Refarat Radiologi Pneumonia Fixxx
Refarat Radiologi Pneumonia Fixxx
PNEUMONIA REFERAT
Oleh:
Nilovar Amir Adnan
N 111 22 015
Pembimbing Klinik:
DEPARTEMEN RADIOLOGI
Stambuk : N11122015
Bagian Radiologi
Pembimbing Klinik
ii
DAFTAR ISI
SAMPUL ............................................................................................................................... i
V. Epidemiologi ................................................................................................... 16
iii
DAFTAR TABEL
iv
DAFTAR GAMBAR
v
BAB I
PENDAHULUAN
1
Pneumonia tentunya perlu mendapat perhatian dan penanganan yang
tepat, mengingat penyakit ini masih menjadi permasalahan kesehatan utama
di Indonesia. Untuk itu, diagnosis yang tepat, pemberian terapi antibiotika
yang efektif, perawatan yang baik, serta usaha preventif yang bermakna
terhadap penyakit ini perlu dilakukan agar berkurangnya morbiditas dan
mortalitas pada pneumonia.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. Anatomi Respirasi
a. Larynx
Gambar 1. Larynx4,5
3
kira setinggi C5 merupakan referensi topografi yang sangat baik atau lokasi
struktur kerangka spesifik di wilayah ini
b. Trakea
4
Gambar 3. AP dan Lateral5,3 Gambar 4. Trakea2,3
c. Bronkus
5
memasuki sistem pernapasan lebih mungkin masuk dan bersarang di
bronkus kanan. Bronkus kanan memiliki panjang sekitar 2,5 cm dan
diameter 1,3 cm. Sudut divergensi bronkus kanan hanya sekitar25°.
Bronkus kiri berdiameter lebih kecil (1,1 cm) daripada bronkus
kanan tetapi panjangnya sekitar dua kali lipat (5 cm). Sudut divergen
bronkus primer kiri kira-kira 37°, yang lebih horizontal daripada bronkus
kanan. Sudut yang meningkat ini dan diameter yang lebih kecil membuat
partikel makanan atau benda asing lainnya lebih kecil kemungkinannya
untuk memasuki bronkus kiri.
Bronkus sekunder, lobus, dan alveoli Selain perbedaan ukuran dan
bentuk antara bronkus kanan dan kiri, perbedaan penting lainnya adalah
bronkus kanan terbagi menjadi tiga bronkus sekunder, tetapi bronkus kiri
hanya terbagi menjadi dua, dengan masing-masing memasuki lobus
individu. paru-paru. Paru kanan berisi tiga lobus, dan paru kiri berisi dua
lobus, seperti yang ditunjukkan. Bronkus sekunder ini terus membelah
menjadi cabang-cabang yang lebih kecil, yang disebut bronkiolus, yang
menyebar ke seluruh bagian setiap lobus.
d. Paru-paru
Bagian keempat dan terakhir dari sistem pernapasan terdiri dari dua
paru-paru besar seperti spons, yang terletak di setiap sisi rongga dada.
Paru-paru jatuh semua ruang yang tidak ditempati oleh struktur lain. Paru-
paru kanan terdiri dari tiga lobus, lobus superior (atas), tengah, dan in erior
6
(bawah)—dibagi dengan dua lapisan dalam. Fisura inferior, yang
memisahkan lobus inferior dan tengah, disebut fisura oblique. Fisura
horizontal memisahkan lobus superior dan tengah. Paru kiri hanya memiliki
dua lobus superior (atas) dan erior (bawah) yang dipisahkan oleh satu
fisura oblik dalam. Kedua paru-paru saling terpisah oleh mediastinum
central yang mengandung jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar.
Setiap paru mempunyai apeks (bagian atas paru) dan dasar. Pembuluh
darah paru dan bronchial, bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuuki
tiap paru pada bagian hilus dan membentuk akar paru.Paru kanan lebih
daripada kiri,paru kanan dibagi menjadi tiga lobus dan paru kiri dibagi
menjadi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi beberapa
segmen sesuai dengan segmen bronchusnya.
7
e. Foto Polos Thorax
8
Puncak (B) dari setiap paru-paru adalah daerah atas yang membulat
di atas tingkat klavikula. Apeks paru-paru meluas ke daerah leher bagian
bawah hingga setinggi T1 (vertebra torakalis pertama). Bagian penting
dari paru-paru ini harus disertakan pada radiografi dada.
Karina (C) ditunjukkan sebagai titik percabangan, tepi terendah
pemisahan trakea ke bronkus kanan dan kiri. Basis (D) setiap paru-paru
adalah daerah cekung bawah masing-masing paru-paru yang bertumpupada
diafragma (E). Diafragma adalah partisi otot yang memisahkan rongga
dada dan perut. Sudut costophrenic (F) mengacu pada ekstrim terluar sudut
bawah setiap paru-paru, tempat diafragma bertemu dengan tulang rusuk.
Saat memposisikan atau radiografi dada, Anda harus mengetahui lokasi
relatif dari bagian paling atas dan paling bawah dari paru-paru, apeks dan
sudut kostofrenikus, masing-masing untuk memastikan bahwa wilayah ini
disertakan pada setiap radiografi dada. Seperti pengumpulan cairan dalam
jumlah kecil, akan terlihat jelas pada sudut costophrenic ini dalam posisi
tegak. Hilus (hilus) (G), juga dikenal sebagai daerah akar, adalah area
tengah setiap paru-paru, tempat bronkus, pembuluh darah, pembuluh getah
bening, dan saraf masuk dan keluar dari paru paru.
9
Radiografi dada lateral ditandai untuk menunjukkan bagian yang
sama seperti yang diberi label pada gambar terlampir. Gambar ini
menggambarkan paru-paru kiri dilihat dari aspek medial. Karena ini adalah
paru-paru kiri, hanya terlihat dua lobus. Beberapa lobus bawah (D) meluas
di atas level hilus (C) di posterior, sedangkan beberapa lobus atas (B)
meluas di bawah hilus di anterior. Bagian posterior diafragma adalah bagian
paling bawah dari diafragma. Satu-satunya ssure oblique dalam yang
membagi dua lobus paru kiri ditampilkan lagi, seperti pandangan ujung
bronkus di daerah hilar. Paru-paru kanan biasanya lebih pendek sekitar 1
inci dari paru-paru kiri. Alasan atau perbedaan ini adalah hati yang
menempati ruang besar yang terletak di perut kanan atas, yang mendorong
hemidiafragma kanan. Hemidiafragma kanan dan kiri (F) terlihat pada
rontgen dada lateral. Yang lebih superior dari keduanya adalah
hemidiafragma kanan, yang juga terlihat pada rontgen dada PA.
I. Definisi
10
pneumonia rekurens (pneumonia yang terjadi berulang kali, berdasarkan
penyakit paru kronik), pneumonia aspirasi (alkoholik, usia tua), dan
pneumonia pada gangguan imun (pneumonia pada pasien tranplantasi
organ, onkologi, dan AIDS).3,9
II. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan klinis dan epidemiologi
11
nafas atas, demam pada infeksi spesifik dan penyakit yang melemahkan
sistem pertahanan tubuh. Pada bayi dan orang-orang yang lemah,
Pneumonia dapat muncul sebagai infeksi primer.
iii. Pneumonia interstisial
Terutama pada jaringan penyangga, yaitu interstitial dinding bronkus
dan peribronkil. Peradangan dapat ditemumkan pada infeksi virus dan
mycoplasma. Terjadi edema dinding bronkioli dan juga edema jaringan
interstisial prebronkial. Radiologis berupa bayangan udara pada
alveolus masih terlihat, diliputi perselubungan yang tidak merata
III. Etiologi
12
Tabel etiologi pneumonia pada anak sesuai
dengan kelompok usia dinegara maju :
Tabel 1 Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara
maju23
Tabel 2 Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara
maju23
13
Tabel 3 Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara maju23
Tabel 4 Etiologi Pneumonia pada anak sesuai dengan kelompok usia di negara
maju22,23
14
IV. Patogenesis
15
Gambar 13. Patofisiologi pneumonia oleh pneumococcus2,3
16
Di Amerika Serikat insiden penyakit pneumonia mencapai 12
kasus tiap 1000 orang dewasa. Kematian untuk pasien rawat jalan kuang
dari 1%, tetapi kematian pada pasien yang dirawat di rumah sakit cukup
tinggi, yaitu 14%. Di negara berkembang sekitar 10-20% pasien yang
memerlukan perawatan di rumah sakit dan angkat kematian diantara
pasien tersebut lebih tinggi, yaitu sekitar 30-40%. Di Indonesia sendiri,
terdapat 5- 11 kasus pneumonia per 1.000 orang dewasa; 15-45% perlu di
rawat dirumah sakit (1-4 kasus), dan 5-10% diobati di ICU. Insidensi
paling tinggi pada pasien yang sangat muda dan usia lanjut dengan
ortalitas 5-12%. Di Indonesia berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) tahun 2007, menunjukkan; prevalensi nasional ISPA: 25,5%
(16 provinsi di atas angka nasional), angka kesakitan (morbiditas)
pneumonia pada Bayi: 2.2 %, Balita: 3%, angka kematian (mortalitas)
pada bayi 23,8%, dan Balita 15,5%.
17
menggambarkan konsolidasi atau terdapat cairan pleura, ronki, suara
pernafasan bronkial, pleural friction rub.3
DIAGNOSIS
Gambaran Radiologis
18
yang paling akhir terkena.
19
lebih opaq pada foto Rontgen. Pada bronkopneumonia terdapat bercak
yang mengikutsertakan alveoli secara tersebar.
Bronkopneumonia ditandai oleh multiple nodular opacities yang
cenderung tidak merata (patchy) dan / atau konfluen. Ini merupakan area
paru-paru di mana ada patch inflamasi yang dipisahkan oleh parenkim paru
normal. Khas biasanya menyerang beberapa lobus dan bilateral asimetris,
hal ini yang membedakan dengan pneumonia lobaris. Lokasi predileksi
bronkopneumonia biasanya terjadi di lapangan paru tengah dan bawah.
20
1. Pneumonia Lobaris
21
Foto Thorax
22
CT Scan
23
2. Bronchopneumonia (Pneumonia Lobularis)
24
Foto Thorax
Tampak bercak infiltrat pada lapangan tengah dan bawah paru dekstra
dan sinistra21,24
CT Scan
25
Tampak konsolidasi dengan air bronkogram(panah hitam besar),
penebalanbronkiolus(panah bengkok), dan nodul (panah hitam kecil). 12,13
26
Tampak gambaran opak/hiperdens pada lobus tengah kanan, namun tidak
menjalar sampai perifer. 23,24
Pada gambar (A) di bawah ini memperlihatkan bahwa mikroorganisme
awalnyamenyerang bronkiolus yang lebih besar sehingga mengakibatkan
nodul sentrilobuler dan gambaran cabang bronkus yang berdensitas opaq
(tree-in-bud pattern). Lalu proses konsolidasi yang terjadi akan mengenai
daerah peribronkhial dan akan berkembang menjadi lobular,
subsegmental, atau segmental (B). Selanjutnya proses konsolidasi
tersebut bisa terjadi multifocal, tepi tidak rata, corakan bronkovaskular
kasar akibat dinding cabang12,13 bronkus menjadi lebih tebal, namun
perselubungan yang terjadi biasanya tidak melebihi batas segmen (C).
27
Tampak perselubungan homogen pada lobus inferior dextra12,13
Tampak gambaran cavitas pada paru lobus atas kanan pada foto thorax
proyeksi PA
28
Pada gambar foto polos diatas tampak cavitasi pada bagian apex paru
kiri dan pada gambar CT tampak gambaran tree-in bud pada lingkaran
putih. Kavitasi pada TB paru post primer menunjukkan bahwa penyakit
tersebut sedang aktif dan sangat menular
29
Atelektasis pada foto thorax proyeksi PA8
3. Efusi Pleura
30
Efusi pleura pada foto thorax 23 posisi PA
31
pada suatu keluarga, sehingga diduga ada faktor yang dirurunkan.8
32
Bronchitis On Chest pada foto thorax posisi PA8
33
Asma Bronkhial pada foto thorax posisi PA3
1. Radiologi
34
pneumokokkus.12,13
4. Analisa Gas Darah Ditemukan hipoksemia sedang atau berat. Pada
beberapa kasus, tekanan parsial karbondioksida (PCO2) menurun
dan pada stadium lanjut menunjukkan asidosis respiratorik.12,13
X. Komplikasi
XI. Penatalaksanaan
35
menggambarkan tebakan terbaik berdasarkan pada klasifikasi pneumonia
dan kemungkinan organisme, karena hasil mikrobiologis umumnya tidak
tersedia selama 12-72 jam. Maka dari itu membedakan jenis pneumonia
(CAP atau HAP) dan tingkat keparahan berdasarkan kondisi klinis pasien
dan faktor predisposisi sangatlah penting, karena akan menentukan
pilihan antibiotika empirik yang akan diberikan kepada pasien.16
Tindakan suportif meliputi oksigen untuk mempertahankan PaO2 > 8
kPa (SaO2 > 92%) dan resusitasi cairan intravena untuk memastikan
stabilitas hemodinamik. Bantuan ventilasi: ventilasi non invasif (misalnya
tekanan jalan napas positif kontinu (continous positive airway pressure),
atau ventilasi mekanis mungkin diperlukan pada gagal napas. Bila
demam atau nyeri pleuritik dapat diberikan antipiretik analgesik serta
dapat diberika mukolitik atau ekspektoran untuk mengurangi dahak.3,17
2.9.1 Pilihan Antibiotika Dalam memilih antibiotika yang tepat harus
dipertimbangkan faktor sensitivitas bakteri terhadap antibiotika, keadaan
tubuh pasien, dan faktor biaya pengobatan.18 Pada infeksi pneumonia
(CAP dan HAP) seringkali harus segera diberikan antibiotika sementara
sebelum diperoleh hasil pemeriksaan mikrobiologik. Pemilihan ini harus
didasarkan pada pengalaman empiris yang rasional berdasarkan
perkiraan etiologi yang paling mungkin serta antibiotika terbaik untuk
infeksi tersebut. Memilih antibiotika yang didasarkan pada luas spektrum
kerjanya tidak dibenarkan karena hasil terapi tidaklebih unggul daripada
hasil terapi dengan antibiotika berspektrum sempit, sedangkan
superinfeksi lebih sering terjadi denganantibiotika berspektrum luas.3,11
Tabel 2 Rekomendasi antibiotika empiris pada CAP 11
36
Tabel 1. Rekomendasi antibiotika empiris pada CAP11
a. Makrolid
b. Doxicilin
b. β lactam + makrolid
3. Pada daerah dengan angka infeksi tinggi dan dengan resisitensi tinggi
makrolid terhadap S.pneumoniae , dipertimbangkan antibiotik sesuai poin
2.
Rawat inap tidak di ICU
37
Bila dipertimbangkan CA-MRSA tambahkan vancomysin/linezolid
i.
PROGNOSIS
38
BAB III
KESIMPULAN
Paru-paru adalah salah satu organ yang paling sering terlibat dalam
berbagai komplikasi pada pasien dengan immunocompromised. Di antara
komplikasi paru yang terjadi pada pasien tersebut, infeksi adalah yang
palingumum terjadi dan berhubungan dengan tingkat morbiditas dan
mortalitas yang tinggi.Penyakit pneumonia pada pasien
immunocompromised melibatkan infeksi dan radang pada saluran
pernapasan bagian bawah. Terlepas dari alasan yang menyebabkan
berubahnya fungsi kekebalan tubuh, pneumonia membawa tingkat
kematian tinggi pada pasien immunocompromised. Keadaan
immunocompromise yang menyebabkan risiko tinggi pneumonia,terkait
dengan adanya faktor-faktor berikut: Keganasan, HIV, immunodefisiensi
primer, Transplantasi imunosupresi, Kehamilan, Alkoholisme, fibrosis
kistik, penyakit autoimmune, penyakit neuromuskular, disfungsi kognitif,
cedera sum-sum tulang belakang, luka bakar, leukemia, limfoma,
kemoterapi akibat keganasan pada organ padat, penggunaan steroid lama,
asplenia,dan diabetes.
Pemeriksaan radiologi, dalam hal ini foto thorax konvensional dan
CT Scan menjadi pemeriksaan yang sangat penting pada pneumonia.
Terutama apabila dari pemeriksaan fisik memang menunjukan kelainan di
paru dan membutuhkan pemeriksaan peunjang berupa foto thorax.
Koordinasi antara pemeriksaan klinis, laboratorium dan radiologi akan dapat
menunjang penegakan diagnosis yang tepat.
Gambaran khas pada pneumonia adalah adanya perselubungan dengan
adanya gambaran air bronchogram. Namun tidak semua pneumonia
memberikan gambaran khas tersebut. Untuk menentukan etiologi
pneumonia tidak dapat hanya semata-mata menggunakan foto thorax,
melainkan harus dilihat dari riwayat penyakit, dan juga pemeriksaan
laboratorium.
39
Untuk membedakan antara pneumonia, atelektasis, dan efusi pleura
dilihat dari adanya penarikan atau pendorongan jantung, trakea dan
mediastinum ke arah yang sakit atau sehat. Sementara untuk membedakan
pneumonia dengan TB adalah dilihat dari ada atau tidaknya kavitas yang
umumnya terdapat pada lobus paru bagian atas. Jadi dalam menegakkan
pneumonia, sangat diperlukan gambaran radiologis untuk penegakan
diagnosis disamping pemeriksaan laboratorium.
40
DAFTAR PUSTAKA
41
11. Jones J. Secondary Pulmonary Lobule. Available at:
www.radiopaedia.org.
12. Lampignano, J.P., Kendrick, L.E. Textbook of Radiographic Positioning
andRelated Anatomy. 2018. Missouri: Elsevier
13. Luttfiya MN, Henley E, Chang L. Diagnosis and treatment of community
acquired pneumonia. American Family Physician. 2010;73(3):442-50.
14. Mandell LA, Wunderink RG, Anzueto A, et al. Infectious Diseases
Society of America/American Thoracic Society consensus guidelines on the
management ofcommunity-acquired pneumonia in adults. Clin Infect Dis 2007;
44: Suppl. 2, S27–S72. Tersedia di :
www.thoracic.org/sections/publications/statements/ pages/mtpi/idsaats-cap.html
[Diakses 29 juni 2023].
15. National Health Services. Pneumonia : Pneumonia Complication. 2014.
Aksesonline pada tanggal 29 juni 2023di
www.nhs.uk/Conditions/Pneumonia/Pages/Complication.aspx
16. Niederman MS, Mandel LA, Anzueto A, Bass JB, Broughton WA,
Campbell GD, Dean N, File T, Fine MJ, Gross PA et al. VICTOR L. YU,
M.D. Guidelines for the Management of Adults with Community-
acquired Pneumonia – Diagnosis, Assessment of Severity, Antimicrobial
Therapy, and Prevention. AmJ Respir Crit Care Med 2001; 163: 1730-
1754.
17. Nuryasni. Pola Kepekaan Bakteri Gram Negatif pada Penderita Infeksi
SaluranPernapasan Bawah terhadap Amoksisilin di Laboraturium
Mikrobiologi Klinik Departemen Mikrobiologi FK UI tahun 2001-2005.
2009. Program Sarjana Pendidikan Dokter Umum. Universitas Indonesia:
Jakarta.
18. PDPI. 2003. Pneumonia komuniti-pedoman diagnosis dan penatalaksaan
diIndonesia. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia.
19. Said M. Pneumonia. Buku Ajar Respirologi Anak. Badan Penerbit
IDAI. Jakarta:Cetakan Kedua;350-365
42
20. Sajinadiyasa GK, Rai IB, Sriyeni LG. 2011. Perbandingan antara
Pemberian Antibiotika Monoterapi dengan Dualterapi terhadap Outcome
pada Pasien Community Acquired Pneumonia (CAP) di Rumah Sakit
Sanglah Denpasar. JPeny Dalam;12:13-20.
21. Sudoyo, 2005. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi IV.
Penerbit FKUI
22. Summary Executive. Pola Penyakit Penyebab Kematian di Indonesia.
SurveiKesehatan Rumah Tangga (SKRT). 2001: 2.
23. Task Force on CAP. Philippine Clinical Practice Guidelines on the
Diagnosis, Empiric Management, and Prevention of Community-acquired
Pneumonia (CAP) in Immunocompetent Adults. 2010
24. THE CHEST X-RAY A SURVIVAL GUIDE. 2008. Lacey G, et al.
USA: Elsevier
25. Wexner Medical Center.Community-Aqquired Pneumonia: Pneumonia
Severy Index. Akses oline pada tanggal 29 juni 2023di
https://internalmedicine.osu.edu
26. Wilson LM. Penyakit pernapasan restriktif dalam Price SA, Wilson LM.
2012. Patofisiologi: konsep klinis prosses-proses penyakit E/6 Vol.2.
Jakarta:EGC. Hal:796-815
43