Anda di halaman 1dari 16

HAK RECALL PARPOL DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA

Disusun oleh:
1. M Rijal Al’Hadad M. (05040421088)
2. Raden Nadiah Maulidina A (05040421098)
3. Rico Darmawan (05040421101)
4. Tia Heni Viana (05040421113)
5. Kholilurrohman (05040421116)
6. Laila Intansari (05040421117)
7. Yuarki Sarseti Putri (05040421120)

Dosen Pengampu
Dosen Pengampu: Dr. Priyo Handoko, SS, SH, M.Hum.
NIP. 196602122007011049

PROGRAM STUDI HUKUM TATA NEGARA


FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN AMPEL SURABAYA
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kita haturkan kepada Allah SWT sebab karena limpahan
rahmat serta anugerah-Nya kami mampu untuk menyelesaikan makalah kami dengan judul
“Pelaksanaan Putusan Hakim”. Shalawat serta salam tidak lupa selalu kami haturkan untuk
junjungan nabi besar kita, yaitu Nabi Muhammad SAW yang telah menyampaikan petunjuk
dari Allah SWT untuk kita semua, yang merupakan sebuah petunjuk yang paling benar yakni
Syariat agama Islam yang sempurna dan merupakan satu-satunya karunia paling besar bagi
seluruh alam semesta.

Kami ucapkan terimakasih yang sebanyak-banyaknya kepada Bapak Dr. Priyo


Handoko, SS, SH, M.Hum. selaku dosen pengajar yang senantiasa membantu dan
memberikan ilmu kepada penulis, serta setiap pihak yang telah membantu kami selama
proses penyelesaian makalah ini hingga rampungnya makalah ini. Demikianlah yang dapat
kami haturkan, kami berharap supaya makalah yang telah kami buat ini mampu memberikan
manfaat kepada setiap pembacanya.

Surabaya, 10 September 2023

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................4
A. Latar Belakang...............................................................................................................4
B. Rumusan Masalah..........................................................................................................5
C. Tujuan............................................................................................................................5
BAB II........................................................................................................................................6
PEMBAHASAN........................................................................................................................6
A. Pengertian Hak Recall.............................................................................................6
B. Hak Recall Parpol Menurut UU...............................................................................7
C. Hak Recall Parpol Terhadap DPR...........................................................................9
D. Urgensi Peran Rakyat Dalam Mekanisme Recall Dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia..........................................................................................................................10
BAB III.....................................................................................................................................14
PENUTUP................................................................................................................................14
A. Kesimpulan........................................................................................................14
B. Saran...................................................................................................................15
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................iv

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

UUD Negara Republik Indonesia mengatur tentang pencabutan anggota


dewan, khususnya Pasal 22B yang menyatakan bahwa anggota DPR dapat
diberhentikan dari jabatannya, yang syarat dan tata caranya diatur dengan undang-
undang. Hal inilah yang mendasari pemberian hak untuk mencabut partai politik,
yang secara jelas tertuang dalam ayat 2 huruf (e), (f), (h) Undang-Undang Nomor 27
Tahun 2009 tentang Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat. , Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, yang sebelumnya
diatur dalam dan 85 ayat (1) Undang-undang Nomor 22 Tahun 2003, tentang susunan
dan kedudukan Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, DPRD
dan DPRD serta politik pasal 12 huruf b UU Partai Nomor 31 Tahun 2002.1
Masalah “recall” merupakan salah satu hak partai politik dan diatur dengan
undang-undang. Meskipun istilah “restitusi” tidak disebutkan dalam undang-undang,
namun itulah maksudnya. Yang dimaksud dengan “pembatalan” secara sederhana
adalah “penarikan diri” atau “pemecatan”, yaitu suatu sikap politik yang diambil suatu
partai terhadap anggota atau kadernya yang dianggap bertentangan dengan aturan dan
kebijakan partai tersebut. Caranya, mereka diberhentikan atau diberhentikan sebagai
anggota partai politik atau jabatan politik.2
Namun recall partai terhadap anggota DPR ramai diperbincangkan karena
kedudukan anggota DPR sebagai wakil rakyat dan juga karena kedudukan anggota
partai. Permasalahannya adalah di mana letak hak pencabutan recal partai secara
umum hanya karena alasan politik. Pada dasarnya, tempat DPR mewakili hak rakyat
untuk menentukan nasib sendiri dan tanggung jawab terhadap rakyat serta hak
penarikan kembali adalah milik rakyat, bukan milik partai politik, adapun fokus
penelitian ini dibatasi pada beberapa topik yang menurut peneliti patut untuk dikaji,
yaitu: Pertama , apa dasar atau alasan penggunaan hak penarikan kembali partai
tersebut dan mengetahui mekanisme apa yang digunakan dalam pelaksanaan hak
penarikan tersebut; Kedua, langkah-langkah apa yang dapat diambil oleh anggota

1
Dessy Ariani, SH., Hak Recall Partai Politik Dalam Sistem Perwakilan di Indonesia Era Reformasi (Analisis
Yuridis dan Politis terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No. 008/PUU-IV/2006 dan No. 38/PUU-VIII/2010),
Universitas Islam Indonesia, 2020, hlm.1
2
Dewi Sulastri dan Neni Nuraeni, INTERPRETASI KEWENANGAN RECALL PARTAI POLITIK DALAM
TATANAN PEMERINTAHAN PERSPEKTIF SIYASAH SYAR’IYAH, Varia Hukum Vol. 1, No. 1, Juli 2019, hal.
46

4
partai untuk melindungi diri mereka sendiri jika partai tempat mereka terlibat dalam
aktivitas politik menarik mereka dari jabatannya? dan ketiga, apa konsekuensinya jika
sebuah partai politik mempunyai hak untuk bergantung pada penerapan praktik
nasional berdasarkan sistem ketatanegaraan Indonesia, yang diamanatkan oleh
keputusan perundang-undangan; dan keempat, menggunakan konsep siyasa syar'iyyah
sebagai alat analisis utama terhadap fenomena yang dibahas dalam penelitian ini.3

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat disimpulkan ada beberapa


rumusan masalah yang akan dibahas di dalam makalah ini, yakni sebagai berikut:
1. Bagaimana Pengertian Hak Recall ?
2. Bagaimana Hak Recall Partai Politik Menurut UUD ?
3. Bagaimana Recall Partai Politik Terhadap DPR ?
4. Bagaimana Urgensi Peran Rakyat Dalam Mekanisme Recall dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia ?

C. Tujuan

Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan pembahasan dalam makalah ini


adalah:
1. Untuk Mengetahui Pengertian Hak Recall.
2. Untuk Mengetahui Hak Recall Partai Politik Menurut UUD.
3. Untuk Mengetahui Recall Partai Politik Terhadap DPR.
4. Untuk Mengetahui Urgensi Peran Rakyat Dalam Mekanisme Recall dalam
Sistem Ketatanegaraan Indonesia.

3
Ibid, hal. 48

5
BAB II
PEMBAHASAN
D. Pengertian Hak Recall

Dalam ketatanegaraan di Indonesia, istilah recall dikenal juga sebagai


penggantian antar waktu (PAW), yang mana dapat dimaknai juga sebagai penarikan
kembali anggota Dewan Perwakilan Rakyat untuk diberhentikan dan karenanya dapat
digantikan dengan anggota lainnya sebelum berakhirnya masa jabatan anggota Dewan
Perwakilan Rakyat yang ditarik tersebut.4 Ketentuan dasar terkait pemberhentian
anggota DPR termaktub dalam Pasal 22 B Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia tahun 1945 yang berbunyi “Anggota Dewan Perwakilan Rakyat dapat
diberhentikan dari jabatannya, yang syarat-syarat dan tata caranya diatur dalam
undang-undang” dan diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwaklan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (MD3) serta dalam
Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik. UU MD3 tersebut
merupakan landasan hukum bagi anggota DPR untuk menjalankan tugasnya sebagai
wakil rakyat, dikarenakan dalam peraturan perundang-undangan tersebut berisi tugas,
fungsi, serta hal-hal teknis lainnya tanpa terkecuali ketentuan terkait dengan
Pemberhentian Anggota DPR yang dikenal sebagai hak recall.
Peran partai politik dalam mengatur pemberhentian dan penggantian antar
waktu (PAW) anggota Dewan Perwakilan Rakyat begitu besar di dalamnya, yang
mana aturan tersebut tertuang dalam Pasal 239 ayat (2) huruf d Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwaklan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang
menyebutkan bahwa “partai politik dapat mengusulkan anggota Dewan Perwakilan
Rakyat yang berasal dari partai politik itu sendiri untuk diberhentikan. Terhadap
regulasi hukum seperti ini, dapat dikatakan bahwa partai politik memiliki peran aktif
dalam hal pengawasan terhadap anggota Dewan Perwakilan Rakyat”. Penggantuan
Antar Waktu (PAW) memiliki fungsi utama sebagai mechanism control dari partai
politik di mana memiliki wakil yang duduk sebagai anggota parlemen5

4
M. Hadi Shubhan, “Recall: Antara Hak Partai Politik Dan Hak Berpolitik Anggota Parpol”, Jurnal Konstitusi,
Volume 3, Nomor 4, Desember,Sekretariat Jendral Dan Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, hlm. 46,
2006.
5
Md, Mahfud. "Politik hukum di Indonesia." Jakarta: PT RajaGrafindo Persada (2009).Hal. 318.

6
Pada dasarnya dalam negara demokrasi, khususnya dalam pelaksanaannya
menggunakan sistem presidensial, pola pertanggungjawaban terhadap rakyat ialah
melalui pola politik, yakni, pemilihan umum.6 Namun, dalam rentan jabatan tertentu
seorang wakil dapat diberhentikan melalui suatu mekanisme yang diatur oleh hukum
apabila memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu, salah satunya melanggar hukum
pidana atau melakukan perbuatan tercela.7 Hak recall merupakan salah satu bentuk
pertanggungjawaban yang dapat dilakukan dalam rentang waktu jabatan seorang
wakil dalam lembaga perwakilan rakyat. Di samping itu, pola pertanggungjawaban
melalui mekanisme recall berdasarkan peraturannya dapat dilakukan melalui dua
pintu, yaitu Badan Kehormatan Dewan dan Partai Politik.
E. Hak Recall Parpol Menurut UU

Persoalan “Recall” yang merupakan salah satu hak yang dimiliki oleh partai
politik dan diatur dalam undang-undang. Meskipun istilah “Recall” ini tidak
dibunyikan dalam undang-undang, akan tetapi subtansinya ada. “Recall” secara
sederhana berarti “pemanggilan ulang” atau “pemberhentian”, maksudnya adalah
sebuah sikap politik yang diambil oleh partai politik terhadap anggota atau kadernya
yang dianggap sudah tidak sejalan dengan peraturan dan kebijakan partai, yang
dilakukan melalui pemberhentian atau pencopotan kedudukannya, baik
keanggotaannya sebagai anggota partai politik maupun kedudukannya pada jabatan
politik. Hal ini banyak sekali menuai kontroversi, pada satu sisi dianggap sebagai tali
kendali partai politik terhadap praktik perpolitikan dan sebagai jembatan dalam
pelaksanaan demokrasi perwakilan, namun pada sisi lain dianggap sebagai peluang
terjadinya penyimpangan kekuasaan (abuse of power) yang dilakukan oleh partai
politik, karena seringkali partai politik mengalami gejala depersonalisasi, yaitu suatu
keadaan lembaga partai politik yang berbalik arah atau disorientasi kepentingan
rakyat yang menjadi kepentingan kelompok atau golongan dengan mengesampingkan
kepentingan umum.8
Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan salah satu lembaga legislatif
yang terafiliasi kepada partai politik, sudah tentu hal ini tidak akan lepas daripada
peran, fungsi dan kontribusi partai politik. DPR memiliki tugas dan kewenangan yang

6
Dian Bakti Setiawan, Pemberhentian Kepala Daerah, Mekanisme Pemberhentiannya Menurut Sistem
Pemerintahan di Indonesia, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2011, hlm. 58.
7
Ibid, hlm. 68-69
8
Dewi Sulastri dan Neni Nuraen, INTERPRETASI KEWENANGAN RECALL PARTAI POLITIK Vol. 1,
No. 1, Juli 2019 Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung.

7
sentral di struktur pemerintahan, karena itu keberadaannya tidak boleh hanya asal ada,
tapi diperlukan sikap yang selektif untuk melahirkan sumber daya manusia yang
memiliki kapabilitas, kompetensi dan kualitas yang lebih baik dari yang lainnya untuk
bisa berada di dalam lembaga tersebut. Recall merupakan salah satu sikap yang
sewaktu-waktu bisa dilakukan oleh partai politik sebagai hak yang dimilikinya
dengan tujuan suatu bentuk kendali partai politik terhadap anggotanya. Ketentuan
mengenai recall dalam hukum positif Indonesia diatur dalam Undang-Undang Nomor
17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau yang
lebih dikenal dengan sebutan UU MD3.
Subtansi “recall” secara normatif disebut dengan istilah “pemberhentian,”
sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang
Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan
Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Pada bagian Kelima Belas tentang
Pemberhentian Antarwaktu, Penggantian Antarwaktu, dan Pemberhentian Sementara
mulai dari Pasal 213 sampai dengan Pasal 239 Undang-Undang Nomor 17 Tahun
2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan
Perwakilan Daerah, Dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah. Mengenai alasan
pemberhentian antar waktu anggota DPR diatur dalam Pasal 239 ayat (2). Alasan-
alasan dalam Pasal 239 ayat (2) ada yang menarik untuk dikritisi, antara lain adalah
huruf (d), (g) dan (h). Sebab ketiga alasan tersebut sangat politis dan memberikan
otoritas yang sangat besar kepada partai politik.
Menurut peneliti ketiga alasan yang menjadi otoritas partai politik perlu
ditinjau kembali, karena anggota dewan yang duduk di parlemen adalah atas nama
mandat dari rakyat dan bukan atas nama mandat dari partai politik. Dan persoalan
yang terjadi hari ini adalah perihal kapabilitas dari partai politik itu sendiri yang telah
mengalami depersonalisasi atau penyusutan kelembagaan yang harusnya berorientasi
kepada kepentingan umum (public opinion), akan tetapi malah ke arah kepentingan
individual atau kelompok (private opinion). Artinya, partai politik tersebut tidak lagi
bisa dikatakan sebagai media yang menjembatani antara rakyat dengan elit politik
yang mewakilinya, atau dengan kata lain tidak lagi mampu menjalankan fungsinya
dengan baik dan perlu dilakukan evaluasi terhadapnya agar tidak terjadi hal yang
tidak seharusnya. Untuk menghindari hal demikian, perlu dilakukan perubahan cara
pandang dari partai-partai politik dan juga utusan-utusannya, bahwa ketika suatu
8
waktu para anggotanya sudah duduk di kursi DPR, maka mereka bekerja dan
mengabdi atas nama rakyat dan bukan atas nama partai politik, jadi lebih baik partai
politik ini menempatkan diri hanya sebagai jembatan dan melakukan pengawasan
terhadap mereka dengan berlandaskan alasan-alasan yang rasional dan demi
kepentingan umum saja.
Sebagaimana yang telah diuraikan sebelumnya, secara tidak langsung terlihat
bahwa hal ini menunjukkan penempatan seorang anggota DPR adalah merupakan
pemberian mandat dari sebuah partai politik dan bukan dari rakyat1 . Berbeda halnya
dengan Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang bukan berasal dari anggota partai
politik tidak ditentukan mengenai Hak Recall oleh siapapun, termasuk partai politik,
namun disayangkan sekali keberadaan DPD ini seringkali dilemahkan kewenangan
dan tugasnya dibandingkan dengan DPR.9
Pada hakikatnya kedudukan DPR ini merupakan representative dari
kedaulatan rakyat dan bertanggungjawab terhadap rakyat dan rakyat pulalah yang
memiliki kewenangan untuk melakukan recall terhadapnya, bukan partai politik,
sedangkan fokus penelitian ini akan dibatasi kepada beberapa persoalan yang hemat
peneliti patut untuk dikaji, yaitu diantaranya : Pertama, apa yang menjadi dasar atau
alasan Hak Recall partai politik tersebut dilakukan, serta untuk mengetahui
bagaimana mekanisme yang dipakai dalam melaksanakan hak recall tersebut; Kedua,
seperti apa upaya yang dapat ditempuh oleh anggota partai politik dalam melakukan
upayaupaya pembelaan terhadap dirinya jika dikenai recall oleh partai politik yang
merupakan tempat melakukan aktivitas politiknya tersebut; dan Ketiga, apa implikasi
yang dapat terjadi dari pelaksanaan hak recall partai politik tersebut terhadap
pelaksanaan praktik kenegaraan menurut sistem ketatanegaraan Indonesia yang telah
diamanatkan oleh peraturan perundang-undangan; serta Keempat, menggunakan
konsep siyasah syar’iyyah sebagai pisau analisis utama terhadap fenomena yang
dibahas dalam penelitian tersebut.
F. Hak Recall Parpol Terhadap DPR

Istilah recall dalam ketatanegaraan Indonesia dikenal sebagai penggantian


antar waktu. Hak recall secara terminologi dalam kamus politik karangan
B.N.Marbun, dapat diartikan sebagai suatu proses penarikan Kembali atau

9
Bagian Ketiga Wewenang dan Tugas DPD Pasal 249 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun
2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, Dan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

9
penggantian anggota DPR oleh induk organisasinya yaitu partai politik. Sedangkan
hak recall partai politik merupakan penarikan atau pemberhentian dalam masa jabatan
terhadap anggota (DPR/DPRD) oleh partai politiknya. Namun berdasarkan pasal 239
ayat (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan
Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah atau dikenal juga dengan UU MD3, recall merupakan
sesuatu yang wajar adanya sebagai instrument/Lembaga yang dapat mengontrol
keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Karena Ketika memenuhi salah satu
syarat recall diatas maka keanggotaan DPR yang bersangkutan akan dapat
diberhentikan dalam masa jabatannya.10
Praktek recall zaman orde baru sangat jarang terjadi, Hal itu dikarenakan
situasi dan kondisi perpolitikan dalam praktek kenegaraan sangat homogen dibawah
satu komando sang presiden soeharto. Recall pada saat itu digunakan sebagai senjata
untuk membungkam politisi yang tidak mengikuti irama alunan politik dari sang
presiden. Bukti Sejarah penggunaan hak recall pada masa itu yang sangat
kontroversial yaitu pemberhentian anggota DPR yang Bernama Sri Bintang
Pamungkas yang berasal dari Partai Persatuan Pembangunan, Alasan
pemberhentiannya karena menyampaikan kritik-kritik kepada pemerintah dan
menolak pertanngung jawaban presiden. Adanya sistem recall menyebabkan banyak
wakil rakyat menjadi tidak kritis, bahkan mereka takut untuk meyuarakan aspirasi
Masyarakat. Tapi kondisi berubah pada tahun 1998 ketika soeharto mengundurkan
diri. Pada era reformasi, recall berhasil ditiadakan, namun recall kecuali dengan
alasan yang tak bisa dihindari yakni meninggal, mengundurkan diri, atau dijatuhi
hukuman pidana dengan kualifikasi tertentu.11 Partai politik merupakan salah satu dari
bentuk kelembagaan sebagai wujud ekspresi ide-ide, pikiran-pikiran, pandangan, dan
keyakinan bebas dalam Masyarakat demokratis.12
G. Urgensi Peran Rakyat Dalam Mekanisme Recall Dalam Sistem Ketatanegaraan
Indonesia

Sebagaimana yang telah dipahami sebelumnya bahwa mekanisme PAW di


Indonesia sangat rentan menghadapi kepentingan politis yang mengakibatkan tidak

10
Djanggih Hardianto, “Hak Recall Partai Politik Terhadap Status Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat
Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia” 7 (t.t.): 3.
11
Evendia Malicia, “Implikasi Hak Recall Partai Politik Terhadap Sistem Kedaulatan Rakyat,” t.t., 3.
12
Hardianto, “Hak Recall Partai Politik Terhadap Status Keanggotaan Dewan Perwakilan Rakyat Dalam Sistem
Ketatanegaraan Indonesia,” 6.

10
berjalannya demokrasi yang demokratis. Perlu diinsyafi kembali mengenai kedudukan
rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi namun tidak turut dilibatkan dalam
proses PAW padahal melalui mekanisme Pemilu yang melibatkan rakyat, posisi
penting pada lembaga perwakilan rakyat bahkan Presiden serta Wakil Presiden dapat
terpilih. Oleh karena itu, agar rakyat turut terlibat dalam proses bernegara yang
transparan dan akuntabel maka perlu aturan lebih lanjut terkait mekanisme
referendum dalam proses PAW sehingga pada prosesnya jauh dari kepentingan
praktis dan pragmatis partai politik. Referendum menjadi sarana yang tepat bagi
demokrasi di era kemunduran kualitas demokrasi seperti saat ini yang ditandai dengan
menguatnya kelompok oligarki.
Secara konseptual, recall referendum dapat didefinisikan sebagai prosedur
yang membolehkan pemilih untuk menarik pejabat publik terpilih sebelum selesai dari
masa jabatannya.13 Melalui recall referendum proses demokrasi mendapatkan
legitimasi dengan adanya keterlibatan rakyat dalam kehidupan alam demokrasi.
Referendum merupakan salah satu cara pen-gambilan keputusan dalam sistem
demokrasi dengan melibatkan rakyat secara langsung. Dengan kata lain, referendum
memberikan kesempatan pada rakyat untuk membuat keputusan politik.
Dengan recall referendum, intervensi publik terhadap proses penggantian antar
waktu akan menghindari kebijakan-kebijakan partai politik yang melenceng dari
kehendak rakyat. Dalam lintasan sejarah, recall referendum pernah mendapatkan
penolakan dari Alexander Hamilton yang menganggap bahwa dengan hak recall akan
membuat para Senator tunduk pada humor rakyat yang berganti-ganti. Konsep ini
memang tidak banyak diadopsi oleh negara-negara di dunia. Konsep recall
referendum hanya dipakai oleh lima negara dalam lingkup nasional yakni Bolivia,
Kuba, Ekuador, Venezuela, dan Taiwan. Bahkan ketentuan recall di negara Kuba
sudah terdapat dalam Konstitusi 1976 dan telah diperkenalkan sejak Konstitusi 1951.
Recall referendum merupakan konsep yang mengakomodasi rakyat untuk secara
langsung ikut dalam proses politik dengan tidak hanya memilih namun juga turut
mengawasi dengan memberikan hak untuk melakukan recall. Selain itu, di beberapa
negara bagian Amerika Serikat secara tegas mengatur mengenai hak recall yang
diberikan kepada masyarakat, misalnya dalam Callifornia Constitution Article II Sec.

13
Shaun Bowler, “Recall and representation Arnold Schwarzenegger meets Edmund Burke,” Journalof
Representative Democracy 40, no. 3 (1 Januari 2004): 200–208, https://doi.org/10.1080/00344890408523266.

11
13 ditegaskan bahwa “Recall is the power of the electors to remove an elective
officer”.
Wacana untuk menggagas recall referendum sebagai media dalam melibatkan
masyarakat secara langsung dalam proses politik dilandasi beberapa pemikiran yakni
pertama, bahwa parameter yang tidak jelas apabila recall diberikan sepenuhnya
kepada partai politik. Kedua, mekanisme recall yang diberikan kepada partai politik
menandakan inkonsistensi terhadap paradigma sistem kedaulatan rakyat. Ketiga, hak
recall yang diberikan kepada partai politik tidak mengedepankan prinsip rule of law.
Keempat, terdapat judicial review yang berkaitan recall sebagai bukti
ketidaksepakatan dengan ketentuan recall di Indonesia. Kelima, Recall yang diberikan
kepada partai politik berpotensi membatasi fungsi DPR RI.14 Berkaca pada negara
bagian di Amerika Serikat, ada beberapa ketentuan yang dapat mengakibatkan
anggota legislatif untuk di recall. Dalam Konstitusi Negara Bagian Minnesota
misalnya terdapat kriteria anggota legislatif yang dapat di recall oleh rakyat
diantaranya adalah perbuatan salah, korupsi atau ketidakmampuan lalu alasan khusus
yang dibutuhkan untuk recall.
Dalam menggagas recall referendum di Indonesia maka sekiranya ada
beberapa tahapan yang harus dilalui oleh partai politik untuk mengajukan nama
anggota legislatif untuk di recall. Recall referendum yang digagas melalui tulisan ini
memberikan hak recall kepada partai politik dengan pengawasan dan ikut campur
langsung rakyat dalam proses recall. Ada beberapa tahapan yang perlu dilewati
sebelum melakukan recall yakni, pertama adalah tahap pra-recall, kedua adalah tahap
referendum, ketiga adalah tahap pengesahan atau penolakan. Tahapan-tahapan ini
dilakukan untuk memastikan terjaminnya hak-hak rakyat dalam mengawasi serta
berkontribusi langsung pada proses recall yang lebih demokratis
Dalam tahap pra-recall ada beberapa hal yang perlu dilaksanakan terlebih
dahulu oleh partai politik. Diantaranya adalah pertama, sosialisasi terhadap daerah
pemilihan anggota legislatif yang akan di recall. Sosialisasi ini untuk memberitahu
masyarakat yang memilih terkait alasan partai politik akan menarik yang
bersangkutan. Dengan demikian proses recall menjadi transparan dan akuntabel
sehingga jauh dari kepentingan politis yang pragmatis. Kedua, setelah diadakan

14
Iswatul Hasanah, “Recall Partisipatif (Paradigma Asas Musyawarah Mufakat Dalam Mekanisme
Pemberhentian Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia),” Kumpulan Jurnal Mahasiswa
Fakultas Hukum 1, no. 1 (12 Desember 2014): 5, http://hukum.studentjournal.ub.ac.id/index.
php/hukum/article/view/814.

12
sosialisasi maka partai politik mengadakan pengumpulan dukung melalui petisi
kepada masyarakat untuk melihat langsung dukungan dari masyarakat terhadap
rencana proses recall yang diajukan partai politik. Partai politik seminimalnya harus
mendapatkan dukungan sebanyak 50% + 1 dari jumlah suara yang memilih anggota
legislatif yang akan di recall pada daerah pemilihannya. Apabila dari petisi tersebut
menunjukkan angka minimum maka proses recall dapat dilanjutkan ke tahap
referendum. Ketiga, setelah melakukan pengumpulan dukungan melalui petisi maka
partai politik harus melaporkannya kepada KPU dan meminta Komisi Pemilihan
Umum (KPU) untuk melakukan referendum dalam tempo paling lama 60 hari
persiapan. Hal ini dikarenakan KPU harus mempersiapkan segala sesuatunya untuk
melakukan referendum.
Dalam tahap kedua yakni referendum, masyarakat pada daerah pemilihan akan
dilibatkan sepenuhnya dan berhak untuk mengikuti referendum ini bagi pemilih yang
sebelumnya ikut memberikan suara pada kontestasi pemilihan anggota legislatif
sebelumnya. Referendum dilakukan dengan menggunakan kotak suara dan dengan
mekanisme yang sama seperti pemilihan anggota legislatif pada umumnya. Di dalam
kotak suara hanya terdapat kata “setuju” dan “tidak setuju” yang nantinya akan dipilih
oleh pemilih. Proses recall dapat berhasil apabila angka pemilih mencapai angka 50%
+ 1 dari total pemilih di daerah pemilihan. Setelah rekapitulasi suara maka KPU
menetapkan hasil recall. Apabila suara mencapai angka minimum untuk recall maka
penetapan hasil recall akan diberikan oleh partai politik kepada pimpinan DPR bagi
recall anggota DPR dan kepada pimpinan DPRD untuk recall anggota DPRD. Dalam
tahap ketiga yakni peresmian, partai politik memberikan penetapan dan keputusan
KPU kepada pimpinan DPR dengan tembusan kepada Presiden bagi anggota DPR dan
kepada pimpinan DPRD dan Gubernur dengan tembusan Menteri Dalam Negeri bagi
anggota DPRD. Lalu kemudian Presiden bagi anggota DPR dan Menteri Dalam
Negeri bagi anggota DPRD akan melakukan peresmian pemberhentian antarwaktu
sesuai denganhasil recall.

13
BAB III
PENUTUP

H. Kesimpulan

Peran partai politik dalam mengatur pemberhentian dan penggantian antar


waktu (PAW) anggota Dewan Perwakilan Rakyat begitu besar di dalamnya, yang
mana aturan tersebut tertuang dalam Pasal 239 ayat (2) huruf d Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwaklan
Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Penggantian Antar Waktu (PAW) memiliki fungsi utama sebagai mechanism control
dari partai politik di mana memiliki wakil yang duduk sebagai anggota parlemen.
Ketentuan mengenai recall dalam hukum positif Indonesia diatur dalam Undang-
Undang Nomor 17 Tahun 2014 Tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah atau yang lebih dikenal dengan sebutan UU MD3.
Praktek recall zaman orde baru sangat jarang terjadi, Recall pada saat itu
digunakan sebagai senjata untuk membungkam politisi yang tidak mengikuti irama
alunan politik dari sang presiden. Bukti Sejarah penggunaan hak recall pada masa itu
yang sangat kontroversial yaitu pemberhentian anggota DPR yang Bernama Sri
Bintang Pamungkas yang berasal dari Partai Persatuan Pembangunan, Alasan
pemberhentiannya karena menyampaikan kritik-kritik kepada pemerintah dan
menolak pertanngung jawaban presiden. Secara konseptual, recall referendum dapat
didefinisikan sebagai prosedur yang membolehkan pemilih untuk menarik pejabat
publik terpilih sebelum selesai dari masa jabatannya. Melalui recall referendum
proses demokrasi mendapatkan legitimasi dengan adanya keterlibatan rakyat dalam
kehidupan alam demokrasi. Dengan recall referendum, intervensi publik terhadap
proses penggantian antar waktu akan menghindari kebijakan-kebijakan partai politik
yang melenceng dari kehendak rakyat.
I. Saran
Dalam penulisan makalah ini penulis berharap untuk para pembaca agar bisa
memberikan kritik dan sarannya serta dapat mengetahui dan memahami sampai
sejauh mana kita mempelajari tentang Hukum Pemilu dan Parpol. Semoga dengan
adanya makalah ini dapat menambah pengetahuan dan wawasan para pembaca.

14
15
DAFTAR PUSTAKA

Ariani, Dessy SH., Hak Recall Partai Politik Dalam Sistem Perwakilan di Indonesia Era
Reformasi (Analisis Yuridis dan Politis terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi No.
008/PUU-IV/2006 dan No. 38/PUU-VIII/2010), Universitas Islam Indonesia, 2020.
Dewi Sulastri dan Neni Nuraeni, “Interpretasi Kewenangan Recall Partai Politik Dalam
Tatanan Pemerintah Perspektif Siyasah Syari’ah”, Varia Hukum Vol. 1, No. 1, Juli
2019.
M. Hadi Shubhan, “Recall: Antara Hak Partai Politik Dan Hak Berpolitik Anggota Parpol”,
Jurnal Konstitusi, Volume 3, Nomor 4, Desember, Sekretariat Jendral Dan
Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi, Jakarta, 2006.
Moh. Mahfud MD, “Politik Hukum di Indonesia”, Edisi Revisi, Cetakan kedelapan, PT
Rajagrafindo Persada, Depok, 2018.
Dian Bakti Setiawan, “Pemberhentian Kepala Daerah, Mekanisme Pemberhentiannya
Menurut Sistem Pemerintahan di Indonesia”, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta,
2011.
Sulastri Dewi dan Neni Nuraen, INTERPRETASI KEWENANGAN RECALL PARTAI
POLITIK Vol. 1, No. 1, Juli Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati
Bandung, 2019.

Djanggih Hardianto, “Hak Recall Partai Politik Terhadap Status Keanggotaan Dewan
Perwakilan Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia”.

Evendia Malicia, “Implikasi Hak Recall Partai Politik Terhadap Sistem Kedaulatan Rakyat,”.

Hardianto, “Hak Recall Partai Politik Terhadap Status Keanggotaan Dewan Perwakilan
Rakyat Dalam Sistem Ketatanegaraan Indonesia,”.

Bowler, Shaun, “Recall and representation Arnold Schwarzenegger meets Edmund Burke,”
Journal of Representative Democracy 40, no. 3 (1 Januari 2004)

Hasanah, Iswatul, “Recall Partisipatif (Paradigma Asas Musyawarah Mufakat Dalam


Mekanisme Pemberhentian Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia),”
Kumpulan Jurnal Mahasiswa Fakultas Hukum 1, no. 1 (12 Desember 2014)

iv

Anda mungkin juga menyukai