OLEH :
D7 AKUNTANSI
DOSEN PENGAMPU :
KELOMPOK :1
NAMA ANGGOTA :
2022-2023
A. PAJAK PENGHASILAN BADAN
1. PENGERTIAN PAJAK PENGHASILAN BADAN
Kata badan diartikan sebagai kumpulan individu atau kesatuan yang melakukan kegiatan
usaha bersama. Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan adalah angsuran pajak dalam tahun berjalan
yang harus dibayar sendiri oleh Wajib pajak Badan untuk setiap masa pajak. Seperti disebutkan
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2000 Pasal 25 adalah : “Besarnya
angsuran Pajak dalam tahun berjalan yang harus dibayar sendiri setiap bulan sekali adalah sebesar
pajak pengahasilan yang terhutang menurut surat pemberitahuan tahunan Pajak Penghasilan yang
laku dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dipotong dan/atau dipungut serta pajak penghasilan
yang dibayar atau terhutang diluar negeri yang dapat dikreditkan sebagaimana dalam Pasal 21,
Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 dibagi 12 atau banyaknya bulan dalam tahun pajak”.
Berdasarkan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP),
yang termasuk Pajak Penghasilan Badan adalah badan usaha yang terdiri dari perseroan terbatas,
perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milk Negara, Badan Usaha Milik Daerah
dengan namun dan dalam bentuk apapun, Firma, Koperasi, Yayasan atau Organisasi yang
sejenisnya, Lembaga Dana Pensiun dan Bentuk usaha lainnya yang menurut ketentuan perundang-
undangan perpajakan ditentukan untuk melakukan kewajiban pepajakan secara langsung dalam
tahun berjalan dan dibayar sendiri oleh Wajib Pajak untuk setiap bulan sekali, sebesar pajak
penghasilan terhutang menurut surat pemberitahuan Pajak Penghasilan tahunan pajak yang lalu
dikurangi dengan Pajak Penghasilan yang dibayar atau terutang luar negeri yang dapat dikreditkan
sebagaimana 18 dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23 dan 34 dibagi atau banyaknya bulan dalam
tahun Pajak berjalan. Jadi, pajak penghasilan badan atau PPh badan adalah pajak yang dikenakan
atas penghasilan dari badan usaha.
Subjek pajak Badan atau subjek PPh Badan adalah setiap Badan Usaha yang diberikan
kewajiban untuk membayar pajak, baik dalam periode bulan maupun tahun dan disetor ke kas
negara. Jenis subjek badan dibedakan menjadi 2 yakni:
Subjek pajak luar negeri adalah badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan
di Indonesia, yang menjalankan usaha atau melakukan kegiatan melalui bentuk usaha tetap di
Indonesia. Badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia, yang dapat
menerima / memperoleh penghasilan dari Indonesia tidak dari menjalankan usaha / melakukan
kegiatan melalui Bentuk Usaha Tetap (BUT) di Indonesia, juga termasuk subjek pajak luar negeri.
Pengertian BUT dalam hal Badan Usaha adalah bentuk usaha yang dipergunakan oleh
badan yang tidak didirikan dan tidak bertempat kedudukan di Indonesia untuk menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan di Indonesia. Bentuk usaha yang dipergunakan oleh badan ini diantaranya
:
Objek PPh Badan adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh badan. Bagi Subjek
Badan dalam negeri yang menjadi objek PPh badan adalah semua penghasilan baik dari dalam
maupun dari luar negeri. Penghasilan yang sebagai objek PPh Badan sebagaimana tercantum
dalam Pasal 4 Ayat (1) Undang-Undang PPh ini diantaranya :
UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan Pasal 17 ayat (1) bagian b
menyatakan bahwa tarif pajak yang dikenakan secara umum kepada WP Badan adalah sebesar
28% sejak 2009. Kemudian tarif PPh Badan turun menjadi 25%. Tarif ini mulai diberlakukan
untuk tahun pajak 2010.
Melalui Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan
Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1/2020, tarif PPh Badan terbaru
diturunkan.
Tarif PPh Badan terbaru sesuai Pasal 17 Ayat (2a) PP No. 30/2020 yang sudah
ditetapkan menjadi UU No. 2 Tahun 2020 diantaranya :
Tarif PPh Badan terbaru WP Badan dalam negeri dan berbentuk Badan Usaha Tetap
(BUT):
- 22% berlaku pada 2020 dan 2021
- 20% berlaku pada 2022
Adapun syarat Perusahaan Terbuka atau Perusahaan Tbk dapat tarif 3% lebih rendah
dari PPh Badan secara umum tersebut adalah:
Dalam UU HPP ini, tarif PPh Badan berubah menjadi 22% mulai Tahun Pajak 2022.
Artinya, tarif PPh Badan terbaru ini lebih tinggi 2% dibanding tarif PPh Badan versi peraturan
sebelumnya pada UU No. 2/2020 tersebut yang sebesar 20%. Jadi, pemerintah membatalkan
penurunan tarif PPh Badan dari rencana semula hanya sebesar 20% pada 2022. Atau dengan
kata lain, pengenaan PPh 22% yang sudah diberlakukan sejak 2020 dan 2021 itu diperpanjang
lagi mulai 2022.
Ada beberapa jenis pajak penghasilan badan atau PPh Badan yang harus dibayar dan
dilaporkan oleh perusahaan atau WP Badan. Berikut dapat diuraikan penerimaan PPh Pasal
21, PPh Pasal 22 , PPh, Pasal 23 PPh Pasal 25, PPh Pasal 26, PPh Pasal 29, PPh Pasal 15 dan
Penerimaan Pasal 4 ayat (2) Final menurut Siti Resmi (2013: 169) :
sewa, dan penghasilan lain yang berkaitan dengan penggunaan aset selain tanah dan
transfer bangunan atau jasa.
Dengan melakukan pemotongan PPh Pasal 23 sebesar 15% dari jumlah bruto nilai royalti.
Adapun tarif pajak yang dikenakan dalam PPh Pasal 15 ini juga berbeda. Berbeda-beda
bergantung pada jenis industri bisnis diantaranya :
Perusahaan pelayaran dengan laba bersih 6% dari omzet bruto, maka PPh yang dikenakan
sebesar 1,8% omzet bruto.
Perusahaan pelayaran dalam negeri dengan laba bersih 4% dari omzet bruto, maka PPh
yang dikenakan sebesar 1,2% omzet bruto.
Perusahaan pelayaran asing dan/atau maskapai penerbangan dengan laba bersih 6% dari
omzet bruto, maka PPh yang dikenakan sebesar 2,64% omzet bruto.
WPLN dengan kantor perwakilan di Indonesia tanpa perjanjian bilateral di bawah P3B
dengan laba bersih 1% dari Nilai Ekspor Bruto, maka penyelesaian PPh yang dikenakan
sebanyak 0,44% dari Nilai Ekspor Bruto.
Pihak kemitraan perjanjian bangun-guna-serah dikenakan PPh 5% dari bruto nilai tertinggi
nilai pasar dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
h. Pajak Penghasilan Pasal 4 Ayat (2)
Pemotongan Pasal 4 ayat (2) Final menurut Siti Resmi (2013: 169) Pasal 4 ayat (2)
bersifat final merupakan Pajak Penghasilan yang pengenaannya sudah final (berakhir)
sehingga tidak dapat dikreditkan (dikurangi) dari total Pajak Penghasilan terutang pada
akhir tahun pajak. Berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh, Pajak Penghasilan yang bersifat
final terdiri atas:
a. Penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan lainnya, bunga obligasi dan surat
utang Negara, dan bunga simpanan yang di bayarkan oleh koperasi kepada anggtoa
koperasi Orang Pribadi;
b. Penghasilan berupa hadiah undian;
c. Penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainnya;
d. Penghasilan dari transaksi pengalihan harta berupa tanah dan/ atau bangunan, usaha
jasa konstruksi, usaha real estat, dan persewaan tanah, dan/ atau bangunan;
e. Penghasilan tertentu lainnya, jenis usaha penghasilan yang PPhnya final
sebagamana dipotong PPh berdasarkan Pasal 4 ayat (2) UU PPh dapat dilihat pada
SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).
Tarif PPh Pasal 4 ayat 2 sebesar 10% diperuntukkan pada dividen yang diterima
WP OP di dalam negeri seperti diatur dalam Pasal 17 Ayat 2C. Tarif pajak 10% ini juga
untuk sewa atas tanah atau bangunan. Hal ini diatur dalam PP No. 29 Tahun 1996 dan juga
turunannya PP No. 5 Tahun 2002.
Berikut salah satu contoh perhitungan pajak penghasilan badan terutang berdasarkan tarif
pajak PPh badan sesuai UU PPh Pasal 17 Ayat (2a):
= 20% x Rp 50.000.000.000
= Rp 1.000.000.000
PERTANYAAN MENGENAI MATERI PAJAK PENGHASILAN BADAN
https://mekari.com/blog/pph-badan/
https://klikpajak.id/blog/berapa-tarif-pajak-penghasilan-badan/
https://klikpajak.id/blog/pajak-penghasilan-badan-jenis-tarif-hitung-dan-lapor-pajak/
https://klikpajak.id/blog/wajib-pajak-badan-cara-menghitung-pph-badan/
Perpajakan; Teori dan Kasus Edisi 11 (Buku 2), Siti Resmi, Penerbit Salemba Empat