Anda di halaman 1dari 1

Penembakan Ayah dan Anak di Nduga Oleh Anggota

TNI

Merespon tewasnya dua warga Nduga, Papua, akibat penembakan oleh anggota TNI, Direktur Eksekutif
Amnesty International Indonesia Usman Hamid menyebut tindakan tersebut pelanggaran HAM.
Penembakan terhadap ayah dan anak hingga tewas di Kabupaten Nduga itu menunjukan negara represif
di Papua.

Berdasarkan kronologi yang dihimpun Amnesty International Indonesia, penembakan terjadi sekitar
pukul 15.00 waktu setempat. Kedua korban atas nama Selu Karunggu, 18 tahun (anak laki-laki) dan Elias
Karunggu, 40 tahun (ayah). Mereka adalah penduduk sipil berstatus pengungsi pasca peristiwa 2
Desember 2018 di Distrik Yigi, Nduga.

Keduanya diduga ditembak oleh anggota TNI saat hendak menuju ke Kenyam, Ibu Kota Kabupaten
Nduga, dan selama ini bertahan di hutan tempat pengungsian yang tidak layak. Banyak orang dilaporkan
mati kelaparan di pengungsian tersebut.

Lokasi kejadian bertempat di kampung Masanggorak di pinggir sungai Kenyam, hanya berjarak setengah
kilometer dari Kenyam. Anggota TNI menembak kedua korban dari pos darurat mereka di pinggir sungai
saat keduanya menyeberang sungai.

Saat itu pengungsi hendak menuju Kenyam bersama beberapa pengungsi lain dalam satu rombongan.
Mereka berasal dari tiga distrik yang berbeda. Namun kedua korban lebih dulu tiba dibandingkan
pengungsi lain.

Warga Papua kerap kali menjadi korban pembunuhan di luar hukum oleh aparat negara. Di tahun 2018,
Amnesty International Indonesia menerbitkan laporan berjudul “Sudah, Kasih Tinggal Dia Mati!” yang
mencatat sebanyak 69 kasus dugaan pembunuhan di luar hukum oleh pasukan keamanan di Papua
antara Januari 2010 sampai Februari 2018, dengan memakan 95 korban jiwa. Dalam 34 kasus, para
tersangka pelaku berasal dari kepolisian, dalam 23 kasus pelaku berasal dari militer, dan dalam 11 kasus
kedua aparat keamanan itu diduga terlibat bersama-sama. Selain itu, satu kasus tambahan juga
melibatkan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP), lembaga di bawah pemerintah daerah yang
ditugaskan untuk menegakan peraturan daerah. Sebagian besar korban, 85 dari mereka, merupakan
warga etnis Papua.

Jadi, dapat di ketahui bahwa kasus diatas merupakan pelanggaran hak asasi manusia.

Anda mungkin juga menyukai