Anda di halaman 1dari 53

Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

BAB 3 BAB III – RENCANA


STRUKTUR RUANG

Rencana struktur ruang merupakan susunan pusat-pusat pelayanan dan


sistem jaringan prasarana di BWP yang akan dikembangkan untuk mencapai tujuan
dalam melayani kegiatan skala BWP.

Rencana struktur ruang berfungsi sebagai:

a. Pembentuk sistem pusat pelayanan di dalam BWP;


b. Dasar perletakan jaringan serta rencana pembangunan prasarana dan
utilitas dalam BWP sesuai dengan fungsi pelayanannya; dan
c. Dasar rencana sistem pergerakan dan aksesibilitas lingkungan dalam
RTBL dan rencana teknis sektoral.

Rencana struktur ruang dirumuskan berdasarkan:

a. Rencana struktur ruang wilayah kabupaten/kota yang termuat dalam


RTRW;
b. Kebutuhan pelayanan dan pengembangan bagi BWP; dan
c. Ketentuan peraturan perundang-undangan terkait.

Rencana struktur ruang dirumuskan dengan kriteria:

a. Memperhatikan rencana struktur ruang BWP lainnya dalam wilayah


kabupaten/kota;
b. Memperhatikan rencana struktur ruang kabupaten/kota sekitarnya yang
berbatasan langsung dengan BWP;
c. Menjamin keterpaduan dan prioritas pelaksanaan pembangunan
prasarana dan utilitas pada BWP;

15
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

d. Mengakomodasi kebutuhan pelayanan prasarana dan utilitas BWP


termasuk kebutuhan pergerakan manusia dan barang; dan e.
Mempertimbangkan inovasi dan/atau rekayasa teknologi.

3.1. Rencana Pengembangan Pusat Pelayanan


Rencana pengembangan pusat pelayanan di kecamatan Payung Sekaki terdiri
dari:

1. Pusat Lingkungan Kecamatan


Pusat lingkungan kecamatan Payung Sekaki sebagai bentuk pusat
pelayanan yang ada di Kecamatan Payung Sekaki. Pusat lingkungan kecamatan
Payung Sekaki ini merupakan bagian dari BWP V yang terdiri dari Tampan,
Payung Sekaki dan Marpoyan Damai. Arahan fungsi pada BWP V ini antara
lain: Pusat Kegiatan Pendidikan Tinggi, Kawasan Permukiman, Kawasan
Perkantoran, Kawasan Perdagangan, dan Kawasan Pergudangan Terbatas.
Pusat Lingkungan Kecamatan Payung Sekaki yang terdapat di Sub BWP Labuh
Baru Barat.

2. Pusat Lingkungan Kelurahan


Pusat lingkungan kelurahan yang ada di kecamatan Payung Sekaki
terdiri dari:
a. Pusat Lingkungan Kelurahan Labuh Baru Barat;
b. Pusat Lingkungan Kelurahan Labuh Baru Timur;
c. Pusat Lingkungan Kelurahan Air Hitam;
d. Pusat Lingkungan Kelurahan Tampan;
e. Pusat Lingkungan Kelurahan Tirtasiak;
f. Pusat Lingkungan Kelurahan Sungai sibam;
g. Pusat Lingkungan Kelurahan Bandarraya.

3. Pusat Lingkungan Rukun Warga

16
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

Pusat lingkungan RW di Kecamatan Payung Sekaki ini berada di


masing-masing RW pada setiap kelurahan. Pusat lingkungan rukun warga ini
mempunyai lingkup pelayanan skala lingkungan.

17
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

Gambar 3.1 Peta Rencana Pengembangan Pusat Pelayanan

18
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

3.2. Rencana Jaringan Transportasi


3.2.1. Jaringan Transportasi Darat
3.2.1.1. Jaringan Jalan dan Persimpangan
3.2.1.1.1. Rencana Pengembangan Jalan Nasional
Menurut PP Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, jalan nasional terdiri
atas:

a. jalan arteri primer;

b. jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota provinsi;

c. jalan tol; dan

d. jalan strategis nasional.

Pengembangan jalan nasional di BWP Payung Sekaki terdiri dari :

1. Ruas Jalan Air Hitam (Arteri Primer);


2. Ruas Jalan SM Amin (Arteri Primer);
3. Ruas Jalan Siak II (Arteri Primer);
4. Tuanku Tambusai (Arteri Primer);
5. Riau Ujung – Pantai Cermin (Arteri Primer);
6. Soekarno Hatta (Arteri Primer); dan
7. Jalan Riau (Arteri Primer)

Jalan arteri primer harus dapat memenuhi ketentuan persyaratan teknis jalan
sebagai berikut:

1. Jalan arteri primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah


60 (enam puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling
sedikit 11 (sebelas) meter.
2. Jalan arteri primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume lalu
lintas rata-rata.
3. Pada jalan arteri primer lalu lintas jarak jauh tidak boleh terganggu oleh
lalu lintas ulang alik, lalu lintas lokal, dan kegiatan lokal.

19
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

4. Jumlah jalan masuk ke jalan arteri primer dibatasi sedemikian rupa


sehingga ketentuan persyaratan kecepatan minimal, kapasitas volume lalu
lintas dan kelancaran harus tetap terpenuhi.
5. Persimpangan sebidang pada jalan arteri primer dengan pengaturan
tertentu harus memenuhi ketentuan persyaratan kecepatan minimal,
kapasitas volume lalu lintas dan kelancaran.
6. Jalan arteri primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau kawasan
pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.

Jalan kolektor primer harus dapat memenuhi ketentuan persyaratan teknis


jalan sebagai berikut:

1. Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling


rendah 40 (empat puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan
paling sedikit 9 (sembilan) meter.
2. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume
lalu lintas rata-rata.
3. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga ketentuan
kecepatan minimal dan kapasitas volume lalu lintas terpenuhi.
4. Persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan pengaturan
tertentu harus tetap memenuhi ketentuan kecepatan minimal, kapasitas
volume lalu lintas dan pembatasan jumlah jalan masuk terpenuhi.
5. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau
kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.

20
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

Tabel 3.1 Jaringan Jalan Nasional di BWP Payung Sekaki

Status Penanganan
Panj Kondisi
Titik Lebar Penin Penin
N Nama Titik ang Lebar GSB Pembuat
Pangka Rencan Hirarki Peleb gkata gkata
o Jalan Ujung (km Eksistin (m) Pemeliharaan an Jalan
l a (m) aran n n
) g (m) Baru
Status Fungsi
A Rencana jalan Arteri Kota Pekanbaru
Jalan Sp.
Sp. SM 5,76 Arteri
1 Air Garuda 10 30 20 √ √
Amin 9 Primer
Hitam Sakti
Tugu Arteri
Jalan
Sp. Air Gemar 3,47 Primer
2 SM. 24 30 20 √ √
Hitam Menab 7
Amin
ung
Tugu Arteri
Jembat
Jalan Gemar 4,87 Primer
3 an Siak 12 30 20 √ √
Siak II Menabu 0
II
ng
Sp. Jl. H. Sp. Arteri
Jalan Guru Soekar 0,76 Primer
4 12 12 20 √
RIau Sulaima no 8
n Hatta

21
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

3.2.1.1.2. Rencana Pengembangan Jalan Provinsi

Menurut PP Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, jalan provinsi terdiri


atas:

1. jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan


ibukota kabupaten atau kota;
2. jalan kolektor primer yang menghubungkan antaribukota kabupaten atau
kota;
3. jalan strategis provinsi;

Pengembangan jalan provinsi di BWP Payung Sekaki terdiri dari :

1. Ruas Jalan Arifin Ahmad (Simpang Sudirman – Simpang Soekarno Hatta)


2. Ruas Jalan Tuanku Tambusai (Simpang jalan Air Hitam – Simpang SKA)
3. Ruas Jalan Tuanku Tambusai (Simpang jalan Pembangunan – Simpang
SKA)
4. Ruas Jalan Soekarno Hatta (Simpang SKA – Simpang Jalan Riau)
5. Ruas Jalan S.M Amin ( jalan Tuanku Tambusai – Jalan Air Hitam)
6. Ruas jalan Riau Ujung (Jalan Simpang Jalan Riau – Tugu Gemar menabung)
7. Ruas Jalan Riau Ujung (Simpang Jalan Soekarn Hatta – Simpang jalan
Sungai Sail)

Jalan kolektor primer harus dapat memenuhi ketentuan persyaratan


teknis jalan sebagai berikut:

1. Jalan kolektor primer didesain berdasarkan kecepatan rencana paling


rendah 40 (empat puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan
paling sedikit 9 (sembilan) meter.
2. Jalan kolektor primer mempunyai kapasitas yang lebih besar dari volume
lalu lintas rata-rata.
3. Jumlah jalan masuk dibatasi dan direncanakan sehingga ketentuan
kecepatan minimal dan kapasitas volume lalu lintas terpenuhi.

22
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

4. Persimpangan sebidang pada jalan kolektor primer dengan pengaturan


tertentu harus tetap memenuhi ketentuan kecepatan minimal, kapasitas
volume lalu lintas dan pembatasan jumlah jalan masuk terpenuhi.
5. Jalan kolektor primer yang memasuki kawasan perkotaan dan/atau
kawasan pengembangan perkotaan tidak boleh terputus.

23
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

Tabel 3.2 Jaringan Jalan Provinsi di BWP Payung Sekak


Status Penanganan
Kondisi Lebar Penin
Pembua
N Nama Titik Titik Panjan Lebar Renca GSB Hirark Pemel Peningk gkata
Peleb tan
o Jalan Pangkal Ujung g (km) Eksistin na (m) i iharaa atan n
aran Jalan
g (m) (m) n Status Fungs
Baru
i
Jalan Bundara Kolekt
Sp. Jalan
Tuanku n or
1 Pembangun 5,593 22 22 40 √
Tambus Terminal Primer
an
ai AKAP 2
Jalan Jl. Lintas
Kolekt
Riau Sp. Tugu Petapaha
or
2 Ujung – Gemar n– 3,929 22 22 8 √
Primer
Pantai Menabung Garuda
2
Cermin Sakti
Jalan Kolekt
Soekarn or
3 Sp. Jl. Riau Sp. SKA 3,815 22 22 12 √
o Hatta Primer
2
Kolekt
Jalan Sp. Tugu Sp.
or
4 Riau Gemar Soekarn 1,914 22 22 55 √
Primer
Ujung Menabung o Hatta
2

24
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

3.2.1.1.3. Rencana Pengembangan Jalan Kota (Arteri Sekunder, Kolektor


Sekunder, Lokal dan Lingkungan)

Menurut PP Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan, jalan kota sebagaimana


dimaksud dalam Pasal 25 huruf d adalah jalan umum pada jaringan jalan sekunder di
dalam kota. Sehingga seluruh jalan yang memiliki fungsi sekunder, baik Jalan Arteri
Sekunder, Jalan Kolektor Sekunder, Jalan Lokal Sekunder, dan Jalan Lingkungan
Sekunder masuk ke dalam jalan kota.

Jaringan jalan yang masuk dalam system Jalan Kota terdiri atas:

1. Jalan arteri sekunder menghubungkan kawasan primer dengan kawasan


sekunder kesatu, kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder
kesatu, atau kawasan sekunder kesatu dengan kawasan sekunder kedua.
Kriteria teknis jalan arteri sekunder terdiri atas:
a) Jalan arteri sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana paling
rendah 30 (tiga puluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan
paling sedikit 11 (sebelas) meter.
b) Jalan arteri sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar daripada
volume lalu lintas rata-rata.
c) Pada jalan arteri sekunder lalu lintas cepat tidak boleh terganggu oleh
lalu lintas lambat.
d) Persimpangan sebidang pada jalan kolektor sekunder dengan
pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan kecepatan minimal,
lebar minimal, kapasitas lalu lintas dan kelancaran.

2. Jalan kolektor sekunder menghubungkan kawasan sekunder kedua dengan


kawasan sekunder kedua atau kawasan sekunder kedua dengan kawasan
sekunder ketiga. Kriteria teknis jalan kolektor sekunder terdiri atas:
a) Jalan kolektor sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 20 (dua puluh) kilometer per jam dengan lebar badan
jalan paling sedikit 9 (sembilan) meter.

LAPORAN AKHIR 25
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

b) Jalan kolektor sekunder mempunyai kapasitas yang lebih besar


daripada volume lalu lintas rata-rata.
c) Pada jalan kolektor sekunder lalu lintas cepat tidak boleh terganggu
oleh lalu lintas lambat.
d) Persimpangan sebidang pada jalan kolektor sekunder dengan
pengaturan tertentu harus memenuhi ketentuan kecepatan minimal,
lebar minimal, kapasitas lalu lintas dan kelancaran.

3. Jalan lokal sekunder menghubungkan kawasan sekunder kesatu dengan


perumahan, kawasan sekunder kedua dengan perumahan, kawasan
sekunder ketiga dan seterusnya sampai ke perumahan. Jalan lokal sekunder
didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 10 (sepuluh)
kilometer per jam dengan lebar badan jalan paling sedikit 7,5 (tujuh koma
lima) meter.

4. Jalan lingkungan sekunder menghubungkan antarpersil dalam kawasan


perkotaan. Kriteria teknis jalan kolektor sekunder terdiri atas:
a) Jalan lingkungan sekunder didesain berdasarkan kecepatan rencana
paling rendah 10 (sepuluh) kilometer per jam dengan lebar badan jalan
paling sedikit 6,5 (enam koma lima) meter. Persyaratan teknis jalan
lingkungan sekunder tersebut diperuntukkan bagi kendaraan bermotor
beroda 3 (tiga) atau lebih.
b) Jalan lingkungan sekunder yang tidak diperuntukkan bagi kendaraan
bermotor beroda 3 (tiga) atau lebih harus mempunyai lebar badan jalan
paling sedikit 3,5 (tiga koma lima) meter.

3.2.1.1.4. Persimpangan Sebidang dan Tak Sebidang

Rencana Penataan Persimpangan dalam RTRW meliputi persimpangan


pada Jalan Arteri dan Jl. Kolektor yang terdiri dari persimpangan sebidang dan
persimpangan tidak sebidang

LAPORAN AKHIR 26
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

A. Persimpangan Sebidang

Rencana Persimpangan prioritas yang harus ditata:

1. Jalan Riau – Jalan Soekarno Hatta – Jalan Riau

2. Jalan Soekarno Hatta – Jalan Durian – Jalan Dharm Bkti

3. Jalan Riau Ujung – Jalan SM Amin – Jalan Siak II

4. Jalan Tuanku Tambusai – Jalan SM. Amin

5. Jalan Air Hitam – Jalan Garuda Sakti

6. Jalan Air Hitam – Jalan Tuanku Tambusai

7. Jalan Air Hitam – Jalan SM Amin

8. Jalan SM Amin – Jalan Dharma Bakti – Jalan Dharma Bakti Ujung

B. Persimpangan Tidak Sebidang

Saat ini persimpangan tidak sebidang di BWP Payung Sekaki terdapat di


Persimpangan Jl. Soekarno Hatta dengan Jl. Tuanku Tambusai dan Jl.
Tuanku Tambusai Ujung.

3.2.1.2. Jaringan Prasarana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan

Rencana pengembangan jaringan prasarana llu lintas dan angkutan jalan di


BWP Payung Sekaki dilakukan dengn pengembangan Gedung Parkir dan Penyedian
Halte.

Penyediaan Gedung Parkir meliputi:

a. Kriteria
1) tersedia tata guna lahan;
2) memenuhi persyaratan konstruksi dan perundang-undangan yang berlaku
3) tidak menimbulkan pencemaran lingkungan
4) memberikan kemudahan bagi pengguna jasa.

LAPORAN AKHIR 27
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

b. Tata letak gedung parkir dapat diklasifikasikan sebagai berikut.


1) Lantai datar dengan jalur landai luar (external ramp) Daerah parkir terbagi
dalam beberapa lantai rata (datar) yang dihubungkan dengan ramp
(Gambar 3.a).
2) Lantai terpisah Gedung parkir dengan bentuk lantai terpisah dan berlantai
banyak dengan ramp yang ke atas digunakan untuk kendaraan yang masuk
dan ramp yang tirim digunakan untuk kendaraan yang keluar (Gambar 3.b,
3.c dan 3.d). Selanjutnya Gambar 3.c dan 3.d menunjukkan jalan masuk dan
keluar tersendiri (terpisah), serta mempunyai jalan masuk dan jalan keluar
yang lebih pendek. Gambar 3.b menunjukkan kombinasi antara sirkulasi
kedatangan (masuk) dan keberangkatan (keluar). Ramp berada pada pintu
keluar; kendaraan yang masuk melewati semua ruang parkir sampai
menemukan tempat yang dapat dimanfaatkan. Pengaturan gunting seperti
itu memiliki kapasitas dinamik yang rendah karena jarak pandang
kendaraan yang datang agak sempit.
3) Lantai gedung yang berfungsi sebagai ramp Pada Gambar 3.e sampai
dengan 3.g terlihat kendaraan yang masuk dan parkir pada gang sekaligus
sebagai ramp. Ramp tersebut berbentuk dua arah. Gambar 3.e
memperlihatkan gang satu arah dengan jalan keluar yang lebar. Namun,
bentuk seperti itu tidak disarankan untuk kapasitas parkir lebih dari 500
kendaraan karena akan mengakibatkan alur tempat parkir menjadi panjang.
Pada Gambar 3.f terlihat bahwa jalan keluar dimanfaatkan sebagai lokasi
parkir, dengan jalan keluar dan masuk dari ujung ke ujung. Pada Gambar 3.g
letak jalan keluar dan masuk bersamaan. Jenis lantai ber-ramp biasanya di
buat dalam dua bagian dan tidak selalu sesuai dengan lokasi yang tersedia.
Ramp dapat berbentuk oval atau persegi, dengan gradien tidak terlalu
curam, agar tidak menyulitkan membuka dan menutup pintu kendaraan.
Pada Gambar 3.h plat lantai horizontal, pada ujung-ujungnya dibentuk
menurun ke dalam untuk membentuk sistem ramp. Umumnya merupakan
jalan satu arah dan dapat disesuaikan dengan ketersediaan lokasi, seperti
polasi gedung parkir lantai datar.

LAPORAN AKHIR 28
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

4) Tinggi minimal ruang bebas lantai gedung parkir adalah 2,50 m.

Gambar 3.2 Skema Alur Gedung Parkir

LAPORAN AKHIR 29
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

Penyediaan halte meliputi:

a. penyediaan halte pada jalur angkutan umum yang memiliki intensitas


pergerakan pejalan kaki dan kendaraan cukup tinggi;

b. penyediaan fasilitas pendukung halte;

c. pemisahan atau pemilahan pergerakan arus lalu lintas berdasarkan


peruntukan lahan, mobilitas, dan aksesibilitas; dan

d. penetapan prioritas angkutan umum melalui penyediaan lajur atau jalur atau
jalan khusus.

3.2.1.3. Jaringan Pelayanan Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Rute)

Berdasarkan hasil pengamatan dapat diketahui jenis angkutan umum kota


yang terdapat di Kecamatan Payung Sekaki berupa bis transmetro pekanbaru.
Keberadaan sarana transportasi berupa angkutan umum ini sangat membantu
masyarakat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Dengan adanya angkutan umum
ini mempermudah masyarakat dalam mencapai suatu lokasi terutama masyarakat
yang tidak memiliki kendaraan sendiri seperti motor dan mobil pribadi.

Pengembangan angkutan umum di Kecamatan Payung Sekaki terdiri atas:

a. Aplikasi sistem transportasi terpadu;

b. Optimalisasi sistem transportasi terpadu;

c. Penyediaan sarana dan prasarana angkutan umum pemadu moda (bus line)
dengan jalur yang telah tersedia

d. Peremajaan moda dan peningkatan kapasitas angkutan umum;

e. Penerapan fungsi dan kelayakan kendaraan angkutan umum dengan uji emisi
gas buang;

f. Penertiban dan pengendalian angkutan lingkungan (ojeg, becak dan delman);

LAPORAN AKHIR 30
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

g. Peningkatan kinerja operasional taksi dengan mengatur jumlah taksi yang


beroperasi sesuai dengan kebutuhan dan daya dukung sarana dan prasarana
khususnya bandara internasional sultan syarif kasim ii;

h. Penertiban pergerakan akap (angkutan kota antar propinsi) dan akdp


(angkutan kota dalam propinsi).

i. Penertiban dan peningkatan fungsi halte; dan

3.2.1.4. Jalur Pejalan Kaki

Beberapa permasalahan yang berkaitan dengan kondisi jalur pejalan kaki di


Kecamatan Payung Sekaki pada saat ini diantaranya yaitu:

a. Kondisi jalur pejalan kaki yang ada pada umumnya belum di lengkapi dengan
sarana dan prasarana pendukung seperti jalur hijau, tempat duduk, shelter,
tempat sampah perambuan, pagar pengaman, zebra cross, pelikan dan fasilitas
untuk penyandang cacat.
b. Ruang jalur pejalan kaki telah banyak yang beralih fungsi menjadi tempat
berdagang para pedagang kaki lima dan tempat parkir kendaraan
c. Dimensi lebar jalur pejalan kaki belum semua sama, begitu juga dengan
kondisi dan kualitas perkerasannya masih belum semua baik
d. Kondisi Jalur pejalan kaki masih terputus-putus meskipun dalan satu ruas
jalan.
e. Tidak semua jalan yang ada di Kecamatan Payung Sekaki telah memiliki jalur
pedestrian

Dengan di dasarkan hal tersebut diatas maka rencana pengembang dan


penataan jalur pejalan kaki di Kecamatan Payung Sekaki meliputi:

a. Penataan jalur pejalan kaki yang telah ada dengan menambah fasilitas
pelengkap seperti jalur hijau, tempat sampah, tempat duduk, lampu
penerangan, fasilitas untuk penyandang cacat, signage, shelter untuk jalan
yang dilintasi oleh angkutan umum.

LAPORAN AKHIR 31
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

b. Perencanaan pembangunan jalur pejalan kaki bagi jalan-jalan yang belum di


lengkapi dengan jalur pejalan kaki
c. Penataan jakur pejalan kaki di kawasan persimpangan-persimpangan jalan
(penataan Pelikan)
d. Perencanaan Zebra Cros pada kawasan/lokasi-lokasi strategi seperti kawasan
perdagangan dan jasa, kawasan pendidikan, kawasan olahraga dan rekreasi,
fasilitas peribadatan, fasilitas kesehatan,dan terminal
e. Perencanaan jalur pejalan kaki diatas tanah (elevator) dan terowongan
(underground) untuk jalan yang memiliki tingkat pola pergerakan lalu lintas
tinggi dan kawasan-kawasan strategis.
f. Perencanaan jalur pejalan kaki akan di sesuaikan dengan tipologi jalur pejalan
kaki yang telah ada saat ini. Berdasarkan tipologi ruang pejalan kaki yang telah
ada saat ini dan arah kecenderungan perkembangan penduduk dan
kegiatannya yang semakin tinggi maka ada beberapa alternative rencana
pengembangan jalur pejalan kaki.
Rencana ruas jalan pejalan kaki dikecamatan payung sekaki terdapat di ;
1. Ruas jalan Tuanku Tambusai;
2. Ruas jalan Tianku Tambusai Ujung;
3. Ruas jalan Soekarno Hatta;
4. Ruas jalan Air Hitam;
5. Ruas jalan Riau Ujung;
6. Ruas jalan S.M Amin;
7. Ruas jalan Pedestrian Dharma Bakti;
8. Ruas jalan Kayu Manis;
9. Ruas jalan Pemuda;
10. Ruas jalan Durian;
11. Ruas jalan Jenderal;
12. Ruas jalan Beringin.

LAPORAN AKHIR 32
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

3.2.1.5. Jalur Sepeda

Keamanan berlalu-lintas (road safety traffic) dimaksudkan sebagai upaya


yang bertujuan untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kecelakaan di jalan raya
yang beresiko kematian, cedera, atau kerusakan barang atau properti. Selanjutnya,
kecelakaan lalu lintas diidentifikasi sebagai bahaya berlalu lintas yang berupa
tabrakan (konflik) antara kendaraan dengan benda lain atau antar kendaraan dan
menyebabkan kerusakan. Dari pemahaman tersebut, dapat disimpulkan bahwa
permasalahan keamanan di jalan raya yaitu kerawanan terjadinya kecelakaan atau
konflik antar kendaraan.

Beberapa lokasi dan kondisi di jalan raya dianggap rawan untuk mobilitas
sepeda, antara lain sebagai berikut:

1. Pada Badan Jalan (Jalur Lalu Lintas Jalan Raya),

Dimana jalur ini tidak memiliki bahu jalan sehingga terjadi mobilitas
bersama antara sepeda dan kendaraan bermotor, tanpa pemisah visual

2. Pada Bahu Jalan Yang Terdapat On Street Parking

On street parking memakan bahu jalan yang biasanya digunakan oleh


sepeda pada jalan raya yang tidak memiliki jalur untuk sepeda. Kondisi ini
rawan bagi sepeda jika sepeda akhirnya harus masuk ke lintasan bersama
dengan kendaraan bermotor. Selain itu, pintu yang terbuka secara tiba-
tiba dari kendaraan yang terparkir on street tersebut juga akan
membahayakan pengendara sepeda.

3. Pada Sidewalks Atau Trotoar

Pada jalan raya yang tidak memiliki jalur sepeda, terkadang sepeda
menggunakan trotoar sebagai lintasan. Hal ini selain mengganggu
pedestrian, juga membahayakan pengendara sepeda karena kondisi
permukaan dan lebar trotoar yang kadang tidak sesuai untuk dilintasi
sepeda.

LAPORAN AKHIR 33
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

4. Pada Persimpangan Jalan

Titik persimpangan dianggap merupakan titik paling rawan konflik antara


pengguna sepeda dan pengguna kendaraan bermotor (Wachtel and
Lewiston, 1994). Menurut Litman, konflik dengan motorist pada
persimpangan jalan banyak terjadi terutama pada simpang tidak
bersinyal. Hal ini memicu keegoisan baik pengendara sepeda maupun
motorist untuk tetap melaju pada kecepatan yang sama.

5. Pada Jalan Masuk Menuju Bangunan Khusus (Gateways)


Terutama pada pabrik, gateways digunakan bersama antara kendaraan-
kendaraan besar dan sepeda. Hal ini jelas membahayakan pengendara
sepeda.

6. Pada Titik Pemberhentian Angkutan Umum


Perilaku angkutan umum yang ngetem di sisi jalan yang biasanya
digunakan untuk lintasan sepeda mengganggu aktivitas pengendara
sepeda. Aktivitas angkutan umum yang terkadang suka berhenti tiba-tiba
tanpa lampu peringatan juga mempengaruhi ketidakamanan pengendara
sepeda.

Jarak pandang atau penglihatan yang menjadi aspek penting dalam berlalu-
lintas. Permasalahan mengenai jarak pandang ini dapat diatasi melalui desain ruang
yang tepat, dengan menggunakan pendekatan yang dianggap dapat mengakomodasi
kebutuhan jarak pandang pengendara sepeda melalui penandaan atau peringatan
sebelumnya dari desain fisik jalan. (AASHTO, 1994)

Kerawanan jalan raya untuk mobilitas sepeda ini membutuhkan penanganan


agar dapat memberikan keamanan dan kenyamanan pengendara sepeda, serta untuk
pengguna jalan lainnya. Secara umum, permasalahan keamanan.

Jalur yang Aman Untuk Lalu Lintas Sepeda

Penggunaan sepeda memang perlu diberi fasilitas untuk meningkatkan


keselamatan para pengguna sepeda dan bisa meningkatkan kecepatan berlalu lintas

LAPORAN AKHIR 34
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

bagi para pengguna sepeda. (AASHTO, 1994). Dalam merencanakan jalur untuk
lintasan sepeda, perlu adanya pertimbangan beberapa hal sebagai berikut :

a. Pertimbangan jalur tersingkat antara sumber pengendara dengan kawasan


tujuan (origin-destination)
b. kondisi visual yang seaman dan senyaman mungkin, melalui pemisahan ruang
dan kelengkapan fasilitas
c. jaringan harus dapat memberikan kejelasan orientasi tempat yang akan dituju
d. penandaan dan penginformasian yang jelas
e. tidak menggangu pejalan kaki dan aman dari kendaraan bermotor Beberapa
standar tentang ketentuan dan kebutuhan untuk jalur lintasan sepeda yang
aman, antara lain sebagai berikut:
1. Tipe jalur lintasan sepeda untuk jalan arteri, yaitu berupa bike path atau
bike lane.
2. Tipe jalur sepeda seperti dijelaskan diatas menunjukkan bahwa jalur
sepeda benarbenar terpisah dari jalur lalu lintas kendaraan bermotor.
Namun terdapat pula tipe jalur untuk lalu lintas sepeda yang tergabung
dengan lalu lintas sepeda motor, yaitu jalur lambat. Jalur lambat berfungsi
untuk melayani kendaraan yang bergerak lebih lambat dan searah dengan
jalur utamanya. Jalur ini dapat berfungsi sebagai jalur peralihan dari
hirarki jalan yang ada ke hirarki lainnya yang lebih rendah atau sebaliknya.
Ketentuan untuk jalur lambat adalah sebagai berikut :
a. Untuk jalan arteri 2 arah terbagi dengan 4 lajur atau lebih, dilengkapi
dengan jalur lambat.
b. Jalur lambat direncanakan mengikuti alinyemen jalur cepat dengan
lebar jalur dapat mengikuti ketentuan sebelumnya (yaitu lebar ideal 6
m).
Pada jalan arteri, jalur untuk kendaraan tidak bermotor disarankan untuk
terpisah dengan lalu lintas kendaraan bermotor, namun dapat digabung
dengan sepeda motor dalam jalur lambat. (Geometri Jalan Perkotaan,
2004).

LAPORAN AKHIR 35
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

Tabel 3.3 Ketentuan Lebar Lintasan Jalur Sepeda Untuk Jalan Arteri
No Kondisi Lebar Jalur Sepeda Sumber
Untuk jalur dua arah terpisah dari AASHTO,
1 2,4 meter
jalur lalu lintas 1994
Untuk jalur satu arah bergabung AASHTO,
2 1,2 meter
dengan jalur lalu lintas tanpa saluran 1994
Untuk jalur satu arah bergabung AASHTO,
3 1,5 meter
dengan jalur lalu lintas tanpa saluran 1994
Untuk jalur satu arah terpisah dengan AASHTO,
4 1,5 meter
jalur lalu lintas 1994
Direktorat
Pada jalan dengan 4 – 6 lajur untuk Jenderal
5 2,5 meter
lalu lintas BinaMarga,
1992
Pedoman
Penentuan
Jalur sepeda
Klasifikasi
Pada jalan dengan 4 lajur dan jalur termasuk dalam
6 Fungsi Jalan di
lambat jalur lambat dengan
Kawasan
lebar 6 m
Perkotaan,
2003
Pedoman
Penentuan
Jalur sepeda
Klasifikasi
Pada jalan dengan bahu jalan pada dialokasikan pada
7 Fungsi Jalan di
tepi jalur lalu lintas bahu jalan dengan
Kawasan
lebar 2 meter
Perkotaan,
2003
8 Pada penyempitan jalan 1 meter Sidi, 2005

3. Ketentuan desain dan kebutuhan fasilitas jalur lintasan sepeda, dapat


dilihat pada Tabel berikut :

Tabel 3.4 Ketentuan Desain dan Kebutuhan Fasilitas Untuk Jalur Sepeda
Item Detail Variabel Keterangan
Desain Jaringan rute  Jaringan atau rute yang dilalui harus saling terhubung,
Layout Jalan jalur sepeda antar titiktitik tujuan
 Aman dari tempattempat yang berpotensi kecelakaan

LAPORAN AKHIR 36
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

Item Detail Variabel Keterangan


dan kriminalitas
 Dapat diakses dengan mudah
 Dapat diketahui dengan jelas
Lajur untuk  Ketentuan lebar dapat dilihat pada Tabel 1
sepeda
 Jika terdapat pada on street parking, diletakkan di
antara jalur lalu lintas dan parkir
 Dapat berupa barrier vertikal, atau penanda berupa
garis pada permukaan jalan
Barrier untuk
lajur sepeda  Barrier vertikal tidak menutup pandangan pengendara
(Street sepeda
marking)
 Barrier berupa penanda garis berwarna terang dan
tetap terlihat jelas ketika malam
 Barrier berupa penanda garis pada jalan: lebar garis 8
inchi (20,32 cm)
 Barrier berupa penanda garis pada jalan dengan on
street parking : lebar garis pada sisi dalam 4 inchi
(10,16 cm) dan pada sisi luar 6 inchi (15,24 cm)
 Parkir diatur sejajar satu lapis
 Diletakkan pada jarak 0,4m – 0,75m dari garis jalur
Parkir on street lintasan
 Alokasi ruang untuk parkir onstreet dapat
menggunakan teknik traffic calming (pengalihan
horizontal dan vertical)
Tanjakan dan  Jalan menanjak dan menurun dibuat sependek
turunan mungkin
 Kemiringan maksimal 10 %
 Traffic calming pada titik simpang sebagai bentuk
Persimpangan perin gatan atau waspada, dapat berupa pengalihan
vertical, horizontal, dan pulau jalan
 Ruang penyebrangan untuk sepeda
Pengakhiran  Mengalihkan jalur lintasan ke trotoar
jalur lintasan
 Berhenti pada tanda lalu lintas yang berfungsi
(biasanya di persimpangan)

LAPORAN AKHIR 37
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

Item Detail Variabel Keterangan


Pergantian jalur  Traffic calming sebagai peringatan untuk waspada,
lintasan pada dapat berupa pembedaan warna atau tekstur paving
sisi jalan yang
lain
 Warning signs

Pada jalan  Traffic calming pada jalur sepeda (sebelum gateways),


masuk ban dapat berupa pembedaan warna atau tekstur paving
gunan khusus
(gate ways)  Traffic calming pada gateways, dapat berupa
penyempitan jalan

 Warning signs

Pada lokasi
 Traffic calming sebagai peringatan untuk waspada,
pemberhentian
dapat berupa pembedaan warna atau tekstur paving
(halte)
angkutan umum
 Warning signs

 Tidak terhalangi, juga tidak menghalangi pandangan


Signage
(rambu-rambu  Memiliki ketinggian 1,2m – 3m, dengan besar yang
untuk sepeda) proporsional
 Terletak pada jarak 1m dari batas lintasan sepeda,
untuk jarak pandang yang cukup
 Penanda untuk jalur sepeda atau rute untuk jalur
sepeda diletakkan sebelum persimpangan, dengan
tetap memperlihatkan nama jalan
Fasilitas  Permukaan yang rata, dalam artian bebas dari
Penunjang gundukan, batu-batu kecil, dahan atau cabang, puing-
Pavement
puing yang bersifat licin dan pecah belah, serta adanya
lubang.
 Struktur: semen, aspal
Vegetasi  Tidak menghalangi pandangan, dengan akar yang tidak
merusak permukaan paving.
 Ketinggian ideal 3 – 4m, atau mempertimbangkan
tinggi ruang bebas untuk sepeda dengan tidak
mengganggu pandangan pengendara

LAPORAN AKHIR 38
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

Item Detail Variabel Keterangan


pandangan pada persimpangan)
 Pemberian barrier pada tanaman dengan akar yang
berpotensi merusak permukaan paving
Sumber : Pedoman Penentuan Klasifikasi Fungsi Jalan di Kawasan Perkotaan, 2003
Direktorat Jenderal Bina Marga, 1992
AASHTO, 1994

Transportasi di Kecamatan Payung Sekaki Bertumpu pada jalur-jalur utama,


seperti Jl. SM Amin, Jl. Sukarno Hatta, Jl. Riau, Jlan Riau Ujung dan Jl. Air Hitam. Jalan-
jalan tersebut merupakan jalan utama dengan pergerakan yang cukup tinggi pada
setiap harinya. Guna menyeimbangkan sistem transportasi yang terintegrasi dan
berkelanjutan, didesain jalur sepeda untuk pergerakan dengan jarak tempuh yang
dekat. Pada penerapannya akan dilakukan pada jalur-jalur utama tersebut seperti Jl.
Riau, Jalan Riau Ujung, Jl. Tuanku Tambusai, dan Jl. Sukarno Hatta. Dengan desain
minimal sebagai berikut:

a. Ruang untuk lajur sepeda dicat menggunakan warna hijau/ dibedakan dengan
jalur kendaraan bermotor
b. Pada persimpangan bersinyal disediakan ruang tunggu/berhenti khusus sepeda
untuk menunggu saat sinyal menyala merah.
c. Sepanjang lajur sepeda diberi marka garis putus-putus warna kuning.
d. Pada area persimpangan tanpa sinyal, dimana terdapat titik “crossing”,
menggunakan marka garis putus-putus warna putih. Pada area ini, jalur sepeda
tidak dicat.

LAPORAN AKHIR 39
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

Gambar 3.3 Desain Jalur Sepeda Pada Saat On Street Parking dan Pada Saat
Normal
Sumber : Biycicle Facilities Design Course

Gambar 3.4 Desain Jalur Sepeda Pada Persimpangan Jalan (Konflik)


Sumber : Biycicle Facilities Design Course

LAPORAN AKHIR 40
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

3.3. Rencana Jaringan Prasarana


3.3.1. Rencana Jaringan Energi/Kelistrikan
Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana energi meliputi arahan
rencana pengembangan jaringan prasarana energi listrik, arahan rencana
pengembangan SPBU. Arahan rencana pengembangan jaringan prasarana energi
terdiri dari arahan pengembangan jaringan pembangkit listrik dan gardu listrik.

Berdasarkan jumlah rumah tangga berlangganan listrik menunjukkan hampir


seluruh wilayah di Kecamatan Payung Sekaki sudah terjangkau oleh pelayanan listrik
PLN. Di masa datang, kebutuhan listrik akan semakin meningkat seiring dengan
pertambahan jumlah penduduk dan kegiatan yang terjadi. Untuk memperkirakan
kebutuhan listrik di kawasan perkotaan Kecamatan Payung Sekaki pada akhir tahun
perencanaan dihitung berdasarkan standar dan asumsi kebutuhan listrik. Perkiraan
kebutuhan energi listrik direncanakan dengan menggunakan beberapa kriteria
sebagai berikut :

 Perumahan dihitung berdasarkan standar pemakaian yaitu 150


watt/jam/jiwa;
 Pendidikan ditetapkan sebesar 5% dari kebutuhan energi listrik untuk
perumahan;
 Peribadatan, 5% dari kebutuhan perumahan;
 Kesehatan, 100% dari kebutuhan perumahan;
 Perdagangan 125% dari kebutuhan perumahan;
 Perkantoran 15% dari kebutuhan perumahan;
 Rekreasi 20% dari kebutuhan perumahan; dan
 Penerangan jalan, 10% dari kebutuhan perumahan.

Berdasarkan kriteria dan hasil perhitungan maka di tahun perencanaan perlu


ditingkatkan pelayanan listrik kepada masyarakat dengan penambahan instalasi
listrik seperti gardu gardu-gardu listrik sehingga kebutuhan listrik penduduk
terpenuhi. Berdasarkan hal tersebut diatas, maka arahan pengembangan listrik di
wilayah perencanaan adalah sebagai berikut:

a) Meningkatkan layanan jaringan listrik sesuai dengan perkembangan kawasan.


LAPORAN AKHIR 41
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

b) Peningkatan dilakukan dengan dengan memperluas daerah pelayananan ke


seluruh lapisan penduduk. Sebaiknya dilakukan secara bertahap, sesuai
dengan perkembangan penduduk dan kegiatan pada tahun-tahun
perencanaan, ini disebabkan karena tingkat kebutuhan energi listrik
dipengaruhi oleh proyeksi jumlah penduduk pada tahun perencanaan.
c) Pengembangan ini sebaiknya terpadu dengan jaringan lainnya seperti air
bersih, telepon dan mengikuti jaringan jalan, selain tidak menimbulkan
kesulitan dalam pengaturan jaringan listrik juga untuk menghindarkan
pekerjaan yang tumpang tindih pada suatu lokasi yang sama, selain itu
dimaksudkan untuk mengarahkan perkembangan kota.
d) Pembentukan lembaga pengelola pelayanan gas kota dapat dilakukan melalui
kerjasama antardaerah, pemerintah dan swasta.
e) Pengintegrasian prasarana kelistrikan dengan jaringan jalan.
f) Peningkatan kapasitas jaringan distribusi listrik untuk pemenuhan kebutuhan
pasokan listrik.
g) Penerapan jaringan kabel listrik bawah tanah pada kawasan pusat
h) Kawasan sekitar jalur SUTT seharusnya menjadi daerah sempadan,.
i) Pengembangan jaringan listrik yang diprioritaskan pada penyediaan
sambungan baru melalui penyambungan jaringan yang ada dengan mengikuti
jaringan listrik yang sudah ada.
j) Membangun jaringan pemancang listrik dengan mengikuti koridor sistem
jaringan jalan utama dan berhirarki sesuai dengan klasifikasi jalan serta
mengarahkan pengembangan infrastruktur kelistrikan sesuai dengan pola
pengembangan ruang aktifitas.
k) Pengembangan jaringan gas kota untuk kebutuhan rumah tangga dan industri
di seluruh wilayah kota dengan prioritas kawasan pusat kota dan kawasan
permukiman padat dan teratur.

Gambar 3.5 Peta Rencana Jaringan Listrik Kecamatan Payung Sekaki

LAPORAN AKHIR 42
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

5.2.1

LAPORAN AKHIR 43
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

3.3.2. Rencana Jaringan Telekomunikasi


Telekomunikasi merupakan prasarana pemberian informasi dan komunikasi
jarak jauh. Kebutuhan pelayanan komunikasi penting dalam aspek prasarana.
Kapasitas yang harus dimiliki prasarana telekomunikasi harus mencukupi penduduk
yang menggunakannnya. Berdasarkan hasil survey, dapat diketahui bahwa alat
telekomunikasi yang terdapat di Kecamatan Payung Sekaki berupa telepon, telex,
faksimili, dan internet. Untuk sarana telekomunikasi sudah dilayani oleh jaringan
telekomunikasi, walaupun tidak semua masyarakat memanfaatkan layanan ini.

3.3.2.1. Penyediaan Internet Nirkabel Di Area Publik

Penyediaan Jaringan nirkabel di Kecamatan Payung Sekaki meliputi:

 Pemeliharaan Base Transceiver Station (BTS) ; dan/atau


 Pengaturan BTS terpadu;
 Penyediaan teknologi Wireless Fidelity (WiFi) pada lokasi RTH skala
Kecamatan dan Kota, Taman Kota, Taman Kelurahan, dan wilayah publik
lainnya.

Jaringan satelit di Kecamatan Payung Sekaki berupa peningkatan penyebaran


layanan internet pada lokasi publik, misalnya sekolah, kantor pemerintahan, kantor
polisi, dll.

3.3.2.2. Pengembangan Menara Telekomunikasi

Rencana pengembangan sistem jaringan prasarana telekomunikasi adalah


meliputi peningkatan jumlah dan mutu telematika pada tiap kelurahan. Rencana
pengembangan sistem jaringan prasarana adalah perangkat komunikasi dan
pertukaran informasi yang dikembangkan untuk tujuan-tujuan pengambilan
keputusan di ranah publik ataupun privat.

Kebutuhan penyediaan prasarana transportasi pun bergeser dari yang


mulanya kebutuhan jaringan kabel telepon, menjadi kebutuhan penyediaan BTS
sebagai tiang pemancar jaringan telepon seluler. Penyediaan prasarana komunikasi
menjadi sangat penting dengan semakin berkembangnya status di Kecamatan
Payung Sekaki, kegiatan-kegiatan ikutan lainnya (perumahan, perdagangan, dan

LAPORAN AKHIR 44
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

sarana umum) yang tentunya membutuhkan prasarana komunikasi yang terus


meningkat. Untuk memperkirakan kebutuhan telekomunikasi wilayah
perencanaan tahun 2038 mempergunakan standar sebagai berikut:

- 1 (satu) wartel = 1.531 jiwa;


- 1 (satu) satuan sambungan telepon (SST) = 20 jiwa; dan
- 1 (satu) sambungan telepon otomat (STO) = 25.855 jiwa.

Dengan semakin meningkatnya kebutuhan penduduk akan sarana


komunikasi sejalan dengan kemajuan teknologi, pengadaan sarana ini dirasa
perlu. Sebagai acuan, pengadaan sarana ini sebaiknya adalah satu unit tiap unit
lingkungan (kelurahan) atau di tempat-tempat umum yang banyak dikunjungi
masyarakat.

Kemajuan jaman menuntut pengembangan telekomunikasi sampai ke


pelosok-pelosok kelurahan. Untuk mendukung pengembangan telekomunikasi
maka diperlukan tower-tower BTS. Berikut ini syarat-syarat pembuatan tower
antara lain yaitu:

1. Sebelum mendirikan tower, harus ada kesepakatan terlebih dahulu


antara stakeholder untuk membuat pernyataan mengenai resiko
jatuhnya tower;

2. Lokasi tower dapat diletakkan dimana saja, karena tidak terdapat


kriteria khusus dalam peletakan tower;

3. Standar rata-rata tinggi tower adalah 51 meter, 71 tower, 90 meter,


dan 120 meter, standar tinggi tower tersebut sesuai dengan jarak
jangkauan pelayanannya. Semakin tinggi tower maka jangkauannya
semakin jauh;

4. Kaki tower ada 2 (dua) jenis, yaitu 3 kaki dan 4 kaki sesuai dengan
ketinggian tower;

5. Berdasarkan analisis jarak aman tower BTS direkomendasikan


memiliki radius setinggi tower tersebut.

LAPORAN AKHIR 45
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

LAPORAN AKHIR 46
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

Gambar 3.6 Peta Rencana Pengembangan Jaringan Telekomunikasi

LAPORAN AKHIR 47
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

3.3.3. Rencana Jaringan Air Minum


Pemenuhan kebutuhan air bersih merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang dapat menunjang peningkatan kesejahteraan dan kesehatannya. Sistem
penyediaan air bersih yang baik harus memperhatikan standar yang telah ditentukan,
baik dari segi kualitas maupun kuantitas. Kondisi pelayanan air bersih di daerah
perencanaan pada saat ini masih belum terlayani semua oleh PDAM. Untuk
pemenuhan kebutuhan air bersihnya, masyarakat di daerah perencanaan
memanfaatkan air tanah sebagai sumber air bersihnya. Pemanfaatan dilakukan
dengan sistem pompa (jet pump) dan sumur gali.

Dengan melihat kondisi yang ada, untuk daerah perencanaan sistem air
bersih yang direncanakan sampai tahun akhir proyeksi akan dibagi menjadi 2 sistem,
yaitu :

 Memanfaatkan kembali sistem perpipaan PDAM.


 Pengembangan kran umum untuk memenuhi kebutuhan terbatas di
wilayah.

Pengertian kebutuhan air adalah jumlah air yang dibutuhkan secara wajar
untuk keperluan pokok manusia (domestik) dan kegiatan-kegiatan lainnya yang
memerlukan air. Kebutuhan air menentukan besaran sistem dan ditetapkan
berdasarkan pengamanan dari pemakaian air.

Kebutuhan air bersih sistem perpipaan pada saat ini di Kecamatan Payung
Sekaki sebagian di suplai dari Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) dan Kerja Sama
Pemerintah dan Swasta (KPS) yang dikelola oleh Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang. Kebutuhan air bersih di Kecamatan Payung Sekaki sampai akhir
perencanaan dihitung dengan asumsi berdasarkan standar pelayanan minimum
yaitu:
1) Target pencapaian pelayanan 90%.
2) Standar kebutuhan air bersih untuk kebutuhan domestik adalah 220
liter/orang/hari.
3) Kebutuhan air non domestik diasumsikan 30% dari kebutuhan domestik.

LAPORAN AKHIR 48
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

4) Faktor kehilangan air akibat kebocoran sebesar 25% dari keseluruhan.


Rencana Pengembangan Air Bersih

 Perbaikan distribusi jaringan yang ada guna mengurangi tingkat


kebocoran baik fisik maupun administrasi agar target angka kebocoran
mencapai 25% sampai akhir tahun 2035 dapat tercapai serta program-
program pelatihan (training) bagi petugas untuk efisiensi setiap
penanganan kebocoran.
 Pengadaan air bersih yang direncanakan di wilayah perencanaan, yaitu
melalui jaringan pipa transmisi, pipa distribusi dan pipa retikulasi.
 Sistem jaringan distribusi air minum direncanakan dengan
menggabungkan sistem yang ada saat ini dengan sistem baru dengan
mengacu pada lokasi instalasi pengolahan air minum dan daerah
pelayanan. Rencana sistem jaringan distribusi air minum terdiri dari: pipa
induk distribusi, pipa sekunder dan pipa tersier.
 Berdasarkan kriteria desain yang dikeluarkan oleh Kementerian Pekerjaan
Umum dan Perumahan Rakyat, kebutuhan untuk hidran umum adalah
sebesar 30 liter/detik/hari. Kecamatan Payung Sekaki hidran umum
direkomendasi kan pada daerah yang memiliki kepadatan penduduk yang
cukup tinggi yaitu di kawasan perumahan non terstruktur, dengan tingkat
pelayanan sebesar 10%.
 Untuk mengurangi beban distribusi air bersih dari sumber air bersih yang
ada sudah saatnya dilakukan sumber-sumber air baku yang baru yang
berasal dari wilayah yang akan dilayani dengan dibuat semacam WTP
(Water Treatment Plan) yang selain dapat melayani kebutuhan air bersih
di Kecamatan Payung Sekaki juga dapat memenuhi kekurangan air baku di
reservoir.

LAPORAN AKHIR 49
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

3.3.4. Rencana Jaringan Drainase


3.3.4.1. Rencana Sistem Jaringan Drainase

Dalam dokumen Rencana Masterplan Drainase Kota Pekanbaru, telah


ditetapkan yaitu:

a. Rencana Jaringan dan Sistem Aliran: untuk keadaan topografi tanah yang
mempunyai kemiringan sedang, semua sistem pengaliran saluran drainase
masih memakai sistem/cara gravitasi. Untuk daerah yang mempunyai
topografi lebih rendah dari muka air maksimal di badan air, maka
direncanakan sistem polder dilengkapi dengan pompanisasi. Sebagai saluran
pembuang akhir semuanya melalui Kota Pekanbaru lalu bermuara ke laut.
Alur-alur drainase alami yang sekarang lingkungannya masih belum terbuka
dan nantinya akan dipakai sebagai wilayah pengembangan maka alur-alur
alami tersebut dijadikan saluran drainase kota. Direncanakan kolam retensi
sebagai penahan aliran air. Di daerah yang akan berkembang dan belum ada
saluran drainasenya disarankan untuk menambah saluran-saluran drainase
baru.
b. Garis sepadan saluran / kolam retensi : garis sempadan untuk saluran primer
disarankan minimal 2.00 m, sedangkan saluran sekunder dan tersier minimal
1.50 m di kiri kanan saluran.
c. Operasi pemeliharaan : adanya dana operasional dan pemeliharaan secara
rutin setiap tahunnya. Dana ini akan dikelola oleh instansi yang berwenang
untuk pengelolaan drainase di Kota Pekanbaru mengacu pada masterplan
drainase Kota Pekanbaru maka untuk kedepannya konsep sistem drainase
yang diusulkan adalah sistem drainase yang berwawasan lingkungan. Prinsip
dasarnya adalah mengatur pengaliran air hujan agar sesedikit mungkin air
hujan masuk ke saluran drainase dan memberikan kesempatan kepada tanah
untuk menyerap air. Hal ini dapat dilakukan dengan membuat kantong-
kantong air berskala kecil di atap-atap rumah, sumursumur resapan di
halaman-halaman, tanah-tanah kosong, tamantaman, tempat-tempat parkir
dan lain-lain. Selain itu penataan
kembali saluran drainase yang ada terutama agar berfungsi secara

LAPORAN AKHIR 50
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

maksimal untuk mengalirkan limpasan air hujan serta perlu


dilakukan pemeliharaan secara berkala terhadap saluran drainase.
Rencana penataan jaringan drainase di wilayah perencanaan ditujukan
untuk:
 Sistem drainase kota menjadi lancar alirannya sehingga bisa mengurangi
genangan, paling tidak bisa mempercepat proses pengaliran air sesudah
terjadi hujan.
 Drainase Kecamatan Payung Sekaki sebaiknya di tata dengan prinsip
kanalisasi dan berwawasan lingkungan (Eco-Drainase).
 Diperlukan peran serta masyarakat sekitar Kecamatan Payung Sekaki. Untuk
itu diperlukan program penyadaran masyarakat yang intensif dalam hal
pengelolaan lingkungan. Dialog sampai di tingkat RW dan RT merupakan
program yang paling jitu untuk dilakukan agar penyadaran lingkungan ini
tercapai.
 Menyiapkan lebar saluran untuk DAS yang berbatasan dengan wilayah
kabupaten/kota/kecamatan di luar wilayah Kecamatan Payung Sekaki yang
cukup lebar sehingga dapat difungsikan untuk sementara sebagai ”dam
parit/kolam retensi/penampungan sementara” apabila lebar saluran sungai di
wilayah kabupaten/kota berikutnya belum siap (belum cukup lebar).
 Selain itu di dalam program jangka panjang juga perlu dilakukan
pembangunan beberapa kolam retensi (retarding basin).
 Untuk upaya melakukan pembangunan berkelanjutan maka perlu
melaksanakan konservasi air tanah. Pemerintah dan masyarakat dapat
mengusahakan suatu kawasan atau wilayah tertentu yang khusus
diperuntukan sebagai daerah pemanen (peresapan) air hujan yang dijaga
diversifikasi vegetasinya.
 Upaya lain yang bisa dilakukan dalam waktu dekat adalah revitalisasi danau/
rawa/situ yang ada di Kecamatan Payung Sekaki, dengan melakukan
inventarisasi dan penataan kembali. Revitalisasi danau, kaitannya dengan
memanen air hujan sebaiknya dilakukan dengan konsep ekologi-hidraulik,
yaitu upaya memperbaiki dan menyehatkan seluruh komponen ekologi (flora-

LAPORAN AKHIR 51
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

fauna) dan hidraulik-hidrologi (sistem keairan) penyusun danau, atau situ


yang bersangkutan, sehingga dapat berfungsi menampung air yang dapat
digunakan untuk keperluan air bersih masyarakat dan meresapkan air hujan
untuk pengisian air tanah.
 Perlunya dilakukan koordinasi antar instansi/dinas terkait terutama untuk
mengatasi pelebaran/ perbaikan dan peningkatan kapasitas saluran di
beberapa titik rawan persilangan daerah aliran sungai (DAS) dimasa
mendatang.
 Target berikutnya adalah pengeringan kawasan. Maksud dari pengeringan
disini bukan berarti Kecamatan Payung Sekaki harus benar-benar kering,
melainkan diusahakan agar level air tertinggi tidak sampai
meluap/menggenangi jalan/halaman. Lokasi pentargetan penanganan dibagi
menjadi 2 (dua) tahapan dengan memperhitungkan kriteria wilayah dan
kepadatan penduduk. Tiap tahap dilaksanakan dalam waktu 20 (dua puluh)
tahun.
 Bentuk saluran drainase sekunder di kawasan perumahan memakai beberapa
jenis dengan bentuk typikal sesuai dengan kebutuhan di lapangan. Namun
untuk nilai estetika kawasan pemukiman, sebaiknya digunakan saluran yang
memiliki dimensi yang seragam sesuai kebutuhan. Nilai estetika akan
menambah kenyamanan dan keasrian kawasan pemukiman.

Ada 4 (empat) bentuk saluran yang bisa dipakai untuk zona perumahan, yaitu:
Single Box culvert, U Ditch dengan penutupnya, Saluran berbentuk trapesium dan
gorong-gorong bulat. Penataan dan pengembangan sistem drainase Kecamatan
Payung Sekaki terdiri dari:

 Penyusunan rencana teknis pengembangan drainase kota.


 Menata ulang struktur hirarki drainase dan mengintegrasikan saluran
drainase pada daerah-daerah yang baru dikembangkan.
 Optimalisasi fungsi saluran primer dan rehabilitasi saluran sekunder.
 Pemeliharaan dan pengembangan saluran tersier.

LAPORAN AKHIR 52
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

Untuk menjamin bekerjanya sistem drainase secara baik, maka selalu


diusahakan untuk dapat memanfaatkan keadaan topografi wilayah setempat, atau
selalu memperhatikan taraf muka air alamiah setempat.Selain hal tersebut diatas,
perlu juga diperhatikan keseimbangan alam dengan penyediaan ruang terbuka hijau
yang luasnya cukup menjamin terjadinya peresapan air yang baik sehingga air
permukaan dan air setempat dapat dikendalikan.

Pemeliharaan jaringan drainase dilaksanakan untuk daerah atau jalan yang


sudah ada saluran drainasenya, berupa pekerjaan perbaikan saluran yang rusak dan
penggalian endapan lumpur/ tanah akibat sedimentasi. Pembangunan saluran
drainase, dilakukan pada jalan atau daerah yang belum ada jaringan drainasenya.
Jaringan drainase yang akan direncanakan di Kecamatan Payung Sekaki ini akan
mengikuti pola jaringan jalan dan pola aliran air yang ada dengan memperhatikan
kemiringan lahan kawasan. Pengembangan sistem drainase di Kecamatan Payung
Sekaki sebaiknya dilakukan dengan Sistem Drainase Berwawasan Lingkungan
(SDBL), hal ini dilandasi:

• Perlunya suatu paradigma baru tentang pembangunan drainase berbasis


konservasi sumberdaya air.
• Terdapatnya kelemahan pada konsep lama yaitu mengusahakan agar air
secepat mungkin dapat mengalir ke bagian hilir dari daerah-daerah tergenang
dan langsung dibuang ke badan air penerima sehingga berkurangnya
kesempatan air meresap ke dalam tanah dan biaya pembangunan akan mahal.

Menyiapkan lebar saluran untuk DAS yang berbatasan dengan wilayah


kabupaten/ kota/ kecamatan diluar wilayah Kecamatan Payung Sekaki yang cukup
lebar sehingga dapat difungsikan untuk sementara sebagai ”dam parit/ kolam
retensi/ penampungan sementara” apabila lebar saluran sungai di wilayah
kabupaten/kota berikutnya belum siap (belum cukup lebar).

Dan parit merupakan salah satu teknik bangunan panen air dengan
membendung dan menampung air hujan dan aliran permukaan dengan volume
tertentu dalam suatu jalur aliran berupa parit atau anak sungai.

Keuntungan dam parit antara lain:


LAPORAN AKHIR 53
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

(a) dapat menurunkan resiko banjir,


(b) dapat menekan resiko kekeringan dan meningkatkan luas areal irigasi
karena terjadi peningkatan cadangan air (water stock),
(c) adanya irigasi suplemen dapat meningkatkan produktivitas lahan dan
pendapatan petani
(d) penyediaan air bagi keperluan rumah tangga.

Filosofi metode kolam retensi ini adalah mencegah air yang mengalir dari
hulu dengan membuat kolam-kolam retensi (retarding basin) sebelum masuk ke hilir.

3.3.4.2. Rencana Sistem Penanggulangan Banjir/Genangan

Pengembangan sistem pengendalian banjir di BWP Payung Sekaki meliputi


sebagai berikut :

a. Normalisasi sungai
b. Pengamanan sempadan sungai
c. Pengembangan polder/kolam retensi di setiap kelurahan

3.3.5. Rencana Jaringan Air Limbah


Untuk setiap zona pengembangan akan dibangun IPAL-IPAL yang
masingmasing dapat berdiri sendiri-sendiri, atau bila tidak memungkinkan dalam
penyediaan lahan bagi IPAL, dapat dilakukan penggabungan daerah pelayanannya
(dapat dilakukan evaluasi lebih mendalam dalam studi rinci/DED kemudian). Sistem
ini terdiri dari komponen:
i. Sambungan rumah; terdiri dari lubang inspeksi atau Inspection Chamber (IC)
dan pipa dinas atau service, keduanya berada di persil rumah
ii. Pipa sekunder/tertier; adalah jaringan perpipaan yang menghubungkan pipa
dinas dari setiap persil rumah ke jaringan pipa primer, dilengkapi dengan unit
manhole setiap persimpangan dan setiap jarak 30 meter. Letaknya berada di
sisi kiri kanan jalan (lebar jalan minimal 6 meter). Diameter pipa antara 100
mm dan 150 mm, bahan pipa dari PVC
iii. Pipa primer/induk; adalah pipa utama yang mengalirkan air limbah menuju
IPAL. Jaringan pipa primer berupa pipa PVC diameter 200 mm hingga 1000

LAPORAN AKHIR 54
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

mm, dilengkapi dengan manhole untuk setiap jarak 50 meter. Letak pipa utama
ini akan berada pada satu sisi jalan atau bila tidak memungkin akan diletakkan
di bahu atau badan jalan. Sistem pengalirannya diusahakan semaksimal
mungkin secara gravitasi, namun apabila tidak memungkinkan akan
dilengkapi dengan bangunan rumah pompa atau lift pump.
iv. Rumah pompa atau liftpump; fungsinya adalah menaikkan elevasi air limbah,
sehingga dapat mengalir kembali secara gravitasi menuju IPAL. Bangunan
rumah pompa ini dapat berupa manhole yang dilengkapi dengan pompa (lift
pump), atau berupa bangunan rumah dengan bak penampung ukuran besar
yang berada pada kedalaman lebih dari 7 meter. Pada unit rumah pompa akan
dilengkapi dengan panel listrik (PLN) atau dengan kelengkapan generator
listrik.

IPAL, atau Instalasi Pengolahan Air Limbah, yang merupakan unit pengolah
air limbah biologis dengan kapasitas pengolahan antara minimal 1000 sambungan,
hingga 50.000 sambungan, lebih besar dari ini, sudah dikategorikan sebagai sistem
skala kota (city wide), dan biasanya akan memerlukan biaya operasi yang lebih mahal,
oleh karena akan terdapat multi stage pemompaan pada jaringan pipa primer/induk.
Mengingat keterbatasan lahan yang tersedia di daerah perkotaan, maka jenis IPAL
yang digunakan akan berupa proses pengolahan air limbah secara biologis, yang
secara bilogis secara garis besar dapat dibagi menjadi tiga yakni :
(1) proses biologis dengan biakan tersuspensi (suspended culture) dapat berupa;
proses lumpur aktif standar atau konvesional (standard activated sludge),
sistem aerasi berlanjut (extended aeration system), sistem aerasi bertahap
(step aeration), sistem aerasi berjenjang (tappered aeration), system
stabilisasi kontak (contact stabilization system), sistem oksidasi parit
(oxydation ditch), sistem lumpur aktif kecepatan tinggi (high rate activated
sludge), dan sistem lumpur aktif dengan oksigen murni (pureoxygen activated
sludge),
(2) proses biologis dengan biakan melekat (attached culture), dapat berupa;
trickling filter, biofilter tercelup, reaktor kontak biologis putar (rotating
biological contactor, BC), contact aeration/oxidation(aerasi kontak) dan,

LAPORAN AKHIR 55
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

(3) proses pengolahan dengan sistem lagoon atau kolam berupa; kolam aerasi
atau kolam stabilisasi (stabilization pond). Beberapa pertimbangan untuk
pemilihan proses tersebut antara lain; jumlah air limbah yang akan diolah,
beban organik, kualitas air olahan yang diharapkan, lahan yang diperlukan,
kemudahan operasi, sumber energi, serta biaya operasi dan perawatan
diupayakan serendah mungkin. Pemilihan jenis IPAL secra biologis ini akan
lebih rinci dikaji dalam studi detail design masing-masing zona selanjutnya.

Dalam pengembangan Kecamatan Payung Sekaki, mutlak diperlukan


perangkat peraturan dan penegakan hukum yang konsisten, terkait dengan
peningkatan akses sanitasi masyarakat dan aspek pencemaran lingkungan oleh
limbah domestik. Khususnya, pemberlakuan peraturan dalam perijinan kawasan;
diwajibkan kepada seluruh pengembang kawasan perumahan dan permukiman baru,
untuk membangun jaringan pipa air limbah beserta IPALnya, sebagai kelengkapan
utilitas kota, serta fungsinya sebagai fasilitas umum yang wajib diserahkan asetnya
kepada Pemerintah Daerah. Sedangkan untuk wilayah permukiman real estate lama,
perlu didorong kepada masyarakat dan suastanya untuk lebih berkontibusi dalam
pembangunan layanan jaringan perpipaan air limbah, dengan mengintervensi
program-program, promosi, komunikasi, informasi sanitasi lebih intensif.

Pelayanan Sistem Komunal

Pengembangan sistem komunal lebih ditujukan pada daerah-daerah dalam


tiap-tiap zona yang secara teknis, tidak mungkin dilayani dengan sistem kluster;
terlalu jauh dengan IPAL, mempunyai elevasi tanah yang lebih rendah dari sistem
kluaster, akan tetapi daerah tersebut merupakan daerah padat penduduk dan secara
lingkungan, adalah wilayah yang potensial sebagai sumber pencemar, misal
permukiman kumuh padat, permukiman di wilayah lembah atau bantaran sungai dsb.
Sistem komunal sendiri dapat berupa bangunan MCK Umum yang dilengkapi dengan
IPAL, pada struktur bagian bawahnya, atau merupakan sistem jaringan perpipaan
kecil dengan pelayanan tidak lebih dari 500 rumah. Sistem ini banyak dikenal sebagai
program Pemerintah Pusat; sanimas (sanitasi Bersama masyarakat). Proses

LAPORAN AKHIR 56
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

perencanaan, pilihan teknologi pengolahan, pelaksanaan pembangunan dan


pengelolaannya dilakukan secara partisipatif, bersama masyarakat.
Biaya investasi akan ditanggung secara bersama antara Pemerintah Pusat,
Daerah dan masyarakat (minimal 4% sebagai inkind). Jenis IPAL yang dipilih adalah
sistem pengolahan biologis secara biofilter anaerobic (tidak memerlukan O2), system
ini dipilih oleh karena praktis dan bebas perawatan, sehingga masyarakat lebih
mudah menerima. Proses biofilter anaerobik yang cocok digunakan untuk daerah
yang berpenduduk padat atau untuk daerah yang muka air tanahnya cukup tinggi
misalnya daerah pantai atau rawa.

Pelayanan Sistem Individual dengan Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT)

Pelayanan sistem individual dengan IPLT, ditujukan kepada rumah tangga


dalam wilayah zona dan lintas zona (skala perkotaan), pelayanan dengan IPLT
dilakukan melalui pengurasan secara periodic rumah tangga yang memiliki
pengolahan IPAL individual, yang dapat berupa septik tank atau menggunakan
biofilter anaerobik (termasuk memberikan pelayanan kepada sistem komunal yang
menggunakan biofilter anaerobik). Pelayanan dengan sistem ini dapat bersifat
intermediate (antara), sebelum daerah tersebut dilayani dengan system perpipaan air
limbah. Secara bertahap rumah tangga-rumah tangga, yang mendapatkan pelayanan
ini, juga dilakukan perbaikan atau peningkatan terhadap septik tank yang digunakan,
dari kemungkinan bocor, rusak atau tidak memenuhi standar teknis.

Sistem Individual

Sistem individual dengan menggunakan septik tank yang dilengkapi dengan


bidang resapan, masih diperbolehkan dibangun di daerah yang kepadatan
penduduknya rendah, serta air tanah rendah. Sistem individual berupa septik tank
dan bidang resapan, harus juga memenuhi standar teknis yang ditentukan, dan
dibangun tidak boleh terlalu dekat dengan sumber air penduduk (sumur).
Pemeriksaan secara berkala terhadap sumur-sumur penduduk dari bakteri
e.coli akan, memastikan sistem ini berjalan baik, dan tidak terjadi pencemaran akibat
resapan ke sumber-sumber air penduduk.

Daur Ulang Air Limbah Bekas Cucian dan Kamar Mandi (Grey Water)
LAPORAN AKHIR 57
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

Dalam upaya penghematan air dan pemanfatan kembali air bekas cucian dan
kamarmandi, maka dilakukan proses daur ulang air. Pemanfaatan air hasil daur ulang
digunakan untuk keperluan menyiram tanaman, membersihkan rumah dan
keperluan lainnya selain untuk minum dan memasak. Jenis pengolahan yang
dilakukan dapat mempergunakan sistem penyaringan atau filterisasi dengan melalui
proses klarifikasi, adsorpsi penghilangan nutrien, rekarbonisasi, demineralisasi
dengan reserve osmosis serta ozonisasi atau klorinasi.

LAPORAN AKHIR 58
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

Gambar 3.7 Peta Rencana Pengembangan Jaringan Air Limbah Kecamatan


Payung Sekaki

LAPORAN AKHIR 59
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

3.3.6. Rencana Jaringan Persampahan


3.3.6.1. Rencana Pengelolaan Sampah untuk Permukiman/Kegiatan (Yang
Sudah Lama Beroperasi)

A. Pola penanganan sampah dilakukan dengan 2 (dua) sistem yaitu:


1) Sistem Pengelolaan Sampah Terpadu (4R)
Program pengolahan dan pengelolaan sampah ini menggunakan prinsip 4R
yaitu:
a) Reduce (mengurangi)
Sebisa mungkin meminimalisasi barang atau material yang kita
pergunakan. Semakin banyak kita menggunakan material, semakin banyak
sampah yang dihasilkan.
b) Reuse (menggunakan kembali)
Sebisa mungkin pilihlah barang-barang yang bisa dipakai kembali. Hindari
pemakaian barang-barang yang sekali pakai, buang.
c) Recycle (mendaur ulang)
Sebisa mungkin, barang-barang yang sudah tidak berguna didaur ulang
lagi. Tidak semua barang bisa didaur ulang, tetapi saat ini sudah banyak
industri informal dan industri rumah tangga yang memanfaatkan sampah
jadi barang lain.
d) Replace (mengganti)
Teliti barang yang kita pakai sehari-hari. Gantilah barangbarang yang
hanya bisa dipakai sekali dengan barang yang lebih tahan lama.

2) Sistem konvensional (pewadahan, pengumpulan, pengangkutan, pembuangan)


Pengelolaan persampahan bila ditinjau dari segi teknik operasionalnya
mempunyai pola yang hampir sama, meliputi kegiatan pewadahan sampai
dengan pembuangan akhir.
Adapun urutan kegiatan sistem operasional pengelolaan persampahan secara
konvensional adalah sebagai berikut:
 Kegiatan pewadahan sampah
 Kegiatan pengumpulan sampah

LAPORAN AKHIR 60
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

 Kegiatan pemindahan sampah


 Kegiatan pengangkutan sampah
 Kegiatan pengolahan sampah
 Kegiatan pembuangan akhir

B. Pengelolaan sampah dilakukan dengan 3 (tiga) model yaitu:


1) Unit Pengolahan Sampah Terpadu
Pengolahan sampah di UPS merupakan bentuk pengolahan sampah yang
terkumpul untuk dipilah menjadi sampah organik dan anorganik. Namun
apabila tidak sempat terpilah maka mesin pencacah yang tersedia mampu
memilah sampah tersebut. Mesin pencacah yang tersedia di UPS mampu
mereduksi antara 70% - 80% dari volume sampah yang terkumpul.
2) Pengelolaan sampah dengan konversi energi
Alternatif ini terutama untuk mengetahui proses konversi dan beberapa jenis
sampah menjadi sumber energi alternatif. Pengolahan jenis ini dilakukan
untuk skala kecil sebagai pilot project dan dikembangkan secara bertahap.

C. Pengolahan sampah berbasis komunitas dikembangkan dalam blok dan sub blok.
Model pengolahan sampah ini akan dilaksanakan pada cluster-cluster tertentu.
Cluster ini dapat dibentuk di tingkat RW atau di tingkat kelurahan. Secara prinsip
pengolahan ini akan memanfaatkan berbagai jenis sampah yang dihasilkan setiap
hari, dengan klasifikasi sebagai berikut:
1) Sampah kardus/plastik/besi/kayu, jenis sampah ini dimanfaatkan untuk daur
ulang. Metoda ini dapat menghasilkan nilai ekonomis untuk pengelolaan
sampah.
2) Sampah Kertas tipis, sampah jenis ini dapat dimanfaatkan untuk kertas daur
ulang/ barang-barang yang bernilai ekonomis.
3) Sampah sisa, jenis sampah ini merupakan materi yang sudah tidak dapat
dimanfaatkan lagi, misal sisa bongkaran. Sisa sampah ini harus dibuang ke
TPA

LAPORAN AKHIR 61
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

Model ini dalam setiap cluster akan terdiri dari kelompok masyarakat yang
melakukan pengelolaan secara bersama-sama. Sampah dari masing-masing
sumbernya di pilah menjadi sampah sesuai dengan klasifikasi diatas. Sesuai
dengan jenisnya akan dilakukan penanganan baik untuk dijual, dilakukan daur
ulang maupun dengan sistem pembuatan pupuk. Dengan pengolahan ini maka
hanya 20% sampah yang harus dibuang ke tempat pembuangan akhir (TPA).

Rencana untuk setiap sub sistem tersebut adalah sebagai berikut:


a. Penyapuan Jalan
Penyapuan jalan untuk jangka panjang, masih dipertahankan, terutama untuk
ruas jalan protokol berupa badan jalan, trotoar dan median jalan. Penyapuan
jalan protokol secara manual dengan ratio 1 orang petugas banding 1 km
panjang jalan. Sedangkan frekuensi penyapuan untuk jalan kolektor pusat kota
adalah sehari sekali sampai sehari dua kali.
b. Pewadahan
Pewadahan yang digunakan bisa berbentuk kotak, silinder maupun kantong
plastik. Dimana untuk pewadahan ini dibutuhkan minimal 2 tempat sampah.
Diusahakan kedua tempat tersebut untuk sampah organik dan anorganik
dibuat berbeda warna sehingga memudahkan petugas pengumpul. Bahan
untuk pewadahan bersifat kedap terhadap air, panas matahari, dan mudah
dibersihkan. Penempatan pewadahan sebaiknya di pekarangan sumber
sampah supaya memudahkan petugas pengumpul untuk mengambil. Dengan
diterapkan pewadahan secara terpisah maka perlu diatur jadwal periode
pengumpulan antara sampah organik dan anorganik.

Pola pewadahan ada 2 (dua) pola yaitu pola individual dan pola komunal.
 Pola individual, ditempatkan di daerah formal, yaitu di lokasilokasi dengan
jumlah penduduk rendah, dimana perbandingan jumlah rumah terhadap
luas persil adalah kecil, luas lahan besar dan jalan-jalan besar sehingga
dapat dilalui/ dijangkau oleh kendaraan roda empat.

LAPORAN AKHIR 62
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

 Sistem bersama/ komunal, ditempatkan di daerah informal yaitu penduduk


padat, jalur-jalur jalan kecil/ lorong/ gang sehingga sukar dijangkau
kendaraan roda empat.
Berdasarkan tempat sumber timbulannya, bahan dan jenis wadah
sampah padat di Kecamatan Payung Sekaki diuraikan sebagai berikut:
a. Sampah rumah tangga wadahnya dapat berupa:
1) Tong/bin dari plastik/ fiberglas
2) Tong/bin dari kayu
3) Container besi
4) Kantong plastic
5) Kantong kertas
b. Sampah toko/restoran wadahnya berupa:
1) Tong/bin dari plastik/ fiberglas
2) Tong/bin dari kayu
3) Container besi
4) Kantong plastic

Cara pengambilan wadah sampah dapat dilakukan dengan cara manual atau
secara mekanik. Oleh karena itu perlu ditetapkan suatu standarisasi ukuran
dan bentuk serta perlengkapannya. Ukuran wadah dengan menggunakan
tenaga orang (manual) misalnya harus dirancang sedemikian rupa sehingga
mudah diangkat dan beratnya diperhitungkan mampu bagi seseorang untuk
mengangkatnya. Sedangkan wadah yang menggunakan tenaga mekanik,
ukuran dan berat penuhnya disesuaikan dengan spesifikasi kendaraan
angkutannya (load-haul atau compactor truck).
c. Pengumpulan
Cara pengumpulan dapat disesuaikan dengan kawasan yang akan dilayani oleh
sistem persampahan. Untuk kawasan pasar, kawasan komersil dan perumahan
sepanjang jalur jalan protokol, pengumpulan sampah dilakukan oleh petugas
khusus dari Dinas Kebersihan. Sedangkan untuk kawasan perumahan yang
tidak dilewati truk pengangkut sampah, pengumpulan dilakukan oleh petugas
dari RW setempat ataupun oleh petugas Seksi Kebersihan setempat, dengan

LAPORAN AKHIR 63
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

menggunakan gerobak sampah. Pengumpulan diusahakan dapat dilakukan


pada waktu tertentu minimum sehari sekali dan maksimal 3 kali sehari,
dengan kawasan pelayanan tertentu dan tetap, hal tersebut didasarkan atas
ketentuan pengumpulan sampah.
d. Pemindahan
Proses pemindahan terdapat pada pengelolaan sampah dengan pengumpulan
secara tidak langsung. Proses ini diperlukan karena kondisi daerah pelayanan
tidak memungkinkan untuk diterapkan pengumpulan dengan kendaraan truk
secara langsung. Disamping itu juga proses ini akan sangat membantu efisiensi
proses pengumpulan. Pekerjaan utama pada proses ini yaitu memindahkan
sampah hasil pengumpulan ke dalam truk pengangkut.
Tipe pemindahan yang digunakan dapat bersifat terpusat (pola transfer depo)
atau tersebar yang nantinya berfungsi sebagai tempat pertemuan antara
gerobak dengan kontainer dan sebagai tempat penempatan pemindahan
komunal. Tipe pemindahan ini berada di lokasi pasar, fasilitas umum, dan
daerah protokol.

Tipe pemindahan berupa Transfer Depo dan Transfer Kontainer. Cara


pemindahan dilakukan dengan cara manual oleh petugas pengumpul ke atas
alat angkut dump truk, sedangkan untuk kontainer dilakukan secara mekanis
dengan menggunakan alat angkut armroll truk.
e. Pengangkutan
Yang dimaksud dengan pengangkutan sampah dalam hal ini adalah kegiatan
pengangkutan sampah yang telah dikumpulkan ditempat penampungan
sementara (transfer station) atau langsung dari tempat sumber sampah
ketempat pembuangan akhir (TPA). Sistem pelayanan pengangkutan sampah
dapat dilakukan dengan cara:
 Individu, sistem pengangkutan yang dilakukan berdasarkan sistem
pengumpulan secara individu (door to door)
 Komunal, sistem pengangkutan yang dilakukan berdasarkan sistem
pengumpulan secara kolektif (dikumpulkan dulu, baru diangkut)

LAPORAN AKHIR 64
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

Tempat pembuangan akhir sampah untuk jangka panjang, diperuntukan bagi


sampah yang masih dikelola dengan pola konvensional, dan sampah yang
tidak dapat dihilangkan dari pengolahan sampah.

LAPORAN AKHIR 65
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

3.3.7. Rencana Jalur Dan Ruang Evakuasi Bencana


Rencana pengembangan jaringan prasarana lainnya bencana berupa jalur
evakuasi dan ruang evakuasi meliputi :

a. titik atau pos evakuasi skala lingkungan di zona perumahan dapat


memanfaatkan taman lingkungan, lapangan olahraga, atau ruang terbuka
publik;
b. penetapan jalur evakuasi apabila terjadi bencana alam dengan
mengoptimalkan jaringan jalan yang ada; dan
c. ruang evakuasi skala kota dapat memanfaatkan ruang terbuka publik yang
cukup besar meliputi lapangan olahraga, halaman, dan/atau gedung
pelayanan umum.

Jalur evakuasi bencana berupa jalur evakuasi rawan genangan dan/atau


banjir meliputi:

a. Kelurahan Labuh Baru Barat


b. Kelurahan Labuh Baru Timur
c. Kelurahan Sungai Sibam
d. Kelurahan Bandarraya
e. Kelurahan Tampan;
f. Kelurahan Air Hitam; dan
g. Kelurahan Tirta Siak,

Jalur evakuasi bangunan gedung memiliki persyaratan berikut ini:

• Jalur Evakuasi bersifat permanen, menyatu dengan bangunan gedung.


• Jalur Evakuasi harus memiliki akses langsung ke jalan atau ruang terbuka
yang aman.
• Jalur Evakuasi dilengkapi Penanda yang jelas dan mudah terlihat.
• Penanda/ Safety Sign dapat menyala di kegelapan (glow in the dark).
• Jalur Evakuasi dilengkapi penerangan yang cukup.
• Jalur Evakuasi bebas dari benda yang mudah terbakar atau benda yang
dapat membahayakan.
• Jalur Evakuasi bersih dari orang atau barang yang dapat menghalangi gerak.

LAPORAN AKHIR 66
Penyusunan RDTR, PZ dan KLHS Kecamatan Payung Sekaki

• Jalur Evakuasi tidak melewati ruang yang dapat dikunci.


• Jalur Evakuasi memiliki lebar minimal 71.1 cm dan tinggi langit-langit
minimal 230 cm.
• Pintu Darurat dapat dibuka ke luar, searah Jalur Evakuasi menuju Titik
Kumpul.
• Pintu Darurat bisa dibuka dengan mudah, bahkan dalam keadaan panik.
• Pintu Darurat dilengkapi dengan penutup pintu otomatis.
• Pintu Darurat dicat dengan warna mencolok dan berbeda dengan bagian
bangunan yang lain.
• Tangga Darurat dirancang tahan api, minimal selama 1 jam.

LAPORAN AKHIR 67

Anda mungkin juga menyukai