan jiwa pada factor keturunan
dikarenakan saat berhubungan mereka
mempunyai jumlah kromosom seks yang
abnormal gangguan yang berhubungan dengan
16
kromosom seks pada bayi syndromaturner,
bahkan kejadian ini bisa sampai terjadinya
trisoma pada pasangan kkromosoma pada bayi
syndromadown.
b.Perkembangan psikologik yang salah.
1) Kondisi individu yang gagal dalam
perkembangan lebih lanjut ke fase selanjutnya
atau biasa disebut dengan “ketidak matangan
atau fiksasi”.
2) “Disorsi” terjadi apabila individu mampu
mengembangkan sikap atau pola reaksi yang
tidak sesuai ataupun bahkan gagal dalam
mencapai integrasu kepribadian yang normal.
3) “ Tempat – tempat lemah” yang disebabkan
karena traumatic dari pengalaman dimana
sebagai kepekaan terhadap jenis stress
tertentu.
c. Terjdinya Cacat Kongenital
Cacat kongenital atau yang sering disebut
dengan kecacatan yang sudah ada sejak lahir,
dimana dapat mempengaruhi perkembangan
jiwa pada anak, terlebih pada bayi yang
17
menderita retardasi mental yang berat.
Keadaan ini biasanya akan timbul terutama
tergantung pada diri individu tersebut,
bagaimana dia mampu menilai dan
menyesuaikan diri terhadap keadaan hidupnya
yang sudah adanya kecacatan atau sudah
berubah itu, dan biasanya kondisi ini akan lebih
sulit karena biasanya orang tua rasa ingin
melindungi anaknya terlalu berlebihan.
d.Deprivasi Dini
Keadaan selanjutnya yaitu deprivasi dini atau
sering disebut dnegan kehilangannya asuhan
ibu di rumah sendiri, terpisah dengan sosok ibu
karena diasrama dan lain sebagainya yang dapat
menimbulkan perkembangan anak menjadi
abnormal deprivasi rangsangan dari luar
lingkungan, bila tekanan terlalu berat bisa
sampai ketahap retardasi mental.
e.Pola Pengasuhan Keluarga Petagonik.
Dalam masa kanak – kanak peran keluarga
sangat memegan peran yang sangat penting
dalam pembentukan kepribadian anak. Dimana
18
diharapkan hubungan orang tua dengan anak
berjalan dengan semestinya namun dalam
kondisi pengasuhan keluarga yang pategonik ini
hubungan orang tua dan anak yang salah atau
interaksi dalam keluarga sering tidak
mempercayakan anak dalam melakukan
berbagai kegiatannya, orang tua cenderung ikut
campur dalam pengambilan keputusan pada
anak yang menyebabkan anak tidak
berkambang sendiri. Kadang – kadang orangtua
malahan mengajarkan anak itu dengan pola –
pola yang tidak sesuai.
f. Masa Remaja
Pada masa remaja ini sering dikenal dengan
masa dimana remaja gawat dalam
perkembangan kepribadiannya remaja akan
sering mengalami “stress” karena masa ini
remaja akan dihadapkan dengan pertumbuhan
yang cepat, adanya perubahan – perubahan
pada tubuh dan pematangan pada organ
reproduksinya. Pada waktu yang sama status
sosial juga mempengaruhi perubahan remaja
19
tersebut, apabila dulunya remaja sangat
tergantung pada orang tuanya dan anggota
keluarga lainnya sekarang remaja dituntut
untuk bisa belajar sendiri dan bertanggung
jawab. Kebabasan yang lebih mengarah
kedalam hal yang lebih besar pula.
g.Faktor sosiologik dalam perkembangan yang
salah
Pada fase ini sering terjadinya Future Shock
(syok masa depan) dimana pada zama modern
seperti sekarang ini sering dinamakan dengan
“super industrialisasi” dimana kecepatan dalam
berbagai perubahan dan pergantian yang
berjalan semakin cepat dalam hal kebaharuan,
keanekaragaman dan kesementaraan. Dengan
demikian individu bisa sangat berlebihan dalam
menerima rangsangan sehingga kemungkinan
terjdinya kekacauan mental yang besar.

h.Stress

20
Keadaan stress sering terjadi pada individu baik
itu muda maupun tua. Stress disini biasanya
dikarenakan stress psikososial dan stress
perkembangan yang terjadi secara terus
menerus dengan koping yang tidak efektif yang
mendukung timbulnya gejala psikotik dengan
manufestasi; kebodohan; pengangguran;
kemiskinan; isolasi sosial dan perawaan
kehilangan.(1)

4. Gangguan Jiwa pada Remaja


Pada masa remaja merupakan masa dimana
remaja sedang mencari jati dirinya dan butuh
pengakuan lingkungan sekitarnya. Masa remaja
juga masa dimana termasuk usia transisi dari masa
anak – anak ke masa dewasa yang mulai terjadinya
perubahan – perubahan secara signifikan baik dari
segi fisik, psikis dan emosi.
Usia remaja disini termasuk dalam rentan usia 10 –
19 tahun dimana masa pubertas atau pematangan
organ reproduksi pada remaja. Dan biasanya
pubertas remaja perempuan lebih cepat dibanding
21
dengan masa puber pada laki – laki. Jadi rentan
usia remaja bia dikelompokkan dari 10 – 25 tahun.
(4)
Masalah – masalah yang sering terjadi remaja
diusia pubertas, diantaranya :
a. Masalah dari dalam diri yaitu sebagai keadaan
terganggunya emosi dan perilaku pada remaja
yang mengarah ke depresi dan ansietas.
b. Masalah dari luar diri yaitu perilaku destruktif
terhadap orang lain dan lingkungan sekitarnya,
dimana remaja mengarah pada bolos sekolah,
kenakalan pada remaja, kesulitan dalam belajar
dan agresifitas terhadap lingkungan.
Perubahan – perubahan yang terjadi pada remaja
ini merupakan salah satu peristiwa paling dinamis
dari tahap perkembangan dan pertumbuhan diri
remaja sehingga sering remaja dalam bertindak
dan berkata harus sesuai keinginanya dan sukar
untuk dipatahkan, karena pada fase ini remaja
berada difase perubahan dari kanak – kanak ke
masa dewasa yang dimana banyak perubahan

22
yang dialaminya baik dari segi morfoligi maupun
fisiologi.(5)
Perubahan perkembangan dan pertumbuhan
tersebut meliputi beberapa perubahan seperti:
a) Perkembangan pada otak remaja
b)Perkembangan psikoseksual
c) Perkembangan psikososial; dan
d)Perkembangan social.

5. Fakta dan Mitos terkait Gangguan Jiwa


Pemahaman masyarakat terkait gangguan jiwa
masih sangat lah sedikit, sehingga mereka
berstigma bahwa orang dengan gangguan jiwa itu
adalah orang gila yang menakutkan dan harus
dijauhi karena dapat mencelakai orang – orang
disekitarnya. Padahal terkait orang dengan
gangguan jiwa tersebut belum tentu orang gila
ataupun kehilangan akal seperti yang mereka
bayangkan. Selain gejala – gejala yang sulit
dipahami oleh masyarakat ada juga beberapa
stigma terkait fakta dan mitos yang sudah terlanjut
menyebar kemasyarakat, contohnya :
23
a) Mitos anggapan masyarakat bahwa Gangguan
jiwa termasuk dalam kondisi yang jarang
terjadi dalam masyarakat.
Kenyataannya sebenarnya masyarakat kita
banyak megalami keadaan gangguan jiwa dari
ringan sampai dengan berat, didapatkan data
bahwa 1 dari 25 orang di Amerika Serikat
terdiagnosis gangguan jiwa berat yang
mengakibatkan depresi bahkan sampai
dengan mengakhiri hidupnya dengan bunuh
diri, kondisi gangguan jiwa dalam tahap berat
seperti gangguan bipolar dan skizofrenia.
b)Mitosnya bahwa gangguan jiwa itu tidak
nyata, penderita gangguan jiwa hanya pura –
pura sakit.
Kenyataannya bahwa banyak masyarakat kita
yang mengalami halusinasi dimana
penderitanya mendengar bisikan suara –
suara yang sebenarnya tidak ada keadaan ini
sering dialami oleh penderita dengan
gangguan skizofrenia, namun masyarakat
menganggap bahwa penderita skizofrenia ini
24
hanya pura – pura agar dikasihani dan
mendapatkan perhatian dari sekitarnya.
c) Mitosnya bahwa anak – anak sampai remaja
tidak akan mengalami gangguan jiwa, namun
pada kenyataannya bahwa usia remaja rentan
akan terjadinya gangguan jiwa akibat
lingkungan sekitar mereka, hal ini yang luput
dari penanganan dan diagnosis yang
seharusnya bisa ditangani langsung oleh
tenaga Kesehatan.
d)Mitos yang berkembang dimasyarakat bahwa
orang dengan gangguan jiwa dikarenakan
kurangnya iman dan kurang dalam melakukan
ibadah.
Dalam faktanya bahwa masalah ibadah
seseorang tidak ada kaitannya dengan
gangguan jiwa seseorang, walaupun
sebenarnya ibadah memang salah satu cara
kita berkomunikasi dengan Tuhan dan cara
kita untuk mendapatkan ketenangan jiwa
serta dapat membantu dalam ketenangan
Kesehatan jiwa.
25
e)Banyak mitos yang berkembang terkait
gangguan jiwa dimana orang dengan
gangguan jiwa akan membahayakan
lingkungan sekitarnya bahkan dirinya sendiri
karena akan melakukan kekerasan pd
kenyataannya sebenarnya bahwa orang
dengan gangguan jiwa dan orang dengan
gangguan mental pasti tidak akan melakukan
hal tersebut, faktanya banyak orang dengan
ganguan jiwa justru sering menjadi korban
kekerasan dari masyarakat sepuluh kali
berisiko lebih besar. Karena dianggap oleh
masyarakat bahwa mereka akan
membahayakan masyarakat tersebut.
f) Mitos selanjutnya yang sering berkembang
didalam masyarakat yaitu pandangan terkait
orang dengan gangguan jiwa tidak dapat
disembuhkan karena termasuk penyakit
mental namun pada kenyataannya diera
modern seperti sekarang ini sudah banyak
metode terapi untuk menangani gangguan
jiwa dengan banyaknya terapis spesialis untuk
26
gangguan jiwa seperti psikolog bahkan dokter
spesialis kejiwaan. Kenyataannya gejala –
gejala gangguan jiwa ini dapat ditekan dengan
terus adanya pendampingan dan slalu
berkonsultasi dengan tenaga yang berkopeten
dalam menghadapi masalah Kesehatan mental
dan gngguan jiwa ini jadi orang dengan
gangguan jiwa ini tetap bisa melakukan
aktivitas selayaknya manusia biasa, serta
dengan adanya dukungan dari keluarga sangat
membantu mereka selama proses
pengobatan.
g) Dan yang terakhir banyaknya anggapan bahwa
orang yang kesepian ( tidak mempunyai
keluarga) membutuhkan terapi dan orang
yang mempunyai keluarga komplit tidak
membutuhkan terapi karena sudah
mempunyai tempat bercerita, hal ini lah yang
sangat keliru dan menyesatkan bagi orang –
orang yang butuh adanya pendampingan
khusus. Selain mempunyai support keluarga
yang baik juga tetap dibutuhkan konsultasi
27
dan intens dalam pengobatan dengan orang
yang berkompeten dalam bidang kejiwaan
tersebut.(1)
BAB 3
MEMBENTUK KADER KESEHATAN JIWA

A. DESKRIPSI SINGKAT
Kesehatan jiwa dalam era globalisasi seperti sekarang
sangatlah perlu diperhatikan karena semakin
banyaknya gejala yang ditimbulkan terkait Kesehatan
jiwa ini, dan yang terkena tidak hanya dari kalangan
remaja saja namun semua kalangan bisa terkena
masalah Kesehatan jiwa ini. Maka dari itu perlu adanya
program Kesehatan jiwa dan kader yang
mendampinginya.(3)
Fungsi lain dari kader Kesehatan jiwa yaitu untuk
membantu tenaga Kesehatan dalam pengelolaan
program kelurahan/ desa siaga memalui program
UKBM (Upaya Kesehatan Berbasis Masyarakat),
dimana kegiatan didalamnya yaitu membantu,
memantau dan memeberikan solusi dalam pemecahan
28
sebuah masalah Kesehatan yang sederhana dalam
sebuah kegiatan serta evaluasi kelurahan/desa siaga.
(6)
Tugas dibentuknya kader Kesehatan jiwa yaitu agar
masyarakat yang sudah sehat jiwa tetap bisa
mempertahankan kesehatannya dan masyarakat yang
beresiko terhadap gangguan jiwa dapat ditekan
menjadi sembuh dan produktif agar tetap terciptanya
derajat Kesehatan pada masyarakat, maka dari itu
perlu adanya pembentukan serta pemberdayaan
kepada kader Kesehatan jiwa agar Kesehatan jiwa pada
masyarakat dapat ditekan dan dapat menyebar
menyeluruh kesemua kalangan masyarakat.(6)

B. TUJUAN
Pada bab 3 ini diharapkan semua tenaga Kesehatan
termasuk kader Kesehatan yang menjadi fasilitator
masyarakat diharapkan mampu memahami beberapa
hal dibawah ini :
1. Pengertian tentang kader Kesehatan jiwa
2. Tujuan dibentuknya kader Kesehatan jiwa
3. Adanya penilaian kader Kesehatan jiwa
29
4. Peran terhadap kader Kesehatan jiwa
5. Kemampuan kader Kesehatan jiwa

C. TARGET SASARAN
Isi materi dalam modul ini diperuntukkan untuk semua
tenaga Kesehatan dan kader Kesehatan dimana
mereka sebagai garda terdepan dalam penanganan
Kesehatan terutama dalam penanganan gangguan jiwa
yang berbasis kepad masyarakat agar bisa memberikan
pemahaman kepada kader Kesehatan jiwa terkait tugas
dalam menangani masalah Kesehatan jiwa yang ada
didalam masyarakat.

D. URAIAN MATERI
1.PENGERTIAN KADER KESEHATAN JIWA
Kader merupakan tenaga masyarakat yang sudah
dianggap paling dekat dengan kelompok masyarakat
dan diharapkan kader Kesehatan dapat melakukan
perannya secara sukarela tanpa menuntut adanya
imbalan berupa uang ataupun materi lainnya.
30
Namun disisi lain juga ada kader yang sudah
disediakan sebuah rumah atau sebuah kamar
beserta isinya yang sederhana oleh masyarakat desa
setempat.(6)
Kader dalam pengertian lain yaitu warga setempat
yang sudah dipilih dan ditunjuk oleh warga
masyarakat agar membantu melaksanakan dan
mengelola kegiatan keluarga berencana disuatu
desa.
Kader Kesehatan masyarakat merupakan warga
masyarakat setempat yang sudah dipilih dan
ditunjuk oleh warga masyarakat dan sudah dilatih
dalam penanganan masalah – masalah Kesehatan
baik perorangan maupun kelompok masyarakat yang
dapat bekerja dan tahu karakteristik warga desa
setempat sehingga mampu menjalin Kerjasama
dengan berkolaborasi dan berkoordinasi terhadap
pelayanan Kesehatan.
Kader Kesehatan jiwa adalah seorang warga
masyarakat yang bersedia secara sukarela untuk
aktif dalam berpartisipasi dalam membantu
penanganan Kesehatan jiwa pada penderita
31
gangguan jiwa dimasyarakat. Kader Kesehatan jiwa
ini perlu dibentuk dan dikembangkan karena untuk
era seperti sekarang sangat dibutuhkan agar tetap
terbentuknya desa/ kelurahan siaga sehat jiwa.

2.TUJUAN DIBENTUKNYA KADER KESEHATAN


JIWA.
Tujuan dibentuknya kader Kesehatan jiwa salah
satunya yaitu sama dengan tujuan dalam program
pembangunan nasional dimana diperuntukkan
untuk, dari dan oleh masyarakat itu sendiri agar
menyeluruh kesemua lapisan dalam masyarakat
karena masyarakat berhak memperoleh segala
pelakayanan Kesehatan secara merata.
Dengan kata lain perlu adanya pembentukan kader
Kesehatan jiwa di desa/kelurahan itu dapat menjadi
perpanjangtanganan dari petugas Kesehatan dalam
mencegah munculnya macam penyakit yang ada
didalam masyarakat, dapat memelihara Kesehatan
pada masyarakat maupun dirinya sendiri,
32
meningkatkannya derajat Kesehatan didalam
masyarakat dan diharapkan kader Kesehatan dapat
mendeteksi kondisi Kesehatan pada masyarakat
khususnya Kesehatan jiwa sehingga mereka dapat
memberikan langsung perawatan dan pengobatan
segera agar kondisi tidak semakin parah.

3.Penilaian Kader Kesehatan Jiwa


Dengan terbentuknya kader Kesehatan jiwa maka
perlu juga adanya penilaian agar kinerja kader tetap
terjaga kualitasnya dan mengetahui segala kesulitan
yang ditemuinya. Penilaian kinerja kader kesehatan
jiwa dilakukan dengan tujuan untuk memantau dan
mengevalusi kemampuan kader Kesehatan dalam
melakukan berbagai program Kesehatan jiwa
dikelompok masyarakat.(3) Penilaian Kesehatan jiwa
mencakup:
a. Dilakukannya supervise langsung ( observasi )
b. Adanya laporan secara tidak langsung
(dokumentasi laporan)

33
Petugas puskesmas yaitu perawat CMHN
(Community Mental Health Nursing) akan melakukan
supervise langsung kinerja yang dilakukan oleh kader
Kesehatan jiwa perminggunya, disesuaikan dengan
kegiatan yang dilakukan dalam satu minggu tersebut.
Penilaian dilakukan sesuai dengan standart kinerja
yang sudah ditentukan dengan kemampuan yang
dimiliki oleh kader Kesehatan jiwa dalam
melaksanakan program CMHN. Kemampuan dalam
kader Kesehatan yang dinilai meliputi :
a. Mendeteksi pada setiap anggota keluarga
meliputi gangguan, resiko dan keadaan
kesehatannya.
b. Menggerakkan keluarga sehat agar mengikuti
penyuluhan terkait sehat jiwa sesuai dengan usia
anak.
c. Menggerakkan keluarga yang mempunyai resiko
untuk mengikuti berbagai penyuluhan resiko
terkait gangguan jiwa.
d. Menggerakkan keluarga pasien dengan gangguan
jiwa untuk mengikuti penyuluhan tentang
bagaimana cara merawat pasien.
34
e. Menggerakkan pasien dengan gangguan jiwa
untuk mengikuti kegiatan Terapi Aktivitas
Kelompok (TAK) dan rehabilitasi.
f. Melakukan kunjungan rumah kekeluarga pasien
dengan gangguan jiwa yang sudah mendiri.
g. Merujuk pasien jika memang harus segera
mendapatkan pelayanan yang lebih intensif.
h. Mendokumentasikan kegiatan yang sudah
dilaksanakan.

4.PERAN KADER KESEHATAN JIWA.


a. Melakukan Pencegahan Primer
1) Mengidentifikasi kelompok yang beresiko
tinggi dengan keadaan stress yang dapat
berpotensi terjadinya sakit gangguan jiwa.
2)Pemberian Pendidikan Kesehatan kepada
kelompok masyarakat dengan memanfaatkan
berbagai strategi koping dalam mengatasi
stress dan cara memecahkan masalah yang
dihadapinya.
35
3)Slalu memberikan penguatan kemampuan
kepada individu dengan cara menurunkan
keadaan stress, cemas bahkan terjadinya
tekanan yang dapat menyebabkan sakit
gangguan jiwa.
b. Melakukan Pencegahan Secara Sekunder
1) Melakukan skrining atau mendeteksi dini
dalam menemukan berbagai kasus masalah
Kesehatan jiwa dimasyarakat.
2)Ikut menggerakkan kelompok individu,
keluarga dan masyarakat untuk mengikuti
berbagai kegiatan Kesehatan jiwa yang
dilaksanakan oleh komunitas.
c. Melakukan Pencegahan Secara Tersier
1)Kader Kesehatan membantu pasien dengan
gangguan jiwa dalam proses rehabilitasi dan
mencegah komplikasi terjadi Kembali.
2)Kader Kesehatan diharapkan melakukan
pendampingan kepada pasien dengan
gangguan jiwa dan keluarga terkait
pengobatan.

36
3)Kader Kesehatan merujuk pasien dengan
gangguan jiwa ke pelayanan Kesehatan yang
professional.
5.Kemampuan Kader Kesehatan Jiwa
Seorang kader juga dituntut untuk mempunyai
kemampuan lebih dalam melaksanakan kinerjanya
dimana kemampuan itu merujuk pada potensi
seseorang dalam melaksanakan pekerjaannya. Disini
peran kader Kesehatan jiwa diharapkan mempunyai
kemampuan dalam melakukan deteksi dini gangguan
jiwa sehingga terwujudnya peran dan fungsi kader
Kesehatan jiwa sesuai dengan tugas nya agar
berjalan dengan baik.(1) Kemampuan sendiri
tersusun atas beberapa factor yaitu:
a. kemampuan intelektual
kemampuan intelektual merupakan sebuah
kemampuan yang diperlukan untuk menjalankan
berbagai materi kegiatan terkait dengan deteksi
dini gangguan jiwa. Ada 7 indikator yang dapat
membentuk kemampuan intelektual seorang
kader Kesehatan, yaitu :

37
1) Pemahaman verbal merupakan, kemampuan
dalam memahami apa yang telah dibaca dan
didengarnya.
2)Kemampuan dalam angka merupakan
kemampuan dalam melakukan perhitungan
dengan cepat dan tepat.
3)Kemampuan persepsi merupakan
kemampuan yang dimiliki seseorang dalam
mengetahui kemiripan dan perbedaan dalam
bentuk visual dengan cepat dan tepat.
4)Kemampuan penalaran induktif merupakan
kemampuan seseorang dalam mengenali
suatu urutan secara logis dalam suatu
masalah yang kemudian dipercahkan masalah
tersebut.
5)Kemampuan penalaran deduktif merupakan
kemampuan seseorang dalam menggunakan
logika dan menilai implikasi dari sebuah
argument yang ada.
6)Kemampuan visualisasi spasial merupakan
kemampuan seseorang dalam
membayangkan bagaimana sebuah objek itu
38
dapat terlihat apabila posisinya dalam
ruangan diubah.
7)Kemampuan dalam daya ingat merupakan
kemampuan seseorang dalam menahan dan
mengenang kejadian dimasa lalunya.
b. Kemampuan Fisik
Kemampuan fisik seseorang sangat diperlukan
dalam melakukan aktivitasnya sehari – hari agar
tercapainya tugas – tugas yang diembannya
dibutuhkan stamina yang baik, kecekatan dalam
mengambil keputusan, kekuatan serta ketampilan
yang harus wajib dimiliki oleh seorang kader
Kesehatan jiwa. Kemampuan dasar fisik yang
harus dimiliki mencakup :
1)Factor kekuatan, dibagi menjadi 3 yaitu :
a) Kekuatan dinamis merupakan sebuah
kemampuan seseorang dalam
mengandalkan ototnya.
b) Kekuatan Statis merupakan kekuatan
seseorang dalam mengamati objek dari
luar (eksternal)

39
c) Kekuatan eksplosif merupakan
kemampuan seseorang dalam
mengeluarkan energy maksimum
tindakan eksplosif.
2)Factor Fleksibilitas, dibagi menjadi 2 yaitu :
a) Fleksibilitas secara luas merupakan
kemampuan seseorang dalam
menggerakkan tubuh dan otot
punggungnya.
b) Fleksibilitas secara dinamis merupakan
kemampuan seseorang dalam membuat
sebuah Gerakan – Gerakan secara lentur,
cepat dan berulang.
3)Factor lainnya
a) Koordinasi tubuh merupakan
kemampuan dalam mengkoordinasikan
sebuah Tindakan secara bersamaan dari
bagian – bagian tubuh manusia yang
berbeda.
b) Keseimbangan merupakan kemampuan
mempertahankan keseimbangan tubuh

40
walaupun terdapat gaya yang dapat
mengganggu keseimbangan tubuh.
c) Stamina merupakan kemampuan dalam
menggerakkan upaya secara maksimum
yang membutuhkan usaha secara
berkelanjutan.

BAB 4

41
MENDETEKSI DINI GANGGUAN JIWA PADA
REMAJA MENGGUNAKAN KUESIONER SDQ
A. DESKRIPSI SINGKAT
Remaja merupakan masa dimana peralihan dari masa
anak – anak ke masa dewasa yang ditandai dengan
adanya pertumbuhan dan perkembangan secara
biologis dan psikologis. Pertumbuhan dan
perkembangan secara biologis ditandai engan
tumbuh dan berkembangnya seks primer dan seks
sekunder sedangkan pertumbuhan dan
perkembangan secara psikologis biasanya ditandai
dengan sikap dan perasaan, keinginan dan emosi
yang masih labilk dan tidak menentu.(7)
Maka dari itu untuk menghindari terjadinya gangguan
jiwa pada remaja perlu adanya upaya sedini mungkin
dalam mengenali gejala – gejala awal terjadinya
gangguan jiwa sebagai bentuk deteksi awal dalam
mendiagnosis.
Deteksi awal yang harus dilakukan terkait gejala –
gejala gangguan jiwa awal pada mental yaitu dengan
melihat perilaku, berfikir dan cara berperasaan dari
42
sasaran tersebut, deteksi awal harus dilakukan karena
untuk mencegah terjadinya gangguan jiwa yang lebih
parah dan bisa merusak kepribadian dari manusia
tersebut.
Tujuan dari adanya deteksi dini gangguan mental
merupakan untuk memberikan pengetahuan serta
pemahaman dan perhatian tenaga Kesehatan dan
masyarakat terhadap kondisi psikologis yang terdiri
dari Kesehatan mental, jiwa dan spiritual yang ada
dalam diri individu dalam menanggulangi serta
menghindari terjadinya beberapa gangguan jiwa.
Deteksi dini juga sebagai bentuk pencegaran
terhadap indikasi – indikasi terjadinya gangguan
mental dan kejiwaan. Hal itu karena manusia hidup
memiliki tanggung jawab yang besar dalam
berhubungan baik dengan tuhannya, keluarga,
lingkungan masyarakat dan untuk dirinya sendiri.
Karena jika individu dalam kondisi tidak sehat tidak
akan berjalan dengan baik dalam bersosialisasi, sehat
disini yaitu baik sehat jasmani, rohani, psikologi
maupun spiritual.(8)

43
B. TUJUAN
Tujuan dibuatnya modul ini yaitu :
1) Mengetahui pengertian dari definisi kuesioner SDQ
2) Tenaga Kesehatan dapat membaca kuesioner SDQ
3) Dapat menjelaskan setiap aspek yang ada didalam
kuesioner SDQ

C. SASARAN
Materi ini dibuat diperuntukkan kesemua tenaga
Kesehatan dan kader Kesehatan dalam penanganan
gangguan jiwa berbasis masyarakat. Agar kader
Kesehatan ini dapat memberikan pemahaman terkait
Kesehatan jiwa dalam melakukan deteksi dini
gangguan jiwa didalam masyarakat khususnya pada
remaja.

D. DEFINISI KUESIONER STRENGTHS AND


DIFFICULTIES QUESTIONNAIRE (SDQ)

44
Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ)
merupakan alat ukur psikologi yang digunakan untuk
mengetahui kekuatan dan kelemahan jiwa pada
remaja yang kaitannya dengan keadaan emosional
remaja dan perilaku. Tujuan dari penggunaan
kuesioner SDQ yaitu untuk menguji parameter
psikometri kejiwaan pada remaja yang terdiri dari 25
item pertanyaan dengan 5 dimensi yang akan diukur
yaitu prososial, hiperaktifitas, masalah emosional,
perilau dan hubungan dengan teman sebaya.
Kuesioner ini digunakan dalam rentan usia 3-17 tahun
yang terbagi menjadi 2 instrumen.(9)

E. CARA MEMBACA KUESIONER STRENGTHS AND


DIFFICULTIES QUESTIONNAIRE (SDQ)
Kuesioner SDQ terdiri dari 25 item setiap item
pertanyaannya mempunyai nilai sendiri – sendiri
dimana terbagi menjadi Skor Kesulitan dan Skor
Kekuatan. Kuesioner SDQ ini terbagi menjadi 2
kuesioner dengan isi item yang berbeda yaitu
kuesioner dibuat berdasarkan usia dari responden,
kuesioner pertama ditujukan untuk rentan usia 4 – 11
45
tahun dan kuesioner kedua ditujukan untuk rentan
usia 11 – 18 tahun.
Dalam kuesioner SDQ sendiri terbagi menjadi 2
penilaian yaitu Skor kesulitan dan skor kekuatan,
dimana sekor kesulitan mencakup Gejala emosional,
masalah perilaku, hiperaktivitas dan masalah teman
sebaya. Dari 4 kriteria tersebut selanjutnya
dijumlahkan dalam katergori skor kesulitan, apabila
anak mendapatkan skor semakin rendah
menandakan bahwa anak tersebut normal tidak
adanya gangguan jiwa, dan sebaliknya semakin
tingginya skor yang didapatkan menandakan berarti
adanya gejala gangguan jiwa awal, dan perlunya
pengawasan lebih.(10)
Sedangkan penilaian pada skor kekuatan memang
hanya satu item yaitu menilai perilaku propososial
(PRO) dimana didalamnya ada 5 kriteria dalam
penilaian yaitu mencakup :
1) Mampu memeprtimbangkan perasaan orang lain.
2)Bersedia berbagi dengan anak lain
3)Suka menolong
4)Bersikap baik pda anak yang lebih muda
46
5)Sering menawarkan diri membantu orang lain.
Apabila anak mendapatkan nilai semakin tinggi
menandakan anak tersebut dalam kondisi normal
tidak adanya gejala gangguan jiwa.

47
F. KUESIONER SDQ DAN INTERPRETASINYA

48
49
50
51
4) 1). INTERPRETASI KUESIONER SDQ
Kuesioner SDQ terdiri dari 25 pertanyaan
yang terdiri dari 5 kriteria penilaian yang
memiliki masing – masing nilai. Biasanya
paling mudah dalam menilai ini semua
yaitu menghitung 5 kriteria terlebih dahulu
sebelum menghitung skor total kesulitan.
(9) Dimana Skor 1 “Agak Benar” dan skor
“tidak benar” dan Tentu Benar” memiliki
variasi penilaian tergantung dari item
pertanyaan, untuk masing – masing
pertanyaan dari 5 kriteria ini memiliki skor
berkisar dari 0 – 10 jika semua benar

52
berarti item terselesaikan dengan baik,
seperti yang ditunjukkan di bawah ini :

53
54
BAB 5
MENDETEKSI MASALAH KESEHATAN JIWA
MENGGUNAKAN KUESIONER SDQ
A. DESKRIPSI SINGKAT
Kesehatan jiwa menurut World Health Organization
(WHO) merupakan seseorang dikatakan sehat apabila
individu tersebut merasakan sehat dan Bahagia,
mampu dalam menghadapi tantangan hidup dan
dapat menerima masukan serta pendapat dari orang
lain serta individu tersebut mempunyai sikap yang
positif terhadap dirinya sendiri dan orang
disekitarnya.
Kesehatan jiwa adalah sebuah kondisi dimana
seorang individu mampu berkembang secara fisik,
mental, psikologi, social dan spiritual sehingga
seorang individu tersebut dapat menyadari
kemampuan pada dirinya, dapat mengatasi berbagai
tekanan yang didapatkan dari lingkungannya, mampu
bekerja secara produktif dan mampu memberikan
konstribusi untuk lingkungan masyarakatnya, apabila
seorang individu tidak dapat menjalankan tugasnya
55
tersebut berarti dikatakan bahwa individu tersebut
mengalami masalah dalam gangguan jiwanya.(11)
Dilingkungan kita sendiri yang termasuk dalam
gangguan jiwa yaitu apabila seorang individu sudah
tidak bisa mengendalikan dirinya sendiri sehingga
dapat mencelakai orang – orang disekitarnya karena
tidak dapat mengendalikan dirinya sendiri. Maka dari
itu perlu nya deteksi dini gangguan jiwa agar tidak
terjadi nya masalah jiwa yang lebih parah.
Sebenarnya seseorang dikatakan mengarah ke
gangguan jiwa jika sesorang individu tersebut mulai
tidak bisa mengontrol emosionalnya, sering marah
meledak – ledak, dan disosialnya lebih suka
menyendiri dari pada ditempat rame.

B. TUJUAN
Tujuan dari pembuatan meteri ini yaitu sebagai
pegangan untuk tenaga Kesehatan dan kader
Kesehatan sebagai fasilitator yang diharapkan
mampu melakukan sebagai berikut :
1)Mendeteksi masalah emosional pada remaja
2)Mendeteksi adanya masalah perilaku pada remaja
56
3)Mendeteksi masalah hyperaktivitas pada remaja
4)Mendeteksi masalah teman sebaya pada remaja
5)Mendeteksi prososial pada remaja
6)Mengevaluasi hasil dari deteksi dini gangguan
jiwa pada remaja

C. SASARAN
Materi pada modul kali ini diperuntukkan untuk
semua tenaga Kesehatan dan kader Kesehatan
sebagai pedoman pendampingan dalam
penangganan gangguan jiwa berbasis masyarakat
terkait deteksi dini kesehatan jiwa untuk remaja.(1)

D. MENDETEKSI MASALAH EMOSIONAL PADA


REMAJA
Masa remaja merupakan masa dimana
transisi dari masa anak – anak menuju masa
dewasa, perubahan ini yang mengakibatkan
adanya gangguan psikologi pada remaja,
perubahan psikososial pada masa remaja
57
merupakan masa perubahan pa;ing penting
dalam menunjang suatu keberhasilan
perkambangan nantinya dimasa dewasa.
Karena masa remaja merupakan suatu masa
yang rentan mengalami gangguan perilaku
dan gangguan emosionalnya dalam
bersosialisasi.(10)
Aspek dalam gejala emosi ini mengarah pada
kondisi suatu perasaan yang dirasakan
dalam pikiran nya yang mendominasi yang
mempengaruhi perilaku remaja dalam
bertindak sesuai dengan suasana hatinya.
Gangguan emosi merupakan
ketidakmampuan seseorang individu tidak
mampu mengontrol dirinyan sendiri yang
ditandai dengan perasaan dan pikiran tidak
sesuai dengan keinginannya, budaya,
peraturan dan norma – norma etis yang
58
berdampak buruk secara emosional dengan
respon perilaku dlam hal sekolah, sosialm
ketrampilan dan kepribadiannya.
Remaja degan gangguan emosi yang
meledak – ledak dan perilaku yang memiliki
karakteristik yang kompleks yang sering
sekali dilakukan oleh teman – teman
sebayanya yang membuat remaja tersebut
semakin yakin akan emosi yang
dirasakannya seperti banyak Gerakan yang
dilakukan, mengganggu teman, perilaku
yang sering melawan guru maupun orang
tua dan adakalanya remaja itu menyendiri
karena perubahan emosi tersebut.

E. MENDETEKSI ADANYA MASALAH PERILAKU


PADA REMAJA
Masalah perilaku pada remaja yang baru saja
mengalami masa transisi dari masa anak- anak ke
59
masa dewasa sering kali kita lihat bahwa perilaku
remaja yang mengganggu orang disekitarnya hanya
karena ingin mendapatkan pengakuan dari
lingkungannya bahwa dirinya sudah dapat melakukan
hal yang sama seperti yang dilakukan orang dewasa,
mereka beranggapan bahwa apa yang mereka
lakukan adalah hal yang benar tanpa memikirkan
dampak untuk kedepannya.(4)
Pola seperti ini sebenarnya pola negative untuk
remaja yang bisa jadi memancing permusuhan antar
remaja dengan lingkungan sekitarnya, remaja yang
merasa dirinya lebih hebat dari sekitarnya. Masalah
yang sering ditunjukkan oleh remaja yaitu
ditunjukkan dengan biasanya remaja suka melakukan
pukulan/ memukul temannya jika tidak sesuai dengan
keinginannya, suka berkelahi, suka mengejek teman,
suka menolak permintaan yang diberikan orang lain.

F. MENDETEKSI MASALAH HYPERAKTIVITAS


PADA REMAJA
Masalah hyperaktivitas pada remaja merupakan
suatu pola perilaku yang ditunjukkan seorang remaja
60
yang tidak mau bersikap diam, tidak mau menaruh
perhatian kepada sekitarnya dan menunjukkan sikap
impulsif. Anak – anak seperti ini sangat susah diatur
dan dikontrol baik oleh guru maupun orang tuanya.
Dan perilaku yang tampak biasanya seperti :
1)Remaja menunjukkan kebiasaan tidak bisa tenang,
sering merasakan gelisah
2)Sering bolos dibangku sekolah tanpa alasan yang
jelas
3)Remaja cenderung cerewet namun obrolannya
tidak sesuai dengan konteks yang seharusnya
4)Tidak bisa diam, slalu ingin melakukan gerakan
5)Sulit berkonsentrasi dalam suatu kegiatan maupun
permainan.
6)Suka melakukan kegiatan yang ekstrem

G. MENDETEKSI MASALAH TEMAN SEBAYA


PADA REMAJA
Masalah pada teman sebaya biasanya ditunjukkan
oleh remaja saat berinteraksi dengan sekitarnya,
remaja merasa sulit dalam bersosialisasi dilingkungan
sekolah maupun lingkungan rumahnya dengan teman
61
sebayanya, keadaan ini yang membuat anak sering
kesulitan diterima oleh teman sebayanya yang
mengakibatkan remaja tidak dapat berinteraksi
secara aktif dengan teman sebayanya dilingkungan
sekolah maupun rumah. Biasanya perilaku yang
tampak yaitu :
1)Masalah pertemanan, dimana biasanya remaja
membentuk circle sendiri yang merasa dirinya
disukai dan mengabaikan teman sebaya lainnya
yang tidak mereka sukai.
2)Pernah merasakan adanya pengabaian dari
lingkungan sekitarnya yang mengakibatkan remaja
tidak menyukai lingkungannya dan remaja juga
tidak disukai oleh lingkungannya karena
lingkungannya merasa bahwa remaja tersebut
sudah menutup diri.
3)Remaja yang merasakan kontroversi dimana
remaja merasa mereka banyak teman yang
menyukainya namun juga banyak teman yang
tidak menyukainya.
4)Remaja yang merasa bahwa dirinya termasuk
dalam kelompok remaja yang biasa – biasa saja
62
jadi tidak perlu adanya pengakuan dari pihak mana
pun, remaja yang Sukanya menyendiri.

H. MENDETEKSI PERILAKU PROSOSIAL PADA


REMAJA
Perilaku prososial merupakan suatu sikap alamiah
yang dimiliki oleh manusia dikarenakan sejatinya
manusia tidak dapat hidup sendiri dan termasuk
dalam makhluk social yang membutuhkan bantuan
orang lain dalam melakukan aktivitasnya sehari –
hari. Dengan kata lain perilaku prososial termasuk
dalam kondisi saling tolong menolong tanpa
mengharapkan imbalan dari pihak satunya, tidak
mengambil keuntungan dari perilakunya terhadap
orang yang ditemuinya.(12)

I. KADER KESEHATAN DALAM MELAKUKAN


SKRINING AWAL

63
Kader Kesehatan sebelum melakukan skring awal
deteksi dini gangguan jiwa pada remaja diharapkan
bisa membuat situasi yang kondusif agar saat remaja
mengisi kuesioner dapat terjawab sesuai yang
diharapkan, berikut yang perlu diperhatikan oleh
kader Kesehatan :
1. Kader Kesehatan mengatur posisi duduk senyaman
mungkin, remaja dengan berhadapan dan saling
pandang langsung dengan kader Kesehatan.
2. Kader Kesehatan memberikan selembar kertas
kuesioner dan menyediakan alat tulis kepada
remaja.
3. Kader Kesehatan menjelaskan tata cara dalam
pengisian kuesioner SDQ dari awal sampai akhir,
dan ditanyakan Kembali ke remaja apakah sudah
paham atas penjelasan yang diberikan oleh kader
Kesehatan atau belum, jika belum kader Kesehatan
dapat mengulangnya Kembali dan jika
memungkinkan diberikan sedikit gambaran.
4. Kader Kesehatan slalu mengawasi remaja dalam
melakukan pengisian kuesioner.

64
5. Apabila ditengah pengerjaan remaja mengajukan
pertanyaan sebaiknya segera memberikan
tanggapan.
6. Kader Kesehatan memastikan bahwa kuesioner 25
pertanyaan sudah terisi dengan baik.
7. Setelah remaja selesai mengisikan kuesioner
dengan baik sebaiknya segera dikumpulkan.
8. Kader Kesehatan sebaiknya segera mengecek
pekerjaan yang sudah dikerjakan oleh remaja dan
memberikan penskoringan.
9. Kader Kesehatan setelah selesai melakukan
penskoringan langsung memberitahukan hasil
pekerjaan remaja tersebut dan dijelaskan dengan
Bahasa yang mudah dipahami oleh remaja.
10. Apabila didapatkan hasil normal maka kader
Kesehatan tidak perlu melakukan rencana tindak
lanjut kepada remaja, namun jika hasil yang
didapatkan remaja terdeteksi mengalami kelainan
maka segera memebritahu remaja dan melakukan
pendampingan.
11. Kader Kesehatan melakukan evaluasi tanggapan dr
remaja terkait pengisian kuesioner SDQ.
65
Daftar Pustaka
1. Kurniawan Chandail N, Mubin Fatkhul M, Samiasih A, Rosiana A, Rosidi A, Ernawati. BUKU PEDOMAN
DETEKSI DINI GANGGUAN JIWA REMAJA-2. 2022.
2. Latipun. Kesehatan Mental. Kelima. Malang: Universitas Muhammadiyah Malang Press; 2019.
3. Keputusan Menteri. Kesehatan Jiwa. Undang - Undang No18. 2014;
4. Aziz UK, Lutfiya I, Sulaiman I. Gambaran Gangguan Perilaku dan Emosional pada Remaja Usia 10-24
Tahun Berdasarkan Faktor Sosiodemografi (Analisis Data Susenas Tahun 2015). BIOGRAPH-I: Journal
of Biostatistics and Demographic Dynamic. 2021 Nov 30;1(2):54.
5. Rahman F. Penyusunan Program BK di Sekolah.
6. Karwati D. Kader Kesehatan. 2009;
7. Sarwono. PERKEMBANGAN MASA REMAJA (Usia 11/12-18 tahun). 2011.
8. Azizah lilik, Zainuri I, Amar A. BUKU AJAR KEPERAWATAN KESEHATAN JIWA. 2016. from:
www.indomediapustaka.com
9. STRENGTH AND DIIFICULTIES QUESTIONNAIRE-SDQ.

66
10. Rizkiah A, Risanty RD, Mujiastuti R. SISTEM PENDETEKSI DINI KESEHATAN MENTAL EMOSIONAL
ANAK USIA 4-17 TAHUN MENGGUNAKAN METODE FORWARD CHAINING [Internet]. Available from:
https://jurnal.umj.ac.id/index.php/just-
11. Farid M, Hidayati K. Konsep Diri, Adversity Quotient dan Penyesuaian Diri pada Remaja. Persona,
Jurnal Psikolog Indonesia. 2016;5:137–44.
12. Istiqomah I. Parameter Psikometri Alat Ukur Strengths and Difficulties Questionnaire (SDQ).
Psympathic : Jurnal Ilmiah Psikologi. 2017 Dec 30;4(2):251–64.

PROFIL PENULIS
Nor Amalia Muthoharoh, SKM., M.Kes

Penulis lahir di Kabupaten Batang, Jawa Tengah pada bulan


Juni tahun 1994. Menempuh pendidikan terakhir S2 Magister
Promosi Kesehatan di Universitas Diponegoro. Kini, penulis
menjadi staf pengajar di Fakultas kesehatan Universitas Dian
Nuswantoro Semarang pada Program Studi Kesehatan
Masyarakat. Penulis berharap semoga buku ini dapat
menambah dan membuka wawasan bagi pembaca serta
memberikan sumbangsih keilmuan khususnya di bidang
Kesehatan Masyarakat dalam pencegahan dini gangguan jiwa
berbasis masyarakat bagi penulis berikutnya. Penulis bisa
dihubungi diemail nor.amalia.muthoharoh@dsn.dinus.ac.id

67
Fitria Dewi Puspita Anggraini

Penulis lahir di Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut,


Banjarmasin, Kalimantan Selatan pada 18 Maret 1992.
Penulis menyelesaikan gelar Strata Satu (S-1) di peminatan
Entomologi Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat
(FKM) Universitas Diponegoro (UNDIP) di Semarang dan
melanjutkan studi jenjang Magister of Science (M.Sc.) di
program studi Ilmu Kedokteran Tropis Konsentrasi
Entomologi Kesehatan Fakultas Kedokteran, Kesehatan
Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah
Mada (UGM) di Yogyakarta. Saat ini penulis merupakan
dosen pengajar di Fakultas Kesehatan Universitas Dian
Nuswantoro Semarang pada Program Studi Kesehatan
Masyarakat. Pembaca dapat berkorespondensi dengan penulis
di alamat email fitriadewi@dsn.dinus.ac.id

Aprianti

Penulis lahir di Pati, Jawa Tengah pada tahun 1992.


Menempuh pendidikan S1 di Kesehatan Masyarakat
Univeristas Diponegoro, setelah itu melanjutkan S2 di
Promosi Kesehatan Universitas Diponegoro. Kini, penulis
menjadi staf pengajar di Fakultas kesehatan Universitas Dian
Nuswantoro Semarang pada Program Studi Kesehatan
Masyarakat. Penulis berharap semoga buku ini bermanfaat
bagi masyarakat pada umumnya dan para akademisi pada
khususnya.

68
Vilda Ana Veria Setyawati S.Gz, M.Gizi

Lahir di Sragen, 17 Desember 1987 dan menyelesaikan


pendidikan sampai tingkat SMA di kota kelaharinnya ini.
Sejak tahun 2005 berhijrah ke Semarang untuk menyelesaikan
pendidikan Sarjana dan Magister. Tahun 2011 mulai berkarir
sebagai dosen di Program Studi S1 Kesehatan Masyarakat,
Universitas Dian Nuswantoro sampai saat ini dengan jabatan
fungsional sebagai Lektor Kepala. Karya ilmiah dan luaran
penelitian untuk topik stunting sudah dihasilkan sejak tahun
2017. Perannya dalam dunia dosen tidak hanya mengajar dan
riset saja tetapi juga sebagai narasumbe dalam kegiatan di luar
kampus sebagai nara sumber baik local, regional, dan nasional
sudah dilakukan. Selain sebagai dosen ia juga seorang ibu dari
dua anak Arsakha Faeza Herlambang dan Arfadhia Fahreza
Herlambang yang merupakan buah hati dengan suaminya,
Bambang Agus Herlambang, M.Kom

69

Anda mungkin juga menyukai