Kelompok 6 :
TAHUN 2022
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI..................................................................................................................................2
BAB I...............................................................................................................................................3
PENDAHULUAN..........................................................................................................................3
BAB II.............................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.............................................................................................................................5
BAB III.........................................................................................................................................16
PENUTUP....................................................................................................................................16
3.1 Kesimpulan..........................................................................................................................16
3.2 Saran.....................................................................................................................................16
REFERENSI................................................................................................................................17
BAB I
PENDAHULUAN
PEMBAHASAN
Secara garis besar komunikasi dalam konseling berarti suatu proses pemindahan
dan penyampaian informasi, pemikiran, sikap (non verbal) antara konselor pada
klien/konseli yang terjadi pada konteks tertentu menuai pengaruh tertentu dan kesan
untuk melakukan umpan balik sehingga dapat meningkatkan pemahaman dan infomasi
antar keduannya.
Agar proses komunikasi dalam konseling dapat berlangsung secara efektif, maka
komunikasi harus mengandung hal-hal berikut ini :
a) Pertama, ada gagasan yang ingin disampaikan oleh pemberi dalam hal ini
yaitu konselor
b) Kedua, gagasan itu harus dinyatakan dalam suatu bentuk untuk dikirimkan
(encode)
c) Ketiga, ada alat untuk menyampaikan pesan (media)
d) Keempat, gangguan-gangguan pesan harus dihindari
e) Kelima, pesan harus sampai diterima oleh pihak penerima
f) Keenam, adany apenafsiran secara tepat oleh pihak penerima (decode)
g) Ketujuh, adanya tindak lanjut dari penerima (menyimpan pesan,
melakukan tindakan, atau memberi umpan balik kepada pengirim)
2.2 Keterampilan dan Pola Komunikasi Dalam Konseling
Keterampilan dasar konseling merupakan keterampilan dalam melakukan sesi
konseling yaitu, bahwa proses konseling menekankan adanya hubungan antara orang
yang memberi bantuan dengan yang menerima bantuan dengan menggunakan metode
wawancara.
a. Komunikasi verbal, terdiri atas pesan-pesan yang dikirim oleh konselor kepada
konseli dengan menggunakan kata-kata. Dimensi komunikasi verbal meliputi
bahasa, isi, frekuensi pembicaraan, dan kepemilikan atas perbendaharaan kata-
kata. Dimensi bahasa juga tidak hanya meliputi jenis bahasa, tetapi juga
mencakup elemen seperti gaya bahasa formal dan/atau informal yang digunakan.
Misal gaya bahasa konselor yang tepat merangsang terwujudnya proses konseling
yang konstruktif. Dimensi isi juga merujuk pada aspek topik dan bidang
permasalahan. Isi pembicaraan biasanya berfokus pada percakapan tentang diri
sendiri, orang lain atau lingkungan, dan dimensi evaluatif percakapan.
b. Komunikasi vokal, mencakup lima dimensi, yaitu volume, artikulasi, nada,
penekanan, dan kecepatan berbicara. Konselor hendaknya berkomunikasi dengan
suara yang lembut, dapat didengar, dan nyaman didengar. Kejelasan komunikasi
konselor tersebut juga bergantung pada pelafalan kata yang diucapkan serta
kemahirannya dalam mengatur nada dan rentang pembicaraan. Konselor juga
perlu mengatur penekanan-penekanan secara tepat terhadap kata-kata yang
digunakan dalam merespon perasaan dan situasi emosional konseli.
c. Komunikasi tubuh, terdiri atas pesan-pesan yang dikirim oleh anggota tubuh, yaitu
ekspresi wajah, tatapan, kontak mata, gestur, postur atau posisi tubuh, kedekatan
secara fisik, pakaian dan cara berdandan.
d. Komunikasi sentuhan dan upaya mengirim pesan melalui sentuhan fisik.
Beberapa hal yang perlu jadi focus perhatian terkait komunikasi sentuhan, yaitu
bagian tubuh apa yang digunakan konselor untuk menyentuh, bagian tubuh
konseli yang disentuh dan seberapa lembut atau tegas sentuhan tersebut.
e. Komunikasi mengambil tindakan.
Setiap tahapan proses konseling juga membutuhkan keterampilan-keterampilan
yang tepat. Dinamika hubungan konseling ditentukan oleh penggunaan keterampilan
yang bervariasi, macam-macam keterampilan itu meliputi :
Proses konseling menututut keterlibatan atau partispasi dari klien. Oleh karena
itu, kemampuan attending konselor, akan memudahkannya untuk membuat klien
terlibat pembicaraan dan terbuka pada konselor.
Ciri-ciri attending yang baik adalah sebagai berikut :
Empati mempunyai makna sebagai suatu kesediaan untuk memahami orang lain
secara paripurna, baik yang Nampak maupun tidak, khususnya dalam aspek perasaan,
pikiran dan keinginan. Dengan berempati, kita sebagai seorang konselor berusaha
menempatkan diri dalam suasana, perasaan, pikiran dan keinginan klien. Dengan
begitu, konselor tidak hanya bisa memahami perasaan klien tetapi juga akan mampu
membayangkan bagaimana perasaan kita jika kita yang berada dalam kondisi tersebut.
Secara psikologis, empati dapat menunjang berkembangnya hubungan yang didasari
atas saling pengertian, rasa diterima dan dipahami, dan kesamaan diri. Empati juga
sangat erat kaitannya dengan attending. Hal ini akan terlihat dengan jelas pada ekspresi
wajah dan bahasa tubuh konselor seperti yang dijelaskan di attending.
Ada beberapa hal yang harus dilakukan oleh konselor sebelum merespons
pernyataan klien. Pertama konselor harus mengobservasi tingkah lakunya. Terutama
konselor harus meperhatikan postur klien dan ekspresi wajahnya, konselor juga harus
mendengarkan hati-hati apa yang dikatakan oleh klien dan yang lebih penting adalah
konselor harus dapat memahami perasaan yang diekspresikan oleh klien.
Dalam empati juga ada beberapa keterampilan yang dapat dilakukan dengan
memberikan respon dalam bentuk :
a. Sikap mnerima dan memahami ungkapan klien, contoh dengan gerak mata,
mengangguk, menggerakkan tangan, mengatur air muka, dsb.
b. Memberikan perhatian yang mendalam terhadap ungkapan klien.
c. Memberikan pernyataan yang menggambarkan ungkapan terhadap perasaan
yang diungkapkan klien.
d. Terakhir memberikan dukungan terhadap ungkapan tersebut.
c. Merangkumkan
Keterampilan ini dinyatakan dalam bentuk pemberian respon dengan
membuat rangkuman yang tepat terhadap apa yang diungkapkan si klien. Untuk itu
konselor harus mampu menyimak dengan baik dan merangkum apa yang disampaikan
sebagai bentuk respon konselor kepada klien. Keterampilan yang baik dan tepat dapat
memberikan dampak psikologis adanya rasa diterima, dihargai, dan diakui yang
akhirnya dapat menunjang proses konseling selanjutnya.
Keterampilan merangkum ini dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :
a. Memberikan kesempatan kepada klien untuk menyampaikan
ungkapannya secara lengkap
b. Menunjukkan sikap memberikan perhatian dan menyimaknya dengan
penuh perhatian
c. Membuat catatan seperlunya untuk merangkum pembicaraan
d. Saat klien selesai menyampaikan ungkapannya, konselor memberikan
respon dalam bentuk menyampaikan rangkuman pembicaraan.
d. Bertanya
Terdapat tujuh tahapa yang dapat ditempuh dalam pemecahan masalah, yaitu :
a. Menjajagi masalah, yaitu tahapan dimana melalui dialog antara konselor dan klien
menetapkan masalah yang dihadapi.
b. Memahami masalah, yaitu tahap lebih lanjut untuk lebih lanjut mempertegas
masalah yang sesungguhnya beserta aspek-aspek yang terkait seperti latar belakang,
alasan, tujuan serta sumber-sumber terkait masalah tersebut.
c. Membatasi masalah, yaitu tahapan untuk bersama-sama menetapkan batas-batas
masalah baik dari dimensi waktu maupun ruang, serta sumber daya penunjangnya.
d. Menjabarkan alternative, yaitu konselor dank lien bersama-sama melakukan “curah
pendapat” (brainstorming) untuk menjabarkan berbagai alternative kemungkinan
dalam pemecahan masalah.
e. Mengevaluasi alternative, yaitu menilai setiap alternative yang telah dikembangkan
dalam empat tahap diatas. Setiap alternative dievaliasi satu persatu dilihat dari
kekuatan, kelemahan, peluang, sumber saya dan prioritasnya.
f. Memilih alternative terbaik, yaitu menetapkan alternative yang dipandang paling
tepat berdasarkan hasil evaluasi dalam langkah ke lima tadi.
g. Menerapkan alternative, yaitu tahapan melaksanakan alternative yang dipandang
paling baik dalam bentuk tindakan nyata.
Selain tersenyum dan bersikap ramah pada klien, posisi tubuh juga mempengaruhi
presepsi klien. Posisi tubuh yang baik adalah agak condong ke arah klien, jarak duduk
antara konselor dengan klien agak dekat, duduk akrab berhadapan atau berdampingan.
Hal ini dilakukan untuk menciptakan suasana yang nyaman dan akrab sehingga klien
dapat memiliki presepsi bahwa dirinya diterima dan dihargai sebagai seseorang yang
datang meminta bantuan kepada konselor.
Perilaku non-verbal ini digunakan untuk melengkapi perilaku verbal dan dapat
meningkatkan relasi konseling. Keterampilan perilaku non-verbal terdiri dari :
a. Sikap tubuh : Konselor perlu memperlihatkan sikap tubuh yang terbuka dalam
menghadapi klien sehingga menunjukkan penerimaan terhadap klien, bukan
sikap yang acuh tak acuh sehingga klien dapat mempercayai konselor. Umumnya
sikap tubuh dengan tangan yang mendekap dianggap sebagai sikap yang menutup
diri.
b. Posisi tubuh : Posisi tubuh ke depan yang condong kearah klien menunjukkan
minat dalam mendengarkan masalah klien. Jarak antara konselor dengan klien
dapat disesuaikan menurut tingkat kenyamanan kedua pihak.
c. Kontak mata : Entah klien melakukan kontak mata atau tidak, konselor harus
tetap melakukan kontak mata dengan klien. Sikap ini tidak hanya dapat
menunjukkan bahwa konselor memperhatikan klien, tetapi juga dapat mengetahui
sikap non-verbal klien.
d. Bersikap rileks : Seorang klien biasanya merasa tertekan sehingga
membutuhkan konseling. Mereka biasanya tegang dan merasa tidak nyaman, dan
membicarakannya pada orang yang belum dikenal bisa jadi memperburuk situasi
klien. Untuk itu, seorang konselor diminta untuk tetap rileks saat menghadapi
klien agar keadaan tidak semakin tegang dan klien bisa ikut terbawa rileks.
e. Ekspresi wajah : Ekspresi wajah merupakan perilaku non-verbal utama yang
mengekspresikan keadaan emosional seseorang. Ekspresi wajah bermmanfaat
bagi konselor untuk menunjukkan empatinya kepada klien.
f. Paralinguistik : Paralinguistik contohnya yaitu berupa hembusan nafas dan
senyum yang dipaksakan. Hembusan nafas yang terlalu keras kadang diartikan
sebagai rasa lelah, sehingga sebaiknya konselor menghindari ini. Senyum yang
dipaksakan juga menunjukkan bahwa konselor tidak sepenuhnya menunjukkan
empati kepada klien, sehingga membuat klien merasa tidak nyaman.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sebagai seorang konselor harus lebih objektif dan melakukan fungsi bimbingan
konseling sesuai dengan kebutuhan klien. Konselor juga harus bisa berusaha menjadi
pendengar yang baik layaknya orang tua klien dalam memahami setiap permasalahan
yang dihadapi oleh klien. Pada saat dilakukan konseling juga, konselor harus
menunjukkan performa sebagai pribadi yang disiplin dan rapi saat berpakaian
sehingga klien menjadi nyaman saat proses konseling berlangsung. Dan salah satu
syarat dasar untuk menjadi seorang konselor yang efektif adalah memiliki
kemampuan komunikasi yang efektif juga.
3.2 Saran
Seorang konselor yang baik harus memiliki dan memahami keterampilan-
keterampilan yang harus dimiliki seorang konselor untuk bisa membantu seorang
klien dalam menentukan solusi dari masalahnya dan untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan.
REFERENSI
https://core.ac.uk/download/pdf/287321119.pdf
https://www.idntimes.com/life/career/ifan-wijaya/8-keterampilan-yang-dimiliki-manusia-
menurut-howard-gardner-c1c2
http://repository.radenintan.ac.id/2344/1/SKRIPSI_LENGKAP_MIRA_ok.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/483924-none-f9c33b1c.pdf
test.journal.unipdu.ac.id