Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH STUDENTS PSYCHOLOGICAL DEVELOPMENT

Implementasi Teori Perkembangan Moral Peserta Didik Dalam


Pembelajaran Fisika

Dosen Pengampu:
Dr. M. Agus Martawijaya, S.Si., M.Pd.
Syamsul Wahid, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh:
Kelompok 4
Pendidikan Fisika ICP
Narti Nawi 220103510004
Nurmadinah 210103510009
Wahyuni Suci Ningrum 210103510003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
“Implementasi Teori Perkembangan Moral Peserta Didik Dalam Pembelajaran
Fisika” ini tepat pada waktunya.
Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari bapak Dr. M. Agus Martawijaya, S.Si., M.Pd. dan Syamsul Wahid, S.Pd., M.Pd.,
pada mata kuliah Students Psychological Development. Selain itu, makalah ini juga
bertujuan untuk menambah wawasan mengenai teori perkembangan moral peserta
didik dalam proses pembelajaran khususnya dalam pembelajaran fisika bagi para
pembaca dan juga bagi penulis.
Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak Dr. M. Agus Martawijaya, S.Si.,
M.Pd. dan Syamsul Wahid, S.Pd., M.Pd., selaku dosen mata kuliah Students
Psychological Development yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.
Kami telah berusaha semaksimal mungkin menyelesaikan tugas ini. Jika masih
terdapat kekurangan penulisan ataupun penyusunan kata-kata, kami mohon kritik
dan sarannya yang bersifat membangun agar tugas kedepannya lebih baik dari
sekarang ini.
Kami berharap kiranya dengan dibuatnya makalah ini,dapat bermanfaat bagi
semua orang yang membacanya, dan juga dapat bermanfaat bagi semua kalangan
umum.

Makassar, 30 Agustus 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................................. i


DAFTAR ISI ................................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................................1
A. Latar Belakang ...................................................................................................1
B. Rumusan Masalah ..............................................................................................2
C. Manfaat .............................................................................................................. 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................. 3
A. Teori Perkembangan Moral ............................................................................... 3
B. Teori Perkembangan Moral Yang Relevan Untuk Pembelajaran Fisika ........... 5
C. Implementasi Teori Perkembangan Moral Dalam Pembelajaran Fisika ........... 9
BAB III PENUTUP ....................................................................................................11
A. Kesimpulan ......................................................................................................11
B. Saran ................................................................................................................ 12
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................14

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pendidikan merupakan salah satu elemen penting dalam pembentukan karakter


individu, termasuk perkembangan moral peserta didik. Perkembangan moral
merupakan aspek penting dalam perkembangan pribadi seseorang, yang
memengaruhi perilaku, nilai-nilai, dan tanggung jawab sosial mereka. Salah satu
mata pelajaran yang memiliki potensi besar untuk mempengaruhi perkembangan
moral peserta didik adalah fisika, yang tidak hanya menyajikan konsep ilmiah,
tetapi juga menghadirkan situasi etis dan moral yang bisa menjadi topik refleksi dan
pembelajaran yang berharga.
Dalam konteks pendidikan fisika, banyak konsep, eksperimen, dan situasi yang
dapat merangsang pertumbuhan moral peserta didik. Misalnya, dalam pembelajaran
fisika, siswa seringkali dihadapkan pada pertanyaan etis seperti penggunaan energi
nuklir, dampak lingkungan dari teknologi, penggunaan sumber daya alam, dan
keamanan dalam laboratorium. Oleh karena itu, penting untuk memahami
implementasi teori perkembangan moral dalam pembelajaran fisika untuk
membantu peserta didik mengembangkan pemahaman moral yang kuat.
Beberapa teori perkembangan moral yang relevan untuk pembelajaran fisika
adalah teori perkembangan moral Lawrence Kohlberg dan teori perkembangan
moral Carol Gilligan. Kohlberg mengusulkan bahwa perkembangan moral
melibatkan enam tahap yang berkembang dari tingkat primitif hingga tingkat tinggi,
dengan setiap tahap menunjukkan pemahaman yang lebih mendalam tentang
moralitas. Sementara itu, Gilligan menyoroti pentingnya perspektif gender dalam
perkembangan moral dan mengusulkan bahwa ada perbedaan dalam pemahaman
moral antara laki-laki dan perempuan.
Dalam konteks pembelajaran fisika, implementasi teori-teori ini dapat
membantu guru merancang pengalaman pembelajaran yang merangsang pemikiran
moral peserta didik. Misalnya, mereka dapat merancang diskusi etis tentang
dampak teknologi fisika pada lingkungan atau mempertimbangkan perspektif
gender dalam memahami masalah moral yang berkaitan dengan fisika.
Namun, meskipun teori-teori ini memiliki potensi untuk memengaruhi

1
perkembangan moral peserta didik dalam pembelajaran fisika, ada beberapa
tantangan yang perlu diatasi. Beberapa peserta didik mungkin memiliki tingkat
perkembangan moral yang berbeda, dan guru perlu memiliki pemahaman yang baik
tentang tingkat perkembangan moral individu mereka untuk merancang
pengalaman pembelajaran yang sesuai. Selain itu, diperlukan pendekatan yang
sensitif terhadap perbedaan gender dalam memahami perkembangan moral peserta
didik.
Dengan pemahaman yang mendalam tentang teori perkembangan moral dan
penerapannya dalam konteks pembelajaran fisika, kita dapat membantu peserta
didik tidak hanya memahami konsep fisika, tetapi juga mengembangkan
pemahaman moral yang kuat yang akan membentuk mereka sebagai individu yang
bertanggung jawab dalam masyarakat. Oleh karena itu, penelitian tentang
implementasi teori perkembangan moral dalam pembelajaran fisika menjadi sangat
penting untuk mendukung perkembangan peserta didik secara holistik.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang dimaksud dengan perkembangan moral?


2. Bagaimana teori perkembangan moral peserta didik?
3. Bagaimana teori perkembangan moral yang relevan untuk pembelajaran
fisika?
4. Bagaimana implementasi teori perkembangan moral dalam pembelajaran
fisika?

C. Manfaat

1. Mengetahui definisi dari perkembangan moral


2. Memahami teori perkembangan moral peserta didik
3. Memahami teori perkembangan moral yang relevan untuk pembelajaran fisika
4. Memahami implementasi atau penerapan teori perkembangan moral dalam
pembelajaran fisika

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Teori Perkembangan Moral

Memahami makna pendidikan moral tentunya berangkat dari pemahaman


kita mengenai definisi dari moral itu sendiri. Ibung (2013) dalam bukunya
menjelaskan mengenai definisi moral bahwa moral pada dasarnya memiliki
banyak arti sesuai dengan sudut pandang yang berbeda-beda; dalam kamus
psikologi (Chaplin, 2006), disebutkan bahwa moral mengacu pada akhlak yang
sesuai dengan peraturan sosial, atau menyangkut hukum atau adat kebiasaan yang
mengatur tingkah laku. Sementara itu, dalam psikologi perkembangan (Hurlock,
1990), disebutkan bahwa perilaku moral adalah perilaku yang sesuai dengan kode
moral kelompok sosial. Dalam Webster’s New World Dictionary (Wantah, 2005),
moral adalah sesuatu yang berkaitan atau ada hubungannya dengan kemampuan
menentukan benar salah dan baik buruknya tingkah laku.
Dari beberapa definisi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa moral adalah
suatu keyakinan tentang apa yang benar dan salah, baik dan buruk, serta apa yang
diperbolehkan atau tidak diperbolehkan dalam konteks masyarakat. Dengan
demikian, moral merupakan panduan yang membentuk perilaku manusia dan
memengaruhi keputusan mereka dalam berbagai situasi kehidupan.
Menurut Rahman (2010), Pendidikan moral bukanlah perkara sepele atau
main-main. Telah terjadi diskusi panjang tentang bagaimana pendidikan moral
dilakukan sehingga nilai-nilai dapat terinternalisasi dengan baik dan muncul
perilaku moral yang sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Banyak teori bermunculan
tentang perkembangan moral. Mulai dari Jean piaget, Lawrence Kolhberg, Carol
Gillingan, Marvin W. Ber-kowitz, Elliot Turiel, Jonathan Haidt, sampai Darcia
Narvaez telah banyak melahirkan teori tentang perkembangan moral.
1. Teori Perkembangan Moral John Piaget
Menurut teori Piaget, tahapan penalaran moral sejalan dengan
perkembangan kognitif. Piaget berpendapat bahwa struktur dan kemampuan
kognisi berkembang lebih awal. Melalui kemampuan kognitif inilah kemudian
dapat menentukan penalaran anak-anak mengenai dunia sosial di sekitarnya.
Menurut Piaget tahap perkembangan moral dibagi menjadi dua, yaitu tahap

3
moralitas heteronom dan tahap moralitas otonom. Tahap moralitas heteronom
terjadi pada usia awal pada anak yaitu usia 4 tahun hingga 7 tahun (Slavin,
2011).
Seorang anak kecil pada masa heteronom, selalu dihadapkan terhadap
perintah atau ajaran orang tua atau orang dewasa lain yang memberi
pengetahuan kepada mereka tentang hal yang salah dan hal yang benar. Pada
tahap ini, seorang anak akan berpikir bahwa melanggar aturan maka selalu
akan dikenakan hukuman dan setiap orang yang jahat atau berbuat salah pada
akhirnya akan dikenakan hukuman. Selain itu, Piaget (Slavin, 2011)
menegaskan bahwa anak pada usia kanak-kanak akan menilai sebuah perilaku
yang jahat merupakan hal yang menghasilkan konsekuensi atau dampak negatif
sekalipun tujuan perbuatan tersebut baik sekalipun.
Tahap moralitas kedua menurut Piaget adalah tahap moralitas otonom.
Tahap moralitas otonom terjadi pada anak usia diatas 6 tahun atau pada masa
pertengahan dan akhir anak-anak. Pada usia 10 hingga 12 tahun, anak-anak
tidak lagi menggunakan serta menaati aturan berdasarkan suara hati.
Sehingga dengan hal ini moralitas otonom disebut pula sebagai moralitas kerja
sama. Moralitas tersebut muncul ketika dunia sosial anak itu mulai meluas
hingga memiliki makin banyak teman sebaya di lingkungannya. Adanya
interaksi dan kerja sama dengan anak lain, menciptakan gagasan baru pada
anak tersebut tentang aturan dan karena itu juga moralitasnya berubah.
2. Teori Perkembangan Moral Marvin W. Berkowitz
Berkowitz terkenal dengan teori moral anatomy-nya. Berkowitz berusaha
mengintegrasikan antara identitas moral, kepribadian, dan model pendidikan
karakter. Moral anatomy Berkowitz terdiri dari tujuh komponen, yaitu moral
behavior, moral character (kecenderungan yang terinternalisasi untuk
melakukan suatu perilaku yang benar), moral values, moral reasoning, moral
emotion, moral identity, dan metamoral characteristic seperti disiplin diri
(Rahman, 2010).
3. Teori Perkembangan Moral Elliot Turiel
Elliot Turiel menyampaikan bahwa perkembangan moral akan lebih baik
dipahami dengan menganalisa moral judgment. Emosi dianggap terpisah dan
tidak memotivasi kekuatan moral judgment, sedangkan perilaku dianggap hasil
dari moral judgment. Turiel juga menganggap bahwa moralitas terbentuk

4
bukan karena interaksi individu dan lingkungannya. Kritik Turiel terhadap
Kohlberg adalah bahwa moralitas hanyalah satu dari tiga bentuk pengetahuan
sosial (Social Knowledge). Turiel mengatakan bahwa untuk memahami fungsi
dan perkembangan moral yang ada pada suatu masyarakat ada baiknya
memahami juga kultur dan struktur masyarakatnya (Turiel, 2006).
4. Teori Perkembangan Moral Jonathan Haidt
Menurut Haidt, dkk. (1993), walaupun Turiel ataupun Killen dan Helwig
sudah menyatakan bahwa aturan moral tertentu boleh jadi berbeda dari satu
kultur dengan kultur yang lainnya, tapi mereka masih menganggap bahwa
prinsip moral di seluruh budaya tidak terlepas dari harm, rights, atau justice.
Bagi Haidt (2001), moral reasoning bukanlah yang menyebabkan moral
judgement. Moral reasoning seringkali bersifat post hoc construction, yaitu
dibuat setelah moral judgment dilakukan. Sebagai alternatif, Haidt (2001)
kemudian menekankan pentingnya pengaruh faktor sosial dan kultural terhadap
moral judgment. Baginya, moral judgment secara umum merupakan hasil dari
evaluasi yang sifatnya cepat atau otomatis atau bersifat intuitif (intuition)
daripada rasional.
Lebih lanjut, Haidt (2009) menjelaskan bahwa moral intuition merupakan
mekanisme psikologis yang sifatnya innate, tapi juga dipengaruhi oleh institusi
dan praktek-praktek kultural. Karena bisa dipengaruhi, maka orang tua atau
agent sosialisasi moral yang lainnya bisa membangun moral foundation
tertentu pada anak.
5. Teori Perkembangan Moral Darcia Narvaez
Narvaez terkenal dengan Integrative Ethical Education. Beliau
menyatakan bahwa pengembangan moral berarti pengembangan moral
expertise. Implikasinya adalah guru harus mengajarkan proses dan
keterampilan perilaku moral dan guru harus mengajarkan baik moral virtue
atau-pun moral reasoning (Narvaez, 2008).

B. Teori Perkembangan Moral Yang Relevan Untuk Pembelajaran Fisika

Teori perkembangan moral adalah kerangka konseptual yang digunakan


untuk memahami bagaimana individu mengembangkan pemahaman mereka
tentang moralitas dan bagaimana mereka membuat keputusan moral. Teori-teori
ini membantu menjelaskan bagaimana orang-orang memahami apa yang benar

5
dan salah, serta bagaimana mereka mengambil keputusan moral. Pada paragraf
sebelumnya telah disebutkan banyak teori perkembangan moral, tetapi beberapa
teori perkembangan moral yang relevan dengan pembelajaran fisika adalah teori
perkembangan moral Lawrence Kohlberg dan teori perkembangan moral Carol
Gillingan.
1. Teori Perkembangan Moral Lawrence Kohlberg
Sama seperti Piaget, Kohlberg mempelajari bagaimana anak-anak (dan
orang dewasa) bernalar tentang aturan yang mengatur perilaku mereka dalam
situasi tertentu. Kohlberg berpendapat bahwa orang melewati rangkaian enam
tahap penilaian atau penalaran moral. Dia mengelompokkan kenaam tahap ini
menjadi tiga tingkat: prakonvensioanal, konvensional dan pascakonvensional.
Ketiga tingkat ini dibedakan oleh bagaimana anak atau orang dewasa
mendefinisikan apa yang dia pahami sebagai sesuatu yang benar atau perilaku
moral (Arnianti, 2021).
a. Tingkat prakonvensional adalah tingkat terendah dari penalaran moral
menurut Kohlberg. Pada tahap ini baik dan buruk diinterpretasikan melalui
reward (imbalan) dan punishment (hukuman) eksternal.
1) Tahap 1, moralitas heteronom adalah tahap pertama dalam penalaran
prakonvensional. Pada tahap ini, penalaran moral terkait dengan
punishment atau hukuman. Sebagai contoh anak berfikir bahwa mereka
harus patuh karena mereka takut hukuman terhadap perilaku pelanggar.
2) Tahap 2, individualisme, tujuan instrumental, dan pertukaran adalah
tahap kedua dari penalaran prakonvensional. Pada tahap ini, penalaran
individu yang memikirkan kepentingan diri sendiri adalah hal yang benar
dan hal ini juga berlaku untuk orang lain. Menurut mereka apa yang benar
adalah sesuatu yang melibatkan pertukaran yang setara. Mereka berpikir
apabila mereka baik terhadap oaring lain maka orang lain akan baik
terhadap mereka.
b. Tingkat konvensional, yaitu tingkat kedua atau menengah dalam teori
perkembangan moral Kohlberg. Pada tingkatan ini, individu memberlakukan
standar tertentu, tetapi standar ini ditetapkan oleh orang lain, misalnya orang
tua atau pemerintah.
1) Tahap 3, ekspektasi interpersonal mutual, hubungan dengan orang lain,
dan konformitas interpersonal merupakan tahap ketiga dari tahap

6
perkembangan moral Kohlberg. Pada tahap ini individu menghargai
kepercayaan, perhatian, dan kesetiaan terhadap orang lain sebagai dasar
dari penilaian moral. Anak dan remaja seringkali mengadopsi standar
moral orang tua. Pada tahap ini agar dianggap sebagai anak yang baik.
2) Tahap 4, moralitas sistem sosial adalah tahap keempat menurut teori
Kohlberg. Pada tahap ini, penilaian moral. didasari oleh pemahaman
tentang keteraturan di masyarakat, hukum, keadilan, dan kewajiban.
c. Tingkat Pascakonvensional, adalah tingkatan tertinggi dalam perkembangan
moral Kohlberg. Pada tingkatan ini, individu menyadari adanya jalur moral
alternatif, mengeksplorasi pilihan ini, lalu memutaskan berdasarkan kode
moral personal.
1) Tahap 5, kontrak atau utilitas sosial dan hak individu. Pada tahap ini,
individu menalar bahwa nilai, hak dan prinsip lebih utama atau lebih luas
daripada hukum. Seseorang mengevaluasi validitas hukum yang ada, dan
sistem sosial dapat diuji berdasarkan sejauh mana hal ini menjamin dan
melindungi hak asasi dan nilai dasar manusia.
2) Tahap 6, prinsip etis universal adalah tahapan tertinggi dalam
perkembangan moral menurut Kohlberg. Pada tahap ini, seseorang telah
mengembangkan standar moral berdasarkan hak asasi manusia universal.
Ketika dihadapkan dengan pertentangan antara hukum dan hati nurani,
seseorang menalar bahwa yang harus diikuti adalah hati nurani, meskipun
keputusan itu dapat memberikan resiko.
2. Teori Perkembangan Moral Carol Gillingan
Carol Gilligan (1892), dalam bukunya In a Different Voice, menyajikan
teori perkembangan moral yang mengklaim bahwa wanita cenderung berpikir
dan berbicara dengan cara yang berbeda dari pria ketika mereka menghadapi
dilema etika. Gilligan kontras dengan etika kepedulian feminin dengan etika
keadilan maskulin. Dia percaya bahwa jenis kelamin ini perbedaan dalam
perspektif moral disebabkan oleh perbedaan citra diri.
Teorinya mengemukakan anak-anak bergerak melalui tahap perkembangan
moral seperti halnya mereka bergerak melalui tahap perkembangan kognitif
Piaget, dan memberikan tingkat perkembangan moral yang lebih tinggi kepada
mereka yang penalaran moralnya didasarkan pada aturan dan prinsip moral
daripada mereka yang penalaran moralnya adalah berdasarkan empati untuk

7
orang lain. Karya Gilligan menantang kesimpulan Kohlberg yang mendasarkan
penalaran moral mereka pada hak telah mencapai tingkat perkembangan yang
lebih tinggi daripada mereka yang mendasari penalaran moral pada tanggung
jawab. Carol Gilligan berpendapat anak perempuan dan anak laki-laki
disosialisasikan secara berbeda dan masing-masing mencerminkan alasan
moral yang paling tepat untuk lokasi dan cara diajar untuk memahami peran
mereka di dunia. Carol Gilligan berpendapat perspektif perempuan dan etika
tanggung jawabnya mengutamakan hubungan telah diabaikan oleh orang lain
di bidangnya.
Teori perkembangan moral Kohlberg dan Gilligan memiliki relevansi yang
signifikan dalam konteks pembelajaran fisika, terutama dalam hal membantu
peserta didik memahami aspek etika dan moral dalam ilmu fisika. Berikut adalah
beberapa cara di mana kedua teori tersebut relevan dalam pembelajaran fisika:
1. Pemahaman Konsekuensi Etis dalam Fisika
Teori Kohlberg menekankan perkembangan moral melalui tingkat-tahap.
Dalam pembelajaran fisika, ini dapat membantu peserta didik memahami
konsekuensi etis dari penggunaan teknologi fisika. Contohnya, ketika
membahas energi nuklir, peserta didik dapat mempertimbangkan apakah
penggunaannya memiliki dampak moral pada lingkungan dan masyarakat.
2. Perspektif Gender dalam Pembelajaran Fisika
Teori Gilligan menyoroti perbedaan gender dalam perkembangan moral.
Dalam pembelajaran fisika, hal ini dapat menggambarkan bahwa siswa
laki-laki dan perempuan mungkin memiliki pandangan moral yang berbeda
tentang isu-isu seperti energi, sumber daya alam, atau teknologi. Guru dapat
memahami perspektif ini untuk mengembangkan pendekatan pembelajaran
yang lebih inklusif.
3. Diskusi Etika dalam Konteks Ilmu Fisika
Baik teori Kohlberg maupun Gilligan mempromosikan refleksi etis. Dalam
pembelajaran fisika, ini bisa mendorong peserta didik untuk berpartisipasi
dalam diskusi etika tentang topik-topik seperti penelitian dalam fisika,
eksperimen dengan potensi dampak negatif, atau penggunaan teknologi yang
canggih.
4. Pengambilan Keputusan Moral
Teori Kohlberg dan Gilligan membantu dalam memahami bagaimana

8
individu mengambil keputusan moral. Dalam pembelajaran fisika, ini dapat
digunakan untuk membantu peserta didik memahami bagaimana mereka dapat
mengambil keputusan yang etis dalam situasi seperti mengadakan eksperimen
atau menggunakan pengetahuan fisika dalam konteks sosial.
5. Pengembangan Kesadaran Moral
Teori-teori ini dapat digunakan untuk membantu peserta didik
mengembangkan kesadaran moral yang lebih dalam tentang ilmu fisika dan
dampaknya pada dunia nyata. Ini memungkinkan mereka untuk menjadi warga
yang lebih bertanggung jawab dan etis dalam penggunaan ilmu fisika dalam
masyarakat.

C. Implementasi Teori Perkembangan Moral Dalam Pembelajaran Fisika

Pengimplementasian teori perkembangan moral dalam pembelajaran fisika


dapat membantu mengembangkan sikap etis, tanggung jawab, dan pemahaman
tentang dampak sosial dari ilmu pengetahuan fisika. Salah satu teori
perkembangan moral yang dapat digunakan adalah teori Lawrence Kohlberg
tentang tahapan perkembangan moral. Contoh pengimplementasian teori ini
dalam pembelajaran fisika dapat dilakukan dengan mengangkat
permasalahan-permasalah sosial dalam ranah ilmu fisika, misalnya penggunaan
energi terbarukan secara terus-menerus dan pembuangan limbah radioaktif ke
laut lepas oleh negara Jepang yang dapat membantu siswa mengembangkan
pemahaman tentang etika dan tanggung jawab dalam konteks masalah
lingkungan yang kontroversial. Berikut adalah contoh pengimplementasian
teori perkembangan moral dalam situasi ini:
1. Pengenalan Masalah:
Dimulai dengan memberikan pemahaman yang komprehensif tentang
masalah energi terbarukan dan pembuangan limbah radioaktif di Jepang.
Diskusikan implikasi sosial, lingkungan, dan etika dari dua masalah ini.
2. Diskusi Kelas:
Berikan waktu untuk diskusi kelas tentang isu-isu ini. Gunakan
pertanyaan terbuka untuk merangsang pemikiran kritis siswa. Pertanyaan
seperti, "Apa tanggung jawab negara terhadap lingkungan dan masyarakat
dalam konteks energi terbarukan?" atau "Apakah ada alternatif yang lebih
etis dalam mengatasi limbah radioaktif?"

9
3. Studi Kasus
Berikan kepada siswa beberapa studi kasus konkret tentang proyek
energi terbarukan dan pembuangan limbah radioaktif di Jepang. Mintalah
mereka menganalisis dan mengambil posisi etis terhadap setiap kasus. Ini
dapat membantu mereka memahami berbagai perspektif yang terlibat.
4. Diskusi Etika
Ajak siswa untuk merenungkan tentang tingkat perkembangan moral
mereka dalam konteks ini. Gunakan kerangka teori perkembangan moral,
seperti tahapan Kohlberg, untuk membantu siswa memahami sudut pandang
moral yang berbeda. Mintalah mereka merenungkan apakah mereka berada
di tahap prekonvensional, konvensional, atau postkonvensional dalam
pemikiran mereka tentang masalah ini.
5. Proyek Penelitian
Berikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan proyek penelitian
tentang dampak penggunaan energi terbarukan dan pembuangan limbah
radioaktif di Jepang. Mereka dapat mewawancarai ahli, mengumpulkan data,
dan menyusun laporan yang mencakup aspek etis dari masalah tersebut.
6. Peran Bermain
Organisasi simulasi di mana siswa berperan sebagai pemimpin
pemerintah Jepang yang harus membuat keputusan etis tentang energi
terbarukan dan limbah radioaktif. Mereka dapat merasakan dilema yang
dihadapi oleh para pengambil keputusan nyata.
7. Refleksi Pribadi
Ajak siswa untuk merenungkan pemahaman mereka tentang masalah ini
dan bagaimana pandangan mereka telah berkembang seiring waktu. Apakah
mereka telah mencapai tahapan perkembangan moral yang lebih tinggi
dalam pemikiran mereka?
Dengan mengimplementasikan teori perkembangan moral dalam
pembelajaran masalah energi terbarukan dan pembuangan limbah radioaktif,
kita dapat membantu siswa mengembangkan pemahaman yang lebih baik
tentang kompleksitas etika dalam pengambilan keputusan lingkungan, serta
mempromosikan tanggung jawab sosial mereka terhadap masa depan planet ini.

10
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Moral adalah suatu keyakinan tentang apa yang benar dan salah, baik dan buruk,
serta apa yang diperbolehkan atau tidak diperbolehkan dalam konteks masyarakat.
Dengan demikian, moral merupakan panduan yang membentuk perilaku manusia
dan memengaruhi keputusan mereka dalam berbagai situasi kehidupan.
2. Banyak teori bermunculan tentang perkembangan moral. Mulai dari Jean piaget,
Lawrence Kolhberg, Carol Gillingan, Marvin W. Ber-kowitz, Elliot Turiel,
Jonathan Haidt, sampai Darcia Narvaez telah banyak melahirkan teori tentang
perkembangan moral.
3. Menurut Piaget tahap perkembangan moral dibagi menjadi dua, yaitu tahap
moralitas heteronom dan tahap moralitas otonom. Tahap moralitas heteronom
terjadi pada usia awal pada anak yaitu usia 4 tahun hingga 7 tahun.
4. Moral anatomy Berkowitz terdiri dari tujuh komponen, yaitu moral behavior,
moral character (kecenderungan yang terinternalisasi untuk melakukan suatu
perilaku yang benar), moral values, moral reasoning, moral emotion, moral
identity, dan metamoral characteristic seperti disiplin diri.
5. Elliot Turiel menyampaikan bahwa perkembangan moral akan lebih baik
dipahami dengan menganalisa moral judgment. Emosi dianggap terpisah dan
tidak memotivasi kekuatan moral judgment, sedangkan perilaku dianggap hasil
dari moral judgment.
6. Haidt menekankan pentingnya pengaruh faktor sosial dan kultural terhadap
moral judgment. Baginya, moral judgment secara umum merupakan hasil dari
evaluasi yang sifatnya cepat atau otomatis atau bersifat intuitif (intuition)
daripada rasional.
7. Narvaez menyatakan bahwa pengembangan moral berarti pengembangan moral
expertise. Implikasinya adalah guru harus mengajarkan proses dan keterampilan
perilaku moral dan guru harus mengajarkan baik moral virtue atau-pun moral
reasoning.
8. Teori perkembangan moral adalah kerangka konseptual yang digunakan untuk
memahami bagaimana individu mengembangkan pemahaman mereka tentang

11
moralitas dan bagaimana mereka membuat keputusan moral. Teori-teori ini
membantu menjelaskan bagaimana orang-orang memahami apa yang benar dan
salah, serta bagaimana mereka mengambil keputusan moral. Beberapa teori
perkembangan moral yang relevan dengan pembelajaran fisika adalah teori
perkembangan moral Lawrence Kohlberg dan teori perkembangan moral Carol
Gillingan.
9. Kohlberg berpendapat bahwa orang melewati rangkaian enam tahap penilaian
atau penalaran moral. Dia mengelompokkan kenaam tahap ini menjadi tiga
tingkat: prakonvensioanal, konvensional dan pascakonvensional. Ketiga tingkat
ini dibedakan oleh bagaimana anak atau orang dewasa mendefinisikan apa yang
dia pahami sebagai sesuatu yang benar atau perilaku moral.
10. Carol Gilligan menyajikan teori perkembangan moral yang mengklaim bahwa
wanita cenderung berpikir dan berbicara dengan cara yang berbeda dari pria
ketika mereka menghadapi dilema etika. Carol Gilligan berpendapat anak
perempuan dan anak laki-laki disosialisasikan secara berbeda dan masing-masing
mencerminkan alasan moral yang paling tepat untuk lokasi dan cara diajar untuk
memahami peran mereka di dunia. Carol Gilligan berpendapat perspektif
perempuan dan etika tanggung jawabnya mengutamakan hubungan telah
diabaikan oleh orang lain di bidangnya.
11. Pengimplementasian teori perkembangan moral dalam pembelajaran fisika
dapat membantu mengembangkan sikap etis, tanggung jawab, dan pemahaman
tentang dampak sosial dari ilmu pengetahuan fisika. Salah satu teori
perkembangan moral yang dapat digunakan adalah teori Lawrence Kohlberg
tentang tahapan perkembangan moral. Contoh pengimplementasian teori ini
dalam pembelajaran fisika dapat dilakukan dengan mengangkat
permasalahan-permasalah sosial dalam ranah ilmu fisika, misalnya penggunaan
energi terbarukan secara terus-menerus dan pembuangan limbah radioaktif ke
laut lepas oleh negara Jepang yang dapat membantu siswa mengembangkan
pemahaman tentang etika dan tanggung jawab dalam konteks masalah
lingkungan yang kontroversial.

B. Saran

Pengimplementasian teori perkembangan moral sangat diperlukan dalam


pembelajaran, khususnya dalam bidang fisika, dimana iswa tidak hanya memahami

12
konsep fisika tetapi juga menginternalisasi nilai-nilai etika yang penting dalam
penggunaan ilmu pengetahuan fisika dalam kehidupan sehari-hari dan masyarakat.
Hal ini dapat dilakukan melalui beberapa upaya, diantaranya dengan
mengintegrasikan teori perkembangan moral dalam kurikulum fisika, melakukan
pelatihan guru tentang etika dalam fisika, penggunaan kasus etika dalam
pembelajaran, proyek sosial, maupun promosi kesadaran lingkungan.

13
DAFTAR PUSTAKA

Arnianti. 2021. ‘Perkembangan Moral.’ TSAQOFAH: Jurnal penelitian Guru


Indonesia, Vol. 1 No. 1.
Gillingan, C. 1982. In a Different Voice. Cambridge: Harvard University Press Haidt,
Roller, dan Dias. 1993. Affect, Culture, and Morality, or Is It Wrong to Eat \bur
Dog?. Journal of Personality and Social Psychology, Vol. 65 No. 4, pp: 613- 628
Haidt, J. 2001. The Emotional Dog and Its Rational Tail: A Social Intuitionist
Approach to Moral Judgment. Psychological Review, Vol. 108 No. 4, pp:
814-834
Haidt, J., Graham, J., & Nosek, B.A. 2009. Liberals and Conservatives Rely on
Different Sets of Moral Foundations. Journal of Personality and Social
Psychology, Vol. 96 No. 5, pp: 1029– 1046
Ibung, D. 2013. Mengembangkan Nilai Moral Pada Anak. Jakarta: Elex Media
Komputindo.
Kohlberg, Lawrence. 1995. Tahap-tahap Perkembangan Moral. Diterjemahkan oleh
John de Santo dan Agus Cremers. Yogyakarta: Kanisius.
Narvaez, D. 2008. Human Flourishing and Moral Development: Cognitive and
Neurobiological Perspectives of Virtue Development. Taylor & Francis
Rahman, A. A. 2010. ‘Teori Perkembangan Moral dan Model pendidikan Moral.’
Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi, Vol. 3 No. 1.
Slavin, R. E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi kesembilan Jilid
1 diterjemahkan oleh Marianto Samosir. Jakarta: Indeks.
Slavin, R. E. 2011. Psikologi Pendidikan Teori dan Praktik Edisi kesembilan Jilid
2 diterjemahkan oleh Marianto Samosir. Jakarta: Indeks.
Turiel, E. 2006. Thought, Emotions, and Social Interactional Processes in Moral
Development. In Klillen, M. and Smetana, J.G. (Ed.). Hanbook of Moral
Development. New Jersey London. Lawrence Erlbaum Associates, Publishers.

14

Anda mungkin juga menyukai