ABSTRAK
Hampir seluruh bagian negara di dunia pernah mengalami kebakaran hutan seperti Amerika Serikat, Australia, Yunani, Swaziland,
termasuk Indonesia. Salah satu efek dari kebakaran hutan dan lahan yang terjadi di Indonesia dalah bencana kabut asap. Data BNPB
pada tahun 2015 terkait dampak bencana kabut asap, terdapat 503.884 penderita ISPA yang tersebar diberbagai provinsi seperti
Sumatra selatan, Riau, Jambi, Kalimantan selatan, tengah dan barat, serta menimbulkan korban jiwa sebanyak 26 orang. Selain itu,
dampak kabut asap menimbulkan kerugian ekonomi sangat besar mencapai 200 triliun rupiah dan 43 juta penduduk terpapar kabut
asap. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis hubungan keterampilan dengan kesiapsiagaan perawat puskesmas dalam menghadapi
bencana kabut asap di Kota Pontianak. Metode yang digunakan survei analitik dengan pendekatan cross sectional study dengan jumlah
responden 90 perawat puskesmas secara simple random sampling. Pengukuran kesiapsiagaan perawat menggunakan kuesioner
Emergency Preraredness Information Questionnaire. Hasil uji spearman ranks menjelaskan terdapat hubungan antara keterampilan
dengan kesiapsiagaan perawat puskesmas dalam menghadapi bencana kabut asap di kota Pontianaknilai (p = 0.000) dimana nilai p <
α, adapun dengan nilai r = 0.412, menjelaskan hasil interpretasi korelasi arah positif dengan makna kekuatan hubungan sedang.
Keterampilan adalah faktor yang merupakan salah satu faktor yang penting dalam menghadapi bencana kabut asap di Kota Pontianak
ABSTRACT
Almost all countries in the world have experienced forest fires such as the United States, Australia, Greece, Swaziland, including
Indonesia. One of the effects of forest and land fires in Indonesia is the haze disaster. BNPB data in 2015 related to the impact of the
haze disaster, there were 503,884 ISPA sufferers spread across various provinces such as south Sumatra, Riau, Jambi, south, central
and west Kalimantan, and caused 26 fatalities. In addition, the impact of the smog caused enormous economic losses of up to 200
trillion rupiah and 43 million people were exposed to the smog. The purpose of this study was to analyze the relationship between
skills and preparedness of puskesmas nurses in dealing with the haze disaster in Pontianak City. The method used is an analytic survey
with a cross sectional study approach with the number of respondents being 90 nurses from health centers using simple random
sampling. Measurement of nurse preparedness using the Emergency Preraredness Information Questionnaire. The results of the
spearman ranks test explain that there is a relationship between skills and the preparedness of puskesmas nurses in dealing with the
haze disaster in the city of Pontianak (p = 0.000) where the value of p < α, as for the value of r = 0.412, explaining the results of the
interpretation of the positive direction correlation with the meaning of moderate relationship strength. Skill is a factor that is one of
the important factors in dealing with the haze disaster in Pontianak City
1
JIKMW – 1(1), 2021; Hal 1-7
PENDAHULUAN
Kejadian bencana yang terjadi berbagai kesehatan, gangguan kegiatan sehari-hari,
negara dibelahan bumi lainnya menunjukkan transportasi, merusak ekologi, berkurangnya
setiap negara rentan terhadap ancaman pariwisata, konsekuensi politik, dan
tragedi alam atau tragedi lainnya. Berdasarkan permasalahan ekonomi. Infeksi saluran
peraturan UU No. 24 Tahun 2007, rentetan pernapasan akut adalah efek kesehatan yang
kejadian yang mengganggu kehidupan dan dapat terjadi akibat kabut asap dari
mata pencaharian orang-orang yang timbul pembakaran hutan dan lahan, perburukan
akibat faktor alam/non-alami maupun perilaku penyakit paru obstruksi seperti Asma dan
manusia yang berdampak dan mengakibatkan penyakit paru obstruksi kronik (PPOK),
kematian, efek psikologis, kehilangan harta perburukan penyakit jantung sampai risiko
benda dan merusak lingkungan adalah kematian (Susanto et al., 2016). Menurut data
bencana. Pada beberapa tahun terakhir, lebih BNPB pada tahu 2015 ditemukan 503.884
dari 100.000 orang meninggal akibat bencana penderita ISPA (infeksi saluran pernapasan
alam di seluruh dunia, dan jutaan lainnya akut) tersebar berbagai provinsi seperti
terluka atau cacat (UNISDR, 2015). Sumatra selatan, Riau, Jambi, Kalimantan
Hampir seluruh bagian negara di dunia selatan, tengah dan barat, serta menimbulkan
pernah mengalami kebakaran hutan seperti korban jiwa sebanyak 26 orang. Selain
Amerika Serikat, Australia, Yunani, Swaziland, penderita infeksi saluran pernapasan akut,
termasuk Indonesia (Dlamini, 2010; Papadatou dampak kabut asap akibat pembakaran hutan
et al., 2012; Sherry, Padiglione, Spelman, & dan lahan menimbulkan kerugian ekonomi
Cleland, 2013; Thaha & Saifuddin, 2016). Sejak sangat besar mencapai 200 triliun rupiah dan
tahun 2015-2017 hampir setiap musim 43 juta penduduk terpapar kabut asap (BNPB,
kemarau yang terjadi di Indonesia dapat 2017b; Pusponegoro & Sujudi, 2016).
menyebabkan terjadinya kebakaran hutan dan Mengingat beratnya dampak akibat kabut asap
lahan dengan jumlah 634 kali (BNPB, 2017b). yang terjadi, maka diperlukan manajemen
Bencana dapat terjadi ketika interaksi antara penanggulangan bencana untuk menurunkan
hazard dengan manusia, lingkungan dan dampak bencana kabut asap.
kerusakan harta benda, baik kerusakan dalam Kumpulan dari beberapa strategi,
skala kecil maupun besar maka disebut sebagai ketetapan administrasi dan semua kegiatan
bencana (Pusponegoro & Sujudi, 2016). yang bersifat praktis serta saling berkaitan
antara fase dalam penanggulangan bencana
Berdasarkan data BNPB dari tahun 2015 -2017
adalah manajemen penanggulangan bencana.
telah terjadi 1.582, 2334 dan 2164 kali Fase manajemen penanggulangan bencana
bencana, yang memberikan gambaran rerata yang memiliki perencanaan, kesiapan, dan
bencana yang melanda Indonesia setiap prioritas utama dalam manajemen bencana
harinya adalah sekitar lima kali, termasuk adalah fase kesiapsiagaan (ICN and WHO,
bencana kebakaran hutan dan lahan (BNPB, 2009).
2017b). Kesiapsiagaan tenaga kesehatan
Kabut asap akibat kebakaran hutan dan memiliki kontribusi besar terhadap upaya
lahan menimbulkan efek yang luas pada menekan perburukan kondisi kesehatan
beberapa bidang kehidupan, seperti korban bencana (Lowery, Robinson, & Taylor,
2
JIKMW – 1(1), 2021; Hal 1-7
2017). Namun ketika ketidakadekuatan tergambar dari hasil studi kesiapsiagaan dalam
perencanaan kesiapsiagaan dalam menghadapi bencana berbagai daerah dengan
menghadapi bencana terjadi dapat menilai indeks kesiapsiagaan dilihat dari aspek
menimbulkan situasi dan kondisi yang kacau, individu dan keluarga, komunitas sekolah,
meningkatkan jumlah penderita serta masyarakat serta instansi pemerintah yang
menyebabkan kematian (ICN & WHO, 2009). masih rendah (Nugroho, 2015). Hal ini sesuai
Perawat memiliki tanggung jawab untuk dengan hasil studi kesiapsiagaan tenaga
mengurangi dampak bencana dengan kesehatan puskesmas dalam menghadapi
manajemen bencana, khususnya dalam fase bencana berbagai kota/daerah masih rendah
kesiapsiagaan (Kulig, Edge, & Smolenski, (KEMENKES & MADEP, 2016).
2014). Terdapat beberapa faktor yang Berdasarkan uraian diatas, maka
berpengaruh pada kesiapsiagaan perawat penelitian ini memiliki tujuan untuk
dalam menghadapi bencana terdiri dari menganalisis hubungan keterampilan dengan
pengetahuan, keterampilan, kesiapan kesiapsiagaan perawat puskesmas dalam
manajemen bencana, regulasi diri, suasana menghadapi bencana kabut asap di Kota
pelayanan kesehatan, dan perbedaan individu Pontianak.
(Baack, 2011; Sangkala & Gerdtz, 2017)
Penelitian menunjukkan bahwa METODE
kesiapsiagaan dapat menurunkan kerugian
Penelitian ini menggunakan desain
dan penderitaan serta kematian akibat
survey analitik dengan pendekatan cross
bencana (Bourque, 2013). Hal ini sesuai hasil
sectional jumlah responden sebanyak 90
penelitian Lowery et al tahun 2017, ketika
perawat puskesmas dengan pengambilan
perawat memiliki tingkat kesiapsiagaan
sampel dilakukan menggunakan teknik simple
bencana yang baik, maka masyarakat memiliki
random sampling. Penelitian ini dilaksanakan
kesempatan untuk memperbaiki kondisi
di 23 puskesmas wilayah kerja Kota Pontianak
kesehatan yang terganggu oleh bencana,
pada tanggal 22 Januari – 2 Februari 2019.
sehingga tingkat kematian dapat dikurangi,
Instrumen penelitian berupa kuesioner
tetapi beberapa hasil penelitian di Indonesia
Emergency Preraredness Information
menunjukkan rendahnya kesiapsiagaan dalam
Questionnaire (EPIQ). Adapun Analisis bivariat
penanggulangan bencana ketika darurat
menggunakan uji spearman ranks.
bencana terjadi (Lowery et al., 2017). Hal ini
Tabel 1. Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin, pendidikan, keterampilan, suasana pelayanan
kesehatan dan kesiapsiagaan perawat
No Variabel Kategori Frekuensi Persentase (%)
1 Jenis kelamin Laki-laki 12 13.3
Perempuan 78 86.7
2 Pendidikan D3 53 58.9
SPK 21 23.3
S1+Ners 12 13.3
D4 4 4.4
3 Keterampilan Baik 51 56.7
3
JIKMW – 1(1), 2021; Hal 1-7
Kurang 39 43.3
4 Kesiapsiagaan perawat Tinggi 51 56.7
Rendah 39 43.3
Total 90 100
Tabel 2. Hubungan keterampilan dengan kesiapsiagaan perawat puskesmas dalam menghadapi bencana kabut
asap di kota Pontianak
Kesiapsiagaan perawat
Keterampilan r= 0.412
p= 0.000
n= 90
Tabel 2 menjelaskan bahwa hasil analisis tersebut menjelaskan korelasi arah positif
uji statistik diperoleh nilai p = 0.000, dimana dengan makna kekuatan hubungan sedang.
nilai p < α, maka peneliti bisa mengambil Kemudian hasil penelitian yang telah
kesimpulan terdapat hubungan keterampilan dilaksanakan oleh peneliti menjelaskan bahwa
dengan kesiapsiagaan perawat puskesmas terdapat hubungan keterampilan dengan
dalam menghadapi bencana kabut asap di kota kesiapsiagaan perawat puskesmas dalam
Pontianak. Adapun dengan nilai r = 0.412, menghadapi bencana kabut asap di kota
menjelaskan hasil interpretasi korelasi arah Pontianak. Adapun hasil nilai p yang diperoleh
positif dengan makna kekuatan hubungan dengan uji spearman rank adalah p = 0.000 (p
sedang. < α).
Bersumber pada hasil penelitian yang Hasil studi yang telah dilaksanakan
didapat di lapangan menjelaskan bahwa sejalan dengan hasil penelitian Khoirul,
keterampilan responden yang paling dominan Winarni, dan Susanti tahun 2015 yang
yaitu baik dengan jumlah 51 perawat (56.7%) menjelaskan bahwa terdapat perbedaan
sejalan dengan kesiapsiagaan perawat dalam keterampilan yang bermakna antara sebelum
menghadapi bencana dalam kategori tinggi dan sesudah melakukan perlakuan, di mana
dengan jumlah 51 perawat (56.7%), di mana keterampilan menjadi hal penting diperlukan
dari hasil ini menjelaskan bahwa semakin oleh perawat dalam meningkatkan
tinggi keterampilan perawat maka semakin kesiapsiagaan mereka dalam menghadapi
tinggi kesiapsiagaan perawat yang dimiliki situasi atau kondisi bencana (Khoirul, Winarni,
dalam menghadapi bencana. Pernyataan ini & Susanti, 2015). Selanjutnya hasil riset ini
dapat dilihat dari nilai r= 0.412, dimana hal sesuai hasil penelitian yang dilakukan oleh
4
JIKMW – 1(1), 2021; Hal 1-7
Husna, Hatthaki, & Chaowalit tahun 2011 yang mengetahui tindakan yang harus diambil
telah melakukan survei untuk mengukur ketika berhadapan situasi bencana (Kako,
tingkat keterampilan yang diperlukan untuk Mitani, & Arbon, 2012). Hasil penelitian dari
penanggulangan bencana dengan Kaplan, Connor, Ferranti, Holmes, dan Spencer
menggunakan 78 perawat di sebuah rumah tahun 2012 juga menjelaskan bahwa latihan
sakit provinsi Banda Aceh, dengan hasil kesiapsiagaan bencana memberikan hasil yang
penelitian bahwa keterampilan memiliki positif dalam peningkatan keterampilan
hubungan dengan kesiapsiagaan dalam perawat (Kaplan, Connor, Ferranti, Holmes, &
penanggulangan bencana (Husna, Hatthakit, & Spencer, 2012). Pernyataan ini didukung oleh
Chaowalit, 2011). hasil riset Alim, Kawabata, dan Nakazama
tahun 2015 bahwa pelatihan kesiapsiagaan
Keterampilan dapat diartikan sebagai
bencana dan pelatihan bencana yang
hasil dari proses pemahaman pembelajaran
dilakukan dapat meningkatkan kemampuan
kognitif (memahami sesuatu) dan afektif (sikap
dan keterampilan kesiapsiagaan bencana bagi
terhadap sesuatu) (Notoatmodjo, 2012b).
peserta dalam menghadapi bencana (Alim,
Keterampilan sangat diperlukan oleh perawat
Kawabata, & Nakazawa, 2015).
dalam setiap fase penanganan bencana
khususnya dalam kesiapsiagaan bencana Bersumber dari hasil penelitian di
(Polivka, 2008). Selain faktor pengetahuan, lapangan menerangkan bahwa masih terdapat
keterampilan kesiapsiagaan perawat 39 perawat (43.3%) yang memiliki
dipengaruhi oleh oleh sarana prasarana untuk keterampilan dalam kategori kurang. Ketika
pertolongan dan penanganan korban dalam perawat yang tidak memiliki keterampilan dan
situasi bencana (Jakeway, 2008). Menurut kesiapan yang baik dapat mengakibatkan
Alamsyah tahun 2017, kurangnya kondisi yang sulit bagi perawat dalam
infrastruktur pendukung fasilitas akan memberikan perawatan dan dukungan
berdampak pada upaya mempersiapkan diri pelayanan kesehatan yang memadai kepada
dalam peningkatan keterampilan ketika korban bencana dan keluarga mereka (Natan,
menghadapi bencana, bahkan ini dapat Nigel, Yevdayev, Qadan, & Dudkiewicz, 2014).
menyebabkan kekacauan dalam proses Hal ini didukung oleh pernyataan Usher tahun
penanggulangan bencana yang menyebabkan 2015 dengan mengeksplorasi keterampilan
keterlambatan dan ketidakmampuan untuk perawat dalam kesiapsiagaan bencana yang
membantu proses evakuasi serta dilaksanakan di negara Asia Pasifik dan
ketidakadekuatan pemenuhan kebutuhan menemukan hasil bahwa perawat Bangladesh
para korban jika terjadi bencana (Alamsyah, dan Laos merasa tidak siap untuk merawat
2017). korban bencana tanpa memiliki keterampilan
yang baik (Usher, 2015) .
Studi sebelumnya telah menyarankan
bahwa melakukan latihan bencana sangat Perawat dapat memliki peran penting
penting untuk membangun kapasitas pada dan lebih efektif untuk mengatasi penanganan
tahap awal pendidikan profesional. Hal ini bisa bencana dalam hal ini keterampilan ketika
berfungsi sebagai sarana bagi mahasiswa perawat telah dipersiapkan dan dilatih dengan
perawat untuk mendapatkan pengalaman, situasi bencana (Veenema et al., 2016). Selain
mengembangkan ide-ide konkret dan itu, perawat juga membutuhkan tambahan
5
JIKMW – 1(1), 2021; Hal 1-7
6
JIKMW – 1(1), 2021; Hal 1-7
Jurnal Ilmiah Kesehatan Mandala Waluya (JIKMW) is licensed under a Creative Commons Attribution 4.0 International
License.