Anda di halaman 1dari 2

Nama :Difki Aulia Rahman

NIM :22042207
Prodi :Ilmu Administrasi Negara
Matkul :Pendidikan Agama
Tugas 4

1.Bagaimana posisi sunnah/hadis dalam Islam? / Jelaskan


2.Bagaimana pendapat anda tentang pengamalan hadis dha’if dalam kehidupan sehari-hari? /
Analisis
3.Kenapa terjadi perbedaan pendapat diantara para ulama mengenai pemahaman suatu hadis?
/Analisis
4.Kenapa sunnah/hadis menjadi pegangan penting bagi umat Islam?/ Analisis
Jawaban
1.Sunnah atau Hadis menempati posisi penting dalam Islam yakni sebagai sumber hukum
kedua setelah al-Qur’an. Tidak semua persoalan keagamaan ditemukan jawabannya dalam al-
Qur’an. Maka dari itu, para ulama merujuk kepada sunnah atau hadis sebagai otoritas hukum
kedua setelah al-Qur’an. Dalam sejarahnya, istilah sunnah kemudian disinonimkan dengan
istilah hadis. Ulama muhaddis|in pada umumnya mengidentikkan antara sunnah dengan
hadis, yakni segala sabda, perbuatan, ketetapan dan sifat-sifat Nabi. Akan tetapi jika kita
memperhatikan perspektif historisnya, maka sunnah dan hadis sesungguhnya merupakan dua
konsep yang berbeda meskipun di antara keduanya terdapat jalinan yang erat.

2. Pengamalan Hadis Dhaif menurut Para Ulama


Mengenai hadis dhaif ada tiga madzhab ulama:
1. Hadis dhaif itu sama sekali tidak boleh diamalkan. Tidak boleh dalam soal hukum, tidak
boleh dalam soal targib dan lain-lainnya. Inilah mazhab iman-iman besar hadis, seperti: al
bukhari dan muslim dalam muqaddimah shahihnya dengan tegas-tegas mencela mereka yang
memegangi hadis dhaif. Alasan golongan ini, ialah: agama ini diambil dari kitab dan sunah
yang benar. Hadis dhaif, bukan sunah yang benar (dapat diukur besar). Maka berpegang
kepadanya, berarti menambah agama dengan tidak berdasar kepada keterangan yang kuat.
2. Hadis-hadis dhaif itu dipergunakan untuk menerangkan fadlilat-fadlilat amal (fadhailul
a’mal). pendapat ini dikatakan pendapat sebagian fuqaha dan ahli hadis, Imam Ahmad,
menerima hadis-hadis dhaif kalau berpautan dengan targhieb dan tarhib dan menolaknya
kalau berpautan dengan hukum. Diantara fuqoha yang berpendapat begini, Ibnu ‘Abdil Barr .
3. Mempergunakan hadis dhaif, bila dalam sesuatu masalah tidak diperbolehkan hadis-hadis
shahih atau hasan. Pendapat ini disandarkan kepada Abu Daud, Demikian pula pendapat
Imam Ahmad, bila tiada diperboleh fatwa shahaby.
Dan perlu ditegaskan, bahwa menurut penerangan Al-Hafidh Ibnu Hajar Al Asqalany bahwa
oleh ulama-ulama yang mempergunakan hadis dhaif, mensyaratkan kebolehan mengambilnya
itu, tiga syarat:
a. Kelemahan hadis itu tiada seberapa. Maka yang hanya diriwayatkan oleh orang yang
tertuduh berdusta, tidak di pakai.
b. Petunjuk hadis itu di tunjuki oleh sesuatu dasar yang dipegangi, dengan arti bahwa
memeganginya tidak berlawanan dengan sesuatu dasar hukum yang sudah dibenarkan.
c. Jangan dii’tiqadkan kala memegangnya, bahwa hadis itu benar dari Nabi. Hanya
dipergunakan sebagai ganti memegangi pendapat yang tidak berdasarkan nash sama sekali.

3.Menurut pendapat saya karena ada 4 madzhab yang terkenal dikalangan ulama yakni syafii,
hanafi, maliki, dan hambali. keempatnya memiliki pendapat yang berbeda dalam
mendefinisikan hadis dan sunnah. Pangkal perbedaan pendapat ulama adalah tingkat berbeda
antara pemahaman manusia dalam menangkap pesan dan makna, mengambil kesimpulan
hukum, menangkap rahasia syariat dan memahami hukum.

4.karena dengan hadist manusia mempunya pegangan setelah Al-Qur’an Fungsi hadits yang
utama adalah untuk menjelaskan Al-Qur’an Bila kita lihat dari fungsinya hubungan Hadits
dengan Al-Qur’an sangatlah berkaitan. Karena pada dasarnya Hadits berfungsi menjelaskan
hukum-hukum dalam Al-Qur’an dalam segala bentuknya sebagaimana disebutkan di atas.
Allah SWT menetapkan hukum dalam Al-Qur’an adalah untuk diamalkan, karena dalam
pengalaman itulah terletak tujuan yang digariskan

Anda mungkin juga menyukai