Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH PSIKOLOGI KONSELING

“ KOMUNIKASI DALAM KONSELING ”

Dosen Pengampu : Afiatinnisa M.Pd

Kelompok 6 :

Aisyah Zulfa Aidah (202201501965)

Diva Nindias Sahrudin (202201501982)

Farah Kamila (202201502006)

Kinanti Kesuma Dewi Hidayat (202201501925)

PRODI BIMBINGAN KONSELING

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN DAN PENGETAHUAN SOSIAL

UNIVERSITAS INDRAPRASTA PGRI

TAHUN 2022
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..................................................................................................................................2

BAB I...............................................................................................................................................3

PENDAHULUAN..........................................................................................................................3

1.1 Latar Belakang..................................................................................................................3

1.2 Rumusan Masalah..................................................................................................................4

1.3 Tujuan Masalah......................................................................................................................4

BAB II.............................................................................................................................................5

PEMBAHASAN.............................................................................................................................5

2.1 Konsep Komunikasi Dalam Konseling.............................................................................5

2.2 Keterampilan dan Pola Komunikasi Dalam Konseling.........................................................6

2.3 Perilaku Non-Verbal Dalam Konseling..........................................................................14

BAB III.........................................................................................................................................16

PENUTUP....................................................................................................................................16

3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................16

3.2 Saran.....................................................................................................................................16

REFERENSI................................................................................................................................17
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Komunikasi memainkan peranan penting dalam kehidupan manusia. Hampir
setiap saat manusia bertindak dan belajar dengan dan melalui komunikasi. Sebagian besar
kegiatan komunikasi yang dilakukan berlangsung dalam situasi komunikasi antarpribadi.
Situasi komunikasi antarpribadi ini bisa kita temui dalam konteks kehidupan dua orang,
baik itu keluarga, kelompok, maupun organisasi. Ciri-ciri dari komunikasi adalah pihak-
pihak yang berkomunikasi berada dalam jarak yang dekat, pihak-pihak yang
berkomunikasi mengirim dan menerima pesan secara simultan dan spontan, baik secara
verbal dan nonverbal.

Konseling merupakan kegiatan yang sangat memungkinkan bahkan menuntut


terjadinya komunikasi antara konselor dan klien. Sebagaimana dalam definisi yang di
ungkapkan oleh Tolbert, bahwa konseling adalah “hubungan pribadi yang dilakukan
secara tatap muka antara dua orang, dimana melalui hubungan itu, konselor memiliki
kemampuan-kemampuan khusus untuk mengondisikan situasi belajar”. Dalam hal ini,
konseli dibantu untuk memahami diri sendiri, keadaanya sekarang, dan kemungkinan
keadaannya di masa depan yang dapat ia ciptakan dengan menggunakan potensi yang
dimilikinya, demi kesejahteran pribadi maupun masyarakat. Lebih lanjut konseli dapat
belajar bagaimana memecahkan masalah-masalah dan menemukan kebutuhan-kebutuhan
yang akan datang.

Keberhasilan konseling sangat ditentukan oleh keefektifan komunikasi antara


diantara konselor dengan konseli. Dalam hal ini, konseor dituntut untuk mampu
berkomunikasi secara efektif untuk menunjang pelaksanaan proses konseling.
1.2 Rumusan Masalah
a) Apa itu komunikasi dalam konseling?
b) Bagaimana keterampilan dan pola komuniasi yang terjadi dalam konseling?
c) Bagaimana penerapan perilaku komunikasi non-verbal dalam konseling?

1.3 Tujuan Masalah


a) Menjelaskan tentang komunikasi dalam konseling
b) Menjelaskan mengenai keterampilan dan pola komunikasi dalam konseling
c) Menjelaskan tentang perilaku komunikasi non-verbal yang terjadi dalam
konseling
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Konsep Komunikasi Dalam Konseling


Komunikasi merupakan landasan bagi keberlangsungan sebuah konseling.
Komunikasi dapat diartikan sebagi suatu proses pemindahan informasi antara dua orang
atau lebih, dengan menggunakan symbol-simbol bersama. Komunikasi sekurangnya
melibatkan dua partisipan yaitu pemberi dan penerima. Komunikasi juga akan lebih
efektif apabila tercapai saling pemahaman, yaitu pesan yang disampaikan dapat diterima
dan diapahami oleh si penerima.

Secara garis besar komunikasi dalam konseling berarti suatu proses pemindahan
dan penyampaian informasi, pemikiran, sikap (non verbal) antara konselor pada
klien/konseli yang terjadi pada konteks tertentu menuai pengaruh tertentu dan kesan
untuk melakukan umpan balik sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan infomasi
antar keduannya.

Agar proses komunikasi dalam konseling dapat berlangsung secara efektif, maka
komunikasi harus mengandung hal-hal berikut ini :

a) Pertama, ada gagasan yang ingin disampaikan oleh pemberi dalam hal ini
yaitu konselor
b) Kedua, gagasan itu harus dinyatakan dalam suatu bentuk untuk dikirimkan
(encode)
c) Ketiga, ada alat untuk menyampaikan pesan (media)
d) Keempat, gangguan-gangguan pesan harus dihindari
e) Kelima, pesan harus sampai diterima oleh pihak penerima
f) Keenam, adany apenafsiran secara tepat oleh pihak penerima (decode)
g) Ketujuh, adanya tindak lanjut dari penerima (menyimpan pesan,
melakukan tindakan, atau memberi umpan balik kepada pengirim)
2.2 Keterampilan dan Pola Komunikasi Dalam Konseling
Keterampilan dasar konseling merupakan keterampilan dalam melakukan sesi
konseling yaitu, bahwa proses konseling menekankan adanya hubungan antara orang
yang memberi bantuan dengan yang menerima bantuan dengan menggunakan metode
wawancara.

Keterampilan dalam komunikasi konseling ada beberapa jenis, menurut Nelson-


Jones (2008) ia mengemukakan beberapa jenis komunikasi, yaitu sebagai berikut :

a. Komunikasi verbal, terdiri atas pesan-pesan yang dikirim oleh konselor kepada
konseli dengan menggunakan kata-kata. Dimensi komunikasi verbal meliputi
bahasa, isi, frekuensi pembicaraan, dan kepemilikan atas perbendaharaan kata-
kata. Dimensi bahasa juga tidak hanya meliputi jenis bahasa, tetapi juga
mencakup elemen seperti gaya bahasa formal dan/atau informal yang digunakan.
Misal gaya bahasa konselor yang tepat merangsang terwujudnya proses konseling
yang konstruktif. Dimensi isi juga merujuk pada aspek topik dan bidang
permasalahan. Isi pembicaraan biasanya berfokus pada percakapan tentang diri
sendiri, orang lain atau lingkungan, dan dimensi evaluatif percakapan.
b. Komunikasi vokal, mencakup lima dimensi, yaitu volume, artikulasi, nada,
penekanan, dan kecepatan berbicara. Konselor hendaknya berkomunikasi dengan
suara yang lembut, dapat didengar, dan nyaman didengar. Kejelasan komunikasi
konselor tersebut juga bergantung pada pelafalan kata yang diucapkan serta
kemahirannya dalam mengatur nada dan rentang pembicaraan. Konselor juga
perlu mengatur penekanan-penekanan secara tepat terhadap kata-kata yang
digunakan dalam merespon perasaan dan situasi emosional konseli.
c. Komunikasi tubuh, terdiri atas pesan-pesan yang dikirim oleh anggota tubuh, yaitu
ekspresi wajah, tatapan, kontak mata, gestur, postur atau posisi tubuh, kedekatan
secara fisik, pakaian dan cara berdandan.
d. Komunikasi sentuhan dan upaya mengirim pesan melalui sentuhan fisik.
Beberapa hal yang perlu jadi focus perhatian terkait komunikasi sentuhan, yaitu
bagian tubuh apa yang digunakan konselor untuk menyentuh, bagian tubuh
konseli yang disentuh dan seberapa lembut atau tegas sentuhan tersebut.
e. Komunikasi mengambil tindakan.
Setiap tahapan proses konseling juga membutuhkan keterampilan-keterampilan
yang tepat. Dinamika hubungan konseling ditentukan oleh penggunaan keterampilan
yang bervariasi, macam-macam keterampilan itu meliputi :

a. Perilaku Attending (Menghampiri Klien)


Penghampiran (attending) merupakan keterampilan dasar dalam setiap proses
komunikasi yang bersifat dialogis, karena attending seolah-olah merupakan pembuka
pintu pertama untuk memulai suatu komunikasi dialogis. Keterampilan attending
merupakan keterampilan berkomunikasi melalui isyarat-isyarat verbal dan non-verbal,
seingga memberikan perhatian kepada pembicara pada tahap paling awal. Bila hal ini
dapat dilakukan dengan baik, maka hal itu akan menjadi awal bagi proses komunikasi
selanjutnya. Menurut Willis (2009), Attending yang baik ini sangat dibutuhkan karena
dapat meningkatkan harga diri klien, menciptakan suasana yang aman, dan
mempermudah ekspresi perasaan klien dengan bebas.
Perilaku attending dapat juga dikatakan sebagai penampilan konselor yang
menampakkan komponen-komponen perilaku non-verbal, bahasa lisan, dan kontak
mata. Perilaku attending yang ditampilkan konselor akan mempengaruhi kepribadian
klien yaitu sebagai berikut :
a. Meningkatkan harga diri klien, karena sikap dan perilaku attending
memungkinkan konselor menghargai klien. Karena dia merasa dihargai, yang
akhirnya membuat kepercayaan dirinya meningkat.
b. Dengan perilaku attending juga dapat menciptakan suasana aman bagi klien,
karena klien merasa ada orang yang bisa dipercaya, memiliki teman untuk
berbicara, dan merasa terlindungi secara emosional.
c. Perilaku attending juga memberikan keyakinan kepada klien bahwa konselor
adalah tempat yang mudah untuk dia bisa mencurahkan segala isi hati dan
perasaannya.

Proses konseling menututut keterlibatan atau partispasi dari klien. Oleh karena
itu, kemampuan attending konselor, akan memudahkannya untuk membuat klien
terlibat pembicaraan dan terbuka pada konselor.
Ciri-ciri attending yang baik adalah sebagai berikut :

a. Menganggukkan kepala apabila menyetujui peryantaan klien,


b. Ekspresi wajah tenang, ceria, dan tersenyum,
c. Posisi tubuh agak condong kearah klien, jarak antara konselor dengan klien
dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan,
d. Variasi isyarat seperti gerakkan tangan berubah-ubah untuk menekankan suatu
pembicaraan,
e. Mendengar secara aktif, penuh perhatian, dan menunggu ucapan klien hingga
selesai, diam atau menunggu kesempatan beraksi, dan perhatian terarah pada
lawan bicara.

Ciri-ciri peilaku attending (Attending Skill) yang tidak baik adalah:

a. Kepala kaku atau konselor tidak menggangguk saat klien berbicara,


b. Ekpresi muka melamun, tegang, mengalihkan pandangan, tidak melihat klien
saat klien berbicara, dan mata melotot,
c. Posisi tubuh tegak kaku, bersandar dikursi, miring, jarak duduk dengan klien
menjauh, duduk kurang akrab atau bahkan berpaling,
d. Memutusakna pembicaraan, berbicara terus tanpa tau kapan harus diam,
sehingga tidak memberikan kesempatan kepada klien untuk berbicara,
e. Perhatian terpecah, mudah buyar dengan gangguan luar.
b. Empati

Empati mempunyai makna sebagai suatu kesediaan untuk memahami orang lain
secara paripurna, baik yang Nampak maupun tidak, khususnya dalam aspek perasaan,
pikiran dan keinginan. Dengan berempati, kita sebagai seorang konselor berusaha
menempatkan diri dalam suasana, perasaan, pikiran dan keinginan klien. Dengan
begitu, konselor tidak hanya bisa memahami perasaan klien tetapi juga akan mampu
membayangkan bagaimana perasaan kita jika kita yang berada dalam kondisi tersebut.
Secara psikologis, empati dapat menunjang berkembangnya hubungan yang didasari
atas saling pengertian, rasa diterima dan dipahami, dan kesamaan diri. Empati juga
sangat erat kaitannya dengan attending. Hal ini akan terlihat dengan jelas pada ekspresi
wajah dan bahasa tubuh konselor seperti yang dijelaskan di attending.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh konselor sebelum merespons
pernyataan klien. Pertama konselor harus mengobservasi tingkah lakunya. Terutama
konselor harus meperhatikan postur klien dan ekspresi wajahnya, konselor juga harus
mendengarkan hati-hati apa yang dikatakan oleh klien dan yang lebih penting adalah
konselor harus dapat memahami perasaan yang diekspresikan oleh klien.

Dalam empati juga ada beberapa keterampilan yang dapat dilakukan dengan
memberikan respon dalam bentuk :

a. Sikap mnerima dan memahami ungkapan klien, contoh dengan gerak mata,
mengangguk, menggerakkan tangan, mengatur air muka, dsb.
b. Memberikan perhatian yang mendalam terhadap ungkapan klien.
c. Memberikan pernyataan yang menggambarkan ungkapan terhadap perasaan
yang diungkapkan klien.
d. Terakhir memberikan dukungan terhadap ungkapan tersebut.

Melalui keterampilan ini, proses konseling diharapkan akan membuat kien


terlibat pembicaraan dan terbuka kepada konselor. Selain itu, berempati pada klien juga
akan membuatnya tersentuh dan terbuka dengan apa yang dipendamnya berupa
persaan, pikiran, pengalaman bahkan penderitaanya.

c. Merangkumkan
Keterampilan ini dinyatakan dalam bentuk pemberian respon dengan
membuat rangkuman yang tepat terhadap apa yang diungkapkan si klien. Untuk itu
konselor harus mampu menyimak dengan baik dan merangkum apa yang disampaikan
sebagai bentuk respon konselor kepada klien. Keterampilan yang baik dan tepat dapat
memberikan dampak psikologis adanya rasa diterima, dihargai, dan diakui yang
akhirnya dapat menunjang proses konseling selanjutnya.
Keterampilan merangkum ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menyampaikan
ungkapannya secara lengkap
b. Menunjukkan sikap memberikan perhatian dan menyimaknya dengan
penuh perhatian
c. Membuat catatan seperlunya untuk merangkum pembicaraan
d. Saat klien selesai menyampaikan ungkapannya, konselor memberikan
respon dalam bentuk menyampaikan rangkuman pembicaraan.
d. Bertanya

Bertanya merupakan suatu aspek dalam proses komunikasi konseling, baik


dalam memulai, selama proses berjalan, atau saat mengakhiri. Perilaku bertanya
merupakan keterampilan yang cukup penting dalam konseling, karena dengan bertanya
akan memperlancar komunikasi dalam konseling. Mengajukan pertanyaan secara baik
dapat memulai suatu hubungan yang baik, memelihara hubungan, mengbangkitkan rasa
keterbukaan dan kepedulian. Pertanyaan yang baik dapat merangsang orang untuk lebih
terbuka, kreatif dan berkeinginan untuk berbagi perasaan atau masalah yang klien
hadapi.

Dalam komunikasi konseling terdapat dua macam bentuk pertanyaan, yaitu


pertanyaan terbuka dan pertanyaan tertutup. Pertanyaan terbuka merupakan pertanyaan
yang menuntut jawaban secara terbuka dari klien, pertanyaan terbuka juga dapat
membantu klien dalam memulai percakapan, meminta penjelasan lebih lanjut,
memberikan contoh dan memusatkan pada perasaan klien. Contohnya “Bagaimana
pendapat kamu tentang kegiatan belajar kamu selama ini?”. Sedangkan pertanyaan
tertutup merupakana pertanyaan yang jawabannya sudah pasti dan bersifat factual.
Contoh “Apakah kamu merasa berhasil atau tidak disekolah ini?”

Keterampilan bertanya dapat dikembangkan dengan memperhatikan


beberapa hal berikut ini, yaitu :

a. Perhatikan suasana konseling dank lien


b. Kuasai materi yang berkaitan dengan pertanyaan
c. Ajukan pertanyaan dengan cara yang jelas dan terarah, serta tidak keluar
dari topik pembahasan
d. Segera berikan respon balik terhadap jawaban dari pertanyaan yang
diajukan, dengan sikap yang baik dan empatik.
e. Kejujuran (Genuineness)
Berkomunikasi secara jujur dan tidak ada yang ditutup-tutupi merupakan
keterampilan komunikasi konseling yang paling penting. Dengan keterampilan ini
konselor dapat menyatakan perasaannya mengenai perasaan klien dengan cara yang
sedemikian rupa yang dapat diterima klien dan tidak menyinggung perasaannya. Untuk
dapat memahami keterampilan ini, konselor harus dapat memahami fan mampu
menyatakan perasaan yang sesungguh-sungguhnya kepada klien. Keterampilan ini juga
dapat membantu dalam berbagi perasaan tentang apa yang dirasakan, dikatakan dan
dilakukan klien da tetap menjaga hubungan baik.
Respon yang diberikan konselor terhadap ungkapan klien bersifat genuine
(asli/jujur) adalah respon dengan cara yang ikhlas dan jujur, secara emosional dan secara
langsung menyatakan perasaan sendiri. Contohnya jika saat proses konseling, klien tiba-
tiba memberikan kritik dan memotong pembicaraan konselor, maka respon terbaik
konselor sebaiknya seperti ini “Maaf, pembicaraan kamu itu benar, tapi sudikah kamu
menunggu sampai saya selesai berbicara, supaya ungkapa kamu tadi bisa membantu
pembicaraan kita”.
Ada empat kondisi yang harus diperhatikan konselor untuk bisa mengembangkan
keterampilan kejujuran, diantaranya yaitu :
a. Mengungkapkan perasaaan yang sebenarnya
b. Menelaah kejadian tertentu yang membuat perasaan itu
c. Alasan mengapa berperasaan seperti itu
d. Pengaruh perasaan itu terhadap kegiatan selanjutnya
f. Asertif
Asertif adalah suatu tindakan dalam memberikan respon kepada tindakan orang
lain dalam bentuk mempertahankan hak azasi sendiri yang mendasar tanpa melanggar
hak azasi orang lain. Dalam komunikasi konseling, keterampilan untuk bersikap asertif
sangat diperlukan dalam menerima respon klien dan memberikan respon balik dengan
cara yang sama, sehingga klien merasa hak azasinya tidak teranggu. Contohnya dengan
sopan seorang konselor menghentikan seorang klien yang melakukan perbuatan yang
kurang tepat seperti membuka sepatu, membuka tas dan menerima telepon saat proses
konseling sedang berlangsung.
Keterampilan asertif mencakup keterampilan untuk menyatakan pemikiran dan
perasaan dengan cara yang jujur, sopan, serta menhargai hak azasi orang lain.
Keterampilan ini dapat dikembangkan melalui ungkapan nin-verbal dan verbal. Cara
non-verbal dilakukan dengan kontak mata yang baik, membagi waktu secara baik,
berpenampila tenang, berekspresi muka ceria, dan menampilkan postur tubuh
(perawakan) dengan baik. Cara verbal dapat dilakukan dengan ungkapan perasaan dan
kepercayaan secara jujur dan langsung, menyatakan berpihak pada hak klien yang benar,
menyatakan rasa hormat dan empati pada klien, mengambil inisiatif dalam kontak antar
pribadi, menawarkan alternative dan menggunakan suara yang jelas dan menyenangkan.
g. Konfrontasi
Keterampilan konfrontasi digunakan untuk memberikan respon terhadap pesan
seseorang yang mengandung pesan ganda yang tidak sesuai atau saling bertentangan
satu dengan yang lainnya. Dengan keterampilan ini juga konselor dapat mengenal dan
merespon pesan ganda klien, sehingga ia menyadarinya dan kemudian dapat
berkembang kea rah yang lebih baik. Dalam komunikasi konseling, konfrontasi
merupakan cara konselor untuk membetulkan titik perbedaaan atau pertentangan dalam
situasi sebagai berikut :
a. Perbedaan antara apa yang dikatakan dan apa yang dilakukan klien,
contoh “Kamu mengatakan bahwa kamu selalu membaca koran setiap pagi,
tetapi ternyata hari ini kamu tidak melakukan hal itu”.
b. Perbedaan antara apa yang telah dikatakan seseorang dengan apa yang
dilaporkan orang lain tentang si klien, contoh “Kamu mengatakan bahwa
kamu adalah orang miskin dan tidak mampu, akan tetapi tetangga kamu
mengatakan bahwa kamu baru saja membeli mobil baru dan TV berwarna”.
c. Perbedaan antara apa yang dikatakan dengan apa yang tampak, contoh
“Kamu mengatakan tidak marah, akan tetapi suara dan perbuatan kamu
menunjukkan sebaliknya”.

Dalam menerapkan keterampilan ini juga hendaknya memperhatiakn hal-hal


berikut ini :

a. Konselor hendaknya memiliki pemahaman yang tepat dan bersikap


empati dan jujur
b. Harus diperhitungkan agar klien mau menerimanya dan tidak
memberikan pertahanan atau perlawanan
c. Harus menyesuaikan situasi dan kondisi masalah
d. Harus singkat dan tepat sasaran
h. Pemecahan masalah

Keterampilan pemecahan masalah sangat diperlukan dalam komunikasi konseling


untuk membantu klien dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapinya. Dalam
dialog yang sifatnya memecahkan masalah, maka pihak konselor harus mampu
mengembangkan suatu mekanisme komunikasi yang memberikan kesempatan pada klien
menyampaikan pendapat dan pemikirannya, menjabarkan dan memilih alternative,
mempertimbangkan nilai-nilai, dan membuat rencana dalam bertindak.

Terdapat tujuh tahapa yang dapat ditempuh dalam pemecahan masalah, yaitu :

a. Menjajagi masalah, yaitu tahapan dimana melalui dialog antara konselor dan klien
menetapkan masalah yang dihadapi.
b. Memahami masalah, yaitu tahap lebih lanjut untuk lebih lanjut mempertegas
masalah yang sesungguhnya beserta aspek-aspek yang terkait seperti latar belakang,
alasan, tujuan serta sumber-sumber terkait masalah tersebut.
c. Membatasi masalah, yaitu tahapan untuk bersama-sama menetapkan batas-batas
masalah baik dari dimensi waktu maupun ruang, serta sumber daya penunjangnya.
d. Menjabarkan alternative, yaitu konselor dank lien bersama-sama melakukan “curah
pendapat” (brainstorming) untuk menjabarkan berbagai alternative kemungkinan
dalam pemecahan masalah.
e. Mengevaluasi alternative, yaitu menilai setiap alternative yang telah dikembangkan
dalam empat tahap diatas. Setiap alternative dievaliasi satu persatu dilihat dari
kekuatan, kelemahan, peluang, sumber saya dan prioritasnya.
f. Memilih alternative terbaik, yaitu menetapkan alternative yang dipandang paling
tepat berdasarkan hasil evaluasi dalam langkah ke lima tadi.
g. Menerapkan alternative, yaitu tahapan melaksanakan alternative yang dipandang
paling baik dalam bentuk tindakan nyata.

2.3 Perilaku Non-Verbal Dalam Konseling


Komunikasi non verbal adalah proses komunikasi di mana pesan disampaikan tidak
menggunakan kata-kata. Contoh komunikasi non verbal ialah menggunakan gerak
isyarat, bahasa tubuh, kontak mata, ekspresi wajah ceria dan tersenyum. Dalam kaitannya
dengan komunikasi konseling, senyum merupakan salah satu bentuk komunikasi non
verbal yang diterapkan pada perilaku attending terhadap klien. Hal ini dilakukan untuk
menciptakan suasana yang nyaman dan akrab.

Selain tersenyum dan bersikap ramah pada klien, posisi tubuh juga mempengaruhi
presepsi klien. Posisi tubuh yang baik adalah agak condong ke arah klien, jarak duduk
antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
Hal ini dilakukan untuk menciptakan suasana yang nyaman dan akrab sehingga klien
dapat memiliki presepsi bahwa dirinya diterima dan dihargai sebagai seseorang yang
datang meminta bantuan kepada konselor.

Perilaku non-verbal ini digunakan untuk melengkapi perilaku verbal dan dapat
meningkatkan relasi konseling. Keterampilan perilaku non-verbal terdiri dari :

a. Sikap tubuh : Konselor perlu memperlihatkan sikap tubuh yang terbuka dalam
menghadapi klien sehingga menunjukkan penerimaan terhadap klien, bukan
sikap yang acuh tak acuh sehingga klien dapat mempercayai konselor. Umumnya
sikap tubuh dengan tangan yang mendekap dianggap sebagai sikap yang menutup
diri.
b. Posisi tubuh : Posisi tubuh ke depan yang condong kearah klien menunjukkan
minat dalam mendengarkan masalah klien. Jarak antara konselor dengan klien
dapat disesuaikan menurut tingkat kenyamanan kedua pihak.
c. Kontak mata : Entah klien melakukan kontak mata atau tidak, konselor harus
tetap melakukan kontak mata dengan klien. Sikap ini tidak hanya dapat
menunjukkan bahwa konselor memperhatikan klien, tetapi juga dapat mengetahui
sikap non-verbal klien.
d. Bersikap rileks : Seorang klien biasanya merasa tertekan sehingga
membutuhkan konseling. Mereka biasanya tegang dan merasa tidak nyaman, dan
membicarakannya pada orang yang belum dikenal bisa jadi memperburuk situasi
klien. Untuk itu, seorang konselor diminta untuk tetap rileks saat menghadapi
klien agar keadaan tidak semakin tegang dan klien bisa ikut terbawa rileks.
e. Ekspresi wajah : Ekspresi wajah merupakan perilaku non-verbal utama yang
mengekspresikan keadaan emosional seseorang. Ekspresi wajah bermmanfaat
bagi konselor untuk menunjukkan empatinya kepada klien.
f. Paralinguistik : Paralinguistik contohnya yaitu berupa hembusan nafas dan
senyum yang dipaksakan. Hembusan nafas yang terlalu keras kadang diartikan
sebagai rasa lelah, sehingga sebaiknya konselor menghindari ini. Senyum yang
dipaksakan juga menunjukkan bahwa konselor tidak sepenuhnya menunjukkan
empati kepada klien, sehingga membuat klien merasa tidak nyaman.
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sebagai seorang konselor harus lebih objektif dan melakukan fungsi bimbingan
konseling sesuai dengan kebutuhan klien. Konselor juga harus bisa berusaha menjadi
pendengar yang baik layaknya orang tua klien dalam memahami setiap permasalahan
yang dihadapi oleh klien. Pada saat dilakukan konseling juga, konselor harus
menunjukkan performa sebagai pribadi yang disiplin dan rapi saat berpakaian
sehingga klien menjadi nyaman saat proses konseling berlangsung. Dan salah satu
syarat dasar untuk menjadi seorang konselor yang efektif adalah memiliki
kemampuan komunikasi yang efektif juga.

3.2 Saran
Seorang konselor yang baik harus memiliki dan memahami keterampilan-
keterampilan yang harus dimiliki seorang konselor untuk bisa membantu seorang
klien dalam menentukan solusi dari masalahnya dan untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan.
REFERENSI

Surya, P. D. (2003). Psikologi Konseling. Bandung: C.V. Pustaka Bani Quraisy.

https://core.ac.uk/download/pdf/287321119.pdf

https://www.idntimes.com/life/career/ifan-wijaya/8-keterampilan-yang-dimiliki-manusia-
menurut-howard-gardner-c1c2

http://repository.radenintan.ac.id/2344/1/SKRIPSI_LENGKAP_MIRA_ok.pdf

https://media.neliti.com/media/publications/483924-none-f9c33b1c.pdf
test.journal.unipdu.ac.id

KETERAMPILAN-KETERAMPILAN DALAM KONSELING - JUMADI MORI SALAM TUASIKAL - UNIVERSITAS


NEGERI GORONTALO (ung.ac.id)

Anda mungkin juga menyukai