ENURESIS
Dosen Pembimbing :
Lilis Maghfiroh, S.Kep.,Ners.,M.Kes
Disusun Oleh :
Ainul Yaqin (1702012385)
Faradiba Rifqul Izzati (1702012408)
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan hidayahnya kepada
kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan keluarga.
Dalam menyusun makalah ini penulis banyak mendapat bimbingan serta motivasi dari
beberapa pihak, oleh karenanya kami mengucapkan Alhamdulillah dan terima kasih kepada : Lilis
Maghfiroh,S.Kep.,Ns.,M.Kes selaku dosen pembimbing pembuatan makalah dan juga selaku
dosen penanggung jawab mata kuliah Keperawatan keluarga. Teman – teman anggota kelompok
yang saling bkerja sama dala penulisan makalah.
Penyusunan makalah ini masih jauh dari sempurna,untuk itu penulis membuka diri untuk
menerima berbagai masukan dan kritikan dari semua pihak. Penulis berharap semoga makalah ini
bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca khususnya.
Penyusun
2
DAFTAR ISI
3
BAB 1
LAPORAN PENDAHULUAN
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan
beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam
keadaan saling ketergantungan (Depkes RI, 1988).
Keluarga merupakan sekumpulan orang yang di hubungkan oleh perkawinan , adopsi
dan kelahiran yang bertujuan menciptakan dan mempertahankan budaya . yang umum,
meningkatkan perkembangan fisik,mental,emosional dan sosial dari individu-individu yang
ada di dalamnya terlihat dari pola interaksi yang saling ketergantungan utuk mencapai tujuan
bersama.(Friedman,1998)
Keluarga adalah lingkungan dimana beberapa orang masih memiliki hubungan darah.
(Jhonson R-Leng R,2010)
Dapat disimpulkan bahwa karakteristik keluarga adalah :
1. Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan darah perkawinan atau
adopsi
2. Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah mereka tetap memperhatikan
satu sama lain
3. Angggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing mempunyai peran
sosial suami, istri, anak, kakak dan adik
4. Mempunyai tujuan menciptakan dan mempertahankan budaya, meningkatkan
perkembangan fisik, psikologis, dan sosial anggota
1
a. Membina hubungan intim yang memuaskan
b. Membina hubungan dengan keluarga lain, teman, kelompok sosial
c. Mendiskusikan rencana memiliki anak
2. Keluarga Child-Bearing (Kelahiran Anak Pertama)
Keluarga yang menantikan kelahiran dimulai dari kehamilan sampai kelahiran anak
pertama dan berlanjut sampai anak pertama berusia 30 bulan :
a. Persiapan menjadi orang tua
b. Adaptasi dengan perubahan anggota keluarga, peran, interaksi, hubungan sexual dan
kegiatan keluarga
c. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan pasangan
3. Keluarga Dengan Anak Pra-Sekolah
Tahap ini dimulai saat kelahiran anak pertama (2,5 bulan) dan berakhir saat usia anak
berusia 5 tahun :
a. Memenuhi kebutuhan anggota keluarga, seperti kebutuhan tempat tinggal, privasi dan
rasa aman
b. Membantu anak untuk bersoasialisasi
c. Beradaptasi dengan anak yang baru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain juga
harus terpenuhi
d. Mempertahankan hubungan yang sehat, baik didalam maupun di luar keluarga
(keluarga lain dan lingkungan sekitar)
e. Pembagian waktu untuk individu, pasangan dan anak (tahap paling repot)
f. Pembagian tanggung jawab anggota keluarga
g. Kegiatan dan waktu untuk stimulasi tumbuh dan kembang anak
4. Keluarga Dengan Anak Sekolah
Tahap ini dimulai saat anak masuk sekolah pada usia 6 tahun dan berakhir pada usia 12
tahun. Umumnya keluarga sudah mencapai jumlah anggota keluarga maksimal, sehingga
keluarga sangat sibuk :
a. Membantu sosialisasi anak : tetangga, sekolah dan lingkungan
b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Memenuhi kebutuhan dan biaya kehidupan yang semakin meningkat, termasuk
kebutuhan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarga
2
5. Keluarga Dengan Anak Remaja
Dimulai pada saat anak pertama berusia 13 tahun dan biasanya berakhir sampai 6-7 tahun
kemudian, yaitu pada saat anak meninggalkan rumah orang tuanya.Tujuan keluarga ini
adalah melepas anak remaja dan memberi tanggung jawab serta kebebasan yang lebih
besar untuk mempersiapkan diri menjadi lebih dewasa :
a. Memberikan kebebasan yang seimbang dengan tanggung jawab, mengingat remaja
sudah bertambah dewasa dan meningkat otonominya
b. Mempertahankan hubungan yang intim dalam keluarga
c. Mempertahankan komuunikasi terbuka antara anak dan orang tua. Hindari perdebatan,
kecurigaan dan permusuhan
d. Perubahan sistem peran dan peraturan untuk tumbuh kembang keluarga
6. Keluarga Dengan Anak Dewasa (Pelepasan)
Tahap ini dimulai pada saat anak pertama meninggalkan rumah dan berakhir pada saat
anak terakhir meninggalkan rumah. Lamanya tahap ini tergantung dari jumlah anak dalam
keluarga, atau jika ada anak yang belum berkeluarga dan tetap tinggal bersama orang tua :
a. Memperluas keluarga inti menjadi keluarga besar
b. Mempertahankan keintiman pasangan
c. Membantu oran tua suami/istri yangsedang sakit dan memasuki masa tua
d. Mebantu anak untuk mandiri di masyarakat
e. Penataan kembali peran dan kegiatan rumah tangga
7. Keluarga Usia Pertengahan
Tahap ini dimulai pada saat anak yang terakhir meninggalkan rumah dan berakhir saat
pensiun atau salah satu pasangan meninggal :
a. Mempertahankan kesehatan
b. Mempertahankan hubungan yang memuaskan dengan teman sebaya dan anak-anak
c. Meningkatkan keakraban pasangan
8. Keluarga Usia Lanjut
Tahap terakhir perkembangan keluarga ini dimulai pada saat salah satu pasangan pensiun,
berlanjut saat salah satu pasangan meninggal sampai keduanya meninggal :
a. Mempertahankan suasana rumah yang menyenangkan
b. Adaptasi dengan perubahan kehilangan pasangan teman, kekuatan fisik dan
pendapatan
c. Mempertahankan keakraban suami istri dan saling merawat
3
d. Mempertahankan hubngan dengan anak dan sosial masyarakat
1.1.3 Teori FCN (Family Centered Nursing)
Praktik keluarga sebagai pusat keperawatan (family-centered nursing) didasarkasn pada
perspektif bahwa keluarga adalah unit dasar untuk perawatan individu dari anggota keluarga
dan dari unit yang lebih luas. Keluarga adalah unit dasar dari sebuah komunitas dan
masyarakat, mempresentasikan perbedaan budaya, rasial,etnik, dan sosio ekonomi. Aplikasi
dari teori ini termasuk mempertimbangkan faktor sosial, ekonomi, politik,dan budaya ketika
melakukan pengkajian dan perencanaan, implementasi, dan evaluasi perawatan pada anak dan
keluarga (Hitchcock, Schubert, Thomas, 199)
Penerapan asuhan keperawatan keluarga dengan pendekatan Family Centered Nursing
salah satu menggunakan Friedman Model . Pengkajian dengan model ini melihat keluarga
sebagai subsistem dari masyarakat (Allender & Spradley, 2005). Proses keperawatan keluarga
meliputi : pengkajian, diagnosis keperawatan, intervensi, implementasi, dan evaluasi
1.1.4 Peran Perawat Keluarga
1. Pendidik
Perawat perlu memberikan pendidikan kesehatan kepada keluarga agar :
a. Keluarga dsapat melakukan program asuhan kesehatan keluarga secara mandiri
b. Bertanggung jawab terhadap maslah kesehatan keluarga
2. Koordinator
Diperlukan pada perawatan berkelanjutan agar pelayanan yang komprehensif dapat
tercapai. Koordinator juga sangat diperlukan untuk mengatur program kegiatan atau terapi
dari berbagai disiplin ilmu agar tidak terjadi tumpang tindih dan pengulangan
3. Pelaksana
Perawat yang bekerja dengan klien dan keluarga baik dirumah, klinik maupun di rumah
sakit bertanggung jawab dalam memberikan perawatan langsung. Kontak pertama perawat
kepada keluarga melalui anggota keluarga yang sakit. Perawat dapat mendemonstrasikan
kepada keluarga asuhan keperawatan yang diberikan dengan harapan keluarha nanti dapat
melakukan asuhan langsung kepada anggota keluarga yang sakit
4. Pengawas Kesehatan
Sebagai pengawas kesehatan, perawat harus melakukan home visite atau kunjungan rumah
yang teratur untuk mengidentifikasi atau melakukan pengkajian tenttang kesehatan
keluarga
4
5. Konsultan
Perwat sebagai narasumber bagi keluarga di dalam mengatasi masalah kesehatan. Agar
keluarga mau meminta nasehat kepada perawat, maka hubungan perawat-keluarga harus
dibina dengan baik, perawat harus bersikap terbuka dan dapat dipercaya
6. Kolaborasi
Perawat keluarga juga harus bekerja sama dengan pelayanan rumah sakit atau anggota tim
kesehatan yang lain untuk mencapai tahap kesehatan keluarga yang optimal
7. Fasilitator
Membantu keluarga dalam menghadapi kendala untuk meningkatkan derajat kesehatannya.
Agar dapat melaksanakan peran fasilitator dengan baik, maka perawat komunitas harus
mengetahui sistem pelayanan kesehatan (sistem rujukan, dana sehat, dll)
8. Penemu Kasus
Mengidentifikasi masalah kesehatan secara dini, sehingga tidak terjadi ledakan atau wabah
9. Modifikasi Lingkungan
Perawat keluarga juga harus memodifikasi lingkungan, baik lingkungan rumah maupun
lingkungan masyarakat, agar dapat tercipta lingkungan yang sehat
1.2 Konsep Penyakit
1.2.1 Definisi Enuresis
Enuresis adalah ketidakmampuan mengontrol buang air kecil dimana seseorang
seharusnya pada usia yang diharapkan sudah dapat menahan urin (usia 5 tahun atau lebih).
Menurut IDAI, (2009: 72) Enuresis adalah anak yang mengompol minimal dua kali dalam
seminggu dalam periode paling sedikit 3 bulan pada anak usia 5 tahun atau lebih yang tidak
disebabkan oleh efek obat-obatan. Diperkuat oleh Austin, (2014: 1865) Enuresis Nokturnal
adalah istilah yang digunakan oleh anak Internasional Kelanjutan Masyarakat untuk
menggambarkan ngompol pada anak usia 5 tahun atau lebih setelah mengesampingkan
penyebab organik. Hal yang sama di ungkapkan oleh Neveus, (2006: 319) bahwa enuresis
Nokturnal didefinisikan sebagai berkemih yang tidak sadar saat tidur, frekuensi berkemih
setidaknya sebulan sekali saat pasien pernah bergejala selama minimal tiga bulan.
Enuresis adalah pengeluaran urin secara involunter dan berulang yang terjadi pada usia
yang diharapkan dapat mengontrol proses buang air kecil, tanpa kelainan fisik yang mendasari
(Soetjiningsih, 2017: 372). Diperkuat oleh (Newel & Meadow, 2003 dalam Permatasari 2018:
284) bahwa enuresis berlangsung melalui proses berkemih yang normal (normal voiding),
tetapi pada tempat dan waktu yang tidak tepat yaitu berkemih di tempat tidur atau
5
menyebabkan pakaian basah dan dapat terjadi saat tidur malam hari (enuresis nocturnal),
siang hari (enuresis diurnal) ataupun pada siang dan malam hari. Menurut Wong, (2008:121)
Enuresis diurnal lebih umum ditemui pada anak perempuan dan biasanya disebabkan
inkontinensia urgency (ketidaksetabilan kandung kemih). Istilah enuresis primer digunakan
pada anak yang belum pernah berhenti mengompol sejak masa bayi, sedangkan enuresis
sekunder adalah kejadian mengompol kembali setelah minimal 6 bulan tidak mengompol
(Robson, 2009: 1429).
1.2.2 Klasifikasi Enuresis
Menurut (Kyle, 2016: 806) klasifikasi enuresis dibagi menjadi 4 yaitu:
1. Enuresis Primer
Enuresis pada anak yang belum mencapai pengendalian kandung kemih volunter.
2. Enuresis Sekunder
Inkontinensia urin pada anak yang sebelumnya sudah mencapai pengendalian kandung
kemih selama setidaknya 3 sampai 6 bulan berturut-turut.
3. Enuresis Diurnal
Kehilangan kendali berkemih (mengompol) pada siang hari.
4. Enuresis Nocturnal
Kehilangan kendali berkemih (mengompol) pada malam hari. Berdasarkan derajat
penyakit, enuresis nokturnal terbagi menjadi derajat ringan (enuresis pada 1-6 malam di
bulan terakhir dan tidak setiap malam), derajat sedang (enuresis pada 7 malam atau lebih
di bulan terakhir dan tidak setiap malam) dan derajat berat (enuresis setiap malam).
1.2.3 Etiologi Enuresis
Menurut Thiedke (2003: 1500), Penyebab enuresis sering digambarkan sebagai
multifaktoral diantaranya :
1. Faktor Genetik dan Keluarga
Predisposisi genetik adalah variabel etiologi yang paling sering didukung. Satu ulasan
menemukan bahwa ketika kedua orang tua memiliki riwayat enuretik ketika anak-anak,
keturunan mereka memiliki risiko 77 persen memiliki enuresis nokturnal. Risiko menurun
menjadi 43 persen ketika salah satu orang tua menjadi enuretik saat masih anak-anak, dan
menjadi 15 persen ketika kedua orang tua tidak memiliki perasaan enuretik. Investigasi
lain menemukan riwayat keluarga positif pada 65 hingga 85 persen anak-anak dengan
enuresis nokturnal. Jika ayah adalah anak yang enuretik, maka risiko relatif untuk bayi
adalah 7,1; jika ibu itu enuretik, risiko relatif adalah 5,2. Selain itu, kromosom tertentu
6
(5, 13, 12, dan 22) telah terlibat dalam enuresis nokturnal. Faktor-faktor sosial yang telah
ditemukan tidak memiliki hubungan dengan pencapaian kontinensi termasuk latar
belakang sosial, peristiwa kehidupan yang menekan, dan jumlah perubahan dalam
konstelasi atau tempat tinggal keluarga.
2. Faktor Psikologis
Nocturnal enuresis pernah dianggap sebagai kondisi psikologis. Sekarang tampak bahwa
masalah psikologis adalah hasil dari enuresis dan bukan penyebabnya. Anak-anak dengan
enuresis nokturnal belum ditemukan memiliki peningkatan insiden masalah emosional.
Bagi kebanyakan anak, mengompol bukanlah tindakan pemberontakan.
3. Faktor Vesika Urinaria
Studi yang mencoba untuk menetapkan masalah kandung kemih sebagai penyebab
enuresis nokturnal telah kontradiktif. Pengujian urodinamik ekstensif telah menunjukkan
bahwa fungsi kandung kemih jatuh dalam kisaran normal pada anak-anak dengan enuresis
nokturnal. Namun, satu penyelidikan menemukan bahwa sementara kapasitas kandung
kemih yang nyata identik pada anak-anak dengan dan tanpa enuresis nokturnal, kapasitas
kandung kemih fungsional mungkin kurang pada mereka dengan enuresis. Tidak ada
korelasi yang ditemukan antara stenosis uretra atau meatus dan mengompol. Selanjutnya,
kelainan kongenital, struktural, atau anatomi jarang hadir hanya sebagai enuresis.
4. Hormon Vasopresin
Telah dipostulasikan bahwa perkembangan normal mungkin termasuk pembentukan ritme
sirkadian dalam sekresi vasopresin arginin, hormon antidiuretik. Kenaikan nokturnal pada
hormon ini akan menurunkan jumlah urin yang diproduksi pada malam hari. Bisa jadi
anak-anak dengan enuresis nokturnal mengalami keterlambatan dalam mencapai
peningkatan sirkadian dalam hormon vasopresin dan dengan demikian, dapat
mengembangkan poliuria nokturnal. Poliuria nokturnal ini dapat mempengaruhi
kemampuan kandung kemih untuk menahan urin sampai pagi.
5. Faktor Tidur
Baik poliuria nokturnal maupun kapasitas kandung kemih fungsional yang berkurang
cukup menjelaskan mengapa anak-anak dengan enuresis nokturnal tidak bangun untuk
berkemih. Kontroversi telah ada selama bertahun-tahun tentang apakah enuresis
mencerminkan gangguan tidur. Dalam kebanyakan penelitian, electro encephalograms
tidur tidak menunjukkan perbedaan atau hanya perubahan spesifik pada anak-anak dengan
dan tanpa enuresis nokturnal. Ketika disurvei, orang tua secara konsisten mempertahankan
7
bahwa anak-anak mereka dengan enuresis nokturnal adalah "tidur nyenyak," dibandingkan
dengan anak- anak mereka yang tidak tidur.
Menurut Rosdahl dan Kowalski (2017: 1329) Pemeriksaan urologis lengkap sangat
penting dilakukan untuk mengungkap penyebab fisik, termasuk infeksi berat, trauma kandung
kemih, diabetes melitus, kapasitas kandung kemih kecil, stenosis meatus (penyempitan lubang
saluran kemih), atau spasme kandung kemih. Kemungkinan faktor fisik lain, yaitu anak tidak
mengosongkan kandung kemih secara sempurna saat berkemih, atau anak benar-benar “tukang
tidur yang sulit di bangunkan”. Jika tidak ditemukan penyebab fisik, tenaga kesehatan akan
mencari kemungkinan masalah emosi yang mendasari.
1.2.4 Tanda Dan Gejala Enuresis
Diagnosa dapat ditegakkan pada anak yang mengalami enuresis menurut DSM-IV
(American Psychiatric Assosiation, 1994) apabila :
1. Buang air kecil berulang pada siang dan malam hari di tempat tidur atau pada pakaian
2. Sebagian besar tidak sengaja, tetapi kadang-kadang disengaja. Sekurang-kurangnya terjadi
2 kali dalam 1 minggu selama lebih dari 3 bulan atau harus menyebabkan kesulitan yang
signifikan dibidang social, akademik dan fungsi lainnya.
3. Anak tersebut mencapai usia dimana berkemih secara normal seharusnya telah tercapai
yakni usia kronologis paling sedikit 5 tahun.
4. Tidak berhubungan dengan efek fisiologis dari suatu zat atau kondisi kesehatan secara
umum.
8
meragukan bahwa faktor-faktor tersebut adalah faktor penyebabnya. Orang tua
melaporkan bahwa anak-anak ini, tidur lebih pulas daripada anak-anak lainnya.
Namun, kedalaman tidur tidak teridentifikasi sebagai penyebab enuresis noktural.
1.2.6 Penatalaksanaan Medis
1. Desmopresin Acetat
Merupakan antidiuretik yang meningkatkan reabsorbsi air. Obat ini diberikan sebelum
tidur dengan cara disemprotkan ke hidung namun terdapat juga dalam sediaan oral tablet.
Meskipun begitu hanya 10% dari dosis semprotan hidung yang dapat diabsorbsi, dapat
diabsorbsi dengan cepat dan mencapai kadar maksimum didalam plasma 40 - 55 menit
setelah pemberian terapi. Durasi kerjanya 10 - 12 jam, dengan waktu paruh 4 - 6 jam.
Dosis yang diberikan dimulai dengan 20 mcg untuk sediaan semprot hidung (1 semprot
untuk setiap hidung) pada malam hari atau 0,2 mg untuk sediaan tablet. Desmopresin dapat
digunakan dalam mengurangi nocturnal enuresis sampai anak dapat menahan miksi, tidak
memiliki efek samping dan menunjukkan efek antienuretik yang signifikan. Tetapi
desmopresin kontra indikasi pada pasien dengan thrombotic thrombocytopenic purpura.
2. Imipramin
Merupakan obat antidepresan trisiklik yang diminum 25 mg sebelum makan malam.
Mekanisme kerjanya belum jelas, namun mempunyai efek signifikan pada saat tidur.
Respon klinis obat ini bergantung pada kadar plasma dalam darah, efek sampingnya
berupa toksik dan lethal overdosis bila digunakan dalam dosis besar. Efek samping yang
terjadi dapat berupa iritabilitas, penurunan nafsu makan, mual dan muntah.
3. Obat-Obat Parasimpatolitik
Seperti atropine atau Belladona berguna menurunkan tonus otot detrusor. Dapat juga
digunakan Methaline bromide 25-27 mg sebelum tidur.
4. Obat Simpatomimetik
Seperti dextroamphetamine sulfate 5-10 mg sebelum tidur. Obat-obatan ini tidak terlalu
berguna karena sebagian besar akan mengalami relaps saat penggunaan obat dihentikan.
1.2.7 Penatalaksanaan Keperawatan
1. Edukasi
Edukasi yang harus diberikan kepada orang tua adalah bahwa enuresis bukanlah suatu
penyakit, dan akan menghilang dengan sendirinya, 16% anak usia 5 tahun pernah
mengalami enuresis. Orang tua perlu memahami bahwa enuresis bukan merupakan
kesalahan anak dan tidak seharusnya anak dengan enuresis diberikan hukuman.
9
2. Perubahan kebiasaan
Yaitu mengurangi asupan air 2 jam sebelum tidur, mencegah mengkonsumsi minuman
berkafein, orang tua membangunkan anaknya pada malam hari untuk miksi denga cara
mengidupkan lampu atau mengusapkan handuk dingin diwajahnya, latihan menahan miksi
untuk memperbesar kapasitas kandung kemih agar waktu antara miksi menjadi lebih lama,
minta anak membantu membersihkan serta mengganti alas tempat tidurnya dan mengganti
piyama sendiri, serta memberi hadiah bila anak tidak mengompol.
3. Miksi sebelum tidur
Dimana anak diharuskan pergi ke toilet untuk buang air kecil sebelum tidur pada setiap
malamnya.
4. Menggunakan alarm
Yang dilakukan selama 4 - 6 minggu disertai dengan pemberian hadiah agar dapat lebih
efektif. Alarm dipasang sebelum tidur dan berbunyi atau bergetar saat miksi. Alarm terapi
dilakukan dengan alat sensor yang diletakkan dibawah celana dalam anak yang sedang
tidur. Apabila celana basah akibat urin yang keluar, sirkuit listrik menutup, menyebabkan
bel berbunyi dan membangunkan anak yang masih tidur. Berdasarkan metaanalisis dari 56
randomized trial (3257 anak), 60% anak tidak mengalami enuresis dibandingkan 4% anak
yang tidak diterapi dengan alarm terapi. Alarm terapi lebih efektif dibandingkan dengan
antidepresan trisiklik.
5. Psikoterapi
Dengan cara adanya konseling pada anak dan harus dijelaskan pada orang tua bahwa hal
ini akan berhenti dengan sendirinya dan agar lebih efektif dilakukan beberapa terapi, jadi
diharapkan agar orang tua tidak menghukum anak karena nocturnal enuresis akan
memperberat keadaan anak tersebut.
10
1.3 Analisis Jurnal
Pencarian literatur menggunakan databased Google Scholar kata kunci yang yang digunakan
“Enuresis”. Pencarian literatur didapatkan jurnal sebagai berikut. Lihat tabel 1.1
Tabel 1.1
Sampel
Desain Instr- Analisa
No Judul dan Teknik Variabel Hasil
Penelitian umen Data
Sampling
1 Pengaruh Pendekatan Teknik Pengaruh Kuisioner Uji statistik, Sebelum dilakukan toilet
Pelatihan eksperimen pengambilan toilet dan T-Test (Uji T training (Pre Test) rata-
Toilet dengan sampel training lembar berpasangan) rata kejadian enuresis
Training rancangan dengan total dan observasi yaitu dengan nokturnal cukup tinggi
Terhadap one grup sampling, enuresis . uji alternatif yaitu 1,90 (±0,305) atau
Enuresis pre and keseluruhan nokturnal uji Wilcoxon sedangkan setelah
Nocturnal post test populasi diberikan toilet training
Pada Anak design menjdi (Post Test) rata-rata
Usia Pra sampel kejadian enuresis
Sekolah di penelitian nokturnal mengalami
TK Tumbuh yang penurunan yaitu 1,13
Kembang berjumlah 30 (±0,346) dengan
Borong Raya orang tua perubahan rata-rata 737
Kota anak (±0,430), demikian pula
Makassar dengan tingkat
keberhasilan toilet
training sebelum
dilakukannya pelatihan
juga sangat rendah, yaitu
1.90 (±0,305) namun
setelah diberikan toilet
training keberhasilan
mengalami peningkatan
1.10 (±0,800), dengan
perubahan enuresis
nokturnal STD = 0,430
dan perubahan
keberhasilan Toilet
training STD = 0,407.
Berdasarkan hasil T.Test,
p-value = 0,000, dengan
demikian ada pengaruh
pelatihan toilet training
terhadap kejadian
enuresis nokturnal pada
anak usia prasekolah di
TK Tumbuh Kembang
Borong Raya Makassar.
11
BAB 2
3.1 Kasus
Seorang anak laki-laki bernama Nino berusia 9 tahun, tetapi msih mengompol tiap
malam hari. Ibu M sudah berkonsultasi ke dokter dan Nino dinyatakan tidak
mempunyai masalah dengan ginjalnya, bisa dikatakan ginjal Nino sehat. Sang ibu
selau mengingatkan Nino untuk tidak banyak minum pada sore hari dan buang air
kecil sebelum tidur. Latar belakang Nino adalah anak laki-laki satu-satunya. Nino
sulung dari 3 bersaudara. Ayah S adalah seorang bersifat keras dan mendisiplin
anaknya dengan tinggi. Bila Nino nakal dan tidak menurut, Nino akan dipukul sambil
dibentak-bentak. Bila sedang belajar dan Nino tidak bisa mengerjakan soal, ayahnya
akan memukul Nino. Nino tidak berani menangis karena apabila menangis ayahnya
akan bertambah marah.
3.2 Pengkajian Keperawatan Keluarga
3.2.1 Data Umum
Nama kepala keluarga : Tn. S
Alamat dan nomor telepon : Jl Manggis RT 003/ RW 006, Sarirejo
Komposisi keluarga :
No Nama Umur Jenis Hubungan Pendidika Status Keterangan
Anggota Kelamin Dengan n Imunisasi
Keluarga Keluarga Terakhir
1. Tn. S 45 Laki-laki Kepala D3 - Hipertensi
keluarga
(Suami/
Ayah)
2. Ny. M 40 Perempuan Istri/ Ibu SMA - Riwayat ISK
3. An. N 9 Laki-laki Anak SD - Enuresis
4 An. F 7 Perempuan Anak SD - Sehat
5 An. R 5 Perempuan Anak TK - Sehat
Genogram
Tn.S Ny.M
12
An.N An.F An.R
Keterangan :
: Laki-Laki
: Perempuan
: Garis Keturunan
: Tinggal Serumah
1. Tipe Bentuk Keluarga : Nuclear Family
2. Suku Bangsa : Jawa - Indonesia
3. Identifikasi Agama : Islam
4. Status Sosial Ekonomi Keluarga
a. Pekerjaan
Tn. S bekerja sebagai teknisi di suatu perusahaan, Ny. M sebagai ibu rumah tangga dan
membantu Tn. S berjualan dirumah.
b. Sarana ekonomi yang ada di wilayah keluarga
Tn. S dan Ny. M mengatakan hasil berdagang bisa mencukupi keluarga mereka, sementara
hasil penghasilan Tn.S digunakan untuk keperluan rumah lainnya.
c. Penghasilan rata – rata keluarga setiap bulan : Kurang lebih 3.500.000
d. Jaminan kesehatan di keluarga
Keluarga Tn S tidak memiliki JKN/BPJS/ asuransi kesehatan lainnya dikarenakan mereka
beranggapan bahwa pelayanan kesehatan tanpa asuransi kesehatan lebih cepat dibandingkan
dengan menggunakan asuransi kesehatan.
13
Keluarga Tn. S jarang berinteraksi dengan tetangga jika tidak ada hal penting, karena keluarga
berpendapat bahwa hanya akan bergunjing saja dan menambah dosa. Keluarga Tn S sering
berkumpul dengan keluarga mereka yang lainnya. Keluarga bisa berekreasi ketika ada waktu
luang bersama. Jika tidak mereka menghibur diri dengan menonton TV.
15
Tn S sebelum menikah tinggal di rumah orang tuanya yang masih berada disekitar lingkungan
rumah sekarang. Ny. M sebelum menikah tinggal di rumah orang tuanya yang masih berada
disekitar lingkungan rumah sekarang.
b. Transportasi apa yang digunakan untuk melakukan aktivitas sehari – hari ? Semua anggota
keluarga menggunakan Sepeda motor.
4. Interaksi keluarga dengan masyarakat
a. Apakah dalam keluarga besar ada perkumpulan keluarga dalam periode tertentu ? Setiap sore
sekitar pukul 5 keluarga menyempatkan waktu untuk bercengkrama. Tidak ada perkumpulan
keluarga tertentu.
b. Apakah keluarga ikut dalam kegiatan dimasyarakat ?
Keluarga Tn S semua terlibat dalam kegiatan kemasyarakatan. Selain itu, keluarga Tn.S Selalu
menghadiri undangan kegiatan ataupun acara masyarakat setempat
16
a. Sejauh mana keluarga mengetahui kebutuhan anggota keluarga masing – masing ? Tn. S
mengatakan anggota keluarganya bisa mengerti kebutuhan masing masing anggota keluarga.
b. Bagaimana perhatian antar anggota keluarga dan apakah mereka saling mendukung ? Tn.S
mengatakan istri dan anak-anaknya saling perhatian, ketika ada yang memiliki masalah,
banyak kerjaan, ataupun sedang sakit seluruh anggota keluarganya saling membantu, dan
memberikan perhatian serta kasih sayang lebih.
c. Apakah antar anggota anggota keluarga akrab?
Tn. S mengatakan bahwa istri dan anak anaknya juga menantunya saling akrab satu sama lain.
Fungsi sosialisasi
a. Apakah anggota keluarga aktif mengikuti sosialisasi dimasyarakat ? Tn. Mmengatakan bahwa
Ny M selalu mengikuti kegiatan social seperti PKK, pengajian bulanan. Tn S sendiri mengikuti
pengajian RT dan RW. Ny M sebelum menikah aktif di perkumpulan remaja, setelah menikah
ikut dalam pengajian bulan.
b. Apakah setiap anggota keluarga mempunyai hubungan yang baik dengan masyarakat sekitar ?
Ny M mengatakan keluarganya secara keseluruhan menjalin hubungan yang baik dengan
masyarakat sekitar, namun mereka beranggapan ada beberapa orang yang memang tidak
menyukai keluarganya namun mereka membiarkan hal itu, mereka tidak menghiraukan hal
tersebut.
Fungsi perawatan kesehatan (mengenali masalah kesehatan yang dialami)
a. Apakah Tn. S dan keluarga sudah mengetahui tentang masalah kesehatan yang dialami saat ini
? Tn. S mengatakan keluarga sudah saling mengetahui masalah kesehatan yang terjadi pada
semua anggota keluarga. Begitupun dengan pengobatannya.
b. Jika ada anggota keluarga yang sakit, apakah keluarga segera membawa ke pelayanan
kesehatan ? Tn. S mengatakan jika angota keluarganya sakit biasanya diusahakan untuk
diobati dengan cara mengunjungi ke dokter daerah setempat ataupun RS terdekat.
c. Bagaimana tanggapan anggota keluarga apabila ada anggota keluarga yang sakit ? Tn. S
mengatakan tanggapan anggota keluarga apabila ada keluarga yang sakit langsung
mengusahakan kesembuhan anggota keluarga tersebut.
d. Siapakah yang merawat apabila ada anggota keluarga yang sakit ?Tn. S mengatakan jika ada
anggota keluarga yang sakit yang merawat yaitu bergantian, namun yang lebih sering adalah
Ny. M, karena ketekunan yang dimiliki Ny M.
17
2. Strategi koping keluarga :Tn. S mengatakan strategi koping keluarga baik. Selalu mengharapkan
adanya petunjuk dan mengharapkan ridhlo Allah dalam segala kejadian maupun masalah yang
terjadi.
3. Adaptasi keluarga :Tn. S mengatakan adaptasi keluarga baik
4. Melacak Stessor, Koping, Adaptasi Sepanjang waktu
5. Jika ada suatu masalah, Keluarga Tn S berharap atas penyelesaian dengan senantiasa memohon
petunjuk dari Allah SWT.
21
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Enuresis adalah ketidakmampuan mengontrol buang air kecil dimana seseorang seharusnya
pada usia yang diharapkan sudah dapat menahan urin (usia 5 tahun atau lebih). Enuresis adalah
pengeluaran urin secara involunter dan berulang yang terjadi pada usia yang diharapkan dapat
mengontrol proses buang air kecil, tanpa kelainan fisik yang mendasari (Soetjiningsih, 2017:
372). Diperkuat oleh (Newel & Meadow, 2003 dalam Permatasari 2018: 284) bahwa enuresis
berlangsung melalui proses berkemih yang normal (normal voiding), tetapi pada tempat dan waktu
22
yang tidak tepat yaitu berkemih di tempat tidur atau menyebabkan pakaian basah dan dapat terjadi
saat tidur malam hari (enuresis nocturnal), siang hari (enuresis diurnal) ataupun pada siang dan
malam hari.
3.2 Saran
Adapun saran yang dapat kelompok sampaikan bagi pembaca khususnya mahasiswa/i
keperawatan, hendaknya dapat menguasai konsep asuhan keperawatan keluarga pada pasien
enuresis dan memberikan asuhan keperawatan keluarga dengan benar dan tepat sehingga dapat
sesuai dengan evaluasi yang diharapkan.
DAFTAR PUSTAKA
Greydanus, D. E., Feinberg, A. N. and Feucht, C. (2015) ‘Enuresis’, in Chronic Disease and
Disability: The Pediatric Kidney. doi: 10.3329/jpsb.v3i2.23917.
24