Disusun oleh:
KELOMPOK III
DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2021
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Penentuan
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen pada mata kuliah Kimia Analisis Lingkungan Laut . Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan tentang penentuan kadar sulfida bagi para
Kami mengucapkan terima kasih kepada ibu Dr. Nursiah la Nafie, M.Sc selaku
dosen pada mata kuliah kimia analisis lingkungan laut yang telah memberikan tugas
ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
menyadari, makalah yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
Kelompok III
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
Negara Indonesia merupakan negara maritim yang terdiri dari ribuan pulau.
70% dari seluruh wilayah Indonesia merupakan lautan. Laut ini memiliki sifat-sifat
meliputi kedalaman, salinitas, kandungan kimia, arus, aktifitas biologis, dan lain
sebagainya. Salah satu hal yang paling penting dari laut adalah kandungan senyawa
kimianya.
96,5% dari air laut merupakan air murni serta 3,5 % merupakan zat lain. Zat
lain tersebut bisa berupa zat tersuspensi dan zat terlaut, dimana zat terlarut bisa
terlarut dan lain sebagainya. Gas-gas terlarut ini meliputi O2, CO2, N2, dan H2S.
Dalam makalah ini, yang akan saya bahas yakni mengenai gas hidrogen sulfida (H2S)
Hidrogen Sulfida dengan rumus kimia H2S merupakan suatu senyawa kimia
yang berbentuk gas. Dalam air laut, gas H2S bersifat toksik dan dapat menggangu
Untuk lebih memahami tentang penentuan kadar sulfida dalam air, maka saya
mengambil salah satu contoh jurnal yang berkaitan dengan penentuan kadar sulfida
dalam air laut yang berjudul Analisis Kandungan Amoniak, Sulfida dan Krom Pada
Sungai Sail dan Sungai Air Hitam Pekanbaru. Jurnal ini diterbitkan tahun 2015 dan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sulfida
berperan penting dalam kehidupan biota di dalam suatu perairan, termasuk bakteri
akan mengubah proses penguraian bahan organik yang semula aerob berganti menjadi
munculnya kelompok bakteri anaerob fakultatif. Oksigen di dalam air digunakan oleh
bakteri dalam proses penguraian bahan organik. Penguraian bahan organik secara terus
menerus dengan kandungan oksigen terlarut yang semakin habis akan mengakibatkan
angka pH karena pada pH 5 sulfur berada dalam bentuk H2S (Sa’diyah dkk., 2018).
Ion S2- tidak pernah ditemukan dalam perairan alami yang bersifat normal. Ion
sulfida mempunyai afinitas yang besar dengan banyak logam berat dan pengendapan
berbahaya. Dalam kadar tertentu H2S bersifat racun terhadap manusia, hewan dan biota
air. Senyawa H2S dapat juga menyebabkan korosi. Sulfida dihasilkan dari proses
sulfida juga dihasilkan dari proses reduksi anaerob sulfat oleh mikroorganisme,
Senyawa ini bisa berasal dari pelapukan material organik yang terjadi pada saat hujan,
Sulfida menimbulkan bau tidak sedap, bersifat korosif dan iritan, dimana dalam
dosis tinggi dapat merusak susunan saraf pusat. Sulfida jika terdapat dalam air kotor
akan mengalami oksidasi dengan udara dan membentuk hidrogen sulfida yang
menimbulkan bau tidak sedap. Pada kondisi asam, air yang mengandung ion sulfide
dapat menghasilkan hidrogen sulfida yang sangat beracun meskipun berada dalam
konsentrasi yang rendah (0,2 ppm). Apabila suatu air terkontaminasi dengan adanya
sulfida H2S, maka air tersebut jika ditambahkan dengan larutan sulfida, maka akan
terbentuk warna merah mudayang kemudian akan berubah menjadi biru. Selain itu,
ciri-ciri yang telah terkontaminasi dengan H2S adalah air tersebut berbau busuk yang
pekat dan warna air tersebut akan berubah menjadi kuning (Tambunan, 2019).
Penggunakan metode yang valid akan dapat mengetahui tingkat akurasi dan
presisi dari suatu data hasil pengujian. Pengujian ditetapkan untuk parameter sulfide
dalam air dan air limbah dengan biru metilen secara spektrofotometri sesuai
SNI 6989.70:2009. Secara prinsip sulfida bereaksi dengan ferri klorida dan
(Hadi, 2010).
1. Jurnal: Analisis Kandungan Amoniak, Sulfida dan Krom Pada Sungai Sail dan
Sampel diambil di Sungai Sail dan Sungai Air Hitam Pekanbaru. Pengambilan sampel
Desember 2014–Februari 2015 pada saat cuaca hujan dan cuaca panas setelah 3 hari
tidak turun hujan pada 4 titik stasiun. Sampel masing-masing diambil tiap titik pada
bagian pinggir kiri, kanan dan tengah pada ke dalaman 0,5 meter dari permukaan
Penanganan Sampel
Spektrofotometer)
berturut-turut 0,5 mL pereaksi asam sulfat amin, 0,15 mL FeCl 3 dan 1,6 mL larutan
kemudian diukur serapannya pada panjang gelombang 665 nm dan rentang waktu 8-
Gas H2S adalah gas yang beracun, apabila kadar gas ini berlebihan di suatu
perairan, maka gas tersebut dapat membahayakan bagi kehidupan biota di lingkungan
tersebut. Gas H2S timbul sebagai akibat dari perombakan bahan organik yang
tertimbun di sedimen. Menurut baku mutu air laut untuk wisata bahari sesuai
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup kandungan H2S adalah 0,03 mg/l.
Menurut Poppo et. al. (2009), tingginya kandungan hidrogen sulfida pada air limbah
penguraian bahan organik oleh bakteri. Peningkatan dekomposisi bahan organik akan
beda. Setiap peningkatan 10OC akan meningkatkan proses penguraian bahan organik
dan konsumsi oksigen. Kenaikan suhu atau goncangan selama transportasi H2S
menguap atau keluar dari air contoh, sehingga untuk mengatasi kesalahannya adalah
dengan memasukkan air sampel ke dalam ice box, lalu didinginkan dengan es batu.
pengambilan dan pengawetan sampel air. Penuangan langsung contoh air dari water
sampler ke dalam botol BOD dapat menyebabkan H2S menguap. Untuk mengatasi
kesalahannya, dari water sampler air contoh dialirkan dengan selang plastik atau karet
ke dalam botol BOD. Ujung selang plastik harus sampai ke dasar botol BOD dan
pasokan yang cukup untuk proses dekomposisi bahan organik, sehingga tidak bergeser
menyebabkan terbentuknya H2S. Menurut Pantjara et. al. (2010), kandungan oksigen
terlarut dalam air sering berfluktuasi, oksigen terlarut berperan penting dalam
penguraian bahan organik yang semula aerob berganti menjadi anaerob. Menurut
Kadar H2S dalam air dipengaruhi oleh bahan organik sedimen dan oksigen
terlarut, karena kadar H2S berasal dari proses dekomposisi bahan organik dalam
keadaan anaerob. Semakin tinggi kandungan bahan organik sedimen dan semakin
rendah kandungan oksigen terlarut di perairan tersebut, maka semakin tinggi kadar H2S
airnya. Menurut Apriliana et.al. (2014), bahan organik yang tinggi akan digunakan
bakteri sebagai nutrisi makanan pada proses penguraian bahan organik, sehingga
jumlah bahan organik yang masuk ke dalam perairan.Saat mengambil air sampel,
tentunya tidak hanya H2S yang terambil, pastinya juga terdapat zat-zat pengotor
lainnya. Zat-zat pengotor tersebut tentu akan memantulkan cahaya pada saat
hasil analisis yang lebih besar daripada kadar yang sebenarnya dalam air sampel. Untuk
dan cara mengatasi terkait pengambilan dan pengawetan air sampel. Analisis parameter
kualitas air laut dan air limbah, yaitu pertama dengan menentukan indeks pencemaran
air laut dan air limbah, dilakukan analisis berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan.
mengacu kepada Peraturan Daerah tentang Baku Mutu Lingkungan dan Kriteria Baku
Untuk mendeteksi kandungan H2S dalam air sampel, dapat dilakukan dengan
Oleh karena itu, sampel yang akan digunakan harus jernih agar tidak mengganggu
harus sampai ke dasar botol. Kadar sulfida yang didapatkan kemudian dapat
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. sulfida di dalam air laut berasal dari reduksi ion sulfat oleh bakteri dan
3.2 Saran
Sebaiknya dalam makalah yang kami buat itu punya banyak referensi agar
menjadi pendukung dari adanya artikel atau referensi yang sudah didapat sebelumnya.
sebaiknya sumber yang berhubungan dengan materi ini dapat mudah diakses.
DAFTAR PUSTAKA
Hadi, 2010, Penentuan Batas Deteksi Metode (Method Detection Level) dan Batas
Kuantifikasi (Limit of Quantitation) Pengujian Sulfida dalam Air dan Air
Limbah dengan Biru Metilen Secara Spektrofotometri, Ecolab, 4(2): 55-96.
Sa’diyah, H., Afiati, N. dan Purnomo, P.W., 2018, Kandungan Bahan Organik Sedimen
dan Kadar H2S Air di Dalam dan di Luar Tegakan Mangrove Desa Bedono,
Kabupaten Demak, Journal of Maquares, 7(1): 78-75.
Setiani, L., Hanifah, T.A. dan Anita, S., 2015, Analisis Kandungan Amoniak, Sulfida
dan Krom pada Sungai Sail dan Sungai Air Hitam Pekanbaru, JOM FMIPA,
2(2): 1-9.
Tambunan, R., 2019, Penentuan Kadar Sulfida pada Air Limbah Outlet di PDAM
Tirtanadi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Cemara Medan
Spektrofotometer DR 3900 Fakultas Matematika dan Ilmu Universitas
Sumatera Utara dengan Alat Spektrofotometer DR 3900, Skripsi, Jurusan
Kimia, FMIPA, Universitas Sumatera Utara, Medan.
Poppo, A, Mahendra, MS., Sundra, I, K., 2009, Studi Kualitas Perairan Pantai di
Kawasan Industri Perikanan, Desa Pengambengan, Kecamatan Negara,
Kabupaten Jembrana, Ecotrophic, 3(2): 98-103.
Muhsi, Bangun, M.S., Taufik, M., Aji, P., 2017, Model Pendugaan Kandungan Sulfat
di Air Laut Menggunakan Citra Satelit Landsat 8, Konferensi Nasional
Teknik Sipil dan Infrastruktur – I.
Mudiah, L., 2017, Penetapan Kadar Sulfat dalam Air di Salah Satu Perusahaan Air
Minum Provinsi Sumatera Utara. Skripsi. Universitas Sumatera Utara
Lampiran Sumber