Makalah-Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Makalah-Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu
Disusun
Nazwa Syarifah Rahmani (Hukum Ekonomi Syariah)
Segala puji dan syukur hanya diperuntukkan kepada Allah Subhanahu wata’ala
telah menjadikan Muhammad Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai teladan
dan panutan bagi seluruh umat manusia di dunia dan di akhirat. Dan karena berkat izin
Allah tentunya kami dapat menyusun dan menyajikan makalah tentang “Pancasila
Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu”. Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai wujud dari pertanggungjawaban kami atas tugas mata kuliah Pancasila sebagai
syarat untuk memenuhi aspek penilaian.
Kami sadar bahwa dalam penyusunan dan penulisan makalah ini masih banyak
kekurangan dan kelemahan, untuk itu, kritik, saran dan koreksi dari para pembaca sangat
kami harapkan dan semoga kami terima dengan senang hati untuk perbaikan dalam
penulisan laporan karya tulis lainnya di masa yang akan datang.
Harapan kami, semoga apa yang tersaji dalam makalah ini mampu menghadirkan
nuansa yang membuat para pembaca senang dalam membacanya. Semoga Allah selalu
menjaga kita semua dari segala mara bahaya. Aamiin Ya Robbal ‘Alamiin.
Penulis
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1
terjadi pada masa Renaisans Eropa. Masyarakat Indonesia mempunyai akar budaya
dan agama yang kuat dan telah berkembang dalam kehidupan masyarakat sejak lama
hingga saat ini.
Perkembangan ilmu pengetahuan tidak terikat pada ideologi nasional, artinya
membiarkan ilmu pengetahuan berkembang tanpa arah dan arah yang jelas. (Dikti,
2016; 196-197)
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
juga menjadi model ilmu pengetahuan yang berkembang di Indonesia. Untuk itu
perlu adanya penjelasan dan diskusi yang lebih mendalam di kalangan
intelektual Indonesia tentang sejauh mana nilai-nilai Pancasila masih
diperhitungkan dalam pengambilan keputusan ilmiah.
Tidak ada satu negara pun di dunia ini yang kebal terhadap pengaruh
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, walaupun tentu saja ada beberapa
negara yang kebal terhadap pengaruh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, itu hanya berbeda. Walaupun masih terdapat segelintir masyarakat di
pelosok Indonesia yang masih hidup dengan pola hidup primitif dan tidak
terpengaruh oleh kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, namun hal ini masih
sangat terbatas dan hanya tinggal menunggu waktu saja.
Artinya, ancaman yang ditimbulkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi tidak tergantung pada nilai-nilai Spiritualitas, kemanusiaan, nasionalisme,
pertimbangan dan keadilan merupakan gejala yang merasuki setiap aspek kehidupan
masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, beberapa alasan mengapa Pancasila
diperlukan sebagai landasan nilai perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
dalam kehidupan bangsa Indonesia adalah sebagai berikut,
1. Kerusakan lingkungan hidup yang disebabkan oleh ilmu pengetahuan dan
teknologi, baik yang berkedok untuk mendorong pembangunan di daerah
tertinggal maupun dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, patut
mendapat perhatian khusus. Penambangan batu bara, minyak bumi, bijih besi,
emas dan pertambangan lainnya di Kalimantan, Sumatera, Papua dan tempat
lain yang menggunakan teknologi maju semakin meningkatkan kerusakan
lingkungan. Jika hal ini terus berlanjut, maka generasi mendatang akan
menghadapi risiko hidup yang rentan terhadap bencana alam, karena kerusakan
lingkungan dapat menimbulkan bencana seperti tanah longsor, banjir,
pencemaran limbah, dan lain-lain.
2. Mengembangkan sila-sila Pancasila sebagai landasan nilai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat menjadi cara untuk memantau dan
mengendalikan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mempengaruhi
4
cara berpikir dan bertindak secara pragmatis (sifat pemikiran yang menilai
sesuatu berdasarkan kegunaan dan hasil akhir). Artinya pemanfaatan benda-
benda teknologi dalam kehidupan masyarakat Indonesia saat ini telah
menggantikan peran nilai-nilai luhur yang diyakini mampu membentuk
kepribadian manusia Indonesia yang bercirikan sosial, kemasyarakatan,
humaniora, dan agama. Lebih jauh lagi, sifat tersebut kini mulai terkikis dan
tergantikan oleh sifat individualistis, impersonal, pragmatis, bahkan sekuler.
3. Nilai-nilai intelektual lokal yang menjadi simbol kehidupan di berbagai daerah
mulai tergeser oleh gaya hidup global, seperti: Budaya gotong royong
tergantikan oleh individualis yang tidak membayar pajak dan hanya menjadi
parasit bebas di negeri ini, sikap rendah hati digantikan oleh gaya hidup
mewah, konsumerisme; Solidaritas sosial digantikan oleh semangat
individualisme; musyawarah untuk mufakat digantikan dengan pemungutan
suara, dan seterusnya.
2.3 Menggali sumber sejarah, sosial dan politik terkait Pancasila sebagai nilai
Dasar pengembangan ilmu pengetahuan di Indonesia
5
Yang dimaksud dengan “mencerdaskan kehidupan bangsa” adalah
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi melalui pendidikan. Amanat
pembukaan UUD 1945 untuk mewujudkan kehidupan berbangsa lebih
berkeadaban harus berlandaskan pada nilai-nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, dst,
yaitu Pancasila. Proses pembinaan kehidupan berbangsa yang tidak terikat
dengan nilai-nilai spiritual, kemanusiaan, persatuan bangsa, ketetapan dan
keadilan melanggar isi pembukaan UUD 1945 yang merupakan dokumen
sejarah bangsa Etnis Indonesia.
Pancasila sebagai landasan pengembangan ilmu pengetahuan belum
banyak dibicarakan pada awal kemerdekaan bangsa Indonesia. Hal ini dapat
dimengerti karena para pendiri negara sekaligus ulama atau cendekiawan cerdas
bangsa Indonesia pada masa itu, mencurahkan tenaga dan pikirannya untuk
membangun bangsa dan negara. Kaum intelektual yang merangkap sebagai
pejuang nasional sibuk melakukan reformasi dan pengorganisasian negara yang
baru saja terbebas dari kolonialisme. Kolonisasi tidak hanya menguras sumber
daya alam Indonesia tetapi juga menyebabkan sebagian besar penduduk
Indonesia berada dalam kemiskinan dan kebodohan.
Soekarno dalam rangkaian kuliah umum tentang Pancasila, dasar filsafat
negara pada tanggal 26 Juni 1958 sampai dengan 1 Februari 1959, dikutip oleh
Sofian Effendi, Rektor UGM pada saat simposium dan konferensi Pancasila
sebagai model ilmu pengetahuan dan pembangunan nasional, 14 – 15 Agustus
2006 selalu menyebutkan perlunya seluruh sila Pancasila dijadikan teladan
dalam segala pemikiran dan tindakan bangsa Indonesia, karena jika tidak maka
akan terjadi kemunduran dalam mencapai keadilan sosial bagi semua rakyat
Indonesia (Effendi, 2006:xiii).
Pancasila sebagai blueprint (rencana) dalam pernyataan Bung Karno
kurang lebih mempunyai arti yang sama dengan Pancasila ditinjau dari nilai
fundamental perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, karena prinsip-
prinsip Pancasila sebagai cetak biru harus tercakup dalam seluruh pemikiran dan
tindakan bangsa Indonesia
6
B. Sumber Sosiologis Pancasila sebagai Dasar Nilai Pengembangan.
Akar sosiologis Pancasila sebagai landasan nilai perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi dapat ditemukan pada sikap masyarakat yang sangat
menekankan aspek-aspek tersebut, yakni ketuhanan dan kemanusiaan. sehingga
ketika ilmu pengetahuan dan teknologi tidak sesuai dengan nilai-nilai ketuhanan
dan kemanusiaan, sering terjadi penolakan. Misalnya saja penolakan masyarakat
terhadap rencana pembangunan pembangkit listrik tenaga nuklir di
Semenanjung Muria beberapa tahun lalu. Penentangan masyarakat terhadap
PLTN Semenanjung Muria memang beralasan kerena ada kekhawatiran
mengenai kemungkinan kebocoran yang sudah terjadi pada pembangkit listrik
tenaga nuklir Chernobyl di Rusia beberapa tahun lalu. Trauma nuklir berkaitan
dengan keselamatan reaktor nuklir dan produksi limbah radioaktif yang
termasuk dalam kategori limbah beracun. Kedua permasalahan ini
menimbulkan dampak sosial terkait dengan pembangunan PLTN, tidak hanya
dampak klasik seperti terciptanya lapangan kerja, peluang usaha, dan munculnya
permasalahan kenyamanan karena kemacetan lalu lintas, kebisingan, getaran,
debu namun juga dampak spesifik. Seperti perasaan cemas, khawatir, dan takut,
yang besarnya tidak mudah diukur. Dalam istilah dampak sosial, hal ini disebut
dampak kognitif.1
Hal ini membuktikan bahwa masyarakat sangat peka terhadap
permasalahan spiritual dan kemanusiaan yang melatarbelakangi pembangunan
PLTN. Permasalahan ketuhanan dikaitkan dengan tersingkirnya harkat dan
martabat manusia sebagai hamba Tuhan Yang Maha Esa dalam perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Artinya pembangunan sarana teknologi
biasanya tidak melibatkan masyarakat sekitar, padahal bila timbul dampak
negatif berupa rusaknya sarana teknologi maka masyarakatlah yang terkena
dampak langsung. Masyarakat menyadari perannya sebagai makhluk dengan
pertimbangan rasional dan moral, sehingga kepekaan hati nurani menjadi sarana
untuk memerangi kemungkinan-kemungkinan buruk yang muncul di balik
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Masyarakat sangat sensitif
terhadap isu-isu kemanusiaan yang mendasari pertumbuhan dan perkembangan
1
(Sumber: Suara Merdeka, 8 Desember 2006).
7
ilmu pengetahuan dan teknologi, karena dampak negatif dari perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, seperti limbah industri yang menyebabkan
kerusakan lingkungan, langsung mengganggu kenyamanan hidup masyarakat.
2
(Ketut, 2011).
8
“Ilmu pengetahuan itu adalah malahan suatu syarat mutlak pula, tetapi
kataku tadi, lebih daripada itu, dus lebih mutlak daripada itu adalah suatu hal
lain, satu dasar. Dan yang dimaksud dengan perkataan dasar, yaitu karakter.
Karakter adalah lebih penting daripada ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan
tetap adalah suatu syarat mutlak. Tanpa karakter yang gilang gemilang, orang
tidak dapat membantu kepada pembangunan nasional, oleh karena itu
pembangunan nasional itu sebenranya adalah suatu hal yang berlangit sangat
tinggi, dan berakar amat dalam sekali. Berakar amat dalam sekali, oleh karena
akarnya itu harus sampai kepada inti-inti daripada segenap cita-cita dan
perasaan-perasaan dan gandrungan-gandrungan rakyat”3
Pidato Soekarno di atas juga bukan menghubungkan dengan Pancasila
melainkan dengan budi pekerti, yakni keyakinan yang sesuai dengan nilai-nilai
Pancasila.
Habibie dalam pidatonya tanggal 1 Juni 2011 menegaskan bahwa konstruksi
Pancasila sebagai nilai fundamental dalam berbagai kebijakan administrasi
publik merupakan upaya mewujudkan Pancasila dalam kehidupan.4
Berdasarkan pemaparan isi pernyataan para pengelola negara tersebut, maka
dapat disimpulkan bahwa sumber politik Pancasila sebagai landasan nilai
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi bersifat apologis karena hanya
memberikan mendorong para intelektual untuk lebih menjelaskan nilai-nilai
Pancasila.
3 (Soekarno, 1962).
4
(Habibie, 2011:6).
9
➢ Sila Pertama, Keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa membawa
kesadaran bahwa manusia yang hidup di dunia ini ibarat sedang menjalani
ujian dan hasil ujian itu akan menentukan kehidupan kekalnya di akhirat.
Salah satu tantangannya adalah manusia diperintahkan untuk beramal
shaleh, bukan merusak bumi. Pedoman sikap terhadap etika ilmiah dan
teknik, seperti: menjamin keselamatan, kesehatan, dan kesejahteraan
masyarakat; berperilaku terhormat, bertanggung jawab, beretika, dan
mengikuti aturan untuk meningkatkan kehormatan, reputasi, dan
kepentingan Profesionalisme, dll., adalah wujud dari tindakan bermanfaat
ini. Ilmuwan yang mengamalkan kemampuan teknisnya dengan sikap
seperti ini bersyukur atas karunia Tuhan.5
➢ Sila Kedua, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab memberikan arahan, baik
bersifat universal maupun khas terhadap ilmuwan dan ahli teknik di
Indonesia. Asas kemanusiaan atau humanisme menghendaki agar perlakuan
terhadap manusia harus sesuai dengan kodratnya sebagai manusia, yaitu
memiliki keinginan, seperti kecukupan materi, bersosialisasi, eksistensinya
dihargai, mengeluarkan pendapat, berperan nyata dalam lingkungannya,
bekerja sesuai kemampuannya yang tertinggi.6 Hakikat kodrat manusia
yang bersifat mono-pluralis, sebagaimana dikemukakan Notonagoro, yaitu
terdiri atas jiwa dan raga (susunan kodrat), makhluk individu dan sosial
(sifat kodrat), dan makhluk Tuhan dan otonom (kedudukan kodrat)
memerlukan keseimbangan agar dapat menyempurnakan kualitas
kemanusiaannya.
➢ Sila Ketiga, Persatuan Indonesia merupakan landasan yang penting untuk
itu keberlangsungan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Oleh
karena itu, para ilmuwan dan insinyur Indonesia harus menghormati prinsip
solidaritas Indonesia dalam menjalankan tugas profesionalnya. Kerja sama
yang sinergis antar individu yang mempunyai kekuatan dan kelemahan yang
sesuai akan menciptakan produktivitas yang lebih besar dibandingkan
penjumlahan produktivitas individu.7 Suatu pekerjaan atau tugas yang
10
dilakukan dengan rasa nasionalisme yang tinggi dapat menghasilkan
produktivitas yang lebih optimal.
➢ Sila Keempat, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan
dalam Permusyawaratan/Perwakilan memberi arah pada harapan rakyat,
yang berarti terbentuknya Negara Republik Indonesia adalah oleh dan
untuk seluruh rakyat Indonesia. Semua warga negara mempunyai hak
dan kewajiban yang sama terhadap Negara. Mirip dengan Para ilmuwan
dan insinyur dituntut untuk berkontribusi sebesar-besarnya bagi
pembangunan negara. Prinsip keempat ini juga memberikan panduan
dalam mengelola keputusan, baik di tingkat nasional, regional, dan yang
lebih terbatas.8 Pengambilan keputusan berdasarkan semangat
musyawarah akan membuahkan hasil. Hal ini lebih baik karena dapat
melibatkan partisipasi sukarela semua pihak.
➢ Sila Kelima, Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia memberikan
pedoman untuk selalu berupaya menghindari kesenjangan kesejahteraan
antar masyarakat Orang Indonesia. Para ilmuwan dan pakar teknis yang
menjalankan industri harus selalu mengembangkan sistem yang membantu
bisnis bergerak maju, sekaligus menjamin kesejahteraan karyawan.9 Sampai
sekarang, Manajemen industri bias terhadap pertumbuhan ekonomi, dalam
hal keuntungan usaha, sehingga cenderung mengabaikan kesejahteraan
pekerja dan kelestarian lingkungan. Ketimpangan ini disebabkan cara kerja
yang hanya menguntungkan perkembangan perusahaan. Pada akhirnya, tren
ini dapat menimbulkan protes yang merugikan perusahaan itu sendiri.
8 (Wahyudi, 2006:68).
9 (Wahyudi, 2006:69).
11
yang dikembangkan di Indonesia sepenuhnya berorientasi pada Barat
(western oriented).
➢ Perkembangan ilmu pengetahuan di Indonesia lebih berorientasi pada
kebutuhan pasar sehingga prodi-prodi yang “laku keras” di perguruan tinggi
Indonesia adalah prodi-prodi yang terserap oleh pasar (dunia industri).
➢ Pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di Indonesia belum
melibatkan masyarakat luas sehingga hanya menyejahterakan kelompok
elite yang mengembangkan ilmu (scientist oriented).
.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
12
Artinya, ancaman yang ditimbulkan oleh perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi tidak tergantung pada nilai-nilai Spiritualitas, kemanusiaan,
nasionalisme, pertimbangan dan keadilan merupakan gejala yang merasuki setiap
aspek kehidupan masyarakat Indonesia.
3.2 Saran
Tujuan dari makalah ini adalah untuk memberikan informasi kepada pembaca
terkait Pancasila Sebagai Dasar Nilai Pengembangan Ilmu, kami harap makalah ini
setidaknya dapat memberikan sedikit gambaran kepada pembaca terkait materi
tersebut. Dan kami menyarankan agar pembaca tidak hanya mendapatkan informasi
dari makalah yang kami tulis, tetapi kami harap pembaca dapat mencari referensi dari
berbagai sumber untuk mendapat informasi lebih banyak lagi. Semoga apa yang kami
sampaikan dapat dipahami dan bermanfaat bagi pembaca, Terima kasih.
13
DAFTAR PUSTAKA
14