Anda di halaman 1dari 11

PERPAJAKAN II

PAJAK PENGHASILAN BADAN

OLEH :

D7 AKUNTANSI

DOSEN PENGAMPU :

COKORDA KRISNA YUDHA, SE.,M.Si.,Ak.,BKP

KELOMPOK :1

NAMA ANGGOTA :

1. Ni Kadek Tiara Istha Devi (202033121242)


2. Ni Putu Mita Puspa Dewi (202033121266)
3. Ni Ketut Winarsi (202033121276)
4. Ni Komang Ayu Pradnyani Putri (202033121285)
5. Ni Made Purnama Sari (202033121314)
6. Ni Kadek Apriani (202033121343)
7. Ni Putu Devi Sari Astiti (202033121344)
PROGRAM STUDI AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI & BISNIS

UNIVERSITAS WARMADEWA DENPASAR

2022-2023
A. PAJAK PENGHASILAN BADAN
1. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN BADAN

Kata badan diartikan sebagai kumpulan individu atau kesatuan yang melakukan kegiatan
usaha bersama. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan adalah angsuran pajak dalam tahun berjalan
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib pajak Badan untuk setiap masa pajak. Seperti disebutkan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 Pasal 25 adalah : “Besarnya
angsuran Pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri setiap bulan sekali adalah sebesar
pajak pengahasilan yang terhutang menurut surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan yang
laku dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut serta pajak penghasilan
yang dibayar atau terhutang diluar negeri yang dapat dikreditkan sebagaimana dalam Pasal 21,
Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam tahun pajak”.

Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP),
yang termasuk Pajak Penghasilan Badan adalah badan usaha yang terdiri dari perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milk Negara, Badan Usaha Milik Daerah
dengan namun dan dalam bentuk apapun, Firma, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang
sejenisnya, Lembaga Dana Pensiun dan Bentuk usaha lainnya yang menurut ketentuan perundang-
undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban pepajakan secara langsung dalam
tahun berjalan dan dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan sekali, sebesar pajak
penghasilan terhutang menurut surat pemberitahuan Pajak Penghasilan tahunan pajak yang lalu
dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang luar negeri yang dapat dikreditkan
sebagaimana 18 dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23 dan 34 dibagi atau banyaknya bulan dalam
tahun Pajak berjalan. Jadi, pajak penghasilan badan atau PPh badan adalah pajak yang dikenakan
atas penghasilan dari badan usaha.

2. SUBYEK PAJAK PENGHASILAN BADAN

Subjek pajak Badan atau subjek PPh Badan adalah setiap Badan Usaha yang diberikan
kewajiban untuk membayar pajak, baik dalam periode bulan maupun tahun dan disetor ke kas
negara. Jenis subjek badan dibedakan menjadi 2 yakni:

a. Subjek Pajak Dalam Negeri


Subjek pajak dalam negeri adalah badan yang didirikan atau bertempat kedudukan di
Indonesia, kecuali unit tertentu dari badan pemerintah yang memenuhi kriteria, diantaranya :

 Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan


 Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)
 Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran Pemerintah Pusat (Pempus) atau Pemerintah
Daerah (Pemda)
 Pembukuannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional Negara
 Warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan menggantikan yang berhak
b. Subjek Pajak Luar Negeri

Subjek pajak luar negeri adalah badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima / memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha / melakukan
kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia, juga termasuk subjek pajak luar negeri.

c. Bentuk Usaha Tetap (BUT)

Pengertian BUT dalam hal Badan Usaha adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia. Bentuk usaha yang dipergunakan oleh badan ini diantaranya
:

 Tempat kedudukan manajemen


 Cabang perusahaan
 Kantor perwakilan
 Gedung kantor
 Pabrik
 Ruang untuk promosi dan penjualan
 Wilayah kerja pertambangan minyak dan gas bumi
3. OBJEK PAJAK PENGHASILAN BADAN

Objek PPh Badan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh badan. Bagi Subjek
Badan dalam negeri yang menjadi objek PPh badan adalah semua penghasilan baik dari dalam
maupun dari luar negeri. Penghasilan yang sebagai objek PPh Badan sebagaimana tercantum
dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang PPh ini diantaranya :

 Hadiah dari kegiatan dan penghargaan


 Laba usaha
 Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta (selain tanah dan bangunan)
 Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya
 Bunga, termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang
 Dividen
 Royalti atau imbalan atas penggunaan hak
 Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta
 Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan
 Keuntungan karena selisih kurs mata uang asing
 Selisih lebih karena penilaian kembali aktiva tetap
 Iuran yang diterima perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari Wajib Pajak yang
menjalankan usaha atau pekerjaan bebas
 Penghasilan dari usaha berbasis syariah
 Surplus Bank Indonesia
4. TARIF PAJAK PENGHASILAN BADAN
a. Tarif PPh Badan

UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (1) bagian b
menyatakan bahwa tarif pajak yang dikenakan secara umum kepada WP Badan adalah sebesar
28% sejak 2009. Kemudian tarif PPh Badan turun menjadi 25%. Tarif ini mulai diberlakukan
untuk tahun pajak 2010.
Melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2020, tarif PPh Badan terbaru
diturunkan.

Tarif PPh Badan terbaru sesuai Pasal 17 Ayat (2a) PP No. 30/2020 yang sudah
ditetapkan menjadi UU No. 2 Tahun 2020 diantaranya :

 Tarif PPh Badan terbaru WP Badan dalam negeri dan berbentuk Badan Usaha Tetap
(BUT):
- 22% berlaku pada 2020 dan 2021
- 20% berlaku pada 2022

Sedangkan khusus untuk WP Badan berbentuk Perseroan Terbuka (Tbk), akan


mendapatkan tarif PPh Badan terbaru 3% lebih rendah dari penurunan PPh Badan secara
umum tersebut.

Adapun syarat Perusahaan Terbuka atau Perusahaan Tbk dapat tarif 3% lebih rendah
dari PPh Badan secara umum tersebut adalah:

 Wajib Pajak Dalam Negeri


 Berbentuk Perseroan Tbk
 Jumlah keseluruhan saham yang disetor diperdagangkan pada bursa efek di Indonesia
paling sedikit 40%
 Memenuhi persyaratan tertentu yang diatur dalam keterntuan peraturan perundang-
undangan perpajakan
b. Aturan PPh Badan Terbaru dalam UU HPP

Pemerintah dan DPR telah menyepakati Rancangan Undang-Undang Harmonisasi


Peraturan Perpajakan (RUU HPP) dan disahkan pada 7 Oktober 2021. Setelah RUU HPP ini
sisahkan menjadi, berikutnya dalam kurun waktu 30 hari setelah DPR mengesahkan RUU HPP
menjadi undang-undang, Presiden Joko Widodo (Jokowi) akan menandatanganinya dan
diundangkan oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum-HAM).

Dalam UU HPP ini, tarif PPh Badan berubah menjadi 22% mulai Tahun Pajak 2022.
Artinya, tarif PPh Badan terbaru ini lebih tinggi 2% dibanding tarif PPh Badan versi peraturan
sebelumnya pada UU No. 2/2020 tersebut yang sebesar 20%. Jadi, pemerintah membatalkan
penurunan tarif PPh Badan dari rencana semula hanya sebesar 20% pada 2022. Atau dengan
kata lain, pengenaan PPh 22% yang sudah diberlakukan sejak 2020 dan 2021 itu diperpanjang
lagi mulai 2022.

5. JENIS-JENIS PAJAK PENGHASILAN BADAN

Ada beberapa jenis pajak penghasilan badan atau PPh Badan yang harus dibayar dan
dilaporkan oleh perusahaan atau WP Badan. Berikut dapat diuraikan penerimaan PPh Pasal
21, PPh Pasal 22 , PPh, Pasal 23 PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh Pasal 29, PPh Pasal 15 dan
Penerimaan Pasal 4 ayat (2) Final menurut Siti Resmi (2013: 169) :

a. Pajak Penghasilan Pasal 21


PPh Pasal 21 mengatur tentang pemotongan dari hasil pekerjaan jasa atau kegiatan
dengan nama dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak atau
karyawan harus dibayarkan setiap bulannya. Perusahaan melakukan pemotongan langsung
atas penghasilan para karyawan untuk selanjutnya disetorkan ke kas negara melalui bank
persepsi. Tarif PPh 21 adalah 5%.
b. Pajak Penghasilan Pasal 22
Pajak Penghasilan Pasal 22 atau biasa disebut PPh 22 adalah pajak penghasilan
yang pemungutannya dilakukan oleh bendaharawan atau badan usaha tertentu, baik milik
pemerintah maupun swasta yang melakukan kegiatan ekspor dan impor serta re-impor
maupun kegiatan usaha lain. Tarif PPh Pasal 22 atas pembelian barang yang dilakukan oleh
Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Bendahara Pemerintah, BUMN/BUMD dikenakan
sebesar 1,5% dari harga pembelian tidak termasuk PPN dan tidak final.
c. Pajak Penghasilan Pasal 23
PPh Pasal 23 adalah pajak yang mengatur atas pemotongan pajak yang dilakukan
oleh pemungut pajak dari Wajib Pajak ketika terjadi transaksi yang merujuk pada:
 Transaksi dividen atau pembagian keuntungan saham

 Royalti, bunga, hadiah dan penghargaan

 sewa, dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan aset selain tanah dan
transfer bangunan atau jasa.
Dengan melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto nilai royalti.

d. Pajak Penghasilan Pasal 25


PPh Pasal 25 mengatur atas angsuran pajak yang berasal dari jumlah pajak
penghasilan terutang menurut SPT PPh dikurangi PPh yang telah dipungut serta PPh yang
dibayar atau terutang di Luar Negeri dan boleh dikreditkan. Untuk tarif jenis PPh Pasal 25
bagi wajib pajak badan menurut Pasal 17 Ayat 1 sebesar 25% yang dikalikan dengan
Penghasilan Kena Pajak (PKP). Tarif PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak Orang Pribadi
Pengusaha Tertentu (OPPT) adalah 0,75% yang dikalikan dengan omzet bulanan di setiap
tempat usaha yang dijalankan.
e. Pajak Penghasilan Pasal 26
PPh Pasal 26 mengatur pajak yang dikenakan atas penghasilan yang bersumber dari
Indonesia dan diterima Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap (BUT) di
Indonesia. Tarif PPh Pasal 26 dikenakan 20% atas penghasilan yang diterima wajib pajak
luar negeri dari Indonesia. Dari 20% tersebut dikalikan Penghasilan Kena Pajak lalu
dikurangi PPh terutang.
f. Pajak Penghasilan Pasal 29
PPh Pasal 29 mengatur atas jumlah pajak terutang suatu perusahaan dalam satu
tahun pajak lebih besar dari jumlah kredit pajak yang telah dipotong oleh pihak lain, serta
telah disetorkan. Maka nilai lebih pajak terutang tersebut harus dibayarkan sebelum SPT
PPh Badan dilaporkan. Untuk tarif PPh Pasal 29 yang wajib dilunasi adalah selisih dari
PPh yang terutang dan PPh Pasal 25 yang sudah dilunasi. Pengenaan tarif pajak yang
berbeda sesuai dengan besar pendapatan dalam masa satu tahun pajak. Misalnya,
dikenakan tarif pajak PPh final dengan mengambil 0,5% dari seluruh pendapatan bruto.
g. Pajak Penghasilan Pasal 15
PPh Pasal 15 mengatur atas laporan pajak yang berhubungan dengan Norma
Perhitungan Khusus untuk golongan Wajib Pajak tertentu, termasuk Wajib Pajak Badan
yang bergerak pada:

 Sektor pelayaran atau penerbangan internasional

 Perusahaan asuransi luar negeri

 Pengeboran minyak, gas dan geothermal


 Perusahaan dagang asing

 Perusahaan yang melakukan investasi dalam bentuk bangunan serah guna.

Adapun tarif pajak yang dikenakan dalam PPh Pasal 15 ini juga berbeda. Berbeda-beda
bergantung pada jenis industri bisnis diantaranya :

 Perusahaan pelayaran dengan laba bersih 6% dari omzet bruto, maka PPh yang dikenakan
sebesar 1,8% omzet bruto.
 Perusahaan pelayaran dalam negeri dengan laba bersih 4% dari omzet bruto, maka PPh
yang dikenakan sebesar 1,2% omzet bruto.
 Perusahaan pelayaran asing dan/atau maskapai penerbangan dengan laba bersih 6% dari
omzet bruto, maka PPh yang dikenakan sebesar 2,64% omzet bruto.
 WPLN dengan kantor perwakilan di Indonesia tanpa perjanjian bilateral di bawah P3B
dengan laba bersih 1% dari Nilai Ekspor Bruto, maka penyelesaian PPh yang dikenakan
sebanyak 0,44% dari Nilai Ekspor Bruto.
 Pihak kemitraan perjanjian bangun-guna-serah dikenakan PPh 5% dari bruto nilai tertinggi
nilai pasar dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
h. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2)
Pemotongan Pasal 4 ayat (2) Final menurut Siti Resmi (2013: 169) Pasal 4 ayat (2)
bersifat final merupakan Pajak Penghasilan yang pengenaannya sudah final (berakhir)
sehingga tidak dapat dikreditkan (dikurangi) dari total Pajak Penghasilan terutang pada
akhir tahun pajak. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, Pajak Penghasilan yang bersifat
final terdiri atas:
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang Negara, dan bunga simpanan yang di bayarkan oleh koperasi kepada anggtoa
koperasi Orang Pribadi;
b. Penghasilan berupa hadiah undian;
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya;
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah, dan/ atau bangunan;
e. Penghasilan tertentu lainnya, jenis usaha penghasilan yang PPhnya final
sebagamana dipotong PPh berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh dapat dilihat pada
SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).

Tarif PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 10% diperuntukkan pada dividen yang diterima
WP OP di dalam negeri seperti diatur dalam Pasal 17 Ayat 2C. Tarif pajak 10% ini juga
untuk sewa atas tanah atau bangunan. Hal ini diatur dalam PP No. 29 Tahun 1996 dan juga
turunannya PP No. 5 Tahun 2002.

6. CONTOH PERHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN BADAN

Berikut salah satu contoh perhitungan pajak penghasilan badan terutang berdasarkan tarif
pajak PPh badan sesuai UU PPh Pasal 17 Ayat (2a):

 PT Sentosa Abadi merupakan Perusahaan Tbk dengan penghasilan bruto sebesar Rp


80.000.000.000 dengan penghasilan kena pajak dari hasil pembukuannya sebesar Rp
5.000.000.000
Karena peredaran bruto PT Sentosa Abadi telah melebihi Rp50 miliar, maka ketentuan
perhitungan PPh sesuai Pasal 17 Ayat (2a) yaitu menggunakan tarif sebesar 20%.
Maka, PPh Badan Terutang PT Sentosa Abadi adalah :
- Peredaran bruto = Rp 8.000.000.000
- Penghasilan Kena Pajak = Rp 50.000.000.000
- PPh Badan = ( 20% x Penghasilan Kena Pajak )

= 20% x Rp 50.000.000.000

= Rp 1.000.000.000
PERTANYAAN MENGENAI MATERI PAJAK PENGHASILAN BADAN

1) Bagaimana tahapan atau langkah-langkah menghitung pajak penghasilan badan sebelum


mengetahui tarif pajak PPh Badan?Jelaskan.
2) Apakah bentuk badan usaha mempengaruhi perhitungan pajak badan?Jelaskan.
3) Apakah yang menjadi dasar pengenaan pajak dalam menghitung PPh Badan?Jelaskan.
DAFTAR PUSTAKA

https://mekari.com/blog/pph-badan/

https://klikpajak.id/blog/berapa-tarif-pajak-penghasilan-badan/

https://klikpajak.id/blog/pajak-penghasilan-badan-jenis-tarif-hitung-dan-lapor-pajak/

https://klikpajak.id/blog/wajib-pajak-badan-cara-menghitung-pph-badan/

Perpajakan; Teori dan Kasus Edisi 11 (Buku 2), Siti Resmi, Penerbit Salemba Empat

Anda mungkin juga menyukai