Anda di halaman 1dari 116

PEMERINTAH KABUPATEN NAGEKEO

DINAS KESEHATAN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AERAMO
Jln. Prof. W.Z. Yohanes Kode Pos 86472
Email : rsdaeramo2017@gmail.com
MBAY

KEPUTUSAN DIREKTUR RSUD AERAMO


NOMOR : 445/RSUD AERAMO/ SK/ 96 / 04/2023
TENTANG
PEDOMAN PERBAIKAN MUTU DAN KESELAMATAN PASIEN
SERTA MANAJEMEN RISIKO

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


DIREKTUR RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AERAMO,

Menimbang : a. bahwa Rumah Sakit Umum Daerah Aeramo perlu


melakukan upaya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien serta manajemen risiko sesuai dengan standar
akreditasi rumah sakit dari Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia;
b. bahwa untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien serta
manajemen risiko di lingkungan RSUD Aeramo perlu upaya
dan partisipasi yang digerakkan oleh Direktur dan pengelola
rumah sakit secara berkesinambungan;
c. bahwa sesuai pertimbangan dalam huruf a, dan huruf b
maka Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Aeramo perlu
mengeluarkan ketetapan tentang Pedoman Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien serta manajemen risiko RS;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah
Sakit;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129 tahun 2008

i
tentang Standar Pelayanan Minimal;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2017 Tentang Keselamatan Pasien
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2017 Tentang Akreditasi Rumah Sakit;
7.Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1128 Tahun 2022 Tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR RUMAH SAKIT DAERAH AERAMO
TENTANG PENETAPAN PEDOMAN PENINGKATAN MUTU
DAN KESELAMATAN PASIEN SERTA MANAJEMEN RISIKO
RUMAH SAKIT
KESATU : Penetapan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien serta Manajemen Risiko Rumah Sakit sebagaimana
dimaksud dalam ketetapan diatas tercantum dalam
Lampiran keputusan ini ini.
KEDUA : Pedoman ini menjadi acuan bagi rumah sakit untuk
melaksanakan Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
serta Manajemen Risiko Rumah Sakit.
KETIGA : Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal di tetapkan dan
apabila di kemudian hari terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini, akan diadakan perbaikan sebagaimana
mestinya.

Ditetapkan di Aeramo
Tanggal 15 Maret 2023
Direktur RSUD Aeramo

Dr. Chandrawati
Pembina-IV/a
NIP. 19760823 2009 04 2 001

LAMPIRAN
ii
NOMOR : 445/RSUD.AERAMO/ SK/96 /04/2023
TANGGAL : 15 Maret 2023
TENTANG :

PEDOMAN PENINGKATAN MUTU


DAN KESELAMATAN PASIEN SERTA MANAJEMEN RISIKO RUMAH SAKIT
UMUM DAERAH AERAMO

DAFTAR ISI
Judul
Kata Pengantar
Daftar Isi
Kebijakan PMKP
BAB I...................................................................................................................…. 1
PENDAHULUAN
BAB II...................................................................................................................… 4
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT
BAB III....................................................................................................................8
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RSUD AERAMO
BAB IV.................................................................................................................. 17
TUJUAN PMKPMR
BAB V.................................................................................................................... 18
KEBIJAKAN
BAB VI ……………………………………………………………………………………………….. 29
MONITORING DAN EVALUASI
BAB VII………………………………………………………………………………………………...31
PENINGKATAN MUTU
BAB VIII………………………………………………………………………………………………..48
KESELAMATAN PASIEN
BAB IX ……………………………………………………………………………………………..….75
PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN (IKP)
BAB X…………………………………………………………………………………………..………96
MANAJEMEN RESIKO
BAB XI …………………………………………………………………………………………………115
PENUTUP

iii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmatnya Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta
Manajemen Risiko (PMKPMR) dapat diselesaikan dengan tepat waktu sesuai
dengan kubutuhan Rumah Sakit Umum Daerah Aeramo.
Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta Manajemen
Risiko (PMKPMR) ini yang mulai dipergunakan pada tahun 2023 meliputi sasaran
keselamatan pasien, standar pelayanan berfokus pasien, standar manajemen
rumah sakit, program nasional dan Integrasi pendidikan kesehatan dalam
pelayanan di rumah sakit. Mutu dan keselamatan pasien sebenarnya sudah ada
(tertanam) dalam kegiatan pekerjaan sehari-hari dari tenaga kesehatan
profesional dan tenaga lainnya.
Keselamatan pasien rumah sakit adalah suatu sistem dimana rumah sakit
membuat asuhan pasien lebih aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi
dan pengelolaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan
analisis insiden, kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat melaksanakan suatu
tindakan atau tidak mengambil tindakan yang seharusnya diambil. Semoga
dengan dipergunakan Pedoman Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta
Manajemen Risiko (PMKPMR) ini, mutu pelayanan dan keselamatan pasien
rumah sakit Daerah Aeramo dapat lebih baik.

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Rumah sakit merupakan institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan secara
paripurna (Promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif) yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat (UU
RI No. 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit).
Berdasarkan UU RI No. 44 tahun 2009 tentang rumah sakit,
pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan mempermudah
akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat,
lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit;
meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah
sakit; dan memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat,
sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah Sakit.
Seperti tercantum dalam Buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu
Pelayanan Rumah Sakit Departemen Kesehatan RI tahun 1994, definisi
Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit adalah : Keseluruhan
upaya dan kegiatan yang komprehensif dan integratif yang menyangkut
struktur, proses dan outcome secara obyektif, sistematik dan berlanjut
memantau dan menilai mutu dan kewajaran pelayanan terhadap pasien,
menggunakan peluang untuk meningkatkan pelayanan pasien, dan
memecahkan masalah – masalah yang terungkap sehingga pelayanan
yang diberikan dirumah sakit berdaya guna dan berhasil guna.
Jika definisi itu diterapkan di rumah sakit, maka dapat dibuat
rumusan sebagai berikut: Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan
Pasien serta Manajemen Risiko adalah : Kegiatan yang dilakukan untuk
meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit dan keselamatan pasien

1
secara terus menerus, melalui pemantauan, analisa dan tindak lanjut
adanya penyimpangan dari standar yang ditentukan.
Upaya Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
serta Manajemen Risiko yang dilaksanakan Rumah Sakit Umum Daerah
Aeramo berorientasi pada Visi, Misi, Tujuan serta nilai – nilai dan Moto
yang merupakan bagian dari Renstra Rumah Sakit, hal ini tertuang
dalam program kegiatan PMKPMR. Melalui penetapan Pedoman
Peningkatan Mutu & Keselamatan Pasien serta Manajemen Risiko ini,
diharapkan dapat mempertahankan dan meningkatan mutu RS.
Tujuan Pembangunan Kesehatan adalah tercapainya kemampuan
untuk hidup sehat bagi setiap penduduk agar dapat mewujudkan
derajat kesehatan masyarakat yang optimal, sebagai salah satu unsur
kesejahteraan umum dari Tujuan Nasional. Untuk itu perlu ditingkatkan
upaya guna memperluas dan mendekatkan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat dengan mutu yang baik dan biaya yang terjangkau.
Pelayanan kesehatan yang baik dan bermutu itu sendiri
merupakan salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang,
termasuk pelayanan di rumah sakit. Pendekatan mutu yang ada saat ini
berorientasi pada kepuasan pelanggan atau pasien. Salah satu faktor
kunci sukses pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah dengan
mengembangkan mutu pelayanan klinis sebagai inti pelayanan (Wijono,
2000).
Selain itu dengan semakin meningkatnya pendidikan dan keadaan
sosial ekonomi masyarakat, maka sistem nilai dan orientasi dalam
masyarakatpun mulai berubah. Masyarakat mulai cenderung menuntut
pelayanan umum yang lebih baik, lebih ramah dan lebih bermutu
termasuk pelayanan kesehatan. Dengan semakin meningkatnya
tuntutan masyarakat akan mutu pelayanan Rumah Sakit maka fungsi
pelayanan RSUD Aeramo secara bertahap perlu terus ditingkatkan agar
menjadi lebih efektif dan efisien serta memberi kepuasan kepada pasien,

2
keluarga maupun masyarakat.
Agar upaya peningkatan mutu pelayanan RSUD Aeramo dapat
seperti yang diharapkan maka perlu disusun Pedoman Upaya
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta Manajemen Risiko
Pelayanan RSUD AERAMO. Buku panduan tersebut merupakan konsep
dan program peningkatan mutu pelayanan RSUD Aeramo yang disusun
sebagai acuan bagi pengelola RSUD Aeramo dalam melaksanakan upaya
peningkatan mutu pelayanan Rumah Sakit. Dalam buku panduan ini
diuraikan tentang prinsip upaya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien serta manajemen risiko, langkah-langkah pelaksanaannya dan
dilengkapi dengan indikator mutu.

B. TUJUAN
Adapun maksud penyusunan pedoman agar tersedianya acuan
atau panduan bagi rumah sakit dalam melaksanakan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengendalian serta pengawasan dan
pertanggungjawaban penyelenggaraan mutu pelayanan rumah sakit.
Pedoman ini disusun dengan tujuan untuk meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan di rumah sakit secara efektif, efisien dan
berkesinambungan serta tersusunnya sistem monitoring pelayanan
rumah sakit melalui indikator mutu pelayanan.

3
BAB II
SEJARAH PERKEMBANGAN UPAYA PENINGKATAN
MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT

Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan sebenarnya bukanlah


hal yang baru. Pada tahun (1820–1910) Florence Nightingale seorang perawat
dari Inggris menekankan pada aspek-aspek keperawatan pada peningkatan
mutu pelayanan. Salah satu ajarannya yang terkenal sampai sekarang adalah
“hospital should do the patient no harm”, Rumah Sakit jangan sampai
merugikan atau mencelakakan pasien.
Pada akhir tahun 1960 JCAH tidak lagi hanya menentukan syarat
minimal dan essensial untuk mengatasi kelemahan-kelemahan yang ada di
Rumah Sakit, namun telah memacu Rumah Sakit agar memberikan mutu
pelayanan yang setinggi-tingginya sesuai dengan sumber daya yang ada.
Untuk memenuhi tuntutan yang baru ini antara tahun 1953-1965 standar
akreditasi direvisi enam kali, selanjutnya beberapa tahun sekali diadakan
revisi. Atas keberhasilan JCAH dalam meningkatkan mutu pelayanan,
Pemerintah Federal memberi pengakuan tertinggi dalam mengundangkan
“Medicare Act”. Undang-undang ini mengabsahkan akreditasi Rumah Sakit
menurut standar yang ditentukan oleh JCAH. Sejak saat itu Rumah Sakit
yang tidak diakreditasi oleh JCAH tidak dapat ikut program asuransi
kesehatan pemerintah federal (medicare), padahal asuransi di Amerika sangat
menentukan utilisasi Rumah Sakit karena hanya 9,3% biaya Rumah Sakit
berasal dari pembayaran langsung oleh pasien.
Di Australia, Australian Council on Hospital Standards (ACHS) didirikan
dengan susah payah pada tahun 1971, namun sampai tahun 1981 badan ini
baru berhasil beroperasi dalam 3 Negara bagian. Tetapi lambat laun ACHS
dapat diterima kehadirannya dan diakui manfaatnya dalam upaya
peningkatan mutu pelayanan sehingga sekarang kegiatan ACHS telah

4
mencakup semua negara bagian. Pelaksanaan peningkatan mutu di Australia
pada dasarnya hampir sama dengan di Amerika.
Di Eropa Barat perhatian terhadap peningkatan mutu pelayanan sangat
tinggi, namun masalah itu tetap merupakan hal baru dengan konsepsi yang
masih agak kabur bagi kebanyakan tenaga profesi kesehatan. Sedangkan
pendekatan secara Amerika sukar diterapkan karena perbedaan sistem
kesehatan di masing-masing negara di Eropa. Karena itu kantor Regional WHO
untuk Eropa pada awal tahun 1980-an mengambil inisiatif untuk membantu
negara-negara Eropa mengembangkan pendekatan peningkatan mutu
pelayanan disesuaikan dengan sistem pelayanan kesehatan masing-masing.
Pada tahun 1982 kantor regional tersebut telah menerbitkan buku
tentang upaya meningkatkan mutu dan penyelenggaraan simposium di
Utrecht, negeri Belanda tentang metodologi peningkatan mutu pelayanan.
Dalam bulan Mei 1983 di Barcelona, Spanyol suatu kelompok kerja yang
dibentuk oleh WHO telah mengadakan pertemuan untuk mempelajari
peningkatan mutu khusus untuk Eropa.
Walaupun secara regional WHO telah melakukan berbagai upaya,
namun pada simposium peningkatan mutu pada bulan Mei 1989 terdapat
kesan bahwa secara nasional upaya peningkatan mutu di berbagai negara
Eropa Barat masih pada perkembangan awal.
Di Asia, negara pertama yang sudah mempunyai program peningkatan
mutu dan akreditasi Rumah Sakit secara nasional adalah Taiwan. Negara ini
banyak menerapkan metodologi dari Amerika. Sedangkan Malaysia
mengembangkan peningkatan mutu pelayanan dengan bantuan konsultan
ahli dari Negeri Belanda,
Di Indonesia langkah awal yang sangat mendasar dan terarah yang telah
dilakukan Departemen Kesehatan dalam rangka upaya peningkatan mutu
yaitu penetapan kelas Rumah Sakit pemerintah melalui Surat Keputusan
Menteri Kesehatan No.033/Birhup/1972. Secara umum telah ditetapkan
beberapa kriteria untuk tiap kelas Rumah Sakit A,B,C, an D. Kriteria ini

5
kemudian berkembang menjadi standar-standar. Kemudian dari tahun ke
tahun disusun berbagai standar baik menyangkut pelayanan, ketenagaan,
sarana dan prasarana untuk masing-masing kelas Rumah Sakit. Disamping
standar, Departemen Kesehatan juga mengeluarkan berbagai panduan dalam
rangka meningkatkan penampilan pelayanan Rumah Sakit.
Sejak tahun 1984 Departemen Kesehatan telah mengembangkan
berbagai indikator untuk mengukur dan mengevaluasi penampilan
(performance) Rumah Sakit pemerintah kelas C dan Rumah Sakit swasta
setara yaitu dalam rangka Hari Kesehatan Nasional. Indikator ini setiap dua
tahun ditinjau kembali dan disempurnakan. Evaluasi penampilan untuk
tahun 1991 telah dilengkapi dengan indikator kebersihan dan ketertiban
Rumah Sakit dan yang dievaluasi selain kelas C juga kelas D dan kelas B serta
Rumah Sakit swasta setara. Sedangkan evaluasi penampilan tahun 1992 telah
dilengkapi pula dengan instrumen mengukur kemampuan pelayanan. Evaluasi
penampilan Rumah Sakit ini merupakan langkah awal dari Konsep
Continuous Quality Improvement (CQI). Berbeda dengan konsep QA
tradisional dimana dalam monitor dan evaluasi dititik beratkan kepada
pencapaian standar, maka pada CQI fokus lebih diarahkan kepada
penampilan organisasi melalui penilaian pemilik, manajemen, klinik dan
pelayanan penunjang. Perbedaan yang sangat mendasar yaitu keterlibatan
seluruh karyawan.
Selain itu secara sendiri-sendiri beberapa Rumah Sakit telah
mengadakan monitoring dan evaluasi mutu pelayanan Rumah Sakitnya. Pada
tahun 1981 RS Gatot Subroto telah melakukan kegiatan penilaian mutu yang
berdasarkan atas derajat kepuasan pasien. Kemudian Rumah Sakit Husada
pada tahun 1984 melakukan kegiatan yang sama. Rumah Sakit Adi Husada
di Surabaya membuat penilaian mutu atas dasar penilaian perilaku dan
penampilan kerja perawat. Rumah Sakit Dr. Soetomo Surabaya menilai mutu
melalui penilaian infeksi nosokomial sebagai salah satu indikator mutu
pelayanan. Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan upaya

6
penggunaan obat secara rasional. Rumah Sakit Islam Jakarta pernah
menggunakan pengendalian mutu terpadu (TQC) dan Gugus Kendali Mutu
(Quality Control Circle = QCC). Beberapa Rumah Sakit lainnya juga telah
mencoba menerapkan Gugus Kendali Mutu, walaupun hasilnya belum ada
yang dilaporkan.
Sejalan dengan hal di atas maka Departemen Kesehatan telah
mengadakan Pelatihan Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit pada
beberapa Rumah Sakit. Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa
kesadaran untuk meningkatkan mutu sudah cukup meluas walaupun dalam
penerapannya sering ada perbedaan.

7
BAB III
KONSEP DASAR UPAYA PENINGKATAN MUTU
PELAYANAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AERAMO

Mutu pelayanan rumah sakit merupakan derajat kesempurnaan


pelayanan rumah sakit untuk memenuhi kebutuhan masyarakat konsumen
akan pelayanan kesehatan yang sesuai dengan standar profesi dan standar
pelayanan dengan menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di Rumah
sakit secara wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan
memuaskan sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosiobudaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan konsumen.
Agar upaya peningkatan mutu didapat dilaksanakan secara efektif dan efisien
maka diperlukan adanya kesatuan bahasa tentang konsep dasar upaya
peningkatan mutu pelayanan.

A. MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AERAMO


1. Pengertian mutu
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa
pengertian yang secara sederhana melukiskan apa hakekat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa.
b. Mutu adalah expertise, atau keahlian dan keterikatan (commitment)
yang selalu dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan.
2. Definisi Mutu Pelayanan
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara
wajar, efisien dan efektif serta diberikan secara aman dan memuaskan
sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosio budaya dengan

8
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan dan masyarakat
konsumen.
3. Pihak yang Berkepentingan dengan Mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu, yaitu:
a. Konsumen
b. Pembayar/perusahaan/asuransi
c. Manajemen
d. Karyawan
e. Masyarakat
f. Pemerintah
g. Ikatan profesi
Setiap kepentingan yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah
multidimensional.
4. Dimensi Mutu
Dimensi atau aspeknya adalah:
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan Pasien
d. Kepuasan Pasien
e. Aspek Sosial Budaya
5. Mutu Terkait dengan Struktur, Proses, Outcome
Mutu pelayanan suatu rumah sakit merupakan produk akhir dari
interaksi dan ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau
aspek rumah sakit sebagai suatu system. Menurut Donabedian,
pengukuran mutu pelayanan kesehatan dapat diukur dengan
menggunkan 3 variabel:
1. Struktur, segala sumber daya yang diperlukan untuk melakukan
pelayanan kesehatan seperti: tenaga, dana, obat, fasilitas, peralatan,

9
teknologi, organisasi, dan lain-lain. Pelayanan kesehatan yang
bermutu memerlukan dukungan input yang bermutu pula.
2. Proses intetraksi profesional antara pemberi pelayanan dengan
konsumen (pasien). Adalah apa yang dilakukan oleh dokter dan
tenaga profesi lain terhadap pasien: evaluasi, diagnosis, perawatan,
konseling, pengobatan, tindakan, penanganan jika terjadi penyulit,
follow up. Pendekatan proses adalah pendekatan paling langsung
terhadap mutu asuhan.
3. Hasil/Outcome,adalah hasil pelayanan kesehatan, merupakan
perubahan yang terjadi pada konsumen (pasien), termasuk kepuasan
dari konsumen tersebut. Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan
dokter dan tenaga profesi lain terhadap pasien dalam arti perubahan
derajat kesehatan dan kepuasan terhadap provider.Outcome yang
baik sebagian besar tergantung kepada mutu struktur dan mutu
proses yang baik. Sebaliknya outcome yang buruk adalah kelanjutan
struktur atau proses yang buruk.
Rumah Sakit Umum Daerah Aeramo adalah suatu institusi
pelayanan kesehatan yang kompleks. Kompleksitas ini muncul karena
pelayanan di RSUD Aeramo menyangkut berbagai fungsi pelayanan, serta
mencakup berbagai tingkatan maupun jenis disiplin. Agar RSUD Aeramo
mampu melaksanakan fungsi yang demikian kompleks, harus memiliki
sumber daya manusia yang profesional baik di bidang teknis medis
maupun administrasi kesehatan. Untuk menjaga dan meningkatkan mutu,
RSUD Aeramo harus mempunyai suatu ukuran yang menjamin
peningkatan mutu di semua tingkatan.
Pengukuran mutu pelayanan kesehatan RSUD Aeramo diawali
dengan penilaian akreditasi RSUD Aeramo yang mengukur dan
memecahkan masalah pada tingkat input dan proses. Pada kegiatan ini
RSUD Aeramo harus menetapkan standar input, proses, output, dan
outcome, serta membakukan seluruh standar prosedur yang telah

10
ditetapkan. RSUD Aeramo dipacu untuk dapat menilai diri (self assesment)
dan memberikan pelayanan sesuai dengan ketentuan yang telah
ditetapkan. Sebagai kelanjutan untuk mengukur hasil kerjanya perlu ada
latar ukur yang lain, yaitu instrumen mutu pelayanan RSUD Aeramo yang
menilai dan memecahkan masalah pada hasil (output dan outcome). Tanpa
mengukur hasil kinerja RSUD Aeramo tidak dapat diketahui apakah input
dan proses yang baik telah menghasilkan output yang baik pula. Indikator
RSUD Aeramo disusun dengan tujuan untuk dapat mengukur kinerja
mutu RSUD Aeramo secara nyata.

B. UPAYA PENINGKATAN MUTU PELAYANAN RUMAH SAKIT UMUM DAERAH


AERAMO
Upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan dapat diartikan
keseluruhan upaya dan kegiatan secara komprehensif dan integratif
memantau dan menilai mutu pelayanan, memecahkan masalah-masalah
yang ada dan mencari jalan keluarnya, sehingga mutu pelayanan akan
menjadi lebih baik. Di rumah sakit upaya peningkatan mutu pelayanan
adalah kegiatan yang bertujuan memberikan asuhan atau pelayanan
sebaik-baiknya kepada pasien. Upaya peningkatan mutu pelayanan akan
sangat berarti dan efektif bilamana upaya peningkatan mutu menjadi
tujuan sehari-hari dari setiap unsur di termasuk pimpinan, pelaksana
pelayanan langsung dan staf penunjang.
Upaya peningkatan mutu termasuk kegiatan yang melibatkan mutu
asuhan atau pelayanan dengan penggunaan sumber daya secara tepat dan
efisien. Walaupun disadari bahwa mutu memerlukan biaya, tetapi tidak
berarti mutu yang lebih baik selalu memerlukan biaya lebih banyak atau
mutu rendah biayanya lebih sedikit.

11
Berdasarkan hal di atas maka disusunlah definisi dan tujuan dari upaya
peningkatan mutu pelayanan:
1. Definisi Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan
Adalah keseluruhan upaya dan kegiatan yang komprehensif dan
integratif yang menyangkut input, proses dan output secara objektif,
sistematik dan berlanjut memantau dan menilai mutu dan kewajaran
pelayanan terhadap pasien, dan memecahkan masalah-masalah yang
terungkapkan sehingga pelayanan yang diberikan di berdaya guna dan
berhasil guna.
2. Tujuan Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan
Umum:
Meningkatkan pelayanan kesehatan melalui upaya peningkatan mutu
pelayanan secara efektif dan efisien agar tercapai derajat kesehatan yang
optimal.
Khusus:
Tercapainya peningkatan mutu pelayanan melalui:
a. Optimasi tenaga, sarana, dan prasarana.
b. Pemberian pelayanan sesuai dengan standar profesi dan
standar pelayanan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan
terpadu sesuai dengan kebutuhan pasien.
c. Pemanfaatan teknologi tepat guna, hasil penelitian dan
pengembangan pelayanan kesehatan.
3. Indikator mutu
Indikator mutu rumah sakit meliputi indikator klinik, indikator yang
berorientasi pada waktu dan indikator ratio yang berdasarkan pada
efektifitas (effectivenes), efisiensi (efficiency), keselamatan (safety) dan
kelayakan (appropriateness).
4. Strategi
Untuk meningkatkan mutu pelayanan kesehatan maka disusunlah
strategi sebagai berikut:

12
a. Setiap petugas harus memahami dan menghayati konsep dasar
dan prinsip mutu pelayanan sehingga dapat menerapkan langkah-
langkah upaya peningkatan mutu di masing-masing unit kerjanya.
b. Memberi prioritas kepada peningkatan kompetensi sumber daya
manusia di RSUD Aeramo, serta upaya meningkatkan
kesejahteraan karyawan.
c. Menciptakan budaya mutu di RSUD Aeramo, termasuk di dalam-
nya menyusun program mutu dengan pendekatan PDSA cycle.
5. Pendekatan Pemecahan Masalah
Pendekatan pemecahan masalah merupakan suatu proses siklus (daur)
yang berkesinambungan. Langkah pertama dalam proses siklus ini
adalah identifikasi masalah. Identifikasi masalah merupakan bagian
sangat penting dari seluruh proses siklus (daur), karena akan
menentukan kegiatan-kegiatan selanjutnya dari pendekatan pemecahan
masalah ini.
Masalah akan timbul apabila:
a. Hasil yang dicapai dibandingkan dengan standar yang ada terdapat
penyimpangan
b. Merasa tidak puas akan penyimpangan tersebut.
c. Merasa bertanggung jawab atas penyimpangan tersebut.
Dengan telah jelasnya cara memecahkan masalah maka bisa dilakukan
tindakan perbaikan. Namun agar pemecahan masalah bisa tuntas,
setelah diadakan tindakan perbaikan perlu dinilai kembali apakah
masih ada yang tertinggal. Dari penilaian kembali maka akan
didapatkan masalah yang telah terpecahkan dan masalah yang masih
tetap merupakan masalah sehingga proses siklus akan berulang mulai
tahap pertama.

13
GAMBARAN UMUM

A. VISI DAN MISI


2.1. Visi
Visi berkaitan dengan pandangan ke depan menyangkut ke mana
instansi pemerintah harus dibawa dan harus diarahkan agar dapat
berkarya secara konsisten dan tetap eksis, antisifatif, inovatif, serta
produktif. Visi adalah suatu gambaran tentang keadaan masa depan
yang bersisikan cita dan citra yang ingin diwujudkan instansi
pemerintah. Rumusan Visi RSUD Aeramo mencerminkan apa yang ingin
dicapai, memberikan arah dan fokus strategi yang jelas, memiliki
oreintasi terhadap masa depan sehingga jajaran harus berperan dalam
mendefinisikan dan membentuk organisasi Rumah Sakit mampu
menumbuhkan komitmen seluruh jajaran RSUD Aeramo serta mampu
menjamin keseimbangan kepemimpinan organisasi Rumah Sakit.
Berdasarkan VISI ini diharapkan mampu menarik komitmen dan
menggerakkan orang, menciptakan makna bagi kehidupan anggota
organisasi, menciptakan standar keunggulan dan menjembatani keadaan
sekarang dan keadaan masa depan. Visi RSUD Aeramo adalah
“Terwujudnya RSUD Aeramo dengan Pelayanan Prima dan Mandiri.”
2. Misi
Misi adalah sesuatu yang harus diemban atau dilaksanakan oleh instansi
pemerintah, sebagai penjabaran visi yang telah di tetapkan. Dengan
pernyataan misi diharapkan seluruh anggota organisasi dan pihak yang
berkepentingan dapat mengetahui dan mengenal keberadaan dan peran
instansi pemerintah dalam penyelenggaraan pemerintahan negara. Untuk
mencapai visi di atas maka RSUD Aeramo merumuskan misi sebagai
berikut :

14
Menjadikan manajemen RSUD Aeramo sebagai kekuatan untuk
mengoptimalkan pelayanan kesehatan.
a. Meningkatkan Kesejahteraan Karyawan.
b. Memberikan Pelayanan Kesehatan paripurna yang bermutu
c. Membangun sarana dan prasarana Rumah Sakit untuk
mengoptimalkan pelayanan kesehatan.
d. Meningkatkan kemampuan dan ketrampilan karyawan.
e. Mendorong penciptaan sinergi antara berbagai elemen untuk
pengembangan model kemitraan.

Tabel 1 : Sepuluh (10) Penyakit Terbanyak Pasien Rawat Inap Tahun


2022, sbb :
JUMLAH
NO JENIS PENYAKIT KET
KASUS
1 Pneumonia 696
2 Post Date 524
3 Anemia 478
4 KPD 326
5 Icterus Neonatorum 296
6 Gastritis 268
7 BBLR 256
8 Hipertensi 240
9 CHF 220
10 Riwayat SC 208
Sumber: Bagian Rekam Medik RSUD Aeramo,

15
Pemanfaatan RS
BOR (Bed Occupancy Ratio = Angka penggunaan tempat tidur)
BOR adalah prosentase pemakaian tempat tidur pada satuan
waktu tertentu. Indikator ini memberikan gambaran tinggi rendahnya
tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit. Nilai parameter BOR
yang ideal adalah antara 60-85%
Rumus :
BOR = (Jumlah hari perawatan rumah sakit / (Jumlah tempat tidur X
Jumlah hari dalam satu periode)) X 100%
AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien
dirawat)
AVLOS menurut Huffman (1994) adalah the average
hospitalization stay of inpatient discharged during the period under
consideration. AVLOS menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata
lama rawat seorang pasien. Indikator ini disamping memberikan
gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan gambaran mutu
pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat
dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum
nilai AVLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005).
Rumus: :
AVLOS = Jumlah lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup + mati)

16
BAB IV
TUJUAN PMKPMR

VISI
“Mutu pelayanan dan keselamatan pasien menjadi budaya kegiatan unit “
MISI
1. Program peningkatan mutu dan keselamatan pasien disusun dan
dilaksanakan di setiap unit kerja RSUD Aeramo
2. Menyediakan sarana dan prasarana sesuai kebutuhan
3. Terselenggaranya partisipasi dan dukungan dari pimpinan rumah sakit
4. Tersosialisasinya program peningkatan mutu dan keselamatan pasien
kepada staf

TUJUAN
Tujuan Umum :
Agar buku pedoman yang merupakan konsep dasar dan prinsip upaya
peningkatan mutu ini dapat digunakan oleh pimpinan dan pelaksana RSUD
Aeramo sebagai acuan dalam melaksanakan Upaya Peningkatan Mutu RSUD
Aeramo.
Tujuan Khusus :
1. Tercapainya satu pengertian tentang Upaya Peningkatan Mutu
Pelayanan dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
2. Adanya acuan dalam pelaksaan program Upaya Peningkatan Mutu
Pelayanan dan Keselamatan Pasien Rumah Sakit
3. Tercapainya budaya mutu dan keselamatan pasien diseluruh unit
kerja RSUD Aeramo
4. Adanya dukungan dari Pimpinan RSUD Aeramo

17
BAB V
PENGORGANISASIAN
1. Struktur Organisasi Komite PMKP

2. Uraian Organisasi Komite PMKPMR


A. Ketua Komite PMKPMR
1. Nama Jabatan : Ketua Komite PMKPMR
2. Pengertian : Seorang tenaga profesional yang diberi tugas tanggung
jawab dan wewenang dalam manajemen mutu, pengelolaan resiko
dan keselamatan pasien di RSUD Aeramo
3. Persyaratan dan Kualifikasi
a. Pendidikan Formal: S1.

18
b. Pendidikan Non Formal : Memiliki sertifikat Pelatihan
Manajemen Mutu dan pelatihan keselamatan pasien Rumah
Sakit yang di adakan KARS/ PERSI
c. Ketrampilan : Memiliki kemampuan kepemimpinan, inovatif,
komunikasi yang baik dan percaya diri
d. Berbadan sehat jasmani dan rohani
4. Uraian Tugas:
a) Sebagai motor penggerak penyusunan program PMKPMR rumah
sakit;
b) Melakukan monitoring dan memandu penerapan program
PMKPMR di unit kerja;
c) Membantu dan melakukan koordinasi dengan pimpinan unit
pelayanan dalam memilih prioritas perbaikan, pengukuran
mutu/indikator mutu, dan menindaklanjuti hasil capaian indikator
d) Melakukan koordinasi dan pengorganisasian pemilihan prioritas
program di tingkat unit kerja serta menggabungkan menjadi
prioritas rumah sakit secara keseluruhan. Prioritas program rumah
sakit ini harus terkoordinasi dengan baik dalam pelaksanaanya;
e) Menentukan profil indikator mutu, metode analisis, dan validasi
data dari data indikator mutu yang dikumpulkan dari seluruh unit
kerja di rumah sakit;
f) Menyusun formulir untuk mengumpulkan data, menentukan jenis
data, serta bagaimana alur data dan pelaporan dilaksanakan;
g) Menjalin komunikasi yang baik dengan semua pihak terkait serta
menyampaikan masalah terkait perlaksanaan program mutu dan
keselamatan pasien;
h) Terlibat secara penuh dalam kegiatan pendidikan dan pelatihan
PMKPMR;
i) Bertanggung jawab untuk mengomunikasikan masalah-masalah
mutu secara rutin kepada semua staf;

19
j) Menyusun regulasi terkait dengan pengawasan dan penerapan
program PMKPMR.
5. Tanggung jawab :
a. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien rumah sakit
b. Bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pelaksanaan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien kepada Direktur RSUD
Aeramo
c. Bertanggung jawab terhadap ketersediaan data dan informasi yang
berhubungan dengan mutu dan keselamatan pasien rumah sakit
d. Bertanggung jawab terhadap disiplin dan kinerja kerja staf di
Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
6. Wewenang:
a. Memerintahkan dan menugaskan staf dalam melaksanakan
Program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
b. Meminta laporan pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dari unit kerja terkait
c. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RS
terkait pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien
d. Memberikan pengarahan dalam hal penyusunan, pelaksanaan,
evaluasi, dan tindak lanjut rekomendasi dari program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien
e. Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan mutu dan
keselamatan pasien dari unit-unit kerja di lingkungan RS
f. Membuat usulan-usulan yang diperlukan kepada Kepala RSUD
Aeramo yang berkaitan dengan mutu Rumah Sakit.
g. Membuat prosedur yang berkaitan dengan mutu dan keselamatan
pasien Rumah Sakit
B. Sekretaris Komite PMKPMR

20
1. Nama Jabatan : Sekretaris Komite PMKPMR
2. Pengertian : Seorang tenaga profesional yang diberi tugas
tanggung jawab dan wewenang dalam:
a. Membantu ketua menyiapkan dan mengatur tugas Komite
PMKPMR agar dapat diselenggarakan dengan baik.
b. Untuk menunjang kelancaran administrasi Komite PMKPMR.
3. Persyaratan dan Kualifikasi
a. Pendidikan formal: Minimal D3
b. Pendidikan nonformal: Memiliki sertifikat Pelatihan Peningkatan
Mutu dan pelatihan keselamatan pasien Rumah Sakit
c. Ketrampilan:
Memiliki kemampuan operasional komputer, administrasi dan
komunikasi yang baik.
d. Berbadan sehat jasmani dan rohani
4. Uraian Tugas:
a. Menyelenggarakan kegiatan kesekretariatan Komite agar proses
berjalan lancar.
b. Mengelola kearsipan dan surat menyurat Komite .
c. Membuat laporan kegiatan Komite.
d. Membuat notulen setiap rapat Komite .
e. Memproduksi surat, undangan, konsep-konsep standar, Protap,
pedoman dan lain-lain sehubungan dengan kegiatan Komite .
f. Menginformasikan hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan
Komite sepengetahuan Ketua kepada seluruh anggota dan
berkolaborasi dengan Komite lainnya.
g. Melakukan komunikasi internal kepada unit kerja di lingkungan
RS
h. Mengkompilasi dan mengolah data-data yang behubungan dengan
mutu dan keselamatan pasien untuk menjadi bahan pelaporan
kerja PMKPMR.

21
i. Mengerjakan tugas – tugas administratif dan kesekretariatan
lainnya
5. Tanggung Jawab:
a. Bertanggung jawab terhadap kegiatan administratif di Komite
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
b. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang
berhubungan dengan mutu dan keselamatan pasien
c. Bertanggung jawab melaporkan hasil kegiatan administratif kepada
Ketua Komite Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
6. Wewenang:
a. Meminta laporan pelaksanaan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien dari unit kerja terkait
b.Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RS
terkait pelaksanaan program peningkatan mutu dan keselamatan
pasien
c.Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan mutu dan
keselamatan pasien dari unit-unit kerja di lingkungan RS

C. Koordinator Sub Peningkatan Mutu


1. Pengertian : Seorang tenaga profesional yang diberi tugas tanggung
jawab dan wewenang dalam manajemen mutu di rumah sakit
2. Persyaratan dan Kualifikasi
a. Pendidikan Formal: Minimal D3 medis.
b. Pendidikan Non Formal: Memiliki sertifikat Pelatihan Peningkatan
Mutu dan pelatihan keselamatan pasien Rumah Sakit
c. Ketrampilan: Memiliki kemampuan profesional, inovatif,
komunikasi yang baik dan percaya diri
d. Berbadan sehat jasmani dan rohani
3. Uraian Tugas:
a. Melaksanakan kegiatan program peningkatan mutu di RS

22
b. Menyusun panduan indikator mutu
c. Membuat panduan sistem pengumpulan, pelaporan, validasi,
analisis, feedback dan publikasi data indikator mutu klinis dan
manajerial
d. Menyusun formulir pemantauan indikator mutu
e. Berkoordinasi dengan unit terkait dalam penyelenggaraan
pemantauan indikator mutu dan pelaksanaan clinical pathway
f. Menganalisa hasil pencapaian indikator mutu
g. Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator mutu
utama RS
h. Melakukan perbandingan hasil pemantauan indikator mutu
secara periodik dengan standar nasional serta rumah sakit lain
yang sejenis
i. Membantu berkoordinasi dalam kegiatan internal program
Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien
j. Melaksanakan komunikasi secara internal tentang pencapaian
mutu dan pelaksanaan clinical pathway kepada unit kerja
k. Menyelenggarakan kegiatan validasi dan analisa hasil pencapaian
indikator mutu berkoordinasi dengan unit terkait
l. Membuat laporan hasil validasi dan analisa khusus indikator
mutu
m. Berkoordinasi dengan Bagian Informasi dalam mengunggah hasil
pencapaian indikator mutu
4. Tanggung Jawab:
a. Bertanggung jawab terhadap pemantauan Program Indikator Mutu
dan pelaksanaan clinical pathway
b. Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan kegiatan yang
berhubungan dengan peningkatan mutu dan pelaksanaan clinical
pathway di rumah sakit

23
c. Bertanggung jawab terhadap pengolahan data dan informasi yang
berhubungan dengan mutu dan pelaksanaan clinical pathway
rumah sakit
d. Bertanggung jawab untuk melaporkan hasil pelaksanaan
pemantauan indikator mutu dan pelaksanaan clinical pathway serta
kegiatan-kegiatan mutu lainnya kepada Ketua Komite Peningkatan
Mutu dan Keselamatan Pasien
5. Wewenang
a.Meminta laporan pelaksanaan pemantauan program indikator mutu
penjaminan mutu dan pelaksanaan clinical pathways dari unit kerja
terkait
b. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RS
terkait pelaksanaan pemantauan indikator mutu serta pelaksanaan
clinical pathway dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan mutu
rumah sakit
c. Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan mutu dan
pelaksanaan clinical pathway rumah sakit dari unit-unit kerja di
lingkungan RS

D. Koordinator Sub Manajemen Resiko


1. Pengertian :
Seorang tenaga profesional yang diberi tugas tanggung jawab dan
wewenang dalam manajemen Resiko di rumah sakit
2. Persyaratan dan Kualifikasi
a. Pendidikan Formal: Minimal D3.
b. Pendidikan Non Formal: Memiliki sertifikat Pelatihan Peningkatan
Mutu dan pelatihan keselamatan pasien Rumah Sakit
c. Ketrampilan: Memiliki kemampuan profesional, inovatif, komunikasi
yang baik dan percaya diri
d. Berbadan sehat jasmani dan rohani

24
3. Uraian Tugas
a. Menyusun Pedoman Manajemen Resiko
b. Menyusun Program Manajemen Resiko
c. Mengumpulkan hasil laporan indentifikasi resiko medis dari masing-
masing unit mencakup:
1. Pasien
2. Staff medis
3. Tenaga Kesehatan dan tenaga lainnya yang bekerja di RS
d. Melakukan Assesmen resiko dan Failure Mode Effect Analysis (FMEA)
terhadap laporan resiko dari unit
e. Menyusun strategi mengurangi resiko RS
f. Melakukan monitoring perencanaan risk manajemen
g. Melakukan monitoring pelaksanaan program
h. Melakukan pendidikan / edukasi staf tentang manajemen risiko
rumah sakit
i. Melakukan evaluasi dan revisi program secara berkala
j. Memberikan laporan kepada ketua Komite PMKP tentang
pencapaian program
4.Tanggung Jawab:
a. Terlaksananya program manajemen risiko rumah sakit
b. Terpenuhinya prosedur – prosedur pelaksanaan dan layanan yang
menjamin pelaksanaan risiko di rumah sakit
c. Terkendalinya kondisi – kondisi yang berpotensi membahayakan
pasien, staf, maupun pengunjung serta mendukung pelaksanaan
manajemen risiko dirumah sakit
d. Terjaganya komitmen karyawan terhadap manajemen risiko di
rumah sakit
5. Wewenang
a. Mengelola Program Manajemen Resiko RS

25
b Melakukan pengawasan dan melaksanakan manajemen risiko di
seluruh unit kerja rumah sakit
c.Memberi masukan dan rekomendasi kepada Direktur rumah sakit
dengan tugas kegiatan manajemen risiko
E.Koordinator Sub Keselamatan Pasien
1. Pengertian :
Seorang tenaga profesional yang diberi tugas tanggung jawab dan
wewenang dalam Keselamatan pasien di rumah sakit
2. Persyaratan dan Kualifikasi
1. Pendidikan Formal: Minimal D3.
2. Pendidikan Non Formal:
Memiliki sertifikat Pelatihan Peningkatan Mutu dan pelatihan
keselamatan pasien Rumah Sakit
3. Ketrampilan:
Memiliki kemampuan profesional, inovatif, komunikasi yang baik
dan percaya diri
4. Berbadan sehat jasmani dan rohani
3. Uraian Tugas:
a. Menyusun Pedoman Keselamatan Pasien RS sesuai dengan standar
akreditasi
b. Menyusun Panduan Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien
c. Menyusun program keselamatan pasien
d. Membuat laporan pelaksanaan program
e. Melaksanakan monitoring dan evaluasi program melalui pertemuan
berkala
f. Menyusun indikator keselamatan pasien RS
g. Menganalisa hasil pencapaian indikator keselamatan pasien
h. Membuat laporan periodik hasil pemantauan indikator
keselamatan pasien

26
i. Menyelenggarakan dan menyiapkan kegiatan sosialisasi internal
rumah sakit tentang pencapaian indikator keselamatan pasien
j. Mengkoordinasikan antar unit atas pendokumentasian, evaluasi
dan upaya tindak lanjut atas Kejadian Nyaris Cedera (KNC) ,
Kejadian Tidak Cedera ( KTC),Kejadian Tidak Diharapkan (KTD),
dan Kejadian Sentinel
k. Melakukan koordinasi tentang program Patient Safety dengan unit
terkait dalam pembuatan RCA
l. Menyusun rencana perbaikan tentang keselamatan pasien meliputi
indikator keselamatan serta perbaikan terhadap insiden
keselamatan pasien
m. Mendesimenasikan bahan rekomendasi hasil pemantauan
indikator keselamatan pasien dan pelaksanaan patient safety ke
unit terkait
n. Memberikan laporan kepada ketua Komite PMKP tentang
pencapaian program
4. Tanggung Jawab:
a. Bertanggung jawab terhadap pemantauan Program Keselamatan
Pasien
b. Bertanggung jawab terhadap penyusunan laporan pemantauan
indikator Keselamatan Pasien kepada Komite PMKP
c. Bertanggung jawab terhadap pengolahan data dan informasi yang
berhubungan dengan keselamatan pasien rumah sakit
d. Bertanggung jawab dalam pemberian informasi yang berhubungan
dengan kegiatan keselamatan pasien rumah sakit
e. Bertanggung jawab mengkoordinasikan antar unit atas
pendokumentasian, evaluasi dan upaya tindak lanjut atas Kejadian
Nyaris Cedera (KNC) , Kejadian Tidak Cedera ( KTC),Kejadian Tidak
Diharapkan (KTD), dan Kejadian Sentinel

27
f. Bertanggung jawab untuk melaporkan analisa insiden keselamatan
pasien
g. Bertanggung jawab terhadap penyusunan laporan Insiden
Keselamatan Pasien dan kegiatan – kegiatan keselamatan pasien
lainnya kepada Ketua Komite PMKP
5. Wewenang:
a. Mengusulkan konsep atau perubahan kebijakan keselamatan
pasien
b. Meminta laporan pelaksanaan pemantauan indikator mutu
keselamatan pasien dan penjaminan mutu dari unit kerja terkait
c. Melakukan koordinasi dengan unit-unit kerja di lingkungan RS
terkait pelaksanaan pemantauan indikator keselamatan pasien
dan hal-hal lainnya yang berhubungan dengan keselamatan
pasien
d. Melakukan koordinasi dengan unit – unit kerja di lingkungan RS
terkait insiden keselamatan pasien (KTD, KNC, KPC dan Sentinel)
e. Meminta data dan informasi yang berhubungan dengan
keselamatan pasien rumah sakit dari unit-unit kerja di lingkungan

28
BAB VI
KEBIJAKAN

Berikut ini daftar regulasi yang harus dibentuk oleh RSUD Aeramo
sehubungan dengan Komite PMKPMR: 
1. Pemilik RS menyetujui Program PMKPMR dan
menindaklanjuti laporan Program PMKPMR
2. Direktur RS membentuk komite untuk mengelola kegiatan
sesuai peraturan perundang-undangan termasuk uraian tugas
3. Direktur RS menetapkan penanggung jawab data di masing-
masing unit kerja.
4. Komite PMKPMR menyusun pedoman PMKPMR sesuai
dengan referensi terkini
5. Komite PMKPMR menyusun panduan sistem manajemen
data program PMKPR yang terintegrasi
6. Komite PMKPMR melakukan program pelatihan PMKPMR
yang diberikan oleh narasumber yang berkompeten
7. Direktur RS bersama Komite PMKPMR berkoordinasi
dengan para kepala unit dalam memilih dan menetapkan prioritas
pengukuran mutu pelayanan klinis yang akan dievaluasi
8. Komite PMKPMR berkoordinasi dengan komite medik
menetapkan evaluasi pelayanan kedokteran dengan panduan praktik klinis,
alur klinis atau protocol
9. Direktur RS bersama Komite PMKPMR dan para kepala unit
menentukan regulasi tentang pengukuran mutu dan cara pemilihan
indikator mutu di unit kerja
10. Komite PMKPMR menyusun regulasi tentang manajemen data
11. Komite PMKPMR menyusun regulasi tentang analisis data
12. Komite PMKPMR menyusun regulasi validasi data
13. Komite PMKPMR menetapkan regulasi sistem pelaporan insiden sesuai
peraturan perundang-undangan kepada Direktur RS
14. Komite PMKPMR menetapkan regulasi tentang jenis kejadian sentinel
15. Komite PMKPMR mempunyai regulasi jenis kejadian yang tidak
diharapkan, proses pelaporan dan analisisnya
16. Komite PMKPMR menetapkan definisi, jenis yang dilaporkan dan sistem
pelaporan dari KNC dan KTC

29
17. Komite PMKPMR menetapkan regulasi tentang pengukuran budaya
keselamatan
18. Komite PMKPMR mempunyai program manajemen risiko RS

30
BAB VII
PENINGKATAN MUTU

Agar upaya peningkatan mutu dan keselamatan pasien dapat


dilaksanakan secara efektif dan efisien maka diperlukan adanya kesatuan
bahasa tentang konsep dasar upaya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien.

A.Mutu Pelayanan Rumah Sakit


1. Pengertian mutu
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia arti mutu yaitu (ukuran) baik
buruk suatu benda. Mutu saat ini sering disebut kualitas yang memiliki
pengertian yang sama. Dahulu yang populer adalah kata mutu dan
bermutu, nilai dan bernilai (bahasa Indonesia), sekarang kualitas dan
berkualitas. Kualitas adalah kata serapan dari bahasa Inggeris “quality”.
Pernah juga disebut kualitet serapan dari bahasa Belanda. Pada pedoman
ini menggunakan kata mutu. Pengertian lain tentang mutu adalah paduan
sifat-sifat barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam
memenuhi kebutuhan pelanggan, baik kebutuhan yang dinyatakan ecara
tersirat maupun yang tersurat.
Istilah mutu pada umumnya digunakan dalam dua arti yaitu:(1)
Pertama, sebagai penampakan (standar of performance). Bila berbicara
tentang produk, istilah mutu digunakan untuk membedakan suatu produk
dengan produk lain. (2) Kedua, penekanan dengan perbedaan dalam proses
pembuatan yang ditujukan untuk sasaran konsumen (pasar) yang dituju.
Mutu di sini menunjukkan tingkat kesesuaian (degree of conformity)
dengan ketentuan baku.
Pengertian mutu beraneka ragam dan di bawah ini ada beberapa
pengertian yang secara sederhana melukiskan apa hakikat mutu.
a. Mutu adalah tingkat kesempurnaan suatu produk atau jasa
b. Mutu adalah expertise atau keahlian dan keterikatan (commitment)
yang selalu dicurahkan pada pekerjaan
c. Mutu adalah kegiatan tanpa salah dalam melakukan pekerjaan
d. Mutu adalah melaksanakan segala sesuatu sesuai standar yang
ditetapkan
Quality Assurance atau ‘menjaga mutu’ adalah “Suatu program yang
disusun secara objektif dan sistematik memantau dan menilai mutu dan
31
kewajaran asuhan pasien. Menggunakan peluang untuk meningkatkan
asuhan pasien dan memecahkan masalah-masalah yang terungkap.” (Boy
S. Sabarguna, 2008 : 2)
2. Definisi mutu pelayanan rumah sakit
Adalah derajat kesempurnaan pelayanan rumah sakit untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat konsumen akan pelayanan kesehatan yang
sesuai dengan standar profesi dan standar pelayanan dengan
menggunakan potensi sumber daya yang tersedia di rumah sakit secara
wajar, efisien, dan efektif secara diberikan secara aman dan memuaskan
sesuai dengan norma, etika, hukum dan sosiobudaya dengan
memperhatikan keterbatasan dan kemampuan pemerintah dan
masyarakat konsumen.
3.Pihak yang berkepentingan dengan mutu
Banyak pihak yang berkepentingan dengan mutu. Pihak-pihak tersebut
adalah :
a. Konsumen
b. Pemberi Pelayanan Kesehatan
c. Pembayar/pihak III/asuransi
d. Manajemen rumah sakit
e. Karyawan rumah sakit
f. Masyarakat
g. Pemerintah
h. Ikatan profesi
setiap kelompok yang disebut di atas berbeda sudut pandang dan
kepentingannya terhadap mutu. Karena itu mutu adalah
multidimensional.
4. Dimensi mutu
Dimensi atau aspeknya adalah :
a. Keprofesian
b. Efisiensi
c. Keamanan pasien
d. Kepuasan pasien
e. Aspek sosial budaya
5. Mutu terkait dengan Struktur, Proses, dan Outcome/Hasil
6. Mutu pelayanan rumah sakit adalah produk akhir dari interaksi dan
ketergantungan yang rumit antara berbagai komponen atau aspek
rumah sakit sebagai suatu sistem.
32
Aspek-aspek tersebut terdiri dari struktur, proses, dan outcome.
Struktur ;
Adalah sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya
keuangan dan sumber daya lain-lain pada fasilitas kesehatan. Baik
tidaknya struktur dapat diukur dari kewajaran, kuantitas biaya dan
mutu komponen-komponen struktur itu.
Proses :
Adalah apa yang dilakukan dokter dan tenaga profesi lain terhadap
pasien : evaluasi, diagnosa, perawatan, konseling, pengobatan,
tindakan, penanganan jika terjadi penyulit, follow up. Baik tidaknya
proses dapat diukur dari relevansinya bagi pasien, efektivitasnya dan
mutu proses itu sendiri.
Pendekatan proses adalah pendekatan paling langsung terhadap
mutu asuhan.
Outcome :
Adalah hasil akhir kegiatan dan tindakan dokter dan tenaga profesi lain
terhadap pasien dalam arti perubahan derajat kesehatan dan
kepuasannya serta kepuasan provider. Outcome yang baik sebagian
besar tergantung kepada mutu struktur dan mutu proses yang baik.
Sebaliknya mutu yang buruk adalah kelanjutan struktur atau proses
yang buruk.
Tinggi rendahnya mutu sangat dipengaruhi oleh :
1. Sumber daya rumah sakit, termasuk antara lain tenaga,
pembiayaan, sarana dan teknologi yang digunakan
2. Interaksi pemanfaatan dari sumber daya rumah sakit yang
digerakkan melalui proses dan prosedur tertentu sehingga
menghasilkan jasa atau pelayanan.
Berhasil tidaknya peningkatan mutu sangat tergantung dari monitoring
faktor-faktor di atas dan juga umpan balik dari hasil-hasil pelayanan
untuk perbaikan lebih lanjut terhadap faktor-faktor dalam butir 1 dan
2.
Dengan demikian nampak bahwa peningkatan mutu merupakan proses
yang kompleks yang pada akhirnya menyangkut manajemen rumah
sakit secara keseluruhan.

33
B. Pembentukan Komite PMKPMR
Dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan dan menjamin
keselamatan pasien serta manajemen risiko, Rumah sakit perlu mempunyai
program Peningkatan Mutu dan Keselamatan Pasien serta Manajemen
Risiko (PMKPMR) yang menjangkau keseluruh unit kerja di rumah sakit.
Agar program PMKPMR dapat berjalan dengan baik maka perlu ada
komunikasi dan koordinasi yang baik antara Direktur RS kepada para
kepala bidang/divisi medis, keperawatan, penunjang medis, penunjang dan
administrasi dan keuangan. Agar koordinasi dan komunikasi dapat berjalan
dengan baik maka perlu dibentuk komite/tim PMKPMR atau bentuk
organisasi lainnya sebagai koordinator program PMKPMR

C. Upaya peningkatan Mutu di RS

1. Pemilihan area prioritas


Pemilihan area prioritas program PMKPMR ini dipilih berdasarkan rapat
koordinasi antara Direktur, Komite PMKPMR, dan masing-masing kepala
unit.Berikut dasar pemilihan untuk menentukan area prioritas:
 Sesuai Misi RS dan Tujuan Strategi RS
 Data Permasalahan di RS (komplain,Capaian indikator, dll)
 Sistem & Proses yg bervariasi dlm penerapan
 Sistem klinis kompleks yang perlu efisiensi
 Dampak perbaikan sistem ke seluruh unit di RS
 Riset Klinis & pendidikan profesi kesehatan

34
Setelah ditetapkannya Area Prioritas kemudian ditentukan juga Area
pelayanan yang bermasalah. Setelah area prioritas dan area pelayanan yang
bermasalah sudah ditentukan maka kemudian dilakukan pemilihan indikator
mutu.

2. Pemilihan Indikator Mutu


Mutu bersifat persepsi dan dipahami berbeda oleh orang yang berbeda
namun berimplikasi pada superioritas sesuatu hal. Penilaian indikator
dapat digunakan untuk menilai mutu berbagai kondisi.

Indikator adalah suatu cara untuk menilai penampilan dari suatu kegiatan
. Indikator sendiri merupakan variabel yang digunakan untuk menilai
perubahan. Indikator mutu adalah parameter yang dapat diukur, yang
mewakili input, proses maupun hasil akhir dari suatu pelayanan dan
proses manajerial yang digunakan untuk mengukur mutu dari pelayanan
dan proses manajerial tersebut. Merupakan ukuran mutu dan keselamatan
rumah sakit yg digambarkan dari data yang dikumpulkan. Indikator mutu
merupakan sebuah variabel terukur yang dapat digunakan untuk
menentukan tingkat kepatuhan terhadap standar atau pencapaian tujuan
mutu. Tujuan di tetapkan indikator mutu adalah untuk mengukur mutu
dari pelayanan kesehatan, proses manajerial, dan sasaran keselamatan
pasien di RSUD Aeramo.
Indikator mutu rumah sakit dibagi menjadi indikator utama rumah
sakit dan indikator mutu unit. Sedangkan indikator utama rumah sakit
dibagi menjadi 3 bagian yaitu: indikator area klinis, indikator area
manajemen, indikator sasaran keselamatan pasien.
Kriteria suatu indikator adalah sebagai berikut:
1. Sahih (valid) yaitu benar-benar dapat dipakai untuk mengukur aspek
yang akan dinilai
2. Dapat dipercaya (reliable), yaitu mampu menunjukkan hasil yang sama
pada saat berulang kali, untuk waktu sekarang maupun yg akan
datang
3. Sensitif yaitu cukup peka untuk mengukur, sehingga jumlahnya tidak
perlu banyak
4. Spesifik, yaitu memberikan gambaran perubahan ukuran yang jelas,
tidak bertumpang tindih

35
Dalam menentukan prioritas atas kegiatan monitoring didasarkan pada
beberapa proses. Proses utama adalah koordinasi antara Direktur, Komite
PMKPMR dan Kepala masing-masing unit. Berikut adalah algoritma pemilihan
indikator mutu utama dan unit Rumah sakit:
ALGORITMA PEMILIHAN INDIKATOR MUTU
Apakah indikator Apakah ada
sejalan dengan visi Ya
bukti
dan misi rumah sakit? adanya gap
dalam
pelaksanaan

Tidak Atau Apakah


indikato D
Apakah hal
tsb penting? Ya r akan I
Ya Ya Ya
Apakah indikator telah bisa
Contohnya:
divalidasi atau dipakai di Apakah diukur P
Berkontribu
Indonesia ? indikator dengan I
si kepada
morbidity bisa upaya
dan dikendali yang L
Tidak mortality? kan oleh cukup?
Berhubunga I
petugas
n dengan H
rumah
utilisasi
Ya sakit?
Apakah indikator ini yang tinggi?
aplikasi dari prinsip- Membutuhk
an biaya
prinsip mutu?
tinggi?

Tidak Tidak Tidak Tidak

TIDAK DIPILIH

Setelah di tetapkan indikator utama rumah sakit ( indikator area klinis,


indikator area manajemen, dan indikator sasaran keselamatan pasien) dan
indikator mutu unit, Kemudian indikator-indikator tersebut diajukan ke sub
komite mutu untuk secara bersama-sama membuat rumusan cara
pengukuran, frekuensi pengukuran & periode analisa, rentang nilai yang
diharapkan serta mengintegrasikan proses pengumpulan data indikator
tersebut dalam bentuk profil indikator.

36
Berikut ini susunan dari profil indikator yang terdiri dari:

Judul Indikator Nama Indikator

Definisi Batasan pengertian yang dijadikan pedoman untuk


Operasional melakukan suatu kegiatan pengukuran indikator untuk
menghindari kerancuan

Tujuan Sesuatu hasil yang ingin dicapai dengan melakukan


pengukuran terhadap indikator.

Dimensi Mutu  Efisiensi


 Efektifitas
 Aksesibilitas
 Keselamatan
 Fokus kepada pasien
 Kesinambungan

Dasar Alasan pemilihan Indikator  bisa mengacu pada


pemikiran/alas peraturan perundang-undangan.
an pemilihan

Numerator Besaran sebagai nilai pembilang dalam rumus indikator

Denominator Besaran sebagai nilai penyebut dalam rumus indicator

Formula Rumus untuk menghasilkan nilai dari indicator


pengukuran

Metologi Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data


Pengumpulan Retrospektif: pengumpulan data yang diambil dari data
Data masa lalu.
Concurrent Sensus Harian : pengumpulan data yang
dilakukan secara langsung pada saat proses berjalan.

Cakupan data Total/Sample

Frekuensi  Harian
pengumpulan  Mingguan
data  Bulanan
 Lainnya .................

Frekuensi  Mingguan
analisis  Bulanan

37
 Triwulan
 Semester

Nilai Diperlukan untuk analisis dng membandingkan standar


Ambang/Standa & utk mengetahui capaian indicator
r

Metodologi Statistik : Run Chart, Control Chart, Pareto, Bar Diagram


Analisis Interpretasi data : Trend, bandingkan dengan RS lain,
dengan standar, dengan praktik terbaik

Sumber Sumber atau tempat dimana sampel atau keseluruhan


data/area data yang akan digunakan untuk melakukan
monitoring pengukuran

PJ Pengumpul Pejabat yang bertanggung terhadap capaian indikator


Data mutu

Publikasi data Internal :


Eksternal:

3. Proses Pengumpulan Data


Pengumpulan data merupakan salah satu kegiatan program peningkatan
mutu dan keselamatan pasien untuk mendukung asuhan pasien dan
manajemen rumah sakit lebih baik. Pengumpulan data tujuannya untuk
perbaikan dan pembelajaran, bukan digunakan untuk mencari kekurangan
seseorang/menghukum. Direktur RS bersama Komite PMKPMR menunjuk
penanggung jawab pengumpul data di setiap unit/ruangan. Kemudian
dilakukan pelatihan untuk penanggung jawab pengumpul data
Langkah-langkah pengumpulan data:
1. Penanggung jawab pengumpul data mencatat data kedalam formulir
sensus harian
2. Sampel pengumpulan data menggunakan minimal sampel sesuai
kententuan pedoman PMKPMR
3. Penanggung jawab penggumpul data membuat laporan kepada kepala
unit
Proses pengumpulan data oleh penanggung jawab data di masing-
masing unit dievaluasi oleh kepala unit (untuk indikator unit) dan
Komite PMKPMR (untuk indikator mutu utama RS), proses supervisi ini
dilakukan secara periodic menggunakan alat bantu checklist.
38
4. Validasi Data
a. Pengertian Validasi:
Validasi adalah suatu tindakan pembuktian
b.Tujuan Validasi Data:
– Monitoring akurasi data yg dikumpulkan
– Verifikasi bahwa pengambilan data adalah konsisten dan
reproducible
– Verifikasi ekspektasi tentang volume data yang dikumpulkan.
c. Aplikasi dilakukannya Validasi Data adalah untuk:
– Tanggung jawab mutu pelayanan kesehatan untuk masyarakat/publik.
– Mendorong peningkatan dalam proses pengumpulan data.
– Ukuran yang dapat dipercaya untuk potensial benchmarking selanjutnya
– Meningkatkan kepercayaan dalam gerakan pembuatan keputusan
berdasarkan data.
d. Yang bertugas Melakukan Validasi Data
– Prinsip : Validator adalah bukan pengumpul data (orang ke dua)
– Untuk data indikator mutu utama RS dan 13 indikator utama nasional
data akan divalidasi oleh PMKPMR
– Untuk data indikator mutu unit akan divalidasi oleh kepala unit
e. Ketentuan validasi data yang antara lain meliputi :
a) Kebijakan data yang harus divalidasi yaitu
 Merupakan pengukuran area klinik baru;
 Bila ada perubahan sistem pencatatan pasien dari manual ke
elektronik sehingga sumber data berubah ;
39
 Bila data dipublikasi ke masyarakat baik melalui di web site
rumah sakit atau media lain
 Bila ada perubahan pengukuran
 Bila ada perubahan data pengukuran tanpa diketahui sebabnya
 Bila ada perubahan subyek data seperti perubahan umur rata rata
pasien, protokol riset diubah, panduan praktik klinik baru
diberlakukan, ada teknologi dan metodologi pengobatan baru
b) Proses validasi data mencakup namun tidak terbatas sebagai
berikut :Merupakan pengukuran area klinik baru;
c) Proses validasi data yang akan dipublikasi di web site atau media
lainnya (misal mading) agar diatur tersendiri, dan dapat menjamin
kerahasiaan pasien dan keakuratan data jelas definisinya) dan
dilakukan tindakan koreksi
f. Proses validasi data:
 Mengumpulkan ulang data oleh orang kedua yang tidak terlibat dalam
proses pengumpulan data sebelumnya (data asli)
 Menggunakan sampel tercatat, kasus dan data lainnya yang sahih
secara statistik. Sample 100 % hanya dibutuhkan jika jumlah
pencatatan, kasus atau data lainnya sangat kecil jumlahnya.
 Membandingkan data asli dengan data yang dikumpulkan ulang
 Menghitung keakuratan dengan membagi jumlah elemen data yang
ditemukan dengan total jumlah data elemen dikalikan dengan 100.
Tingkat akurasi 90 % adalah patokan yang baik.
 Jika elemen data yg diketemukan ternyata tidak sama, dengan catatan
alasannya (misalnya data tidak Koleksi sample baru setelah semua
tindakan koreksi dilakukan untuk memastikan tindakan menghasilkan
tingkat akurasi yang diharapkan
5. Analisa data
Analisis data merupakan salah satu kegiatan program peningkatan mutu
dan keselamatan pasien untuk mendukung asuhan pasien dan manajemen
rumah sakit. Ketentuan analisis data yang meliputi :
a) Penggunaan statistik dalam melakukan analisis data
• Hasil analisa melalui grafik sangat membantu memperlihatkan
perubahan apakah menuju perbaikan sesuai yang diharapkan
• Gunakan alat statistik misal: Run charts, Control charts, Histograms,
Pareto charts

40
• Run chart sangat bermanfaat tergantung berapa banyak data yang
dikumpulkan, sangat sederhana dan mudah diinterpretasikan. Run
chart juga dikenal sebagai grafik garis adalah grafik sederhana yang
menggambarkan data dari waktu ke waktu. Sumbu Y : peristiwa/event;
sumbu X periode waktu. Digunakan untuk: memahami gambaran
umum suatu proses, trend dan shift/pergeseran dalam proses, variasi
dari waktu ke waktu, untuk mengidentifikasi penurunan atau
peningkatan proses dari waktu ke waktu. Berikut ini contoh Run chart:

b) Analisis yang harus dilakukan yaitu :


• Membandingkan data di rumah sakit dari waktu kewaktu data (analisis
trend), misalnya dari bulanan ke bulan, dari tahun ke tahun
• Membandingkan dengan rumah sakit lain, bila mungkin yang sejenis,
seperti melalui database eksternal baik nasional maupun internasional
• Membandingkan dengan standar-standar, seperti yang ditentukan oleh
badan akreditasi atau organisasi profesional ataupun standar-standar
yang ditentukan oleh peraturan perundang-undangan
• Membandingkan dengan praktik-praktik yang diinginkan yang dalam
literatur digolongkan sebagai best practice (praktik terbaik) atau better
practice (praktik yang lebih baik) atau practice guidelines (panduan
praktik klinik)
Pengendalian adalah keseluruhan fungsi atau kegiatan yang harus
dilakukan untuk menjamin tercapainya peningkatan mutu dan keselamatan
pasien RSUD Aeramo. Pengendalian kualitas mutu pada dasarnya adalah
pengendalian kualitas kerja dan proses kegiatan untuk menciptakan
kepuasan pelanggan ( quality os customers satisfaction ) yang dilakukan setiap
orang dari bagian di RSUD Aeramo.

41
Pengendalian kualitas mutu di atas diterapkan dengan pengumpulan data
indikator mutu utama RS dan indikator mutu unit yang di analisa. Analisa
hasil pengumpulan indikator mutu dilakukan dengan memakai siklus “Plan –
Do – Study – Action”( P- D – S – A ) ( rencanakan – laksanakan – pembelajaran
– aksi ). Pola P-D-S-A . Dengan P-D-S-A adalah alat yang bermanfaat untuk
melakukan perbaikan secara terus – menerus ( continues improvement ) tanpa
berhenti.
Konsep P-D-S-A tersebut merupakan pedoman bagi setiap unit untuk
melakukan proses perbaikan kualitas (quality improvement) secara terus
menerus tanpa berhenti tetapi meningkat ke keadaaan yang lebih baik dan
dijalankan di seluruh bagian organisasi, seperti tampak pada gambar 1.

Plan
(1) Menentukan
Action (6) Mengambil Tujuan dan insiden
tindakan yang tepat
(2) Menetapkan Metode
untuk Mencapai tujuan

(3) Menyelenggarakan
5) (Memeriksa akibat Pendidikan dan
pelaksanaan latihan
Study
(4)
Melaksanakan
Do
pekerjaan

Keempat tahapan siklus PDSA:


Plan : perubahan yang akan diuji atau diterapkan
Do : melakukan tes atau perubahan
Study : data sebelum dan setelah perubahan dan merefleksikan apa
yang telah dipelajari
Act : rencana perubahan siklus berikutnya atau implementasi penuh
Dalam gambar tersebut, pengidentifikasian masalah yang akan
dipecahkan dan pencarian sebab-sebabnya serta penentuan tindakan
koreksinya, harus selalu didasarkan pada fakta. Hal ini dimaksudkan untuk
menghindarkan adanya unsur subyektivitas dan pengambilan keputusan yang
terlalu cepat serta keputusan yang bersifat emosional. Selain itu, untuk
memudahkan identifikasi masalah yang akan dipecahkan dan sebagai
patokan perbaikan selanjutnya perusahaan harus menetapkan standar
42
pelayanan.
Hubungan pengendalian kualitas medis dengan peningkatan perbaikan
berdasarkan siklus P-D-S-A (Relationship between Control and Improvement
under P-D-S-A Cycle)
Perubahan apa yang dapat kita buat yang akan menghasilkan perbaikan?
Ada banyak potensi perubahan yang bisa kita laksanakan di Tim kita .
Namun, bukti dari literatur ilmiah dan program perbaikan sebelumnya
menunjukkan bahwa ada sejumlah kecil perubahan yang paling mungkin
untuk menghasilkan perbaikan.
Ada kemungkinan bahwa siklus PDSA beberapa berjalan berurutan
(gambar2), atau bahkan secara bersamaan (gambar3).
Gambar 2 Gambar 3

Pengendalian kualitas berdasarkan siklus P-D-S-A hanya dapat berfungsi jika


sistem informasi berjalan dengan baik .Pelaksanaan PDSA dengan enam
langkah P-D-S-A yang terdapat dalam gambar 3 di atas dapat dijelaskan
sebagai berikut :
Langkah 1. Menentukan tujuan dan insiden → Plan
Tujuan dan insiden yang akan dicapai didasarkan pada kebijakan yang
ditetapkan. Penetapan insiden didasarkan pada data pendukung dan
analisis informasi.
Insiden ditetapkan secara konkret dalam bentuk insiden, harus pula
diungkapkan dengan maksud tertentu dan disebarkan kepada semua
karyawan. Semakin rendah tingkat karyawan yang hendak dicapai oleh
penyebaran kebijakan dan tujuan, semakin rinci informasi.
Langkah 2. Menentukan metode untuk mencapai tujuan →Plan
Penetapan tujuan dan insiden dengan tepat belum tentu akan berhasil
dicapai tanpa disertai metode yang tepat untuk mencapainya. Metode
yang ditetapkan harus rasional, berlaku untuk semua karyawan dan
tidak menyulitkan karyawan untuk menggunakannya. Oleh karena itu
dalam menetapkan metode yang akan digunakan perlu pula diikuti
43
dengan penetapan standar kerja yang dapat diterima dan dimengerti oleh
semua karyawan.
Langkah 3. Menyelenggarakan pendidikan dan latihan → Do
Metode untuk mencapai tujuan yang dibuat dalam bentuk standar kerja.
Agar dapat dipahami oleh petugas terkait, dilakukan program pelatihan
para karyawan untuk memahami standar kerja dan program yang
ditetapkan.
Langkah 4. Melaksanakan pekerjaan →Do
Dalam pelaksanaan pekerjaan, selalu terkait dengan kondisi yang
dihadapi dan standar kerja mungkin tidak dapat mengikuti kondisi yang
selalu dapat berubah. Oleh karena itu, ketrampilan dan pengalaman
para karyawan dapat dijadikan modal dasar untuk mengatasi masalah
yang timbul dalam pelaksanaan pekerjaan karena ketidaksempurnaan
standar kerja yang telah ditetapkan.
Langkah 5: Memeriksa akibat pelaksanaan →Study
Manajer atau atasan perlu memeriksa apakah pekerjaan dilaksanakan
dengan baik atau tidak. Jika segala sesuatu telah sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan dan mengikuti standar kerja, tidak berarti
pemeriksaan dapat diabaikan. Hal yang harus disampaikan kepada
karyawan adalah atas dasar apa pemeriksaan itu dilakukan. Agar dapat
dibedakan manakah penyimpangan dan manakah yang bukan
penyimpangan, maka kebijakan dasar, tujuan, metode (standar kerja)
dan pendidikan harus dipahami dengan jelas baik oleh karyawan
maupun oleh manajer. Untuk mengetahui penyimpangan, dapat dilihat
dari akibat yang timbul dari pelaksanaan pekerjaan dan setelah itu
dapat dilihat dari penyebabnya.
Langkah 6 : Mengambil tindakan yang tepat →Action
Pemeriksaan melalui akibat yang ditimbulkan bertujuan untuk
menemukan penyimpangan. Jika penyimpangan telah ditemukan, maka
penyebab timbulnya penyimpangan harus ditemukan untuk mengambil
tindakan yang tepat agar tidak terulang lagi penyimpangan.
Menyingkirkan faktor-faktor penyebab yang telah mengakibatkan
penyimpangan merupakan konsepsi yang penting dalam pengendalian
kualitas pelayanan.
Konsep P-D-S-A dengan keenam langkah tersebut merupakan sistem yang
efektif untuk meningkatkan kualitas pelayanan. Untuk mencapai kualitas
pelayanan yang akan dicapai diperlukan partisipasi semua karyawan, semua
44
bagian dan semua proses. Partisipasi semua karyawan dalam pengendalian
kualitas pelayanan diperlukan kesungguhan (sincerety), yaitu sikap yang
menolak adanya tujuan yang semata-mata hanya berguna bagi diri sendiri
atau menolak cara berfikir dan berbuat yang semata-mata bersifat pragmatis.
Dalam sikap kesungguhan tersebut yang dipentingkan bukan hanya insiden
yang akan dicapai, melainkan juga cara bertindak seseorang untuk mencapai
insiden tersebut.
Partisipasi semua pihak dalam pengendalian kualitas pelayanan mencakup
semua jenis kelompok karyawan yang secara bersama-sama merasa
bertanggung jawab atas kualitas pelayanan dalam kelompoknya. Partisipasi
semua proses dalam pengendalian kualitas pelayanan dimaksudkan adalah
pengendalian tidak hanya terhadap output, tetapi terhadap hasil setiap proses.
Proses pelayanan akan menghasilkan suatu pelayanan berkualitas tinggi,
hanya mungkin dapat dicapai jika terdapat pengendalian kualitas dalam
setiap tahapan dari proses. Dimana dalam setiap tahapan proses dapat
dijamin adanya keterpaduan, kerjasama yang baik antara kelompok karyawan
dengan manajemen, sebagai tanggung jawab bersama untuk menghasilkan
kualitas hasil kerja dari kelompok, sebagai mata rantai dari suatu proses.

6. Evaluasi Panduan Praktek Klinis


Ketua Komite Medik menetapkan paling sedikit 5 (lima) prioritas panduan
praktik klinis (PPK) untuk masing-masing KSM pertahun. Kemudian PPK
tersebut di jabarkan dalam bentuk alur klinis dan/atau protokol klinis dan
atau prosedur dan atau standing order, sebagai panduan dari standarisasi
proses asuhan klinik yang dimonitor oleh Komite Medik.
Tujuan ditetapkannya panduan praktik klinis adalah sebagai berikut:
– Melakukan standarisasi proses asuhan klinik
– Mengurangi risiko dalam proses asuhan, terutama yang berkaitan
asuhan kritis
– Memanfaatkan sumber daya yang tersedia dengan efisien dalam
memberikan asuhan klinik tepat waktu dan efektif
– Memanfaatkan indikator prioritas sebagai indikator dalam penilaian
kepatuhan penerapan alur klinis di area yang akan diperbaiki di tingkat
rumah sakit
– Secara konsisten menggunakan praktik berbasis bukti (“evidence based
practices”) dalam memberikan asuhan bermutu tinggi

45
Penerapan panduan praktik klinis-clinical pathway dipilih oleh masing-
masing kelompok staf medis adalah di unit-unit pelayanan, dimana DPJP
memberikan asuhan.
Mengacu pada prioritas pengukuran mutu pelayanan klinis yang akan di
evaluasi maka selain ditetapkan indikator mutu, juga diperlukan standarisasi
proses asuhan klinis pada prioritas pengukuran mutu di rumah sakit.
Secara periodik Komite Medik melakukan evaluasi terhadap kepatuhan
DPJP terhadap penerapan alur klinis (clinical pathway) dalam melakukan
pelayanan medis sehari-hari. Komite Medik juga melakukan evaluasi terhadap
efisiensi biaya sebelum dan sesudah diterapkannya clinical pathway. Hasil
evaluasi ini kemudian dilaporkan kepada Komite PMKP

7. Diklat
Partisipasi dalam pengumpulan data, analisa, perencanaan dan
pelaksanaan PMKPMR memerlukan pengetahuan dan ketrampilan yang
kebanyakan staf tidak mempunyainya atau tidak menggunakannya secara
rutin. Mereka harus diberi pelatihan sesuai dengan peran dalam program
yang direncanakan jika mereka diiminta untuk berpartisipasi dalam
melaksanakan kegiatan program. Perlu dilakukan penyesuaian kegiatan rutin
dari staf agar tersedia cukup waktu bagi mereka untuk berpartisipasi secara
penuh dalam kegiatan pelatihan dan perbaikan sebagai bagian dari tugas
rutin sehari-hari. Direktur, direksi dan Ketua PMKPMR wajib mengikuti
pelatihan eksternal yang dilakukan KARS. Kemudian Ketua PMKPMR yang
telah mengikuti pelatihan tersebut membuat diklat internal kepada seluruh
staff RSUD Aeramo.

8. Penilaian kinerja
1. Monitoring kinerja Direksi, para pimpinan, profesi dan staf non klinis.
46
Evaluasi kinerja seluruh karyawan RS dilakukan secara berkala, minimal satu
kali setahun. Hasil evaluasi akan dilaporkan ke Direktur.
2. Monitoring evaluasi kontrak / kerjasama
Kontrak / kerjasama RS akan dievaluasi secara teratur oleh para manajer RS
dan Komite PMKPMR. Hasil evaluasi akan dilaporkan ke Direktur Utama.

47
BAB VIII
KESELAMATAN PASIEN

A. Pengertian Keselamatan Pasien


Keselamatan pasien (patient safety) adalah suatu sistem di
mana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman. Sistem tersebut
meliputi : assesmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal yang
berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta
implementasi solusi untuk untuk meminimalkan timbulnya risiko.
Sistem tersebut diharapkan dapat dapat mencegah terjadinya cedera
yang disebabkan oleh kesalahan akibat melakukan suatu tindakan atau
tidak melakukan tindakan yang seharusnya dilakukan.
B. Tujuan
a. Terciptanya budaya keselamatan pasien di rumah sakit
b. Meningkatnya akuntabilitas rumah sakit terhadap pasien dan
masyarakat
c. Menurunnya kejadian tidak diharapkan (KTD) di rumah sakit
d. Terlaksananya program-program pencegahan sehingga tidak terjadi
pengulangan kejadian tidak diharapkan
C. Standar Keselamatan Pasien Fasilitas Pelayanan Kesehatan Menurut
Undang-Undang
Mengingat masalah keselamatan pasien merupakan masalah yang
perlu ditangani segera di fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia maka
diperlukan standar keselamatan pasien fasilitas pelayanan kesehatan
yang merupakan acuan bagi fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia
untuk melaksanakan kegiatannya.
Standar Keselamatan Pasien wajib diterapkan fasilitas pelayanan
kesehatan dan penilaiannya dilakukan dengan menggunakan Instrumen
Akreditasi.
Standar keselamatan pasien tersebut terdiri dari tujuh standar yaitu:
1. hak pasien.

48
2. mendidik pasien dan keluarga.
3. keselamatan pasien dan kesinambungan pelayanan.
4. penggunaan metoda-metoda peningkatan kinerja untuk melakukan
evaluasi dan program peningkatan keselamatan pasien.
5. peran kepemimpinan dalam meningkatkan keselamatan pasien.
6. mendidik staf tentang keselamatan pasien.
7. komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk mencapai keselamatan
pasien.

Uraian tujuh standar tersebut diatas adalah sebagai berikut:


Standar I. Hak Pasien
Standar:
Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk mendapatkan informasi
tentang rencana dan hasil pelayanan termasuk kemungkinan terjadinya
insiden.
Kriteria:
1. Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan.
2. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib membuat rencana
pelayanan.
3. Dokter penanggung jawab pelayanan wajib memberikan penjelasan
secara jelas dan benar kepada pasien dan keluarganya tentang rencana
dan hasil pelayanan, pengobatan atau prosedur untuk pasien
termasuk kemungkinan terjadinya insiden.

Standar II. Mendidik Pasien Dan Keluarga


Standar:
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik pasien dan keluarganya
tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien.
Kriteria:
Keselamatan dalam pemberian pelayanan dapat ditingkatkan dengan
keterlibatan pasien yang merupakan partner dalam proses pelayanan.
Karena itu, di fasilitas pelayanan kesehatan harus ada sistem dan

49
mekanisme mendidik pasien dan keluarganya tentang kewajiban dan
tanggung jawab pasien dalam asuhan pasien. Dengan pendidikan tersebut
diharapkan pasien dan keluarga dapat:
1. Memberikan informasi yang benar, jelas, lengkap dan jujur.
2. Mengetahui kewajiban dan tanggung jawab pasien dan keluarga.
3. Mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk hal yang tidak dimengerti.
4. Memahami dan menerima konsekuensi pelayanan.
5. Mematuhi instruksi dan menghormati peraturan fasilitas pelayanan
kesehatan.
6. Memperlihatkan sikap menghormati dan tenggang rasa.
7. Memenuhi kewajiban finansial yang disepakati.

Standar III. Keselamatan Pasien Dalam Kesinambungan Pelayanan


Fasilitas pelayanan kesehatan menjamin keselamatan pasien dalam
kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi antar tenaga dan
antar unit pelayanan.
Kriteria:
1. Terdapat koordinasi pelayanan secara menyeluruh mulai dari saat
pasien masuk, pemeriksaan, diagnosis, perencanaan pelayanan,
tindakan pengobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari fasilitas
pelayanan kesehatan.
2. Terdapat koordinasi pelayanan yang disesuaikan dengan kebutuhan
pasien dan kelayakan sumber daya secara berkesinambungan
sehingga pada seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pelayanan
dapat berjalan baik dan lancar.
3. Terdapat koordinasi pelayanan yang mencakup peningkatan
komunikasi untuk memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan
keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan rujukan, pelayanan
kesehatan primer dan tindak lanjut lainnya.
4. Terdapat komunikasi dan transfer informasi antar profesi kesehatan
sehingga dapat tercapainya proses koordinasi tanpa hambatan, aman
dan efektif.

50
Standar IV. Penggunaan Metode-Metode Peningkatan Kinerja Untuk
Melakukan Evaluasi Dan Program Peningkatan Keselamatan Pasien
Standar:
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendesain proses baru atau
memperbaiki proses yang ada, memonitor dan mengevaluasi kinerja melalui
pengumpulan data, menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta keselamatan pasien.
Kriteria:
1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan proses
perancangan (desain) yang baik, mengacu pada visi, misi, dan tujuan
fasilitas pelayanan kesehatan, kebutuhan pasien, petugas pelayanan
kesehatan, kaidah klinis terkini, praktik bisnis yang sehat, dan
faktor-faktor lain yang berpotensi risiko bagi pasien sesuai dengan
“Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien”.
2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan pengumpulan
data kinerja yang antara lain terkait dengan: pelaporan insiden,
akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan, keuangan.
3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan evaluasi
intensif terkait dengan semua insiden, dan secara proaktif melakukan
evaluasi satu proses kasus risiko tinggi.
4. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menggunakan semua
data dan informasi hasil analisis untuk menentukan perubahan
sistem yang diperlukan, agar kinerja dan keselamatan pasien
terjamin.
Standar V. Peran Kepemimpinan Dalam Meningkatkan Keselamatan
Pasien
Standar:
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi program
keselamatan pasien secara terintegrasi dalam organisasi melalui
penerapan “Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien“.
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program proaktif untuk

51
identifikasi risiko keselamatan pasien dan program menekan atau
mengurangi insiden.
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komunikasi dan koordinasi
antar unit dan individu berkaitan dengan pengambilan keputusan
tentang keselamatan pasien.
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang adekuat untuk
mengukur, mengkaji, dan meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan
kesehatan serta meningkatkan keselamatan pasien.
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas kontribusinya dalam
meningkatkan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan
keselamatan pasien.
Kriteria:
1. Terdapat tim antar disiplin untuk mengelola program keselamatan
pasien.
2. Tersedia program proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan dan
program meminimalkan insiden. Insiden meliputi Kondisi Potensial
Cedera (KPC), Kejadian Nyaris Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera
(KTC), Kejadian Tidak Diharapkan (KTD). Selain Insiden diatas,
terdapat KTD yang mengakibatkan kematian, cedera permanen, atau
cedera berat yang temporer dan membutuhkan intervensi untuk
mempetahankan kehidupan, baik fisik maupun psikis, yang tidak
terkait dengan perjalanan penyakit atau keadaan pasien yang dikenal
dengan kejadian sentinel. Contoh Kejadian sentinel antara lain
Tindakan invasif/ pembedahan pada pasien yang salah, Tindakan
invasif/ pembedahan pada bagian tubuh yang keliru, Ketinggalan
instrumen/alat/ benda-benda lain di dalam tubuh pasien sesudah
tindakan pembedahan, Bunuh diri pada pasien rawat inap,
Embolisme gas intravaskuler yang mengakibatkan
kematian/kerusakan neurologis, Reaksi Haemolitis transfusi darah
akibat inkompatibilitas ABO, Kematian ibu melahirkan, Kematian
bayi “Full-Term” yang tidak di antipasi, Penculikan bayi, Bayi
tertukar, Perkosaan /tindakan kekerasan terhadap pasien, staf,

52
maupun pengunjung.
Selain contoh kejadian sentinel diatas terdapat kejadian sentinel yang
berdampak luas/nasional diantaranya berupa Kejadian yang sudah
terlanjur di “ blow up” oleh media, Kejadian yang menyangkut
pejabat, selebriti dan publik figur lainnya, Kejadian yang melibatkan
berbagai institusi maupun fasilitas pelayanan kesehatan lain.
Kejadian yang sama yang timbul di berbagai fasilitas pelayanan
kesehatan dalam kurun waktu yang relatif bersamaan, Kejadian yang
menyangkut moral, misalnya : perkosaan atau tindakan kekerasaan.
3. Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin bahwa semua komponen
dari fasilitas pelayanan kesehatan terintegrasi dan berpartisipasi
dalam program keselamatan pasien.
4. Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap insiden, termasuk
asuhan kepada pasien yang terkena musibah, membatasi risiko pada
orang lain dan penyampaian informasi yang benar dan jelas untuk
keperluan analisis.
5. Tersedia mekanisme pelaporan internal dan eksternal berkaitan
dengan insiden termasuk penyediaan informasi yang benar dan jelas
tentang Analisis Akar Masalah “Kejadian Nyaris Cedera”
(KNC/Nearmiss) dan “Kejadian Sentinel’ pada saat program
keselamatan pasien mulai dilaksanakan.
6. Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai jenis insiden,
misalnya menangani “Kejadian Sentinel” (Sentinel Event) atau
kegiatan proaktif untuk memperkecil risiko, termasuk mekanisme
untuk mendukung staf dalam kaitan dengan “Kejadian Sentinel”.
7. Terdapat kolaborasi dan komunikasi terbuka secara sukarela antar
unit dan antar pengelola pelayanan di dalam fasilitas pelayanan
kesehatan dengan pendekatan antar disiplin.
8. Tersedia sumber daya dan sistem informasi yang dibutuhkan dalam
kegiatan perbaikan kinerja fasilitas pelayanan kesehatan dan
perbaikan keselamatan pasien, termasuk evaluasi berkala terhadap
kecukupan sumber daya tersebut.

53
9. Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan informasi menggunakan
kriteria objektif untuk mengevaluasi efektivitas perbaikan kinerja
fasilitas pelayanan kesehatan dan keselamatan pasien, termasuk
rencana tindak lanjut dan implementasinya.

Standar VI. Mendidik Staf Tentang Keselamatan Pasien


Standar:
1. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit memiliki proses
pendidikan, pelatihan dan orientasi untuk setiap jabatan mencakup
keterkaitan jabatan dengan keselamatan pasien secara jelas.
2. Fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit
menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan yang berkelanjutan
untuk meningkatkan dan memelihara kompetensi staf serta
mendukung pendekatan interdisipliner dalam pelayanan pasien.
Kriteria:
1. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus
memiliki program pendidikan, pelatihan dan orientasi bagi staf baru
yang memuat topik keselamatan pasien sesuai dengan tugasnya
masing-masing.
2. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan terutama rumah sakit harus
mengintegrasikan topik keselamatan pasien dalam setiap kegiatan
inservice training dan memberi pedoman yang jelas tentang pelaporan
insiden.
3. Setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus menyelenggarakan
pelatihan tentang kerjasama kelompok (teamwork) guna mendukung
pendekatan interdisipliner dan kolaboratif dalam rangka melayani
pasien.

Standar VII .Komunikasi Sebagai Kunci Bagi Staff Untuk Mencapai


Keselamatan Pasien
Standar:
1. Fasilitas pelayanan kesehatan merencanakan dan mendesain proses

54
manajemen informasi keselamatan pasien untuk memenuhi kebutuhan
informasi internal dan eksternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu dan akurat.
Kriteria:
1. Perlu disediakan anggaran untuk merencanakan dan mendesain
proses manajemen untuk memperoleh data dan informasi tentang
halhal terkait dengan keselamatan pasien.
2. Tersedia mekanisme identifikasi masalah dan kendala komunikasi
untuk merevisi manajemen informasi yang ada.

D. Sasaran Keselamatan Pasien Nasional


Tujuan SKP adalah untuk menggiatkan perbaikan-perbaikan
tertentu dalam soal keselamatan pasien. Sasaran sasaran dalam SKP
menyoroti bidang-bidang yang bermasalah dalam perawatan kesehatan,
memberikan bukti dan solusi hasil konsensus yang berdasarkan
nasihat para pakar. Dengan mempertimbangkan bahwa untuk
menyediakan perawatan kesehatan yang aman dan berkualitas tinggi
diperlukan desain sistem yang baik, sasaran biasanya sedapat mungkin
berfokus pada solusi yang berlaku untuk keseluruhan sistem.
Di Indonesia secara nasional untuk seluruh Fasilitas pelayanan
Kesehatan,diberlakukan Sasaran Keselamatan Pasien Nasional yang
terdiri dari :
SKP.1 Mengidentifikasi Pasien Dengan Benar
SKP.2 Meningkatkan Komunikasi Yang Efektif
SKP.3 Meningkatkan Keamanan Obat-obatan Yang Harus Diwaspadai
SKP.4 Memastikan Lokasi Pembedahan Yang Benar, Prosedur Yang
Benar, Pembedahan Pada Pasien Yang Benar
SKP.5 Mengurangi Risiko Infeksi Akibat Perawatan Kesehatan
SKP.6 Mengurangi Risiko Cedera Pasien Akibat Terjatuh

55
SASARAN 1: MENGIDENTIFIKASI PASIEN DENGAN BENAR
Fasilitas pelayanan Kesehatan menyusun pendekatan untuk memperbaiki
ketepatan identifikasi pasien.
Maksud Dan Tujuan
Kesalahan karena keliru-pasien sebenarnya terjadi di semua aspek
diagnosis dan pengobatan. Keadaan yang dapat mengarahkan terjadinya
error/kesalahan dalam mengidentifikasi pasien, adalah pasien yang dalam
keadaan terbius / tersedasi, mengalami disorientasi, atau tidak sadar
sepenuhnya; mungkin bertukar tempat tidur, kamar, lokasi di dalam
fasilitas pelayanan kesehatan; mungkin mengalami disabilitas sensori; atau
akibat situasi lain. Tujuan ganda dari sasaran ini adalah : pertama, untuk
dengan cara yang dapat dipercaya/reliable mengidentifikasi pasien sebagai
individu yang dimaksudkan untuk mendapatkan pelayanan atau
pengobatan; dan kedua, untuk mencocokkan pelayanan atau pengobatan
terhadap individu tersebut. Kebijakan dan/atau prosedur yang secara
kolaboratidikembangkan
untuk memperbaiki proses identifikasi, khususnya proses yang digunakan
untuk mengidentifikasi pasien ketika pemberian obat, darah atau produk
darah; pengambilan darah dan spesimen lain untuk pemeriksaan klinis;
atau memberikan pengobatan atau tindakan lain. Kebijakan dan/atau
prosedur memerlukan sedikitnya dua cara untuk mengidentifikasi seorang
pasien, seperti nama pasien, dengan dua nama pasien, nomor identifikasi
menggunakan nomor rekam medis, tanggal lahir, gelang (-identitas pasien)
dengan bar-code, atau cara lain. Nomor kamar atau lokasi pasien tidak bias
digunakan untuk identifikasi. Kebijakan dan/atau prosedur juga
menjelaskan penggunaan dua pengidentifikasi/penanda yang berbeda pada
lokasi yang berbeda di fasilitas pelayanan kesehatan, seperti di pelayanan
ambulatori atau pelayanan rawat jalan yang lain, unit gawat darurat, atau
kamar operasi. Identifikasi terhadap pasien koma yang tanpa identitas, juga
termasuk. Suatu proses kolaboratif digunakan untuk mengembangkan
kebijakan dan/atau prosedur untuk memastikan telah mengatur semua
situasi yang memungkinkan untuk diidentifikasi.

56
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:
1. Pasien diidentifikasi menggunakan dua identitas pasien, tidak boleh
menggunakan nomor kamar atau lokasi pasien.
2. Pasien diidentifikasi sebelum pemberian obat, darah, atau produk darah.
3. Pasien diidentifikasi sebelum mengambil darah dan spesimen lain untuk
pemeriksaan klinis Pasien diidentifikasi sebelum pemberian pengobatan
dan tindakan / prosedur.
4. Kebijakan dan prosedur mengarahkan pelaksanaan identifikasi yang
konsisten pada semua situasi dan lokasi.

SASARAN 2: MENINGKATKAN KOMUNIKASI YANG EFEKTIF


Fasilitas pelayanan kesehatan menyusun pendekatan agar komunikasi di
antara para petugas pemberi perawatan semakin efektif.
Maksud Dan Tujuan
Komunikasi efektif, yang tepat waktu, akurat, lengkap, jelas, dan yang
dipahami oleh resipien/penerima, akan mengurangi kesalahan, dan
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dapat secara
elektronik, lisan, atau tertulis. Komunikasi yang paling mudah mengalami
kesalahan adalah perintah diberikan secara lisan dan yang diberikan
melalui telpon, bila diperbolehkan peraturan perundangan. Komunikasi lain
yang mudah terjadi kesalahan adalah pelaporan kembali hasil pemeriksaan
kritis, seperti laboratorium klinis menelpon unit pelayanan pasien untuk
melaporkan hasil pemeriksaan segera /cito. Fasilitas pelayanan kesehatan
secara kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur
untuk perintah lisan dan melalui telepon termasuk: menuliskan (atau
memasukkan ke komputer) perintah secara lengkap atau hasil pemeriksaan
oleh penerima informasi; penerima membacakan kembali (read back)
perintah atau hasil pemeriksaan; dan mengkonfirmasi bahwa apa yang
sudah dituliskan dan dibacakan ulang dengan akurat.untuk obat-obat yang
termasuk obat NORUM/LASA dilakukan eja ulang. Kebijakan dan/atau
prosedur mengidentifikasi alternatif yang diperbolehkan bila proses
pembacaan kembali (read back) tidak memungkinkan seperti di kamar

57
operasi dan dalam situasi gawat darurat/emergensi di IGD atau ICU.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:
1. Perintah lisan dan yang melalui telepon ataupun hasil
pemeriksaan dituliskan secara lengkap oleh penerima perintah atau
hasil pemeriksaan tersebut.
2. Perintah lisan dan melalui telpon atau hasil
pemeriksaan secara lengkap dibacakan kembali oleh penerima perintah
atau hasil pemeriksaan tersebut.
3. Perintah atau hasil pemeriksaan dikonfirmasi oleh
individu yang memberi perintah atau hasil pemeriksaan tersebut
4. Kebijakan dan prosedur mendukung praktek yang
konsisten dalam melakukan verifikasi terhadap akurasi dari komunikasi
lisan melalui telepon.

SASARAN 3: MENINGKATKAN KEAMANAN OBAT-OBATAN YANG HARUS


DIWASPADAI
Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan pendekatan untuk
memperbaiki keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai.
Maksud Dan Tujuan
Bila obat-obatan adalah bagian dari rencana pengobatan pasien, maka
penerapan manajemen yang benar penting/krusial untuk memastikan
keselamatan pasien. Obat-obatan yang perlu diwaspadai (high-alert
medications) adalah obat yang persentasinya tinggi dalam menyebabkan
terjadi kesalahan/error dan/atau kejadian sentinel (sentinel event), obat
yang berisiko tinggi menyebabkan dampak yang tidak diinginkan (adverse
outcome) demikian pula obat-obat yang tampak mirip/ucapan mirip (Nama
Obat, Rupa dan Ucapan Mirip/NORUM, atau Look-Alike Sound-Alike/
LASA). Daftar obat-obatan yang sangat perlu diwaspadai tersedia di WHO.
Yang sering disebut-sebut dalam isu keamanan obat adalah pemberian
elektrolit konsentrat secara tidak sengaja (misalnya, kalium/potasium
klorida [sama dengan 2 mEq/ml atau yang lebih pekat)], kalium/potasium
fosfat [(sama dengan atau lebih besar dari 3 mmol/ml)], natrium/sodium

58
klorida [lebih pekat dari 0.9%], dan magnesium sulfat [sama dengan 50%
atau lebih
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:
1. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan agar
memuat proses identifikasi, lokasi, pemberian label, dan penyimpanan
obat-obat yang perlu diwaspadai
2. Kebijakan dan prosedur diimplementasikan
3. Elektrolit konsentrat tidak berada di unit pelayanan
pasien kecuali jika dibutuhkan secara klinis dan tindakan diambil untuk
mencegah pemberian yang tidak sengaja di area tersebut, bila
diperkenankan kebijakan.
4. Elektrolit konsentrat yang disimpan di unit
pelayanan pasien harus diberi label yang jelas, dan disimpan pada area
yang dibatasi ketat (restricted).

SASARAN4: MEMASTIKAN LOKASI PEMBEDAHAN YANG BENAR,


PROSEDUR YANG BENAR, PEMBEDAHAN PADA PASIEN YANG BENAR
Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk
memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien operasi.
Maksud Dan Tujuan
 Salah-lokasi, salah-prosedur, salah-pasien operasi, adalah kejadian
yang mengkhawatirkan dan biasa terjadi di fasilitas pelayanan
kesehatan. Kesalahan ini adalah akibat dari komunikasi yang tidak
efektif atau tidak adekuat antara anggota tim bedah, kurang/ tidak
melibatkan pasien di dalam penandaan lokasi (site marking), dan
tidak ada prosedur untuk memverifikasi lokasi operasi. Di samping
itu juga asesmen pasien yang tidak adekuat, penelaahan ulang
catatan medis tidak adekuat, budaya yang tidak mendukung
komunikasi terbuka antar anggota tim bedah, permasalahan yang
berhubungan dengan resep yang tidak terbaca (illegible handwriting)
dan pemakaian singkatan adalah merupakan faktor-faktor kontribusi
yang sering terjadi. Fasilitas pelayanan kesehatan perlu untuk secara

59
kolaboratif mengembangkan suatu kebijakan dan/atau prosedur yang
efektif di dalam mengeliminasi masalah yang mengkhawatirkan ini.
Kebijakan termasuk definisi dari operasi yang memasukkan
sekurang-kurangnya prosedur yang menginvestigasi dan/atau
mengobati penyakit dan kelainan/disorder pada tubuh manusia
dengan cara menyayat, membuang, mengubah, atau menyisipkan
kesempatan diagnostik/terapeutik. Kebijakan berlaku atas setiap
lokasi di fasilitas pelayanan kesehatan dimana prosedur ini
dijalankan. Praktek berbasis bukti, seperti yang diuraikan dalam
Surgical Safety Checklist dari WHO Patient Safety (2009), juga di The
Joint Commission’s Universal Protocol for Preventing Wrong Site, Wrong
Procedure, Wrong Person Surgery. Penandaan lokasi operasi
melibatkan pasien dan dilakukan dengan tanda yang segera dapat
dikenali. Tanda itu harus digunakan secara konsisten di seluruh
fasilitas pelayanan kesehatan; dan harus dibuat oleh orang yang akan
melakukan tindakan; harus dibuat saat pasien terjaga dan sadar; jika
memungkinkan, dan harus terlihat sampai pasien disiapkan dan
diselimuti. Lokasi operasi ditandai pada semua kasus termasuk sisi
(laterality), struktur multipel (jari tangan, jari kaki, lesi), atau multiple
level (tulang belakang). Maksud dari proses verifikasi praoperatif
adalah untuk :
 memverifikasi lokasi, prosedur, dan pasien yang benar;
 memastikan bahwa semua dokumen, foto (images), dan hasil
pemeriksaan yang relevan tersedia, diberi label dengan baik, dan
dipampang;
 Memverifikasi keberadaan peralatan khusus dan/atau implant-
implant yang dibutuhkan.

Tahap “Sebelum insisi”/Time out memungkinkan setiap pertanyaan


yang belum terjawab atau kesimpang-siuran dibereskan. Time out
dilakukan di tempat tindakan akan dilakukan, tepat sebelum
dilakukan tindakan.

60
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:
Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu tanda yang jelas dan
dapat dimengerti untuk identifikasi lokasi operasi dan melibatkan pasien di
dalam proses penandaan/pemberi tanda.
1. Fasilitas pelayanan kesehatan menggunakan suatu checklist atau proses
lain untuk memverifikasi saat preoperasi tepat lokasi, tepat prosedur,
dan tepat pasien dan semua dokumen serta peralatan yang diperlukan
tersedia, tepat, dan fungsional.
2. Tim operasi yang lengkap menerapkan dan mencatat prosedur “sebelum
insisi/time-out” tepat sebelum dimulainya suatu prosedur/tindakan
pembedahan.
3. Kebijakan dan prosedur dikembangkan untuk mendukung keseragaman
proses untuk memastikan tepat lokasi, tepat prosedur, dan tepat pasien,
termasuk prosedur medis dan tindakan pengobatan gigi/dental yang
dilaksanakan di luar kamar operasi.

SASARAN 5: MENGURANGI RISIKO INFEKSI AKIBAT PERAWATAN


KESEHATAN
Fasilitas pelayanan Kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk
mengurangi risiko infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
MAKSUD DAN TUJUAN
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan tantangan praktisi dalam
kebanyakan tatanan pelayanan kesehatan, dan peningkatan biaya untuk
mengatasi infeksi yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan
merupakan keprihatinan besar bagi pasien maupun para professional
pelayanan kesehatan. Infeksi umumnya dijumpai dalam semua bentuk
pelayanan kesehatan termasuk infeksi saluran kemih-terkait kateter,
infeksi aliran darah (blood stream infections) dan pneumonia (sering kali
dihubungkan dengan ventilasi mekanis). Pokok dari eliminasi infeksi ini
maupun infeksi lain adalah cuci tangan (hand hygiene) yang tepat. Pedoman
hand hygiene yang berlaku secara internasional bisa diperoleh dari WHO,
fasilitas pelayanan kesehatan mempunyai proses kolaboratif untuk

61
mengembangkan kebijakan dan/atau prosedur yang menyesuaikan atau
mengadopsi pedoman hand hygiene yang diterima secara umum untuk
implementasi pedoman itu di Fasilitas pelayanan Kesehatan.

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN:


1. Fasilitas pelayanan Kesehatan mengadopsi atau mengadaptasi pedoman
hand hygiene terbaru yang diterbitkan dan sudah diterima secara umum
(al.dari WHO Patient Safety).
2. Fasilitas pelayanan Kesehatan menerapkan program hand hygiene yang
efektif.
3. Kebijakan dan/atau prosedur dikembangkan untuk mengarahkan
pengurangan secara berkelanjutan risiko infeksi yang terkait pelayanan
kesehatan

SASARAN 6 : MENGURANGI RISIKO CEDERA PASIEN AKIBAT


TERJATUH
Fasilitas pelayanan kesehatan mengembangkan suatu pendekatan untuk
mengurangi risiko pasien dari cedera karena jatuh.
MAKSUD DAN TUJUAN.
Jumlah kasus jatuh menjadi bagian yang bermakna penyebab cedera
pasien rawat inap. Dalam konteks populasi/masyarakat yang dilayani,
pelayanan yang diberikan, dan fasilitasnya, fasilitas pelayanan kesehatan
perlu mengevaluasi risiko pasien jatuh dan mengambil tindakan untuk
mengurangi risiko cedera bila sampai jatuh. Evaluasi bisa meliputi riwayat
jatuh, obat dan telaah terhadap obat dan konsumsi alkohol, penelitian
terhadap gaya/cara jalan dan keseimbangan, serta alat bantu berjalan yang
digunakan oleh pasien. Program ini memonitor baik konsekuensi yang
dimaksudkan atau yang tidak sengaja terhadap langkah-langkah yang
dilakukan untuk mengurangi jatuh. Misalnya penggunaan yang tidak benar
dari alat penghalang atau pembatasan asupan cairan bisa menyebabkan
cedera, sirkulasi yang terganggu, atau integrasi kulit yang menurun.
Program tersebut harus diterapkan di fasilitas pelayanan kesehatan.

62
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :
1. Fasilitas pelayanan kesehatan menerapkan proses asesmen awal risiko
pasien jatuh dan melakukan asesmen ulang terhadap pasien bila
diindikasikan terjadi perubahan kondisi atau pengobatan.
2. Langkah-langkah diterapkan untuk mengurangi risiko jatuh bagi mereka
yang pada hasil asesmen dianggap berisiko

E.Tujuh Langkah Menuju Keselamatan Pasien


Sangat penting bagi staf fasilitas pelayanan kesehatan untuk dapat
menilai kemajuan yang telah dicapai dalam memberikan asuhan yang lebih
aman. Dengan tujuh langkah menuju keselamatan pasien Fasilitas
pelayanan Kesehatan dapat memperbaiki keselamatan pasien, melalui
perencanaan kegiatan dan pengukuran kinerjanya. Melaksanakan tujuh
langkah ini akan membantu memastikan bahwa asuhan yang diberikan
seaman mungkin, dan jika terjadi sesuatu hal yang tidak benar bisa segera
diambil tindakan yang tepat. Tujuh langkah ini juga bisa membantu
Fasilitas pelayanan Kesehatan mencapai sasaran-sasarannya untuk Tata
Kelola Klinik, Manajemen Risiko, dan Pengendalian Mutu.
Tujuh langkah menuju keselamatan pasien terdiri dari :
1. Membangun kesadaran akan nilai Keselamatan Pasien. Ciptakan budaya
adil dan terbuka
2. Memimpin dan mendukung staf. Tegakkan fokus yang kuat dan jelas
tentang keselamatan pasien diseluruh Fasilitas pelayanan Kesehatan
anda.
3. Mengintegrasikan aktivitas pengelolaan risiko. Bangun sistem dan proses
untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi kemungkinan terjadinya
kesalahan
4. Mengembangkan sistem pelaporan. Pastikan staf anda mudah untuk
melaporkan insiden secara internal (lokal ) maupun eksternal (nasional).
5. Melibatkan dan berkomunikasi dengan pasien. Kembangkan cara-cara
berkomunikasi cara terbuka dan mendengarkan pasien.
6. Belajar dan berbagi pengalaman tentang Keselamatan Pasien. Dorong

63
staf untuk menggunakan analisa akar masalah guna pembelajaran
tentang bagaimana dan mengapa terjadi insiden.
7. Mencegah cedera melalui implementasi sistem Keselamatan Pasien
Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau
sistem. Untuk sistem yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan
Kesehatan untuk mencapai hal-hal diatas dibutuhkan
perubahan budaya dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf dalam
waktu yang cukup lama.

LANGKAH 1 BANGUN BUDAYA KESELAMATAN


Segala upaya harus dikerahkan di Fasilitas pelayanan Kesehatan untuk
menciptakan lingkungan yang terbuka dan tidak menyalahkan sehingga
aman untuk melakukan pelaporan.
Ciptakan budaya adil dan terbuka. Dimasa lalu sangat sering terjadi reaksi
pertama terhadap insiden di Fasilitas pelayanan Kesehatan adalah
menyalahkan staf yang terlibat, dan dilakukan tindakan-tindakan
hukuman. Hal ini, mengakibatkan staf enggan melapor bila terjadi insiden.
Penelitian menunjukkan kadang-kadang staf yang terbaik melakukan
kesalahan yang fatal, dan kesalahan ini berulang dalam lingkungan
Fasilitas pelayanan Kesehatan. Oleh karena itu,diperlukan lingkungan
dengan budaya adil dan terbuka sehingga staf berani melapor dan
penanganan insiden dilakukan secara sistematik. Dengan budaya adil dan
terbuka ini pasien, staf dan Fasilitan Kesehatan akan memperoleh banyak
manfaat.
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Pastikan ada kebijakan yang menyatakan apa yang harus dilakukan oleh
staf apabila terjadi insiden, bagaimana dilakukan investigasi dan dukungan
apa yang harus diberikan kepada pasien, keluarga, dan staf.
b. Pastikan dalam kebijakan tersebut ada kejelasan tentang peran individu
dan akuntabilitasnya bila terjadi insiden.
c. Lakukan survei budaya keselamatan untuk menilai budaya pelaporan

64
dan pembelajaran di Fasilitas pelayanan Kesehatan anda.
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Pastikan teman anda merasa mampu berbicara tentang pendapatnya dan
membuat laporan apabila terjadi insiden.
b. Tunjukkan kepada tim anda tindakan-tindakan yang sudah dilakukan
oleh Fasilitas pelayanan Kesehatan menindak lanjuti laporan-laporan
tersebut secara adil guna pembelajaran dan pengambilan keputusan yang
tepat.

LANGKAH 2 PIMPIN DAN DUKUNG STAF ANDA


Tegakkan fokus yang kuat dan jelas tentang keselamatan pasien diseluruh
Fasilitas pelayanan Kesehatan anda. Keselamatan pasien melibatkan setiap
orang dalam Fasilitas pelayanan Kesehatan anda. Membangun budaya
keselamatan sangat tergantung kepada kepemimpinan yang kuat dan
kemapuan organisasi mendengarkan pendapat seluruh anggota.

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :


Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Pastikan ada anggota eksekutif yang bertanggung jawab tentang
keselamatan pasien. Anggota eksekutif di rumah sakit merupakan jajaran
direksi rumah sakit yang meliputi kepala atau direktur rumah sakit dan
pimpinan unsur-unsur yang ada dalam struktur organisasi
rumah sakit, sedangkan untuk fasilitas pelayanan kesehatan tingkat
pertama merupakan jajaran pimpinan organisasi jenis fasilitas pelayanan
kesehatan tingkat pertama.
b. Tunjuk penggerak/champion keselamatan pasien di tiap unit.
c. Tempatkan keselamatan pasien dalam agenda pertemuan-pertemuan
pada tingkat manajemen dan unit.
d. Masukkan keselamatan pasien ke dalam program-program pelatihan bagi
staf dan pastikan ada pengukuran terhadap efektifitas pelatihanpelatihan
tersebut.

65
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Calonkan penggerak/champion untuk keselamatan pasien.
b. Jelaskan pentingnya keselamatan pasien kepada anggota unit anda.
c. Tumbuhkan etos kerja dilingkungan tim/unit anda sehingga staf merasa
dihargai dan
merasa mampu berbicara apabila mereka berpendapat bahwa insiden bisa
terjadi.

LANGKAH 3 INTEGRASIKAN KEGIATAN MANAJEMEN RISIKO ANDA


Bangun sistem dan proses untuk mengelola risiko dan mengindentifikasi
kemungkinan terjadinya kesalahan. Sistem manajemen risiko akan
membantu Fasilitas pelayanan Kesehatan mengelola insiden secara efektif
dan mencegah kejadian berulang kembali. Keselamatan pasien adalah
komponen kunci dari manajemen risiko, dan harus di integrasikan dengan
keselamatan staf, manajemen komplain, penanganan litigasi dan klaim
serta risiko keuangan dan lingkungan. Sistem manajemen risiko ini harus
di dukung oleh strategi manajemen risiko Fasilitas pelayanan Kesehatan,
yang mencakup progam program asesmen risiko secara pro-aktif dan risk
register.

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :


Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Pelajari kembali struktur dan proses untuk pengelolaan risiko klinis dan
non klinis, dan pastikan hal ini sudah terintegrasi dengan keselamatan
pasien dan staf komplain dan risiko keuangan serta lingkungan.
b. Kembangkan indikor-indikator kinerja untuk sistem manajemen risiko
anda sehingga dapat di monitor oleh pimpinan.
c. Gunakan informasi-informasi yang diperoleh dari sistem pelaporan
insiden dan asesmen risiko untuk perbaikan pelayanan pasien secara pro-
aktif.
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Giatkan forum-forum diskusi tentang isu-isu manajemen risiko dan

66
keselamatan pasien, berikan feedback kepada manajemen.
b. Lakukan asesmen risiko pasien secara individual sebelum dilakukan
tindakan
c. Lakukan proses asesmen risiko secara reguler untuk tiap jenis risiko dan
lakukan tindaka-tindakan yang tepat untuk meminimalisasinya.
d. Pastikan asesmen risiko yang ada di unit anda masuk ke dalam proses
asesmen risiko di tingkat organisasi dan risk register.

LANGKAH 4 BANGUN SISTEM PELAPORAN


Sistem pelaporan sangat vital di dalam pengumpulan informasi sebagai
dasar analisa dan penyampaikan rekomendasi. Pastikan staf anda mudah
untuk melaporkan insiden secara internal (lokal) maupun eksternal
(nasional).
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan:
Bangun dan implementasikan sistem pelaporan yang menjelaskan
bagaimana dan cara Fasilitas pelayanan Kesehatan melaporkan insiden
secara nasional ke Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).

Untuk tingkat Unit/Pelaksana :


Dorong kolega anda untuk secara aktif melaporkan insiden-insiden
keselamatan pasien baik yang sudah terjadi maupun yang sudah di cegah
tetapi bisa berdampak penting untuk pembelajaran. Panduan secara detail
tentang sistem pelaporan insiden keselamatan pasien akan di susun oleh
Komite Nasional Keselamatan Pasien (KNKP).

LANGKAH 5 LIBATKAN DAN BERKOMUNIKASI DENGAN PASIEN DAN


MASYARAKAT
Peran aktif pasien dalam proses asuhannya harus diperkenalkan dan di
dorong. Pasien memainkan peranan kunci dalam membantu penegakan
diagnosa yang akurat, dalam memutuskan tindakan pengobatan yang
tepat, dalam memilih fasilitas yang aman dan berpengalaman, dan dalam

67
mengidentifikasi Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) serta mengambil
tindakan yang tepat. Kembangkan cara-cara berkomunikasi cara terbuka
dan
mendengarkan pasien.

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :


Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Kembangkan kebijakan yang mencakup komunikasi terbuka dengan
pasien dan keluarganya tentang insiden yang terjadi
b. Pastikan pasien dan keluarganya mendapatkan informasi apabila terjadi
insiden dan pasien mengalami cidera sebagai akibatnya.
c. Berikan dukungan kepada staf, lakukan pelatihan-pelatihan dan
dorongan agar mereka mampu melaksanakan keterbukaan kepada pasien
dan keluarganya .

Untuk tingkat Unit/Pelaksana :


a. Pastikan anggota tim menghargai dan mendukung keterlibatan pasien
dan keluargannya secara aktif waktu terjadi insiden.
b. Prioritaskan kebutuhan untuk memberikan informasi kepada pasien dan
keluarganya waktu terjadi insiden, dan berikan informasi yang jelas, akurat
dan tepat waktu
c. Pastikan pasien dan keluarganya menerima pernyataan ”maaf” atau rasa
keprihatinan kita dan lakukan dengan cara terhormat dan simpatik.

LANGKAH 6 BELAJAR DAN BERBAGI TENTANG PEMBELAJARAN


KESELAMATAN
Jika terjadi insiden keselamatan pasien, isu yang penting bukan siapa yang
harus disalahkan tetapi bagaimana dan mengapa insiden itu terjadi. Salah
satu hal yang terpenting yang harus kita pertanyakan adalah apa yang
sesungguhnya terjadi dengan sistem kita ini. Dorong staf untuk
menggunakan analisa akar masalah guna pembelajaran tentang bagaimana
dan mengapa terjadi insiden.

68
KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :
Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Yakinkan staf yang sudah terlatih melakukan investigasi insiden secara
tepat sehingga bias
mengidentifikasi akar masalahnya.
b. Kembangkan kebijakan yang mencakup kriteria kapan fasilitas
pelayanan kesehatan harus melakukan Root Cause Analysis (RCA).
Untuk tingkat Unit/Pelaksana :
a. Lakukan pembelajaran di dalam lingkup unit anda dari analisa insiden
keselamatan pasien.
b. Identifikasi unit lain yang kemungkinan terkena dampak dan berbagilah
proses pembelajaran anda secara luas.

LANGKAH 7 IMPLEMENTASIKAN SOLUSI-SOLUSI UNTUK MENCEGAH


CIDERA
Salah satu kekurangan Fasilitas pelayanan Kesehatan di masa lalu adalah
ketidakmampuan dalam mengenali bahwa penyebab kegagalan yang terjadi
di satu Fasilitas pelayanan Kesehatan bisa menjadi cara untuk mencegah
risiko terjadinya kegagalan di Fasilitas pelayanan Kesehatan yang lain.
Pembelajaran lewat perubahan-perubahan didalam praktek, proses atau
sistem. Untuk sistem yang sangat komplek seperti Fasilitas pelayanan
Kesehatan untuk mencapai hal-hal diatas dibutuhkan perubahan budaya
dan komitmen yang tinggi bagi seluruh staf dalam waktu yang cukup lama.

KEGIATAN YANG DILAKSANAKAN :


Untuk tingkat Fasilitas Pelayanan Kesehatan :
a. Gunakan informasi yang berasal dari sistem pelaporan insiden, asesmen
risiko, investigasi insiden, audit dan analisa untuk menetapkan solusi di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Hal ini mencakup redesigning system dan
proses, penyelarasan pelatihan staf dan praktek klinik.
b. Lakukan asesmen tentang risiko-risiko untuk setiap perubahan yang

69
direncanakan.
c. Monitor dampak dari perubahan-perubahan tersebut
d. Implementasikan solusi-solusi yang sudah dikembangkan eksternal. Hal
ini termasuk solusi yang dikembangkan oleh KNKP atau BestPractice yang
sudah dikembangkan oleh Fasilitas Klesehatan lain

Untuk tingkat Unit/Pelaksana :


a. Libatkan tim anda dalam pengambangan cara-cara agar asuhan pasien
lebih baik dan lebih aman.
b. Kaji ulang perubahan-perubahan yang sudah dibuat dengan tim anda
untuk memastikan keberlanjutannya
c. Pastikan tim anda menerima feedback pada setiap followup dalam
pelaporan insiden.

70
BAB IX
PELAPORAN INSIDEN KESELAMATAN PASIEN (IKP)

A. Tujuan Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien


a. Tujuan Umum :
1) Menurunnya Insiden Keselamatan Pasien (KTD, KNC, KTC dan KPC)
2) Meningkatnya mutu pelayanan dan keselamatan pasien.
b. Tujuan Khusus :
1) Rumah Sakit (Internal)
a) Terlaksananya sistem pelaporan dan pencatatan insiden keselamatan
pasien di rumah sakit .
b) Diketahui penyebab insiden keselamatan pasien sampai pada akar
masalah
c) Didapatkannya pembelajaran untuk perbaikan asuhan kepada pasien
agar dapat mencegah kejadian yang sama dikemudian hari.
2) KKPRS (Eksternal)
a) Diperolehnya data / peta nasional angka insiden keselamatan pasien
(KTD, KNC, KTC)
b) Diperolehnya pembelajaran untuk meningkatkan mutu pelayanan dan
keselamatan pasien bagi rumah sakit lain.
c) Ditetapkannya langkah-langkah praktis Keselamatan Pasien untuk
rumah sakit di Indonesia.

B. Definisi
1. Keselamatan / Safety
Bebas dari bahaya atau risiko (hazard)
3. Hazard / bahaya
Adalah suatu "Keadaan, Perubahan atau Tindakan" yang dapat
meningkatkan risiko pada pasien.
a. Keadaan
Adalah setiap faktor yang berhubungan atau mempengaruhi suatu
"Peristiwa Keselamatan Pasien/ Patient Safety Event , Agent atau Personal"
b. Agent
Adalah substansi, obyek atau sistem yang menyebabkan perubahan
4. Keselamatan Pasien / Patient Safety
Pasien bebas dari harm /cedera yang tidak seharusnya terjadi atau bebas
dari harm yang potensial akan terjadi (penyakit, cedera fisik / sosial /
psikologis, cacat, kematian dll), terkait dengan pelayanan kesehatan.Yang
dimaksud dengan keselamatan pasien (patient safety) adalah proses dalam
suatu Rumah Sakit yang memberikan pelayanan pasien yang lebih aman.
Termasuk di dalamnya asesmen risiko, identifikasi, dan manajemen risiko
terhadap pasien, pelaporan dan analisis insiden, kemampuan untuk belajar
dan menindaklanjuti insiden, dan menerapkan solusi untuk mengurangi
serta meminimalisir timbulnya risiko. (Penjelasan UU 44/2009 ttg RS pasal
43)
4. Keselamatan Pasien RS / Hospital Patient Safety
Suatu sistem dimana rumah sakit membuat asuhan pasien lebih aman.
Sistem tersebut meliputi assessmen risiko, identifikasi dan pengelolaan hal
yang berhubungan dengan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden,
kemampuan belajar dari insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi
solusi untuk meminimalkan timbulnya risiko. Sistem tersebut diharapkan
dapat mencegah terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
melaksanakan suatu tindakan atau tidak melakukan tindakan yang
seharusnya dilakukan.
5. Harm/ cedera
Dampak yang terjadi akibat gangguan struktur atau penurunan fungsi
tubuh dapat berupa fisik, sosial dan psikologis. Yang termasuk harm adalah
: "Penyakit, Cedera, Penderitaan, Cacat, dan Kematian".
a. Penyakit/Disease Disfungsi fisik atau psikis
b. Cedera/Injury Kerusakan jaringan yang diakibatkan agent / keadaan
c. Penderitaan/Suffering Pengalaman/ gejala yang tidak menyenangkan
termasuk nyeri, mal-aise, mual, muntah, depresi, agitasi,dan ketakutan
d. Cacat/Disability Segala bentuk kerusakan struktur atau fungsi tubuh,
keterbatasan aktifitas dan atau restriksi dalam pergaulan sosial yang
berhubungan dengan harm yang terjadi sebelumnya atau saat ini.
6. Insiden Keselamatan Pasien (IKP)/Patient Safety Incident
Setiap adalah setiap kejadian atau situasi yang dapat mengakibatkan atau
berpotensi mengakibatkan harm (penyakit, cedera, cacat, kematian dan
lainlain) yang tidak seharusnya terjadi.
7. Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) / Adverse Event
Suatu kejadian yang mengakibatkan cedera yang tidak diharapkan pada
pasien karena suatu tindakan (“commission”) atau karena tidak bertindak
(“omission”), bukan karena “underlying disease” atau kondisi pasien.
8. Kejadian Nyaris Cedera (KNC) / Near Miss
Suatu Insiden yang belum sampai terpapar ke pasien sehingga tidak
menyebabkan cedera pada pasien.
9. Kejadian Tidak Cedera (KTC) adalah insiden yang sudah terpapar ke pasien,
tetapi tidak menimbulkan cedera, dapat terjadi karena "keberuntungan"
(misal; pasien terima suatu obat kontra indikasi tetapi tidak timbul reaksi
obat), atau "peringanan" (suatu obat dengan reaksi alergi diberikan, diketahui
secara dini lalu diberikan antidotumnya).
10. Kondisi Potensial Cedera (KPC) / “reportable circumstance”
kondisi yang sangat berpotensi untuk menimbulkan cedera, tetapi belum
terjadi insiden.
11. Kejadian Sentinel (Sentinel Event) :
Suatu KTD yang mengakibatkan kematian atau cedera yang serius;
biasanya dipakai untuk kejadian yang sangat tidak diharapkan atau tidak
dapat diterima seperti : operasi pada bagian tubuh yang salah. Pemilihan kata
“sentinel” terkait dengan keseriusan cedera yang terjadi sehingga pencarian
fakta terhadap kejadian ini mengungkapkan adanya masalah yang serius pada
kebijakan dan prosedur yang berlaku. Contoh Kejadian sentinel antara lain
Tindakan invasif/pembedahan pada pasien yang salah, Tindakan invasif/
pembedahan pada bagian tubuh yang keliru, Ketinggalan instrumen/alat/
benda-benda lain di dalam tubuh pasien sesudah tindakan pembedahan,
Bunuh diri pada pasien rawat inap, Embolisme gas intravaskuler yang
mengakibatkan kematian/kerusakan neurologis, Reaksi Haemolitis transfusi
darah akibat inkompatibilitas ABO, Kematian ibu melahirkan, Kematian bayi
“Full-Term” yang tidak di antipasi, Penculikan bayi, Bayi tertukar,
Perkosaan /tindakan kekerasan terhadap pasien, staf, maupun pengunjung.
Selain contoh kejadian sentinel diatas terdapat kejadian sentinel yang
berdampak luas/nasional diantaranya berupa Kejadian yang sudah terlanjur
di “ blow up” oleh media, Kejadian yang menyangkut pejabat, selebriti dan
publik figure lainnya, Kejadian yang melibatkan berbagai institusi maupun
fasilitas pelayanan kesehatan lain, Kejadian yang sama yang timbul di
berbagai fasilitas pelayanan kesehatan dalam kurun waktu yang relatif
bersamaan, Kejadian yang menyangkut moral, misalnya : perkosaan atau
tindakan kekerasaan.
12. Laporan insiden keselamatan pasien RS (Internal) Pelaporan secara tertulis
setiap kejadian nyaris cedera (KNC) atau kejadian tidak diharapkan (KTD) atau
kejadian tidak cedera (KTC atau kondisi potensial cedera (KPC) yang menimpa
pasien.
13. Laporan insiden keselamatan pasien KKPRS (Eksternal) :
Pelaporan secara anonim secara elektronik ke KKPRS setiap kejadian tidak
diharapkan (KTD) atau kejadian nyaris cedera (KNC) atau kejadian tidak
cedera (KTC) atau Sentinel Event yang terjadi pada pasien, setelah dilakukan
analisa penyebab, rekomendasi dan solusinya.
14. Faktor Kontributor
Adalah keadaan, tindakan, atau faktor yang mempengaruhi dan berperan
dalam mengembangkan dan atau meningkatkan risiko suatu kejadian
(misalnya pembagian tugas yang tidak sesuai kebutuhan). Contoh :
a. Faktor kontributor di luar organisasi (eksternal)
b. Faktor kontributor dalam organisasi (internal) misalnya tidak ada
prosedur
c. Faktor kontributor yang berhubungan dengan petugas (kognitif atau
perilaku petugas yang kurang, lemahnya supervisi, kurangnya team
workatau komunikasi)
d. Faktor kontributor yang berhubungan dengan keadaan pasien.

15. Analisis Akar Masalah/ Root Cause Analysis (RCA)


Adalah suatu proses berulang yang sistematik dimana faktorfaktor yang
berkontribusi dalam suatu insiden diidentifikasi dengan merekonstruksi
kronologis kejadian menggunakan pertanyaan ‘mengapa' yang diulang hingga
menemukan akar penyebabnya dan penjelasannya. Pertanyaan ‘mengapa'
harus ditanyakan hingga tim investigator mendapatkan fakta, bukan hasil
spekulasi.

C. Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien


Banyak metode yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko, salah satu
caranya adalah dengan mengembangkan sistem pelaporan dan system
analisis. Dapat dipastikan bahwa sistem pelaporan akan mengajak semua
orang dalam organisasi untuk peduli akan bahaya atau potensi bahaya yang
dapat terjadi kepada pasien. Pelaporan juga penting digunakan untuk
memonitor upaya pencegahan terjadinya kesalahan (error) sehingga
diharapkan dapat mendorong dilakukannya investigasi selanjutnya.
 Mengapa pelaporan insiden penting?
Karena pelaporan akan menjadi awal proses pembelajaran untuk
mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
 Bagaimana memulainya ?
Dibuat suatu sistem pelaporan insiden di rumah sakit meliputi
kebijakan, alur pelaporan, formulir pelaporan dan prosedur pelaporan
yang harus disosialisasikan pada seluruh karyawan.
 Apa yang harus dilaporkan ?
Insiden yang dilaporkan adalah kejadian yang sudah terjadi, potensial
terjadi ataupun yang nyaris terjadi.
 Siapa yang membuat Laporan Insiden (Incident Report) ?
Siapa saja atau semua staf RS yang pertama menemukan
kejadian/insiden
Siapa saja atau semua staf yang terlibat dalam kejadian/insiden
 Bagaimana cara membuat Laporan Insiden?
Karyawan diberikan pelatihan mengenai sistem pelaporan insiden mulai
dari maksud, tujuan dan manfaat laporan, alur pelaporan, bagaimana
cara mengisi formulir laporan insiden, kapan harus melaporkan,
pengertian-pengertian yang digunakan dalam sistem
pelaporan dan cara menganalisa laporan.
 Masalah yang sering menghambat dalam Laporan Insiden
o Laporan dipersepsikan sebagai pekerjaan perawat
o Laporan sering disembunyikan / underreport, karena takut
disalahkan.
o Laporan sering terlambat
o Bentuk laporan miskin data karena adanya budaya menyalahkan
(blame culture)

D. Alur Pelaporan Insiden Keselamatan Pasien


A. Alur Pelaporan Insiden Kepada Tim Keselamatan Pasien di RS (Internal)
1. Apabila terjadi suatu insiden (KNC/KTD/KTC/KPC) di rumah sakit, wajib
segera ditindaklanjuti (dicegah / ditangani) untuk mengurangi dampak /
akibat yang tidak diharapkan.
2. Setelah ditindaklanjuti, segera membuat laporan insidennya dengan
mengisi Formulir Laporan Insiden pada akhir jam kerja/shift kepada
Atasan langsung. (Paling lambat 2 x 24 jam ); diharapkan jangan menunda
laporan.
3. Setelah selesai mengisi laporan, segera menyerahkan kepada Atasan
langsung pelapor. (Atasan langsung disepakati sesuai keputusan
Manajemen : Supervisor/Kepala Bagian/Instalasi/ Departemen / Unit).
4. Atasan langsung akan memeriksa laporan dan melakukan grading risiko
terhadap insiden yang dilaporkan.
5. Hasil grading akan menentukan bentuk investigasi dan analisa yang akan
dilakukan sebagai berikut:
Grade biru : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung,
waktu maksimal 1 minggu.
Grade hijau : Investigasi sederhana oleh Atasan langsung, waktu maksimal
2 minggu
Grade kuning : Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah/RCA oleh
Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari
Grade merah : Investigasi komprehensif/Analisis akar masalah / RCA oleh
Tim KP di RS, waktu maksimal 45 hari.
6. Setelah selesai melakukan investigasi sederhana, laporan hasil investigasi
dan laporan insiden dilaporkan ke Tim KP di RS .
7. Tim KP di RS akan menganalisa kembali hasil Investigasi dan Laporan
insiden untuk menentukan apakah perlu dilakukan investigasi lanjutan
(RCA) dengan melakukan Regrading.
8. Untuk grade Kuning / Merah, Tim KP di RS akan melakukan Analisis akar
masalah / Root Cause Analysis (RCA)
9. Setelah melakukan RCA, Tim KP di RS akan membuat laporan dan
Rekomendasi untuk perbaikan serta "Pembelajaran" berupa : Petunjuk /
"Safety alert" untuk mencegah kejadian yang sama terulang kembali.
10. Hasil RCA, rekomendasi dan rencana kerja dilaporkan kepada Direksi
11. Rekomendasi untuk "Perbaikan dan Pembelajaran" diberikan umpan
balik kepada unit kerja terkait serta sosialisasi kepada seluruh unit di
Rumah Sakit
12. Unit Kerja membuat analisa kejadian di satuan kerjanya masing –
masing
13. Monitoring dan Evaluasi Perbaikan oleh Tim KP di RS.

B. Alur Pelaporan Insiden Ke Kkprs - Komite Keselamatan Pasien Rumah Sakit


(Eksternal)
Laporan hasil investigasi sederhana / analisis akar masalah / RCA yang
terjadi pada pasien dan telah mendapatkan rekomendasi dan solusi oleh Tim
KP di RS (internal) / Pimpinan RS dikirimkan ke KKPRS dengan melakukan
entry data (e-reporting) melalui website resmi KKPRS : www.buk.depkes.go.id

E. Analisis Matriks Grading Risiko


Penilaian matriks risiko adalah suatu metode analisa kualitatif untuk
menentukan derajat risiko suatu insiden berdasarkan Dampak dan
Probabilitasnya.
a. Dampak (Consequences)
Penilaian dampak / akibat suatu insiden adalah seberapa berat akibat
yang dialami pasien mulai dari tidak ada cedera sampai meninggal ( tabel
1).
b. Probabilitas / Frekuensi / /Likelihood
Penilaian tingkat probabilitas / frekuensi risiko adalah seberapa
seringnya insiden tersebut terjadi (tabel 2).
Tabel 1.
Penilaian Dampak Klinis / Konsekuensi / Severity

Tabel 2
Penilaian Probabilitas / Frekuensi
Setelah nilai Dampak dan Probabilitas diketahui, dimasukkan dalam Tabel
Matriks Grading Risiko untuk menghitung skor risiko dan mencari warna
bands risiko.
Bands risiko adalah derajat risiko yang digambarkan dalam empat warna yaitu
: Biru, Hijau, Kuning dan Merah. Warna "bands" akan menentukan Investigasi
yang akan dilakukan .
Cara menghitung skor risiko : Untuk menentukan skor risiko digunakan
matriks grading risiko (tabel 3) :
1. Tetapkan frekuensi pada kolom kiri
2. Tetapkan dampak pada baris ke arah kanan,
3. Tetapkan warna bandsnya, berdasarkan pertemuan antara frekuensi dan
dampak.
SKOR RISIKO = Dampak x Probabilitas(tabel 3)
Bands BIRU dan HIJAU : Investigasi sederhana
Bands KUNING dan MERAH : Investigasi Komprehensif / RCA

Contoh : Pasien jatuh dari tempat tidur dan meninggal, kejadian seperti ini di
RS X terjadi pada 2 tahun yang lalu Nilai dampak : 5 (katastropik ) karena
pasien meninggal.
Nilai probabilitas : 3 (mungkin terjadi) karena pernah terjadi 2 thn lalu.
Skoring risiko : 5 x 3 = 15. Warna Bands : Merah (ekstrim)
Tabel 3
Matriks Grading Risiko

Tabel 4
Tindakan sesuai Tingkat dan bands risiko
F. Analisa Penyebab Insiden Dan Rekomendasi
Penyebab insiden terbagi dua yaitu :
1. Penyebab langsung (immediate / direct cause)
Penyebab yang langsung berhubungan dengan insiden / dampak terhadap
pasien
2. Akar masalah (root cause).
Penyebab yang melatarbelakangi penyebab langsung (underlying cause). Akar
masalah (Root Cause) Akar atau isu fundamental, adalah titik awal dimana
bila pada titik tersebut diambil suatu tindakan (pencegahan) maka peluang
terjadinya insiden berkurang.
Penyebab insiden dapat diketahui setelah melakukan investigasi dan
analisa baik investigasi sederhana (simple investigation) maupun investigasi
komprehensif (root cause analyisis).
Analisis akar masalah ( root cause analysis / RCA)
A. Pengertian
Root Cause Analysis (RCA) adalah suatu metode analisis terstruktur
yang mengidentifikasi akar masalah dari suatu insiden, dan proses ini
cukup adekuat untuk mencegah terulangnya insiden yang sama. RCA
berusaha menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut :
1. Apa yang telah terjadi?
2. Apa yang seharusnya terjadi?
3. Bagaimana terjadi dan apa yang dapat dilakukan untuk mencegah
kejadian yang sama terulang?
RCA wajib dilakukan pada :
• Bila ada kejadian sentinel
• Bila hasil matrix grading, band risiko -nya berwarna merah & kuning
Dalam menentukan penyebab insiden, harus dibedakan antara
penyebab langsung dan akar masalah. Penyebab langsung (immediate
cause/proximate cause) adalah suatu kejadian (termasuk setiap kondisi)
yang terjadi sesaat sebelum insiden, secara langsung menyebabkan suatu
insiden terjadi, dan jika dieliminasi atau dimodifikasi dapat mencegah
terjadinya insiden.
Akar masalah (underlying cause/root cause) adalah satu dari banyak
faktor (kejadian, kondisi) yang mengkontribusi atau menciptakan proximate
cause, dan jika dieliminasi atau dimodifikasi dapat mencegah terjadinya
insiden. Biasanya suatu insiden memiliki lebih dari satu akar masalah.
 Cara untuk mengidentifikasi akar masalah adalah :
1. Dimulai dengan mengumpulkan data penyebab langsung
2. Mengapa penyebab langsung terjadi? Sistem dan proses mana
yang mendasari terjadinya penyebab langsung.
3. Lebih menitikberatkan pada sistem daripada human errors.
4. Tim sering kali menemui masalah pada tahap ini; sering berhenti
pada penyebab langsung dan tidak terus mencari akar masalahnya.
5. Penyelidikan harus terus berlanjut sampai masalah yang
ditemukan tidak dapat ditelusur lagi, inilah yang dimaksud dengan akar
masalah.
 Cara membedakan root cause dan contributing cause :
1. Apakah insiden dapat terjadi jika “cause” tesebut tidak
ada?
Tidak : root cause Ya : contributing
2. Apakah insiden akan terulang oleh karena hal yang
sama jika “cause” dikoreksi atau dieliminasi?
Tidak : root cause Ya : contributing
3. Apakah koreksi atau eliminasi “cause” dapat
menyebabkan insiden yang serupa?
Tidak : root cause Ya : contributing
Apabila ketiga jawabab adalah “tidak”, maka cause tersebut adalah “root
cause”
Apabila salah satu jawaban adalah “ya”, maka cause tersebut adalah
“contributing cause”.
B. Langkah Root Cause Analisis (RCA)
Adapun langkah-langkah Root Cause Analisis (RCA), sebagai berikut:
1. Identifikasi insiden yang akan dianalisis
2. Tentukan tim investigator
Tim ideal untuk investigasi insiden serius / Sentinel Event dapat terdiri
dari :
1. Orang yang expert dalam investigasi insiden dan analisis External
expert, (mis. seorang yang tidak berlatar belakang medis)
2. Senior Management expert (mis: Direktur Medis, Direktur
keperawatan)
3. Senior Clinical expertise (contoh: Direktur Medis atau Konsultan
senior)
4. Seseorang yang mengetahui unit atau departeman dengan baik, walau
orang tersebut tidak langsung terlibat insiden.
3. Kumpulkan data
 Observasi : kunjungan langsung untuk mengetahui keadaan, posisi,
hal-hal yang berhubungan dengan insiden.
 Dokumentasi : untuk mengetahui apa yang terjadi sesuai data,
observasi dan inspeksi Semua bukti yang berhubungan dengan insiden
sebaiknya dikumpulkan sesegera mungkin.
1. Semua catatan medis (mis : cat keperawatan, medis, dll)
2. Hasil pemeriksaan yang berhubungan & penunjang diagnosis
mis Xray, CT Scan)
3. Dokumentasi dan formulir mengenai insiden (Incident Report)
4. Kebijakan & Prosedur (SOP)
5. Integrated care pathway yg berhubungan
6. Pernyataan-pernyataan dan observasi
7. Lakukan interview dengan siapa saja yang terlibat insiden
8. Bukti fisik ( contoh: tata ruang bangsal, dll)
9. Daftar staf yg terlibat
10. Informasi mengenai kondisi yang dapat mempengaruhi insiden
(contoh: pergantian jaga, ada tidaknya staf yang terlatih,dll)

 Interview : untuk mengetahui kejadian secara langsung guna


pengecekan data hasil observasi dan dokumentasi.
4. Petakan kronologi kejadian
Sangat membantu bila kronologi insiden dipetakan dalam sebuah bagan.
Ada berbagai macam cara kronologi kejadian, sebagai berikut :
a. Kronologi cerita / narasi
Suatu penulisan cerita apa yang terjadi berdasarkan tanggal dan
waktu, dibuat berdasarkan kumpulan data saat investigasi.
Kronologi cerita digunakan jika:
1. Kejadian sederhana dan tidak kompleks, di mana masalah, praktek
dan faktor kontribusinya sederhana.
2. Dapat digunakan untuk mengetahui gambaran umum suatu kejadian
yang lebih kompleks
3. Dapat digunakan sebagai bagian integral dari suatu laporan sebagai
ringkasan di mana hal tersebut mudah dibaca.
Nilai positif : format ini baik untuk presentasi informasi
Nilai negatif :
a. sulit untuk menemukan titik cerita dengan cepat
b. sulit untuk mengerti jalan cerita dengan cepat bila melibatkan banyak
pihak
b. Timeline
Metode untuk menelusuri rantai insiden secara kronologis.
Memungkinkan investigator untuk menemukan bagian dalam proses di
mana masalah terjadi.
c. Tabular timeline
Merupakan pengembangan timeline yang berisi tiga data dasar:
tanggal, waktu, cerita kejadian asal, dan dilengkapi 3 (tiga) data lain
yaitu: informasi tambahan, praktek yang baik (Good Practice), dan
masalah / CMP (Care Management Problem).
Tabular timeline dapat digunakan pada setiap insiden, berguna pada
kejadian yang berlangsung lama.
d. Time person grids
Alat pemetaan tabular yang dapat membantu pencatatan pergerakan
orang (staf, dokter, pengunjung, pasien, dan lain-lain) sebelum, selama,
dan sesudah kejadian.
Time person grid digunakan ketika :
 Jika dalam suatu insiden terdapat keterlibatan banyak orang dan
investigator ingin memastikan keberadaan mereka dalam insiden.
 Berguna pada keadaan jangka pendek
 Dapat dipetakan ke dalam garis waktu sehingga dapat dipakai untuk
mengetahui kerangka waktu spesifik yang lebih detil.
5. Identifikasi masalah (Care Management Problem / CMP)
Masalah yang terjadi dalam pelayanan, baik itu melakukan tindakan
atau tidak melakukan tindakan yang seharusnya. Suatu insiden bisa terdiri
dari beberapa CMP.
1. Prinsip Dasar CMP :
pelayanan yang menyimpang dari standar pelayanan yang ditetapkan
2. Penyimpangan memberikan dampak langsung atau tidak langsung
pada adverse event.
6. Analisis Informasi
Tools untuk identifikasi proximate dan underlying cause.
1. 5 Why (why-why chart)
Secara konstan bertanya “mengapa?”, melalui lapisan penyebab
sehingga mengarah pada akar permasalahan dari problem yang
teridentifikasi.
• Kapan menggunakan teknik ini?
1. Untuk menanyakan setiap penyebab masalah yang
teridentifikasi dan
untuk mengidentifikasi :
• Gejala (Symptom),
• Proximate cause
• Faktor-faktor yang berpengaruh (an influencing factor) atau
• Akar masalah (root cause).
2. Untuk melanjutkan pencarian akar masalah yang sebenarnya,
meskipun
telah diketahui kemungkinan penyebab.
• Why – Why chart lebih difokuskan pada Investigasi RCA yang tidak
dapat digali lebih dalam penyebab insiden keselamatan pasiennya.
• Sangat mudah untuk dimengerti dan simpel untuk dipelajari
 Form Tehnik (5) Mengapa

2. Analisis perubahan / change analysis


Digunakan untuk menganalisa proses yang tidak bekerja sesuai
rencana (apa dan mengapa berubah). Cara ini digunakan jika:
 Suatu sistem / tugas yang awalnya berjalan efektif kemudian
terjadi kegagalan / terdapat sesuatu yang menyebabkan
perubahan situasi.
 Mencurigai suatu perubahan yang menyebabkan
ketidaksesuaian tindakan atau kerusakan alat.
Analisis perubahan membandingkan reality dengan idealnya / teori
dengan prakteknya. Langkah-langkahnya :
1. pelajari prosedur normal : apa yang seharusnya dilakukan
(kolom1)
2. petakan alur insiden yang terjadi, bandingkan dengan langkah 1
(kolom 2)
3. bandingkan dua proses apakah ada perbedaan, apa sebagai
masalah? Catat pada kolom yang telah disediakan (kolom 3)
4. catat akar masalah untuk perbaikan yang akan dimasukkan
dalam rekomendasi.
3. Analisis hambatan / barrier analysis
Analisa hambatan didesain untuk mengidentifikasi :
1. penghalang mana yang seharusnya berfungsi untuk
mencegah terjadinya insiden
2. mengapa penghalang gagal?
3. penghalang apa yang dapat digunakan insiden terulang
kembali?
Ada empat tipe penghalang, yaitu :
1. penghalang fisik
2. penghalang natural
3. penghalang tindakan manusia
4. penghalang adminstrasi
Saat suatu insiden terjadi, biasanya sudah ada tiga atau lebih
penghalang yang berhasil ditembus. Hal ini sesuai dengan teori “Swiss
Cheese”

Gambar . Teori Analisis hambatan / barrier analysis


4. Fish bone
Tiap masalah dapat berkaitan dengan beberapa faktor yang dapat
memberikan dampak pada timbulnya insiden.

Faktor
Faktor Faktor Faktor Orang &
pasien petugas tim manajemen

CMP
Faktor
Faktor Faktor Faktor eksternal/
komunikasi Lingkungan tugas di luar RS
kerja

Gambar . Teori Fish bone


5. Flow chart
6. Cause and Effect analysis
Ringkasan cara pelaksanaan RCA:
7.Rekomendasi dan Rencana kerja untuk improvement
Produk dari RCA adalah action plan yang disosialisasikan dan
diterapkan di unit masing-masing. Berikut contoh form rekomendasi &
rencana tindakan:
BAB X
MANAJEMEN RESIKO

A.. Konsep Dasar Risiko

Resiko adalah potensi kehilangan sesuatu yang bernilai, Risiko juga dapat
didefinisikan sebagai interaksi yang disengaja dengan ketidakpastian. Persepsi
risiko adalah penilaian subjektif orang tentang keparahan risiko, dan dapat
bervariasi orang ke orang. Resiko merupakan peluang terjadinya sesuatu yang
akan mempunyai dampak pada pencapaian tujuan
Beda hazard dan risk:

• Hazard (bahaya) adalah sesuatu yang dapat menyebabkan cedera pada


manusia atau kerusakan pada alat atau lingkungan. Contoh: Lantai RS
yang licin adalah bahaya
• Risk (resiko) didefinisikan sebagai peluang terpaparnya
seseorang/organisasi atau alat pada suatu hazard (bahaya). Contoh: Jika
seorang pasien memakai tripod berjalan di lantai yang licin maka dia
mempunyai risiko jatuh.
Risk : Potensi terjadinya kerugian .
• Risiko murni adalah ketidakpastian apakah kerugian akan terjadi
• Risiko spekulatif adalah ketidakpastian tentang suatu peristiwa yang
dapat menghasilkan kerugian ..
B.Risiko di Rumah Sakit
• Risiko Klinis: Semua isu yang dapat berdampak terhadap pencapaian
pelayanan pasien yang bermutu, aman dan efektif.
• Risiko Nonklinis / Corporate Risk : Semua isu yang dapat berdampak
terhadap tercapainya tugas pokok dan kewajiban hukum dari RS sebagai
korporasi

Kategori Risiko di Rumah Sakit


1. Patient care-related risks/ Risiko Yang Berhubungan Dengan Perawatan
Pasien
• Akibat melakukan Pelayanan medis yang kurang tepat atau salah
• Akibat pelepasan rahasia pasien oleh RS atau Staf
• Akibat kurangnya perlindungan keamanan (misal bayi diculik)
penelantaran dan kekerasan terhadap pasien
• Akibat kurangnya pemberitahuan risiko kepada pasien
• Akibat pemberian pengobatan yang diskriminatif
• Akibat Triase yang tidak tepat dan transfer pasien dari ER
• Tidak dimintanya informed consent tindakan/penelitian klinis
• Pemulangan pasien yang tidak tepat
2. Medical staff-related risks/ Risiko Yang Berhubungan Dengan tenaga
Medis
• Credential terhadap staf medis yang tidak tepat
• Tindakan medis yang tidak sesuai kompetensi dan prosedur
• Manajemen pasien yang tidak tepat
• Training staf yang tidak adekuat
• Tuduhan malpraktik
3. Employee-related risks/ Risiko Yang Berhubungan Dengan Karyawan
• Risiko keselamatan dan kecelakaan kerja
• Risiko akibat lingkungan kerja yang tidak/kurang aman/risiko tinggi
tertular penyakit
• Kebijakan pelayanan kesehatan untuk karyawan dengan
meminimalisasi risiko penyakit akibat kerja dan kecelakaan serta
menyediakan pengobatan dan kompensasi kepada karyawan yang
terkena penyakit akibat kerja
4. Property-related risks/ Risiko Yang Berhubungan Dengan Properti
• Melindungi aset dari kerugian akibat kebakaran, banjir, dll
• Perlindungan dokumen Kertas/elektronik dan rekam medis pasien
kerusakan/kehancuran/kerahasiaan  pemeliharaan file
• Prosedur penjagaan keamanan penanganan uang tunai dan barang
berharga
• Asuransi untuk melindungi fasilitas dari kerugian
5. Financial risks/ Risiko finansial
• Bad Debt
• Meningkatnya suku bunga,
• Krisis Moneter
• Keterlambatan pembayaran pasien/payer
6. Other risks/ Resiko Lain
• Manajemen B3: Kimia, radioaktif, limbah infeksius.
• Tuntutan hukum & perubahan peraturan
• Risk Penurunan reputasi  Reputational risk/Citra
C. Manajemen Resiko
 Dahulu
o Fungsi risk manajemen & quality improvement di rumah sakit
sering kali dilaksanakan secara terpisah dan ada penanggung
jawabnya di masing-masing fungsi
o Mempunyai jalur pelaporan yang berbeda
o Struktur risk manajemen dan quality improvement terpisah
 Sekarang
o Upaya risk manajemen dan quality improvement di RS adalah
untuk mendukung keselamatan pasien dan mencari jalan untuk
bekerja sama lebih efektif dan efisien, untuk menjamin asuhan
pasien yg diberikanan aman dan bermutu tinggi.
Manajemen Risiko
 Manajemen resiko merupakan budaya, proses dan struktur yang
diarahkan untuk mewujudkan peluang peluang sambil mengelola efek
yang tidak diharapkan.
 Adalah Pendekatan Proaktif, Untuk mengidentifikasi, menilai dan
menyusun Prioritas Risiko, Dengan tujuan untuk menghilangkan atau
meminimalkan dampaknya
 Dilakukan kegiatan terkoordinasi untuk mengarahkan dan
mengendalikan organisasi berkaitan dengan risiko
 Manajemen resiko klinis dilakukan oleh Sub komite manajemen resiko
dibawah PMKP
 Secara garis besar, proses manajemen risiko dapat dijelaskan seperti
ilustrasi berikut ini:

1. Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko adalah proses menemukan, mengenal, dan
mendeskripsikan risiko. Definisi lainnya adalah usaha mengidentifikasi situasi
yang dapat menyebabkan cedera, tuntutan atau kerugian secara finansial.
Hal pertama yang perlu dilakukan untuk mengelola risiko adalah
mengidentifikasinya. Jika kita tidak dapat
mengidentifikasi/mengenal/mengetahui, tentu saja kita tidak dapat berbuat
apapun terhadapnya. Identifikasi risiko ini terbagi menjadi dua, yaitu
identifikasi risiko proaktif dan identifikasi risiko reaktif.
Identifikasi risiko proaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan
dengan cara proaktif mencari risiko yang berpotensi menghalangi rumah sakit
mencapai tujuannya. Disebut mencari karena risikonya belum muncul dan
bermanifestasi secara nyata. Metode yang dapat dilakukan diantaranya: audit,
inspeksi, brainstorming, pendapat ahli, belajar dari pengalaman rumah sakit
lain, FMEA, analisa SWOT, survey, dan lain-lain.
Identifikasi risiko reaktif adalah kegiatan identifikasi yang dilakukan
setelah risiko muncul dan bermanifestasi dalam bentuk insiden/gangguan.
Metoda yang dipakai biasanya adalah melalui pelaporan insiden.
Tentu saja, lebih baik kita memaksimalkan identifikasi risiko proaktif,
karena belum muncul kerugian bagi organisasi.
Bagi rumah sakit, cara paling mudah dan terstruktur untuk melakukan
identifikasi adalah lewat setiap unit. Setiap unit diminta untuk
mengidentifikasi risikonya masing-masing. Setelah terkumpul, seluruh data
identifikasi itu dikumpulkan menjadi satu dan menjadi identifikasi risiko
rumah sakit. Contoh indentifikasi resiko:

2. Analisa Risiko
Analisa risiko adalah proses untuk memahami sifat risiko dan
menentukan peringkat risiko.
Setelah diidentifikasi, risiko dianalisa. Analisa risiko dilakukan dengan
cara menilai seberapa sering peluang risiko itu muncul; serta berat-
ringannya dampak yang ditimbulkan (ingat, definisi risiko adalah:
Peluang terjadinya sesuatu yang akan mempunyai dampak pada
pencapaian tujuan). Analisa peluang dan dampak ini paling mudah jika
dilakukan dengan cara kuantitatif. Caranya adalah dengan memberi
skor satu sampai lima masing-masing pada peluang dan dampak. Makin
besar angka, peluang makin sering atau dampak makin berat. Contoh
deskripsi skor peluang dapat sebagai berikut:

Dan contoh deskripsi dampak/konsekuensi sebagai berikut:

Setelah skor peluang dan dampak/konsekuensi kita dapatkan, kedua


angka itu kemudian dikalikan. Tujuannya adalah untuk mendapatkan
peringkat. Mengapa perlu peringkat? Tentu saja, risiko perlu diberi peringkat,
untuk mendapatkan prioritas penanganannya. Makin tinggi angkanya, makin
tinggi peringkatnya dan prioritasnya. Contoh pemberian peringkat risiko :
3. Evaluasi Risiko
Evaluasi risiko adalah proses membandingkan antara hasil analisa risiko
dengan kriteria risiko untuk menentukan apakah risiko dan/atau besarnya
dapat diterima atau ditoleransi. Sedangkan kriteria risiko adalah kerangka
acuan untuk mendasari pentingnya risiko dievaluasi. Contoh kriteria risiko :

Dengan evaluasi risiko ini, setiap risiko dikelola oleh orang yang bertanggung
jawab sesuai dengan peringkatnya. Dengan demikian, tidak ada risiko yang
terlewati, dan terjadi pendelegasian tugas yang jelas sesuai dengan berat –
ringannya risiko.

4. Penanganan Risiko
Penanganan risiko adalah proses untuk memodifikasi risiko. Bentuk-bentuk
penanganan risiko diantaranya:
 Menghindari risiko dengan memutuskan untuk tidak memulai atau
melanjutkan aktivitas yang menimbulkan risiko;
 Mengambil atau meningkatkan risiko untuk mendapat peluang (lebih
baik, lebih menguntungkan);
 Menghilangkan sumber risiko;
 Mengubah kemungkinan;
 Mengubah konsekuensi;
 Berbagi risiko dengan pihak lain (termasuk kontrak dan pembiayaan
risiko);
 Mempertahankan risiko dengan informasi pilihan.
5. Pengawasan (Monitor) dan Tinjauan (Review)
Pengawasan dan tinjauan memang merupakan kegiatan yang umum
dilakukan oleh organisasi manapun. Namun, untuk manajemen risiko ini
perlu dibahas, karena ada alat bantu yang sangat berguna. Alat bantu itu
adalah Risk Register (daftar risiko).
Risk Register adalah:
 Pusat dari proses manajemen resiko organisasi.
 Alat manajemen yang memungkinkan suatu organisasi memahami profil
resiko secara menyeluruh. Ini merupakan sebuah tempat penyimpanan
untuk semua informasi resiko.
 Catatan segala jenis resiko yang mengancam keberhasilan organisasi
dalam mencapai tujuannya.
 Ini adalah ‘dokumen hidup’ yang dinamis, yang dikumpulkan melalui
proses penilaian dan evaluasi resiko organisasi.
Risk register dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
 Risk register korporat, digunakan untuk risiko ekstrim (peringkat 15 –
25)
 Risk register divisi, digunakan untuk risiko dengan peringkat lebih
rendah atau risiko yang diturunkan dari risk register korporat karena
peringkatnya sudah turun.
Untuk mengurangi beban administrasi, risiko rendah (peringkat 1 – 3) tidak
perlu dimasukkan ke dalam daftar. Contoh Risk Register :
Risk Register ini bersifat sangat dinamis. Setiap bulan bisa saja berubah.
Perubahan itu dapat berupa:
 Jumlahnya berubah karena ada risiko baru teridentifikasi.
 Tindakan pengendalian risikonya berubah karena terbukti tindakan
pengendalian risiko yang ada tidak cukup efektif.
 Peringkat risikonya berubah karena dampak dan peluangnya berubah.
 Ada risiko yang dihilangkan dari daftar risiko korporat, karena
peringkatnya sudah lebih rendah dari 15 (dipindahkan ke risk register
divisi).
D. FMEA
Analisis dari risiko, seperti sebuah proses melakukan evaluasi terhadap
KNC dan proses risiko tinggi lainnya yang dapat berubah dan berakibat
terjadinya kejadian sentinel. Satu alat yang dapat digunakan melakukan
analisis dari akibat suatu kejadian yang berujung pada risiko tinggi adalah
FMEA (failure mode and effect analysis). Proses mengurangi risiko dilakukan
paling sedikit satu kali dalam satu tahun dan dibuat dokumentasinya.
1. Pengertian FMEA
 Failure mode and effects analysis (FMEA) merupakan suatu teknik yang
digunakan untuk perbaikan sistem yang telah terbukti dapat
meningkatkan keselamatan.
 FMEA merupakan teknik yang berbasis tim, sistematis, dan proaktif
yang digunakan untuk mencegah permasalahan dari proses atau
pelayanan sebelum permasalahan tersebut muncul/terjadi.
 FMEA dapat memberikan gambaran tidak hanya mengenai
permasalahan-permasalahan apa saja yang mungkin terjadi namun juga
mengenai tingkat keparahan dari akibat yang ditimbulkan.
 Suatu metode yang membantu mengidentifikasi potensi kegagalan pada
sistem, desain, proses dan atau servis serta merekomendasikan
tindakan korektif untuk memperbaiki kegagalan ini sebelum sampai
kepada pelanggan (Stamatis, 2003)
 Singkatan FMEA:
 FAILURE (F) : Saat sistem atau bagian dari sistem tidak sesuai yg
diharapkan baik disengaja maupun tidak
 MODE (M) : Cara atau perilaku yang dapat menimbulkan
kegagalan
 EFFECTS (E) : Dampak atau konsekuensi modus kegagalan
 Analysis (A) : Penyelidikan suatu proses secara detail
2. Why FMEA ?
Dasar untuk mengidentifikasi akar penyebab kegagalan dan
mengembangkan tindakan perbaikan yang efektif
Ditujukan untuk pencegahan KTD
Tidak memerlukan pengalaman buruk sebelumnya
Membuat sistem yang lebih kuat
3. Kapan dilakukan FMEA?
FMEA bisa dilakukan pada : Proses yang telah dilakukan saat ini ,Proses yang
belum dilakukan atau baru
4. langkah-langkah FMEA
1. Tetapkan Topik AMKD/HFMEA
Pilih Proses, jenis-jenis proses:
 Proses baru
Misalnya : proses mengoperasionalkan alat infus baru di IGD
 Proses yang sedang berjalan
Misalnya : proses pengadaan gas medis secara sentral
 Proses dalam klinis
Misalnya : proses pelayanan katerisasi jantung
 Proses non klinis
Misalnya : proses komunikasi perawat ke dokter pada waktu konsul.
Kemudian dilakukan Risk Assesment oleh Unit, contoh form nya:

Kemudian dipilih resiko dengan pertimbangan


• Yang paling tinggi potensial risikonya
• Yang paling interrelated dengan proses lain
• Ketertarikan orang untuk memperbaiki
2. Bentuk Tim
• Multidisiplin
• Tidak lebih dari 10 orang (idealnya 4 – 8 orang)
• Memiliki pengetahuan tentang proses yang akan dianalisa
• Mewakili unit yang akan dianalisis
• Mengikutkan orang yg tdk terlibat dalam proses
• Ada leader nya
• Satu orang yang memiliki critical thinking
3. Gambarkan Alur Proses
• Buat dan verifikasi alur diagram proses
• Pastikan setiap langkah dalam alur proses diberi nomor
• Jika prosesnya kompleks identifikasi proses yg akan di fokuskan
• Identifikasi semua sub proses untuk setiap alur diagram
• Pastikan setiap sub proses teridentifikasi
• Buat alur diagram sub proses (pindahkan dalam kotak)

Contoh pengisian
• Tentukan 1 sub proses untuk di tindak lanjuti

• Identifikasi semua modus kegagalan


• Bbrp proses dapat tidak memiliki modus kegagalan
• Bbrp proses dapat memiliki banyak modus kegagalan
Contoh pengisian sederhana:

4. Buat Hazard Analysis


• Cari MODUS KEGAGALAN
Modus kegagalan harus dilakukan prioritas sesuai dengan prioritas
tindakan
• Lalu tentukan HAZARD SCORE  Dampak X Probabilitas
• Gunakan ANALISA POHON KEPUTUSAN berdasarkan nilai Hazard Score

• Data semua POTENSIAL PENYEBAB modus Kegagalan


Contoh pengisian:

5. Tindakan dan Pengukuran Outcome


• Tentukan apakah potensial penyebab modus kegagalan akan di kontrol,
eliminasi, terima
• Jelaskan tindakan untuk setiap potensial modus kegagalan yang akan di
eliminasi atau di kontrol
• Identifikasi Ukuran Outcome yang digunakan analisa dan uji redesign
proses
• Identifikasi penanggung jawab untuk melaksanakan tindakan tersebut
• Tentukan apakah diperlukan dukungan manajemen puncak untuk
melaksanakan rekomendasi tsb
BAB XI
PENUTUP

Melalui pedoman PMKP yang telah dibuat dan disetujui oleh Rumah
Sakit diharapkan program dan SPO yang terkait dengan Peningkatan mutu
dan keselamatan pasien menjadi lebih terarah dan jelas serta berstandar,
sesuai dengan tujuan dari PMKP yaitu : meningkatkan mutu secara
keseluruhan dengan terus menerus mengurangi resiko terhadap pasien dan
staf baik dalam proses klinis maupun lingkungan fisik. Kegiatan
peningkatan mutu diharapkan berjalan secara berkesinambungan dan
berkelanjutan untuk menunjang pelayanan rumah sakit yang aman dan
bermutu. Buku Pedoman Upaya Peningkatan Mutu Pelayanan akan di
review secara berkala, paling lambat 1 tahun sekali. Sehingga diharapkan
melalui pedoman yang telah disetujui, mampu memfasilitasi dalam
meningkatkan pejaminan mutu dan keselamatan pasien di RSD Aeramo

Menyetujui
Pada Tanggal 16 Maret 2023
Direktur RSUD AERAMO

Dr. Candrawati
Pembina-IV/a
NIP. 19760823 2009 04 2 001

DAFTAR RFERENSI
1. Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan;
3. Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 269/MENKES/PER/III/2008
tentang Rekam Medis;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 290/MENKES/PER/III/2008
tentang Persetujuan Tindakan Kedokteran;
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2018 Tentang
Standar Pelayanan Minimal
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2017
Tentang Keselamatan Pasien

Anda mungkin juga menyukai